PENDAHULUAN
Pembangunan pada era globalisasi ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang modern sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan umat manusia.
Demikian juga pembangunan bangsa Indonesia dalam bidang kesehatan merupakan usaha yang
ditujukan untuk tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk supaya terwujud
kesehatan yang optimal, untuk mewujudkan hal tersebut maka pemerintah mencanangkan
kebijaksanan nasional mengenai pembanguan berwawasan kesehatan sebagai strategi nasional
menuju Indonesia sehat 2010 (DepKes RI, 1999).
Upaya kesehatan yang semula hanya berupa penyembuhan (kuratif) saja, secara berangsurangsur berkembang, sehingga mencakup upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif),
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang bersifat menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan dan dengan peran serta masyarakat (DepKes RI, 1999).
Fisioterapi sebagai salah satu pelaksanaan pelayanan kesehatan ikut berperan dan
bertanggung jawab dalam peningkatan derajat kesehatan, meliputi masalah gerak dan fungsi
dengan kajian menyangkut aspek peningkatan (promotif), aspek pencegahan (preventif), aspek
penyembuhan (kuratif), aspek pemulihan dan pemeliharaan (rehabilitatif) untuk mewujudkan
program pemerintah yaitu Indonesia Sehat 2010 (DepKes RI, 1999).
mengendarai motor. Pada tahun 1998 insiden carpal tunnel syndrome kira-kira 515 per 10.000
populasi (Rambe, 2004).
Dalam proposal karya tulis ini penulis memilih kasus carpal tunnel syndrom karena penulis
mengamati semua orang melakukan pekerjaan dengan menggunakan kedua tangan, jadi apabila
kedua tangan terkena carpal tunnel syndrome maka aktivitas produksi akan terganggu.
Masalah yang muncul pada carpal tunnel syndrome adalah nyeri, parestesia, penurunan kekuatan
otot dan kemampuan fungsional tangan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut banyak tekhnologi
fisioterapi alternative yang tersedia, seperti : micro wave diathermy (MWD), short wave
diathermy (SWD),ultra sound (US), infra red (IR), transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)
dan terapi latihan. Disini untuk pengurangan nyeri dan parestesia menggunakan modalitas ultra
sonic yang menimbulkan efek mekanik dan termal.
Mengingat adanya kelemahan otot, gangguan dalam beraktivitas akibat kekakuan sendi,
dapat dilakukan dengan terapi latihan yang berupa resisted exercise untuk meningkatkan kekuatan
otot dan kemampuan fungsional tangan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan pada kondisi carpal tunnel syndrom, maka penulis dapat
merumuskan masalah antara lain (1) Apakah ultra sonic dapat mengurangi nyeri pada carpal tunnel
syndrome ? (2) Apakah ultra sonic dapat mengurangi parestesia pada carpal tunnel syndrome ? (3)
Apakah terapi latihan dengan resisted exercise dapat meningkatkan kekuatan otot dan
kemampuan fungsional tangan pada carpal tunnel syndrome?
C. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah ini tujuan yang ingin penulis capai adalah
untuk mengetahui; (1) Manfaat ultra sonic terhadap pengurangan nyeri pada carpal tunnel
syndrome, (2) Manfaat ultra sonic terhadap pengurangan parestesia pada carpal tunnel
syndrome, (3) Manfaat terapi latihan dengan resisted exercise terhadap peningkatan kekuatan otot
dan kemampuan fungsional tangan pada carpal tunnel syndrome.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Kasus
1. Anatomi Fungsional
Pergelangan tangan dibentuk oleh beberapa tulang, otot, struktur persendian dan diinervasi
oleh beberapa syaraf.
a. Tulang pembentuk sendi pergelangan tangan
Tulang-tulang pada sendi pergelangan tangan yaitu ada 2 deretan. Deretan pertama terdiri dari
tulang radius dan ulna. Deretan yang kedua terdiri atas delapan tulang carpalia yang tersusun
dalam dua deretan. Tulang carpal deretan proksimal antara lain scapoideum, lunatum, triquetrum,
dan pissiforme. Sedangkan bagian distal terdiri atas tulang trapezium, trapezoideum, capitatum, dan
hamatum.
