RS ROEMANI MUHAMMADYAH
KOTA SEMARANG
2013
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi:
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 7 hari sebelum masuk RS, demam mulanya sumengsumeng pada sore hari dan meningkat pada malam hari.demam setiap hari semakin bertambah
tinggi, demam tidak menggigil dan tidak ada kejang. Demam turun bila diberi obat penurun
panas.pasien juga mual tetapi tidak muntah, hal ini menyebabkan nafsu makan pasien berkurang.
Pasien juga belum BAB sejak 3 hari sebelum masuk RS. BAK lancer tidak nyeri saat berkemih.
Ibu pasien menyangkal pasien menderita batuk lama dan demam berkepanjangan. Riwayat
berobat di bidan dan diberi obat penurun panas serta obat syrup (ibu pasien lupa nama obatnya )
namun tidak ada perbaikan.
Tujuan:
- Menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen medik demam tyfoid
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
Pos
Data pasien:
Nama: An.Z.Y
Nama klinik:
Telp: -
Nomor Registrasi:0351575
Terdaftar sejak: 16 September 2013
5. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pasien laki-laki umur 11 thn. Dikeluraga
tidak ada yg mengalami keluhan serupa
6. Riwayat Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan di
: Bidan swasta
Frekuensi
: Trimester I
: 1x/ 1 bulan
Trimester II
: 2x/ 1 bulan
Trimester III
: 1x/ 1 minggu
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah darah.
Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir di bidan dengan usia kehamilan 9 bulan, berat badan lahir 3100 gram, panjang 48
cm, lahir spontan, langsung menangis.
Riwayat Postnatal
Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat imunisasi
7. Imunisasi
Jenis
II
III
1. Hepatitis B
0 bulan
2 bulan
4 bulan
2. Polio
0 bulan
2 bulan
4 bulan
3. BCG
1 bulan
4. DPT
2 bulan
4 bulan
6 bulan
5. Campak
9 bulan
IV
6 bulan
: 3 bulan
: ibu lupa
Duduk sendiri
: 5 bulan
Berjalan
: 13 bulan
Bahasa
Bersuara aah/ooh
: 2,5 bulan
Motorik halus
Memegang benda
: 3,5 bulan
Personal sosial
Tersenyum
Kesan
: ibu lupa
b. Mata
(3mm/3mm)
c. Telinga
d. Hidung
: Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), darah (-)
e. Mulut
: Bibir sianosis (-) mukosa basah (+)lidah kotor (+), tepi hiperemis (+) tremor
h. Thorax
-
Paru
Inspeksi : Statis N, diameter AP < Latero lateral, Sela iga melebar (-)
Dinamis pergerakan hemithorax kanan-kiri seimbang
Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sulit dievaluasi, nyeri tekan (-/-), massa (-/-)
Perkusi: sonor-sonor
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
5
j.
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
: Supel, Nyeri tekan sulit dievaluasi, hepar dan lien tidak teraba
Turgor
: normal
Ekstremitas
Superior
- oedem
-/-
- akral dingin
-/-
Inferior
-/-/-
- CRT <2
Satuan
Nilai Rujukan
Hb
11,9
g/dl
12.0 16.0
Leukosit
8000
103/uL
4 - 11.3
Trombosit
198000 103/uL
150 450
Hematokrit
35
36 47
Eritrosit
4.42
106/uL
3.6 5.6
MCV
79
fL
84 100
MCH
27
Pg
26-34
MCHC
34
g/dl
32-36
6
% Eosinofil
0,8
0,00-0,50
% Basofil
1,3
0,00-0,20
% Netrofil
64,6
55,00-80,00
% Limfosit
22,3
22,00-40,00
% Monosit
11
2.0-8,00
Widal S Thypi-O
1/ 320
Negatif
S Thypi H
1/320
Negatif
S Parathypi A
1/80
Negatif
S Parathypi B
1/160
Negatif
S parathypi C
1/80
Negatif
Daftar Pustaka : (diberi contoh, MEMAKAI SISTEM HARVARD, VANCOUVER, atau MEDIA
ELEKTRONIK)
1. . Anonim, 2012. Recommendations for management of common childhood conditions.
http://www.who.or.id
2. Behrman, Richard, 2007. Nelson Esensi Pediatri. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta
3. Diagnosis laboratorium demam tifoid by Dr Luci Liana Sp.PK des ,2010,
http://www.who.or.id
4. Hassan, Rusepno, 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
5.
