Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh:
Epsi Euriga
I.361140041
Pendahuluan
Sosialisasi adalah sebuah proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sifat/watak yang dapat menjadikan seseorang dapat atau tidak dapat
menjadi anggota suatu masyarakat. Terlihat jelas bahwa sosialisasi yang menjadi
pengalaman seseorang pada masa kanak-kanak tidak dapat menyiapkan seseorang untuk
semua peran yang akan diemban pada masa beberapa tahun kemudian. Artikel ini
memfokuskan pada karakter sosialisasi yang terjadi pada setiap rentang kehidupan
individu pada waktu berbeda dan mencoba menjawab pertanyaan mengenai perbedaan
sosialisasi pada masa kanak-kanak dan pada masa dewasa.
Permasalahan
1;
Bagaimana karakter sosialisasi yang terjadi pada setiap rentang kehidupan individu
2;
3;
Tujuan
1;
2;
3;
posisi dalam suatu struktur. Namun kenyataannya banyak persyaratan dalam masyarakat
yang irrasional. Hal ini mengarah pada pertanyaan, masyarakat seperti apakah yang
diinginkan?.
Sosialisasi Peran Sosial (Socialization into Social Roles)
Penekanan artikel ini adalah pada bagaimana seseorang memperoleh kebiasaan,
keyakinan, sikap dan motif yang dapat menjadikan seseorang berkinerja memuaskan
dalam peranan yang ia harapkan dalam masyarakat. Perolehan peran bukan dipandang
sebagai keseluruhan konten dalam sosialisasi, tapi pembelajaran peran merupakan
segmen sosialisasi yang akan dicoba untuk dianalisis, dan perolehan peran mungkin
adalah hal yang terpenting dalam aspek sosialisasi orang dewasa. Sedangkan perolehan
peran anak-anak dalam penelitian sosialisasi sangat sedikit dilakukan, sehingga
pembelajaran peran pada masa anak-anak tidak dibahas dalam konten sosialisasi. Selain
itu konsep sosialisasi terkait pembelajaran peran baru dan sebagai adaptasi individu
sesuai
permintaan
masyarakat
sehingga
perilaku
sosialnya
berubah
seiring
berpindahnya seseorang pada posisi lain. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana
penelitian tentang pembelajaran peran sosial sebaiknya berfokus pada keduanya yaitu
pada anak-anak dan dewasa.
KEPRIBADIAN DILIHAT SEBAGAI SISTEM SELF-OTHER
Pengembangan Sistem Self-Other
Dalam penelitian sebelumnya terutama dalam hal sosialisasi (teori kepribadian) para
sosiolog tidak begitu memperhatikan topik yang terkait dengan pembelajaran peran,
interaksi sosial dan pengaruh group reference. Sosiolog membatasi pemikiran mengenai
kepribadian hanya terbatas pada proses tertentu dan komponen pembentuk kepribadian,
mereka tidak memperhatikan proses kognitif atau motivasi belajar dan psikologis
seseorang. Pandangan ini juga menunjukkan bahwa para sosiolog lebih cenderung
menggunakan pendekatan masyarakat dan kurang memperhatikan masalah adaptasi
individu terhadap permintaan masyarakat sosial. Asumsi terdahulu bahwa terkait
melalui
penghargaan
dan
hukuman.
Orang-orang
tersebut
Dari hubungan tersebut muncul hubungan lain yang mungkin timbul. Misalnya theythem dimana orang lain menjadi subyek dan obyek, namun hal ini tidak termasuk
dalam sistem self-other. Lalu bagaimana jika seseorang tersebut menjadi subyek dan
obyek atau I-me seperti, I will able to do this. Bagaimana komponen I-me ini
dibangun? Individu tersebut ketika melihat dirinya sebagai obyek maka ia akan
melihatnya dari sudut pandang orang lain, padahal sesungguhnya pandangan tersebut
tidak ada kaitannya dengan orang lain, jadi komponen I-me didapatkan dari berbagai
hubungan they-me.