1)
Tulang scapoideum
Tulang ini berbentuk perahu dengan dataran proksimal yang konveks bersendi dengan tulang
radius. Tulang ini mempunyai dataran sendi yaitu kearah ulnar bersendi dengan tulang hamatum,
kearah distal bersendi dengan tulang trapezium, kapitatum, dan trapezoideum, dan pada
permukaan volar memiliki tonjolan yang disebut tuberositas scapoideum ( Putz R dan R. Pabst,
2005 ).
2)
Tulang lunatum
Tulang ini memiliki hubungan dengan tulang lain yaitu kearah radial dengan tulang scapoideum,
kearah ulnar dengan tulang triquetum, kearah distal dengan tulang kapitatum. Tulang ini mempunyai
dataran proximal yang konveks yang bersendi dengan tulang radius, dan berbentuk kecil , seperti
bulan sabit ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ).
3)
Tulang triquetrum
Memiliki hubungan dengan tulang lain yaitu kearah proximal dengan tulang radius, kearah radial
dengan tulang lunatum, kearah ulnar dan volar berhubungan dengan tulang pisiforme yang melekat
pada permukaan volar tulang triquetrum, dan kearah distal dengan tulang hamatum ( Putz R dan R.
Pabst, 2005 ).
4)
Tulang pisiforme
Tulang yang berbentuk kecil, agak bulat sebesar biji kacang ini melekat di dataran volar pada tulang
triquetum ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ).
5)
Tulang trapezium
Tulang ini mempunyai hubungan dengan tulang lain yaitu ke arah vollar dengan trpezoidium dan
terdapat tonjolan tulang yang disebut tuberositas osis trapezium, kearah proximal dengan tulang
scapoideum, kearah distal dengan tulang metacarpal I dan II ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ).
6)
Tulang trapezoideum
Tulang ini kearah radial mempunyai hubungan dengan tulang trapezium, ke arah ulnar dengan
tulang kapitatum, ke arah distal dengan tulang metacarpal II, dan ke arah proximal berhubungan
dengan tulang scapoideum ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ).
7)
Tulang kapitatum
Memiliki bangunan bulat dan panjang sebagai kaputnya. Mempunyai hubungan dengan tulang lain
yaitu ke arah radial berhubungan dengan tulang trapezoideum, ke arah proximal dengan tulang
scapoideum dan lunatum. Kearah ulnar dengan tulang hamatum, dan kearah distal dengan tulang
metacarpal II, III, dan IV ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ).
8)
Tulang hamatum
Memiliki hubungan dengan tulang lain yaitu kearah proximal dengan tulang triquetum, kearah radial
dengan tulang kapitatum, kearah distal dengan metacarpal IV dan V. Dan kearah volar memiliki
bangunan seperti lidah yang disebut hamalus ossis hamati ( Putz R dan R. Pabst, 2005 ).
Pada os scaphoideum dan os trapezium yang masing-masing mempunyai tonjolan tulang pada
bagian volarnya membentuk eminentia carpi radialis. Disebelah ulnarnya terdapat eminentia carpi
ulnaris yang dibentul oleh os pisiforme dan hamalus ossis hamati.
Gambar 1
Tulang-tulang pergelangan tangan ( Putz R dan R. Pabst, 2005 )
b. Ligamen
Ligamen collateral carpi ulnar yang membentang dari proceccus styloideus ulna menuju ke tulang
triquetum. Ligamen collateral carpi radialis yang membentang dari processus stiloideus radii menuju
ke tulang scapoideum dan ligamen intercarpal yang terdiri dari ligamen interlaveum volare dan
dorsale, ligamen interseum dan ligamen carpi arquatum.