Isselbacher, Kurt, 2010. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 13. Volume 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
7. Rudolph, abraham, 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 2. Volume 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta
8.Soedarmo, Sumarmo, 2012. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Ikatan Dokter
Anak Indonesia
9. Widoyono, 2011. Penyakit Tropis. Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
7
Gejala klinis :
a. Demam 7 hari
b. Mual (+)
c. Nafsu makan berkurang
d. BAB (-) 3 hari
Tanda vital :
a. Nadi
: 100 x/ menit
b. Pernapasan
: 20 x/menit
c. Suhu
: 39,20C
Pemeriksaan fisik
a. Mulut : lidah kotor (+) tepi hiperemis (+) tremor ketika dijulurkan (-)
b. Abdomen :
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan sulit dievaluasi
c. Ekstremitas : akral dingin (-/-)
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Satuan
Nilai Rujukan
Hb
11,9
g/dl
12.0 16.0
Leukosit
8000
103/uL
4 - 11.3
Trombosit
198000 103/uL
150 450
Hematokrit
35
36 47
Eritrosit
4.42
106/uL
3.6 5.6
MCV
79
fL
84 100
MCH
27
Pg
26-34
MCHC
34
g/dl
32-36
% Eosinofil
0,8
0,00-0,50
% Basofil
1,3
0,00-0,20
% Netrofil
64,6
55,00-80,00
% Limfosit
22,3
22,00-40,00
% Monosit
11
2.0-8,00
Widal S Thypi-O
1/ 320
Negatif
S Thypi H
1/320
Negatif
S Parathypi A
1/80
Negatif
S Parathypi B
1/160
Negatif
S parathypi C
1/80
Negatif
3. Assesment :
DEMAM TYFOID DENGAN STATUS GIZI BAIK
endemik, kejadian demam tifoid paling tinggi terjadi pada anak-anak usia 5 sampai 19
tahun, pada beberapa kondisi tifoid secara signifikan menyebabkan kesakitan pada usia
antara 1 hingga 5 tahun. Pada anak usia lebih muda dari setahun, penyakit ini biasanya
lebih parah dan berhubungan dengan komplikasi yang umumnya terjadi. Di seluruh dunia
diperkirakan antara 1616,6 juta kasus baru demam tifoid ditemukan dan 600.000
diantaranya meninggal dunia. Di Asia diperkirakan sebanyak 13 juta kasus setiap tahunnya.
Suatu laporan di Indonesia diperoleh sekitar 310 800 per 100.000 sehingga setiap tahun
didapatkan antara 620.000 1.600.000 kasus. Demam tifoid di Indonesia masih merupakan
penyakit endemik, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Demam ini terutama
muncul di musim kemarau dan konon anak perempuan lebih sering terserang. Peningkatan
kasus saat ini terjadi pada usia dibawah 5 tahun. 9
3. Etiologi
Penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi, basil Gram negatif, bergerak dengan
rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang kurangnya tiga macam antigen yaitu
antigen O (somatik, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida ), antigen H ( flagela ) dan
antigen K ( selaput ). Dalam serum penderita terdapat zat anti ( aglutinin ) terhadap ketiga
macam antigen tersebut. 9
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram negatif,
mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang
terdiri dari protein, dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai
makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan
dinamakan endotoksin. S. typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan
dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.8
Identifikasi Salmonella dari tempat yang normalnya steril, seperti darah, cairan
serebrospinal, dan cairan sendi tidak memerlukan media khusus. Tinja mengandung banyak
mikroorganisme lain sehingga memerlukan media selektif seperti agar sulfat bismut atau
agar deoksilat, yang mengandung penghambat flora tinja normal. Spesimen tinja yang
diletakkan dalam kaldu yang diperkaya sebelum dilapiskan pada media agar akan
meningkatkan jumlah organisme. 7
11
4. Patogenesis
Setelah tertelan, bakteri harus menembus beberapa mekanisme pertahanan tubuh
pejamu sebelum menimbulkan infeksi. Biasanya Salmonella mati pada lingkungan yang
bersifat asam, oleh karena itu terjadi pengurangan inokulum yang banyak setelah