Bagaimana jika seseorang dalam situasi tidak dapat mengidentifikasi hubungan
interpersonal? Dalam hal ini maka tipe hubungan I-me bersumber dari generalisasi
dan ketidakmampuan untuk membedakan. Generalisasi timbul dari berbagai interaksi
yang tidak diidentifikasikan pada orang tertentu, karena terlalu banyak referensi figur
dan ketidakmampuan untuk membedakan timbul pada anak-anak ketika apa yang
dipelajarinya dari orang tuanya digeneralisasikan sama dengan orang lain di dunia pada
umumnya.
Dalam tipe I-me persepsi seseorang diletakkan oleh figur yang sangat kuat misalnya
orang tua, sekelompok orang yang membentuk identitasnya. Ekspektasi dari orang
tertentu hanya memiliki sedikit kontribusi dalam identitasnya. Sehingga muncul istilah
true self dimana tipe I-me lebih mendominasi dibanding tipe I-them dan theyme. Namun dalam konsep I-me apakah sesorang akan memberi hukuman atau
penghargaan terhadap dirinya sendiri. Tidak ada korelasi antara tipe I-me dengan
komponen kepribadian yang tertekan.
Motivasi dan Perilaku Peran
Apakah implikasi dari berbagai hal tersebut diatas terhadap motivasi dan perilaku?
Seorang individu berusaha memenuhi harapan orang lain terhadap dirinya, untuk itu dia
termotivasi untuk memenuhi standar-standar tersebut dan rasa kepuasan dan
kesejahteraan tergantung dari kesesuaian-kesesuaian tersebut. Hubungan self-other akan
mengarahkan seseorang individu untuk menilai dirinya baik atau buruk sesuai dengan
tingkatan penghargaan dirinya terhadap harapan orang lain. Konsekuensi penilaian diri
sendiri dan persepsi kekurangan atau kecukupan akan menaikkan atau menurunkan
penghargaan diri atau self-esteem seseorang yaitu persepsi penilaian subyektif yang
dibuat individu sebagai hasil evaluasi mengenai dirinya yang tercermin dalam sikap
positif atau negatif. Jenis perilaku dan motivasi seperti hasrat untuk mendominasi,
pencapaian, afiliasi tergantung dari permintaan perilaku tersebut dari orang lain dan
hubungan self-other yang spesifik yang akan menghasilkan perhatian individu pada
kinerjanya. Sumber yang kuat mengenai motivasi individu tidak berasal dari tekanan
sistem sosial lokal. Banyak orang-orang yang memperoleh motivasi bukan dari
hubungan yang sedang dijalani ataupun dari sistem sosial namun kadang diperoleh dari
figur fiksi ataupun religius. Namun hubungan I-me merupakan hubungan yang dapat
menghasilkan motivasi.
SOSIALISASI DI KEMUDIAN HARI (LATER LIFE)
Perlunya Sosialisasi Setelah Masa Anak-Anak
Sosialisasi yang diterima individu ketika ia masih kecil tidak cukup untuk digunakan
sebagai persiapan tugas-tugas di tahun-tahun berikutnya. Semakin dewasa seorang
individu maka mereka memiliki tahapan status yang berhubungan dengan berbagai
tingkatan dalam siklus kehidupannya. Sebagaimana kita tahu masyarakat memiliki
permintaan agar individu tersebut memenuhi perubahan harapan-harapan dan meminta
agar individu tersebut mengubah perilaku dan kepribadiannya dan memperbaiki
hidupnya menjadi orang yang sesungguhnya misalnya sebagai anggota keluarganya,
gurunya, atasannya dan kolega kerjanya.