Gambar 2
Potongan transversal terowongan carpal ( Putz R dan R. Pabst, 2005 )
c. Otot
Otot merupakan stabilitas aktif dan penggerak tulang pembentuk sendi. Otot pergelangan tangan
secara umum dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu oto fleksor dan otot ekstensor yang masingmasing terbagi dua bagian yaitu superficialis dan profunda. Otot fleksor superficialis yaitu otot
fleksor carpi ulnaris, fleksor carpi radialis, fleksor digitorum sublimes dan palmaris longus (Cailliet,
1990).
Otot fleksor carpi radialis dan fleksor carpi ulnaris berfungsi fleksi pergelangan tangan, dan otot
ekstensi ekstensor carpi radialis longus brevis dan ekstensor carpi ulnaris berfungsi ekstensi
pergelangan tangan. Pada gerakan ulnar deviasi dilakukan oleh m. ekstensor carpi ulnaris dan
fleksor carpi ulnaris. Sedangkan gerakan radial deviasi dilakukan oleh m. ekstensor carpi radialis,
fleksor carpi radialis, ekstensor pollicis brevis dan abductor pollicis longus.
d. Nerves medianus
Berasal dari pleksus brakhialis dengan dua buah caput yaitu kaput medial dari fasikulus medialis
dan kaput lateral dari fasikulus lateralis. Kedua kaput tersebut bersatu pada tepi bawah otot
pectoralis minor, jadi serabut dalam trunkus berasal dari tiga atau empat segmen medulla spinalis
(C6-8, Th1). Dalam lengan serabut saraf ini tidak bercabang. Truncus berjalan turun sepanjang
arteri brachialis dan melewati sisi volar lengan bawah dan bercabang masuk ke tangan dan berakhir
dengan cabang dan muscular kutaneus (Chusid, 1993).
Otot-otot yang mensyarafi nerves medianus antara lain: m. pronator teres , m. flexor carpi radialis,
m. palmaris longus, m. flexor digitorum provundus, m.flexor pollicis longus dan pronator quadratus
(Chusid, 1993). Apabila ada lesi yang mengenai nerves medianus akan mengakibatkan terjadinya
pengurangan sensoris pada bagian volar lengan bawah, daerah palmar tangan jari 1,2,3 dan
setengah jari ke-4.
Gambar 3
Otot-otot pergelangan tangan tampak palmar ( Putz R dan R. Pabst, 2005 )
Gambar 4
Otot-otot lengan tampak palmar ( Putz R dan R. Pabst, 2005 )
e. Biomekanik
Ditinjau
dari
morfologinya
termasuk
artikulasio ellipsoidea, tetapi
fungsinya
sebagai
artikulatiogluboidea. Gerakan yang terjadi pada persendian itu yaitu flexi dengan LGS 80, extensi
70, ulnar deviasi 30 , dan radial deviasi 20. Derajat flexi dan ulnar deviasi lebih besar
dibandingkan dengan gerakan extensi dan radial deviasi, hal ini disebabkan karena bentuk
permukaan sendi radius dari ligamen bagian dorsal lebih kendor dari pada bagian palmar (Chusid,
1967).
Gambar 5
Perjalanan nerves medianus ( Putz R dan R. Pabst, 2005 )
2. Definisi
Carpal Tunnel Syndrom adalah entrapment neuropaty yang sering terjadi. akibat adanya
tekanan nervus medianus pada saat melalui terowongan karpal di pergelangan tangan tepatnya di
bawah flexor retinakulam (Rambe, 2004).