bersentuhan dengan isi lambung. Pengurangan selanjutnya terjadi di usus halus melalui
efek antibakteri langsung dari pertarungan organisme dengan flora usus normal. Gangguan
mekanisme pertahanan pejamu ini meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.7
Ketika masuk ke dalam usus halus, bakteri melekat pada permukaan epitel, yang
menimbulkan kerusakan sel pada brush border. Invasi mukosa oleh salah satu dari dua
mekanisme yang berbeda menimbulkan infeksi klinis. Proses pertama ialah masuknya
segera bakteri secara langsung ke epitel, kedua terjadi proliferasi intraluminal organisme
menjadi inokulum yang cukup menaklukkan pertahanan pejamu setempat. Kemudian
salmonella memasuki sitoplasma epitel melalui invaginasi membran sel dan tinggal di
dalam vakuola ini sampai dihantarkan ke lamina propria, tempat terjadinya reaksi
peradangan yang hebat. Bercak Peyer di ileum distal adalah tempat primer penetrasi
bakteri. Sistem retikuloendotelial slanjutnya akan dikolonisasi melalui aliran limfe. Limfe
yang mengalir melalui duktus torasikus menghantarkan bakteri masuk ke aliran darah, dari
sini terjadi diseminasi ke organ yang jauh. Sel retikuloendotelial di sumsum tulang, hati
dan limpa memakan bakteri yang menyebar secara hematogen ini, yang kadang kadang
menimbulkan fokus infeksi. Organisme yang menyebar melalui darah mencapai kandung
empedu, memperbanyak diri, dan masuk empede serta usus halus secara sekunder.7
Salmonella dapat hidup di dalam sel untuk waktu lama. S. typhi dietemukan di dalam
fagosit mononuklear di jaringan limfe pejamu, ketidakmampuan monosit menghancurkan
S. typhi secara efektif setelah melakukan fagositosis mungkin berperan pada penyebaran
luas organisme penyebab selama demam tifoid. S. typhi virulen juga dapat menghalangi
metabolisme oksidatif leukosit polimorfonuklear, yang mencegah penghancuran bakteri
yang difagosit pada stadium dini infeksi. Selanjutnya, kemampuan menolak imunitas
selular pejamu bisa berperan pada patofisiologi yang menyebabkan demam tifoid. 7
12
2.
Bakteri bertahan hidup dan bermultifikasi di makrofag Peyers patch, nodus limfatikus
mesenterikus, dan organ organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial
3.
4.
menetap. 8
Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah pecah(ragaden).
Lidah ditutupi selaput putih kotor ( coated tongue ), ujung dan tepinya kemerahan, jarang
disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung
(meterorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.4
Gangguan kesadaran
Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf
pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran
mulai apati sampai koma. 8
Rose spot,
suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm, seringkali
dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih,
tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
Status tifosa :
-
Gangguan kesadaran yang berupa penurunan kesadaran ringan, apati, somnolen, hingga
koma.8
6. Diagnosis
Salmonella harus selalu dipikirkan sebagai penyebab potensial gastroenteritis. Demam,
tanda tanda disentri, defisiensi imun, baru imigrasi dari daerah endemik, atau kaitan
dengan sumber wabah yang umum harus meningkatkan kecurigaan.7
Tinja harus selalu dibiak. Bila tidak diperoleh tinja segar, dapat dibiak apusan rektum,
walaupun kemungkinan menemukan organisme lebih rendah. Kompetisi bakteri dan
sedikitnya inokulum mungkin memerlukan pembiakan lebih dari satu spesimen untuk
menemukan Salmonella. 7
Gastroenteritis dengan demam, terutama pada anak berusia di bawah 2 tahun, biasanya
merupakan indikasi untuk melakukan biakan darah. Untuk demam enterik yang dicurigai,
14
rangkaian biakan darah harus dilakukan bila biakan pertama negatif karena adanya serangan
intermitten bakteremia rendah inokulum. Lebih dari 90 % pasien demam tifoid yang tidak
diobati mempunyai biakan darah dan sumsum tulang positif selama minggu pertama sakit.