Keefektifan sosialisasi pada masa anak-anak lebih besar terjadi pada lingkungan sosial
yang cenderung tetap. Proses perkembangan dan diferensiasi seiring dengan
kedewasaan fisik yang dapat meningkatkan kapasitas, kekuatan yang memungkinkan
individu memenuhi permintaan terkait status barunya. Permintaan tersebut ditandai
dengan umur dan pertumbuhan dan dapat disebut sebagai development task, misalnya
seorang anak masuk SD harus diumur ketika anak memiliki fisik, kemampuan bahasa
dan ketrampilan sosial untuk dapat mengikuti pendidikan formal. Dalam lingkungan
sosial yang tetap, stabilitas berasal dari kontinuitas sepanjang waktu dari orang lain
yang terlibat misalnya orang tua, teman. Dalam
dua restriksi dengan berbagai level teknologi yang dicapai masyarakat dalam metode
sosialisasinya. Restrikisi biologi menyebabkan keterbatasan sosialisasi kemudian hari
(later life) melalui dua cara, yaitu 1) terjadi pada masyarakat kelas terbuka dengan
pencapaian level motivasi yang tinggi. 2) terjadi ketika perang atau bencana
menghancurkan perlindungan masyarakat terhadap individu karena dampak alam.
Restriksi efek pembelajaran sebelumnya atau kegagalan pembelajaran tersebut juga
menyebabkan keterbatasan. Hal ini harus dikenali melalui ketahanan kualitas
pembelajaran di masa kanak-kanak yang sulit diubah dikarenakan pembelajaran
tersebut dilakukan dibawah penguatan. Selain itu tumpukan material kepribadian
terakumulasi dan relatif tidak terakses oleh sosialisasi yang sederhana. Bahkan
dimungkinkan karakteristik pertahanan seseorang dibangun pada masa kanak-kanak dan
mewarnai kepribadian dasar di sepanjang hidup.
Dalam beberapa kasus terdapat diskontinuitas dan konflik antara pembelajaran
terdahulu dan kemudian, dimana sosialisasi kemudian hari (later life) mensyaratkan
penggantian terdahulu dengan kemudian, mengganti yang lama dengan yang baru,
bukan membangun diatas kepribadian yang sudah terbentuk. Sebagai contoh peran
wanita muda sebelum dan sesudah pernikahan. Meskipun demikian pembelajaran di
masa kecil dapat memfasilitasi pembelajaran selanjutnya jika elemen-elemennya sesuai
dengan apa yang dipelajari pada kemudian hari (later life). Terkadang sesuatu yang
belum pernah dipelajari pada masa anak-anak akan memudahkan orang dewasa belajar
dengan mudah, misalnya mengajari pengantin wanita untuk memasak. Namun berbagai
penelitian juga menunjukkan bahwa tidak adanya pembelajaran di masa kecil akan
mengganggu sosialisasi kemudian hari (later life) ketika pembelajaran tersebut harus
diperoleh sebagai dasar dalam pembelajaran berikutnya contohnya pada akuisisi bahasa.
Penelitian menunjukkan adanya keberlanjutan kepribadian namun variasinya sangat
beragam sehingga disimpulkan bahwa perubahan kepribadian bersifat samar namun
hukuman merupakan salah satu sebab mengapa perubahan tersebut terjadi pada masa
dewasa.
10
Behavior
A
C
E
Values
B
D
F
Sel A dan B menunjukkan bahwa individu tahu perilaku apa yang diharapkan dan
bagaimana hasil akhir yang harus dicapai. E dan F menunjukkan bahwa individu
termotivasi untuk bertindak dengan cara yang sesuai dan mematuhi nilai-nilai, C
dan D menunjukkan bahwa individu dapat melaksanakan perilaku dan menjalankan
nilai yang sesuai. Selama siklus hidup, penekanan sosialisasi bergerak dari motivasi
kepada kemampuan dan pengetahuan dan dari nilai menuju ke perilaku.