3. Etiologi
Carpal tunnel syndrom dapat dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronis, namun pada sebagian kasus
etiologinya tidak diketahui ( idiopatik ), terutama pada penderita lanjut usia. Selain itu gerakan yang
berulang-ulang pada pergelangan tangan dapat menambah resiko carpal tunnel syndrom (Maxey,
1990). Nerves medianus dapat terjebak juga di carpal tunnel itu. Etiologi lain adalah (1) trauma
seperti (dislokasi atau fraktur yang mengenai tulang carpal atau ujung radius atau fraktur colles atau
hematom pada lengan bawah, sprain pergelangan tangan, pekerjaan dalam posisi menekuk atau
fleksi ekstensi secara berulang- ulang), (2) infeksi oleh karena sinovitis seperti tenosinovitis yang
disebabkan karena inflamasi kronis serta fibrosis pada fleksor sinoviali; infeksi karena tuberculosis,
(3) penyakit degeneratif seperti osteoartritis, (4) penyakit kolagen vaskuler seperti remathoid arthritis
amiloidosis hipotiroidisme dan lupus erimatosis yang mempredisposisi kompresi saraf median
didalam terowongan karpal akibat penebalan dan hipertrofi ligament serta jaringan ikat lainnya, (5)
penyakit iatrogenik seperti punksi arteri radialis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan (6)
Neoplasma seperti kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma (7) Kehamilan juga bisa
menyebabkan sindroma ini diduga karena retensi air pada jaringan ikat sekitar pergelangan tangan,
sindroma biasanya terjadi pada trisemester ketiga yang biasanya bilateral (Rambe, 2004).
4. Patologi
Ada beberapa hipotesa mengenai patogenesis carpal tunnel syndrom. Sebagian berpendapat
bahwa faktor mekanik dan vaskuler memegang peranan penting dalam terjadinya carpal tunnel
syndrom. Tapi umumnya carpal tunnel syndrome ini terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan
flexor retinakulum, yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulangulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena
intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti
anoxia, yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein
sehingga terjadi edema epineural. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural
yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan akan digantikan oleh jaringan
ikat yang mengakibatkan fungsi dari nervus medianus terganggu (Rambe, 2004).
5. Tanda dan gejala
a. Gangguan sensorik
Gangguan sensorik yang timbul awalnya adalah parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa
jari seperti terkena aliran listrik pada jari dan setengah sisi radial jari, walaupun kadang-kadang
dirasakan mengenai seluruh jari, keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala
lain adalah nyeri ditangan yang juga dirasakan lebih memberat di malam hari . Kadang-kadang nyeri
dapat terasa sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah
distal pergelangan tangan (Rambe, 2004). Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada
jari-jari tangan dan pergelangan tangan terutama di pagi hari.
b. Gangguan motoris
Pada tahap lanjut dapat terjadi gangguan pada nerves medianus yang menimbulkan kelemahan otot
tenar sehingga jari-jari tidak dapat digunakan untuk bekerja, misalnya menjahit, menulis,
mengancingkan baju, mengendarai motor.
6. Komplikasi
Komplikasi carpal tunnel syndrome adalah atrofi otot-otot thenar, kelemahan otot-otot thenar, dan
ketidakmampuan tangan untuk beraktifitas (Shidarta, 1984).
7. Prognosis Gerak dan Fungsi
Carpal tunnel syndrome yang kasusnya idiopatik mempunyai gejala yang timbul dan hilang
dalam beberapa bulan atau tahu, tapi rasa tidak enak pada malam hari dapat lebih menonjol dan
berlangsung sehingga mengganggu penderita. Progresitifitasnya lebih sering terjadi bila ada
penyakit yang melatarbelakanginya. Bila hanya ada kelainan sensorik, kelainan ini
bersifat reversible, tapi bila dijumpai kelainan motorik maka kesembuhanya lebih lama walaupun
telah melakukan banyak terapi.
8. Diagnosa Banding
Diagnosa carpal tunnel syndrome adalah (1) Pronator teres syndrome, keluhannya lebih
menonjol pada rasa nyeri pada telapak tangan karena cabang nerves medianus ke kulit telapak
tangan tidak melaui terowongan karpal, (2) Inoracic outlet syndrome, dijumpai atrofi otot-otot tangan
lainya selain otot-otot thenar, (3) Cervical radikulopathy, keluhannya berkurang bila leher
diistirahatkan dan bertambah bila leher bergerak (Rambe, 2004).