Hasilnya menurun seiring waktu dengan peningkatan positif biakan tinja dan urin secara
bersamaan. 7
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
gejala
klinis
berupa
demam,
gangguan
gastroentestinal, dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria
ini maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka tifoid. Diagnosis pasti
ditegakkan melalui isolasi S. typhi dari darah. Pada dua minggu pertama sakit,
kemungkinana mengisolasi S. typhi dari dalam darah pasien lebih besar daripada minggu
berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilan lebih
kecil. Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas
tertinggi, hasil positif didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif,
sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan
biakan spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup
baik. 5
Uji serologi Widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap
antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid. Di
Indonesia, pengambilan angka titer O aglutinin 1/40 dengan memakai uji Widal slide
aglutination menunjukkan nilai ramal positif 96 %. Artinya apabila hasil tes positif, 96 %
kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidk menyingkirkan. Banyak
senter berpendapat apabila titer O aglutinin sekali diperiksa 1/200 atau pada titer sepasang
terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak
dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau. 8
Diagnosa demam tifoid ditegakkan atas dasar anamnesis, gambaran klinik dan
laboratorium (jumlah lekosit menurun dan titer widal yang meningkat) . Diagnosis pasti
ditegakkan dengan ditemukannya bakteri pada salah satu biakan. Adapun beberapa kriteria
diagnosis demam tifoid adalah sebagai berikut :
Tiga komponen utama dari gejala demam tifoid yaitu:
1. Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari). Demam naik secara bertahap lalu
menetap selama beberapa hari, demam terutama pada sore/ malam hari.
15
2. Gejala gastrointestinal; dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah,hilang nafsu makan
dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.
3. Gangguan susunan saraf pusat/ kesadaran; sakit kepala, kesadaran berkabut, bradikardia
relatif.
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau
perforasi. 3
Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. 3
Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. 3
LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat 3
Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). 3
b.
Urinalis
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) 3
Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. 3
c.
Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis
Akut. 3
d.
Imunologi
Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah)
terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno
yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini
endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui.
Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal
sebagai Febrile agglutinin.Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat
memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh
faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain
(Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid
(RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah
mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit,
16
keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain. 3
Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin
sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di
Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan
tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil
reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari
kontrak sebelumnya. 3
Elisa Salmonella typhi/paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan
spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes
cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/
Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/ jika lgG positif
menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. 3
e.
Mikrobiologi
Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/
paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/
Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid,
karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain
jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial
Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan),
saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika,
dan sudah mendapat vaksinasi.Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui
karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum
ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan
pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan
tinja. 3
f.
Biologi molekular.
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman
yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat
17
mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan
(spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh
lainnya serta jaringan biopsi. 3
7. Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan terkontaminasi S. typhi, maka setiap
individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi. S. typhi di
dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57 C untuk beberapa menit atau dengan
proses ionidasi/klorinasi. 8
Secara lebih detail, strategi pencegahan demam tifoid mencakup halhal berikut : 9
a.
b.
c.
d.
e.
Pemberantasan lalat
f.
g.
h.
Imunisasi
Walaupun imunisasi tidak dianjurkan di AS (kecuali pada kelompok yang beresiko
tinggi), imunisasi pencegahan tifoid termasuk dalam program pengembangan imunisasi
yang dianjurkan di Indonesia. Akan tetapi, program ini masih belum diberikan secara
gratis karena keterbatasan sumber daya pemerintah Indonesia. Oleh sebab itu orang tua
harus membayar biaya imunisasi untuk anaknya. 9
Jenis vaksinasi yang tersedia adalah :
a.
b.