Prioritas utama pada sosialisasi kanak-kanak direpresentasikan pada sel F, yang
merupakan pengenalan dasar bagi bayi dan mengubahnya pada pengenalan dan
persetujuan terhadap nilai-nilai budaya. Sel A merepresentasikan sosialisasi pada
masa dewasa dimana orang dewasa mengetahui nilai yang harus dipenuhi untuk
11
peran yang berbeda dalam lingkungan sosialnya sehingga mereka harus diajari
bagaimana melakukan sesuatu. Hal ini diilustrasikan dalam pendidikan militer,
program pendidikan dimulai dengan level pelajaran Ini senjata dan Ini caranya
menembak. Jika ada sesuatu yang membuat seorang individu tidak dapat
melakukannya (sel C), maka program pendidikan mencari cara untuk meningkatkan
kemampuannya misalnya dengan instruksi untuk mengurangi ketidakmampuan
membaca dan menulis. Jika seseorang tidak mau melaksanakan berbagai tugasnya
(sel D), maka training motivasi diperlukan melalui penerapan penghargaan
(reward) dan hukuman (punishment). Jika pendidikan mengenai nilai-nilai
diperlukan (sel B) maka seorang individu harus mengikuti orientasi umum terkait
nilai-nilai orang Amerika dan tujuan perang misalnya program training Mengapa
kita berperang?. Jika seseorang mengalami konflik dalam dirinya maka diperlukan
prosedur therapeutic dalam sel D.
Masyarakat secara umum menghabiskan sedikit waktu untuk mengarahkan
motivasi dan nilai-nilai pada orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak,
dimana dapat dimengerti untuk anak-anak maka perlu dilibatkan institusi
pendidikan dan keluarga untuk menanamkan hal tersebut. Mengapa perbedaan itu
muncul? Hal ini disebabkan keterbatasan pembelajaran di kemudian hari (later life)
yang membuat resosialisasi menjadi tidak praktis. Irving Rosow mengungkapkan
meskipun orang dewasa memperoleh keyakinan, motivasi yang sesuai untuk
kinerjanya, namun keterbatasan pembelajaran adalah bahwa agen hanya melihat
kinerja yang terlihat saja. Selain itu hal tersebut menghabiskan biaya tinggi dan
waktu yang banyak untuk mengajari anjing tua sebuah trik baru.
Meskipun demikian, masyarakat memiliki dua solusi untuk menghadapi hal
tersebut, pertama antisipasi; seleksi kandidat dilakukan untuk organisasi dewasa
guna menyaring orang yang tidak memiliki motivasi dan nilai untuk peran yang
akan diberikan. Solusi kedua sebagaimana diungkapkan Rosow yaitu masyarakat
12
3;
dengan
norma idealnya.
4;
13
keluarga, b) konflik antara harapan seorang individu pada dua peran yang berbeda,
contohnya seorang istri memiliki konflik harapan terhadap perilaku suaminya di
rumah dan di pekerjaan.
Pembelajaran bagaimana menangani konflik-konflik tersebut sangat diperlukan
pada kemudian hari (later life) terutama untuk dua alasan. Pertama, anak-anak
dilindungi lingkungan sosialnya dari kenyataan hidup, dan tidak diperbolehkan
melihat konflik sehingga tidak diajarkan bagaimana cara menghadapinya. Kedua, di
kemudian hari (later life) maka semakin banyak peran dan kompleksitas peran
semakin tinggi, sehingga sangat besar kemungkinan terjadi konflik peran. Terdapat
suatu metode penting untuk meresolusi konflik. Dalam setiap komunitas sosial,
selalui ada resep terbaik untuk menghadapi suatu konflik yang muncul dari
permintaan anggota-anggotanya, cara tersebut disebut meta-prescriptions. Metaprescriptions mengendalikan resolusi konflik permintaan pada satu waktu dan
loyalitas dan biasanya termasuk interrole conflict dibanding intrarole conflict.
Contoh meta-prescriptions adalah Lakukan apa yang diperintahkan atasan,
meskipun hal ini berarti Anda memiliki sedikit waktu dengan anak-anak. Dan
Berpihaklah pada istri Anda ketika mendisplinkan anak meskipun Anda berpikir
istri Anda salah.
memberi arahan apakah solusi harus berada pada satu sisi atau berimbang, seperti
Luangkan waktu tiga malam untuk keluarga, meskipun ada pekerjaan yang harus
Anda kerjakan.