B. Deskripsi Problematik Fisioterapi
1. Impairment
a. Nyeri
Terjadi karena tekanan yang berulang-ulang dan penjepitan nerves medianus sehingga tekanan
intrafesikuler meningkat.
b. Parestesia
Terjadi karena penjepitan pada nerves medianus sehingga aliran darah ke otot-otot yang disyarafi
nerves medianus berkurang (Rambe, 2004) .
c.
Terjadi karena nyeri yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang yang mengakibatkan otot inaktif
sehingga elastisitasnya berkurang .
1. 2.
Functional Limitation
Penderita mengalami gangguan dalam aktivitas sehari-hari seperti mengendarai motor, menyapu,
mencuci, dan lain-lain.
1. 3.
Disability
Aktifitas sehari-hari yang berhubungan dengan tangan terganggu dalam melakukan aktifitasnya
sebagai ibu rumah tangga, sebagai anggota keluarga serta dalam lingkungan masyarakat.
Gelombang ultra sonic adalah gelombang suara yang tidak dapat didengar oleh manusia.
Merupakan gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya yang perambatanya memerlukan
media penghantar. Media penghantar harus elastis agar partikel bisa berubah bentuk. Dari sini
dijumpai daerah padat atau Compression dan daerah renggang atau refraction (Sujatno dkk, 2002).
Dalam penggunaaan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan bahwa ultra sonic efektif
untuk mengurangi nyeri karena ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang, mekanisme dari
efek termal panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi dari ultra sonic terhadap gerbang
nyeri dan suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra sonic dengan pulsa rendah dapat
merangsang pengeluaran dan pelepasan histamine. Histamine menyebabkan pelebaran pembuluh
darah lokal sehingga terjadi percepatan pembersihan zat atau bahan kimia yang menyebabkan nyeri
(Cameron, 1999).
a. Mesin ultra sonic
Mesin ultra sonic terdiri dari sirkuit primer dan sirkuit skunder. Sirkuit primer adalah generator
berfrekuensi tinggi yang membangkitkan arus listrik berfrekuensi tinggi pula. Sirkuit ini yang
dihubungkan dengan tranduser dari bahan piezo elektrik yang disebut sebagai sirkuit skunder yang
memiliki frekuensi sama dengan sirkuit primer . Frekuensi sirkuit sekunder juga ditentukan oleh
ketebalan bahan piezo elektrik yang harus disesuaikan dengan sirkuit primer. Mesin ultra sonic
dapat memberikan energi secara kontinyu dan terputus. Pada pemberian-pemberian ultra sonic
secara terputus efek panas dapat ditekankan dan memungkinkan pemberian dengan intensitas yang
tinggi. Sedang pemberian pemberian secara kontinyu lebih menekankan efek termalnya.
Dalam tranduser terdapat area yang memiliki radiasi efektif yang disebut dengan ERA ( Effective
Radiating Area ). Penentuan ERA sangat penting dalam pemberian intensitas selain luas daerah
yang diobati.
b. Fisika Dasar Ultra Sonic
1) Sifat-sifat gelombang Ultra sonic
Gelombang ultra sonic memiliki dua area pancaran yang masing-masing memiliki karakteristik yang
berbeda yaitu area konvergen dan area divergen. Area konvergen memiliki ciri terdapat gejala
intervensi pada bundle tersebut sehingga timbul variasi intensitas yang besar (Sujatno dkk, 2002).
Sedangkan area divergen memiliki ciri tidak terjadi gejala interfensi sehingga bundle gelombang
sama dan intensitas semakin berkurang. Jika jarak tranduser semakin jauh dari permukaan tubuh.
Pada area ini bundle gelombangnya memiliki diameter lebih besar sehingga penyerapan energi
lebih besar .
2)
Panjang gelombang
Frekuensi dari mesin ultra sonic tetap dan kecepatan penyebaran ditentukan oleh medium, maka
panjang gelombang tergantung dari medium yang digunakan.