Ini adalah vaksin oral yang mengandung S. typhi strain Ty21a hidup. Vaksin diberikan
pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2 hari selama 1 minggu. Menurut
laporan, vaksin oral Ty21a bisa memberikan perlindungan selama 5 tahun. 9
c.
8. Penatalaksanaan
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring,
isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik.
Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan,
elektrolit serta nutrisi di samping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan
dengan seksama. Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada
dasarnya patogenesis infeksi S. typhi berhubungan dengan keadaan bakterimia.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) masih menggunakan kloramfenikol sebagai
pilihan pertama pada demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100 mg / kgBB/ hari
dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10 14 hari atau sampai 5 7 hari setelah demam
turun, sedang pada kasus dengan malnutrisi atau penyakit, pengobatan dapat diperpanjang
sampai 21 hari, 4 6 minggu untuk osteomielitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis.
Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabila dibandingkan
dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/ hari diabagi dalam 4
kali pemberian secara intravena. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kg BB/ hari dibagi
dalam 4 kali pemberian peroral memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol
walaupun penurunan demam lebih lama. Kombinasi trimethoprim sulfametokzasol (TMPSMZ) memberikan hasil yang kurang baik dibanding kloramfenikol. Dosis yang
dianjurkan adalah TMP 10 mg/kgBB/hari atau SMZ 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis. Di beberapa negara sudah dilaporkan kasus demam tifoid yang resisten terhadap
kloramfenikol. Strain yang resisten umumnya rentan terhadap sefalosporin generasi
ketiga. Pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone 100 mg / kg BB/ hari
19
dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4 g/ hari) selama 5 7 hari atau cefotaxime 150
200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis efektif pada isolat yang rentan. Akhir akhir ini
cefixime oral 10 15 mg / kg BB/ hari selama 10 hari dapat diberikan sebagai alternatif,
terutama apabila jumlah leukosit < 2000/l atau dijumpai resistensi terhadap S. typhi . 8
9. Komplikasi
Perforasi usus pada tempat inokulasi, biasanya pada ileum, terjadi pada 0,5-3% dan
perdarahan gastrointestinal beratterjadi pada 1- 10% anak dengan demam tifoid.
Ensefalopati toksik, trombosis serebral, ataksia serebelar akut, neuritis optik, afasia,
ketulian, serta kolesistitis akut dapat terjadi
Pneumonia biasa terjadi selama stadium kedua penyakit, tetapi disebabkan oleh
superinfeksi. 2
10. Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung tepatnya terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang
adekuat, angka mortalitas < 1 %. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%
biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya
komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis,
dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. 8
Prognosis juga menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat
seperti : 4
a.
b.
c.
20
4. Plan :
Diagnosis
Demam typhoid dengan status gizi baik
Pengobatan
-
Mondok bangsal
Medikamentosa
Infus RL 15 tpm
Injeksi cefotaxim 3 x 350 mg
Injeksi ondancentron 3x2mg
paracetamol 3 x 1 cth
Konsultasi
Konsultasi ditujukan kepada dr.Sp.A untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut
hal ini guna mencegah terjadinya komplikasi dari demam typhoid.
21
Monitoring
Tanggal
16
Kegiatan
Anamnesis
September
Hasil
-
Keluhan
2013
tambahan
Mual
(+)
Tanda vital :
-
KU: sedang/ CM
HR: 100x/menit
RR: 00x/menit
T: 39,60C
Mulut
Lidah
hiperemis(+)
kotor(+)
tremor
tepi
ketika
dijulurkan (-)
-
Abdomen :
Auskultasi : Bising usus (+)
normal
Palpasi : Nyeri tekan (+)sulit
dievaluasi.
17
September
- KU: lemah/ CM
2013
tanda vital
- HR: 100x/menit
- RR: 20x/menit
- T: 37,90C
Advise :
Terapi lanjut
18 september
2013
TTV
pulang.
Ku : baik/ CM
HR 100x/menit
RR : 18x/menit
T ; 37,2
Pasien APS
23