5;
Peningkatan Spesifikasi
Perubahan konten sosialisasi yang kelima adalah dimensi general-spesisifik, yaitu
apakah pemikiran diterapkan pada berbagai situasi sosial atau beberapa saja.
Dimensi ini bisa diaplikasikan pada dua komponen yaitu nilai dan makna dari role
prescription. Anak-anak diajarkan karakteristik general seperti pengetahuan
mengenai pria dan wanita yang akan mewarnai berbagai peran di masyarakat.
Selain itu anak-anak juga diajarkan posisi sosial ekonomi yang juga bersifat umum.
14
Maka dapat disimpulkan bahwa nilai general (umum) suatu budaya diperoleh pada
masa anak-anak. Sedangkan nilai spesifik diajarkan pada kemudian hari (later life)
misalnya untuk peran yang spesifik yang diajarkan misalnya melalui perguruan
tinggi.
6;
Karakteristik pertama adalah tingkat formalitas atau terlembaga atau tidaknya suatu
hubungan. Sosialisasi suami terhadap perannya terhadap istrinya, sosialisasi orang
dewasa terhadap anaknya akan perannya sebagai orang tua, tidak mensyaratkan
pembelajaran secara formal. Yonina Talmon mengungkapkan bahwa sebuah
hubungan dikatakan formal atau tidak, tergantung apakah agen sosialisasi
menyediakan organisasi formal seperti unit tentara, sekolah, perusahaan atau grup
15
16
Tipe pertama (sel A); aktor tidak menyadari perilaku yang diharapkan kepadanya.
Seorang anak tahu bahwa ia diwajibkan untuk memperoleh nilai yang baik namun
ia tidak mengerti pentingnya belajar keras dan mengerjakan pekerjaan rumah tepat
waktu.
17
2;
Tipe kedua (sel B); aktor tidak menyadari hasil akhir yang ingin dicapai. Seorang
anak mungkin menuruti orang tuanya untuk belajar dengan keras namun ia
melakukannya karena takut dikritik dan tidak memahami bahwa sesungguhnya hal
3;
4;
5;
6;
Sebagai catatan sel D dan F tetap berbeda meskipun terlihat sama. Dalam sel D, orang
tidak dapat mencapai suatu nilai bukan karena tidak termotivasi sebagaimana di sel F.
Seseorang dapat menginginkan apa yang tidak bisa dicapainya. Misalnya seorang anak
mungkin tertarik untuk masuk ke perguruan tinggi meskipun tidak bisa. Keenamnya
merupakan tipe murni penyimpangan, terdapat tipe penyimpanyan yang lebih
kompleks, misalnya terjadi pada perilaku dan nilai misalnya bayi yang baru lahir, anak
yang baru masuk sekolah pertama kali.
18
Cara Pengendalian
Cara yang digunakan individu, grup, kelompok dan masyarakat untuk mengontrol
penyimpangan mencerminkan teori dan asumsi mengenai penyebab penyimpangan dan
berakar dari sifat alamiah manusia, misalnya apakah manusia seperti binatang yang
bodoh, apakah ia dikuasai setan atau kekuatan supranatural, apakah ia tidak bermoral
sejak lahir, atau terbebani dosa. Penyimpangan dalam hal motivasi dan nilai dianggap
paling serius. Masyarakat lebih mentoleransi ketidakmampuan sepanjang hatinya
memiliki niatan yang baik. Namun didalam penegakan hukum kadang untuk
menghindari
masalah
yang
sulit
dalam
menilai
komponen
motivasi
suatu
reward
dan
punishment.
Jika
penyimpangan
disebabkan
karena
ketidakmampuan lalu diterapkan hukuman maka akan terjadi penolakan nilai. Misalnya
seorang anak yang ingin memperoleh nilai pelajaran yang baik namun ia tidak bisa
karena ia memerlukan kacamata dan tidak bisa belajar tanpa kacamata tersebut lalu ia
akan membenci sekolah jika gagal memperoleh nilai yang baik. Penyimpangan pada
anak-anak atau bayi lebih ditoleransi, dan semakin tinggi usianya maka toleransi akan
semakin berkurang dan berubah menjadi tanggung jawab penuh ketika dewasa.