3) Penyebaran gelombang ultra sonic
Penyebaran gelombang ultra sonic di dalam tubuh manusia timbul oleh karena fenomena yaitu
adanya refleksi dan difergensi pada area divergen. Adanya penyebaran gelombang ultra sonic
dapat menimbulkan efek di luar daerah pancaran bundle ultra sonic sehingga harus diperhatikan
media-media yang kuat daya refleksinya seperti metal, udara, dan jaringan tulang.
4) Penyerapan dan penetrasi pada gelombang ultra sonic
Jika energi ultra sonic masuk kedalam jaringan tubu, maka efek pertama yang diharapkan adalah
efek biologis. Oleh karena adanya penyerapan tersebut semakin dalam gelombang ultra sonic
masuk kedalam tubuh, maka intensitasnya akan semakin berkurang.
Gelombang ultra sonic diserap jaringan tubuh dalam berbagai ukuran. Sebagai ukuran digunakan
koefisien penyerapan. Penyerapan tergantung pada frekuensi. Pada frekuensi rendah
penyerapanya lebih sedikit dari pada yang berfrekuensi tinggi. Disamping refleksi, koefisien
penyareapan menentukan penyebaran ultra sonic di dalam tubuh.
Semakin dalam gelombang ultra sonic masuk kedalam tubuh semakin besar pula intensitasnya.
Pada frekuensi rendah penyerapan lebih sedikit daripada frekuensi tinggi.
5) Bentuk gelombang
Bentuk gelombang dari ultra sonic antara lain (a) Continous yaitu gelombang yang dihantarkan
secara terus-menerus (b) Interupted / pulsa yaitu gelombang yang terputus, dengan bentuk pulsa
dan lamanya ditentukan oleh karakteristik mesin yang digunakan.
6) Media penghantar
Media penghantar harus memenuhi kriteria harus bersih dan steril pada keadaan tertentu, tidak
terlalu cair ( kecuali metode sub aqual ), tidak cepat terserap kuli, tidak menyebabkan flek-flek, tidak
menimbulkan iritasi kulit, mudah meghantarkan ultra sonik, transparan dan murah.
c. Efek dari ultra sonic
1)
Efek mekanik
Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra sonic
menimbulkan peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi yang sama dengan
frekuensi dari ultra sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro massage. Pengaruhnya
terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan dan meningkatkan
metabolisme.
Micro massage adalah merupakan efek teraputik yang penting karena semua efek yang timbul oleh
terapi ultra sonic diakibatkan oleh micro massage ini.
2)
Efek termal
Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang digunakan, intensitas dan lama
pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas adalah jaringan antar kulit dan otot. Efek
termal akan memberikan pengaruh pada jaringan yaitu bertambahnya aktivitas sel, vasodilatasi
yang mengakibatkan penambahan oksigen dan sari makanan dan memperlancar proses
metabolisme.
3)
Efek biologi
Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh mekanik dan termal.
Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain:
a) Memperbaiki sirkulasi darah
Pemberian ultra sonic akan mengakibatkan kenaikan temperatur dan vasodilatasi sehingga aliran
darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan memungkinkan proses metabolisme
dan pengangkutan sisa metabolisme serta suplai oksigen dan nutrisi menjadi meningkat.
b) Rileksasi otot
Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak ada .
Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses pengangkutan sel P (zat
asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi pada otot.
c) Meningkatkan permeabilitas jaringan
Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh mekaniknya dapat
memeperlunak jaringan pengikat.
d) Mengurangi nyeri
Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf. Hal ini
akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek sedatif dan analgetik pada
ujung saraf sensorik sehingga mengurangi nyeri. Pengurangan rasa nyeri ini diperoleh antara lain,
perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot, berkurangnya tekanan dalam jaringan,
berkurangnya derajat keasaman.
e) Mempercepat penyembuhan
Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak . Adanya peningkatan suplai
darah akan meningkatkan zat antibody yang mempercepat penyembuhan dan perbaikan pembuluh
darah untuk memperbaiki jaringan.
f) Pengaruh terhadap saraf parifer
Menurut beberapa penelitian bahwa ultra sonic dapat mendepolarisasikan saraf efferent, ditunjukkan
bahwa getaran ultra sonic dengan intensitas 1,2 w/cm2 dengan gelombang kontinyu dapat
mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek panas. Sedangkan dari
aspek mekanik tidak teralu berpengaruh (Sujatno dkk, 2002).
2. Terapi Latihan
Terapi latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaanya
menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Atau pula dapat
didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan dari suatu cidera yang
telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi atau adanya hambatan dalam
melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan dirinya untuk hidup secara independent
yaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja (Priyatna, 1985).
Tujuan dari terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas penderita, (2) Memajukan kemampuan
penderita yang telah ada untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi serta bertujuan,
sehingga dapat beraktifitas normal (Priyatna, 1985).
Terapi latihan pada carpal tunnel syndrom adalah resisted active exercise merupakan latihan yang
dilakukan dengan memberikan tahanan dari luar terhadap kerja otot yang memebentuk suatu
gerakan. Tahanan dari luar tersebut bisa berasal dari tahanan manual ataupun mekanik
(Kisner,1996). Apabila otot itu berkontaksi dengan melawan suatu tahanan, maka ketegangan
dalam otot itu akan naik. Karena ketegangan otot bertambah ( bila melawan melawan suatu
tahanan) maka untuk memperkuat otot- otot dengan menggunakan resistance. Tahanan yang
dilaksanakan bisa menggunakan tahanan manual, kantong pasir, per, dan karet. Efek
penggunaan resisted exercise adalah: (1) Menaikkan kekuatan dan daya tahan otot, (2)
Memperbaiki ketidakseimbangan otot, (3) Memperkembang koordinasi gerakan, (4) Memperbaiki
kemampuan fungsional, (5) Memperbaiki kondisi umum penderita.
BAB III
PELAKSANAAN STUDI KASUS
A. Pengkajian Fisioterapi
1. Anamnesis
Anamnesis adalah suatu tanya jawab mengenai keadaan pasien yang bisa dilakukan
langsung oleh pasien sendiri dan dilakukan orang lain yang mengetahui keadaan pasien.
1. Anamnesis umum
Ditanyakan mengenai identitas pasien yang meliputi nama: Ny. Eni, umur: 33 tahun, jenis kelamin:
perempuan, agama: islam, alamat: Klipang Permai Blok G No. 134 Semarang, pekerjaan: ibu rumah
tangga.
1. Anamnesis khusus
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital, inspeksi, palpasi,
pemeriksaan gerak, kemampuan fungsional, pemeriksaan kognitif, pemeriksaan spesifik.
a. Pemeriksaan vital sign
Pemeriksaan vital sign yaitu pemeriksaan yang meliputi pengukuran tekanan darah, denyut nadi,
pernafasan, suhu, tinggi badan dan berat badan. Untuk pemeriksaaan yang dilakukan pada tanggal
5 Desember 2007 diperoleh data Tekanan darah 110/80 mmHg, Denyut nadi 72 kali, Pernafasan 18
kali, tinggi badan 150 cm, berat badan 40 kg.
b. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati pada kasus carpal tunnel
syndrome. Inspeksi yang perlu diperhatikan adalah, (1) Keadaan umum pasien yaitu baik, (2)
Tanda-tanda inflamasi tidak ada, (3) Deformitas tidak ada, (4) Atrofi otot-otot sekitar pergelangan
tangan tidak ada.
c. Palpasi
Palpasi adalah suatu pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan memegang bagian tangan
pasien untuk mengetahui (1) Adanya nyeri tekan, (2) Suhu normal, (3) Tidak ada pembengkakan.
d. Perkusi
Tidak dilakukan.
e. Auskultasi
Tidak dilakukan.