Ketika Resosialisasi Gagal
Apa yang terjadi ketika usaha resosialisasi untuk penyimpangan tidak efektif sehingga
penyimpangan tersebut terus berlanjut? Salah satu akibatnya adalah sistem sosial
menjadi rusak sebagaimana individu dengan perilaku menyimpang mundur dari
kelompok dimana ia terlibat. Pasangan menikah mungkin akan bercerai, mahasiswa di
drop out. Terkadang mundurnya seseorang tersebut bersifat antisipatif, dimana individu
19
tersebut tidak terlibat secara signifikan dalam sebuah grup namun hidup dalam posisi
yang marjinal misalnya pertapa.
Sistem sosial mungkin bisa atau tidak rusak, terdapat dua solusi lain untuk
mempertahankan penyimpangan yang terjadi. Pertama penyimpangan sistem sosial
dibawah tekanan (stress). Sistem tetap berlanjut meskipun ada salah satu atau lebih
anggotanya yang menyimpang misalnya dengan cara memberlakukan reward dan
punishment. Hal ini menyebabkan penekanan terhadap perasaan yang lebih banyak.
Solusi kedua adalah dengan tetap melibatkan anggota yang menyimpang dalam sistem
dengan mengubah harapan dengan suatu cara untuk mengeliminasi penyimpangan.
Dengan demikian individu tersebut telah sukses mentransformasi sistem, aspek inovatif
perilakunya
diterima
dan
dilegitimasi
dan
agen
perubahan
dipaksa
untuk
mempertimbangkan tujuannya.
Bagaimana penanganan keberlanjutan penyimpangan pada anak-anak dan orang dewasa
berbeda? Pertama, hubungan orang tua dan anak sulit untuk dihancurkan. Dahulu
mungkin anak bisa lari dari rumah, namun saat ini sangat sulit bagi anak-anak di
Amerika melakukan hal tersebut karena hukum kesejahteraan yang berlaku. Resolusi
untuk masalah tersebut adalah dengan dua cara tersebut diatas. Penyimpangan anakanak ditoleransi oleh sistem sehingga mereka memiliki pengalaman sosialisasi yang
memiliki karakter sistem interpersonal dengan pertentangan yang lebih besar, dalamnya
perasaan, dan tekanan kepribadian yang lebih produktif. Alternatif lain, keluarga
mengganti arahan atau mendefinisikan ulang bahwa penyimpangan tersebut dapat
diterima. Sedangkan orang dewasa dianggap memiliki otonomi, memiliki kekuasaan
untuk merubah perilakunya dalam berinteraksi. Namun anak-anak juga dapat
mempengaruhi sistem dalam keluarganya dengan memodifikasi harapan orang tuanya
tentang tindakan, konsep tahapan umur dan pengembangan tugas, tentang apa yang
boleh dan yang tidak boleh dilakukan.
Aplikasi konsep sosialiasi sepanjang hidup dalam pendidikan orang dewasa
20
Dari konsep-konsep diatas maka dalam pendidikan orang dewasa harus diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1;
2;
3;
menghasilkan perilaku yang diharapkan serta sesuai dengan norma dan nilai.
Agen sosialisasi harus mempertimbangkan pengalaman dan mengaitkan sosialisasi
4;
5;
6;
7;
8;
Kesimpulan
Pendidikan orang dewasa di kemudian hari sangat penting untuk memenuhi perannya
dalam masyarakat. Dalam pendidikan tersebut harus dipertimbangkan perubahan konten
sosialisasi dan restriksi atau hambatan yang dapat membatasi sosialisasi. Selain itu
terdapat
21
dan juga mendukung pengembangan orang untuk bebas dan kreatif. Kebebasan,
kreativitas dan revolusi sebaiknya dibahas lebih lanjut dalam topik terpisah.
Referensi
.
Brim OG Jr, Wheeler S. 1966. Socialization After Childhood. New York: John Wiley
and Sons, Inc.
22