3. Pemeriksaan Gerak
1. Pemeriksaan Gerak Aktif
Pada pemeriksaan gerak aktif untuk memperoleh informasi tentang adanya nyeri gerak, kekuatan
otot, koordinasi gerakan. Pada pemeriksaan ini pasien diminta melakukan gerakan ke segala arah
bidang gerak yaitu gerakan fleksi wrist, ekstensi wrist, ulnar deviasi, dan radial deviasi. Dan dari
pemeriksaan tersebut pasien dapat menggerakkan pergelangan tangan kanan dan kiri ke segala
bidang gerak dengan full ROM tanpa disertai keluhan nyeri di akhir gerakan.
b. Pemeriksaan Gerak Pasif
Pada pemeriksaan gerak pasif untuk mengetahui adanya nyeri gerak atau nyeri tekan, end
feel sendi pergelangan tangan. Pada pemeriksaan gerakan dilakukan penuh oleh terapis ke segala
arah bidang gerak yaitu gerakan fleksi-ekstensi pergelangan tangan, ulnar deviasi, dan radial
deviasi yang dilakukan penuh oleh terapis tanpa menimbulkan kontraksi otot. Dan dari pemeriksaan
tersebut didapatkan nyeri pada akhir gerakan. Dan endfeell pada pergelangan tangan yaitu endfeell
lunak.
c. Pemeriksaan Gerak Isometrik Melawan Tahanan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memprovokasi nyeri musculotendineusnya. Pada pemeriksaan
gerakan ini pasien diminta melakukan gerakan ke segala arah bidang gerak yaitu gerakan fleksi
wrist, ekstensi wrist, ulnar deviasi, dan radial deviasi yang dilakukan penuh oleh pasien dengan
tahanan dari terapis. Dan didapatkan pasien dapat menggerakan ke segala arah yaitu pada gerakan
flexi-ekstensi wrist, abduksi dan adduksi wrist, ulnar dan radial deviasi wrist, dan ada sedikit keluhan
nyeri.
4. Kemampuan Fungsional
Pemeriksaan kemampuan fungsional ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pasien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari dan yang berhubungan dengan lingkungan. Kemampuan fungsional
meliputi:
a. Kemampuan fungsional dasar
Pasien mampu menggenggam, fleksi dan ekstensi, serta radial dan ulnar
tangan kanan dan kiri.
1. Aktivitas fungsional
deviasi pergelangan
Pasien dapat melakukan aktifitas makan dengan menggunakan tangan tanpa timbul nyeri, mampu
memasak, mencuci baju, menyapu dan mengendarai motor secara mandiri tapi dalam jangka waktu
yang lama timbul nyeri dan kesemutan.
c. Lingkungan aktivitas
Lingkungan aktivitas pasien tidak mendukung untuk kesembuhan karena banyak aktivitas yang
dilakukan dengan tangan, seperti mencuci baju dan menyapu dan bepergian naik motor.
1. 5.
Pemeriksaan kognitif diketahui bahwa memori pasien baik, mampu memahami dan mengikuti
instruksi terapis. Pemeriksaan interpersonal diketahui bahwa pasien mempunyai semangat untuk
sembuh sehingga dia rajin datang untuk terapi. Pemeriksaan intrapersonal diketahui bahwa pasien
dapat bekerjasama dan berkomunikasi baik dengan terapis atau lingkungan sekitar.
6. Pemeriksaan spesifik
a. Test profokasi
1) Phalen test
Pergelangan tangan penderita dipertahankan selama kira-kira 30 detik dalam posisi flexi palmar
penuh. Hasil yang diperoleh hasil positif menunjukkan nyeri pada pergelangan tangan kanan dan
kiri.
Gambar 6
Phalen test (De Wolf & Mens, 1994)
2) Thinel test
Test ini mendukung diagnosa jika timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus
medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsi fleksi.
Dan hasil yang diperoleh adalah positif pada pergelangan tangan kanan dan kiri.
Gambar 7
Tinel test (De Wolf & Mens, 1994)
3) Phrayer test
Ekstensikan pergelangan tangan dengan maksimal tahanan selama 30 detik kemudian lepaskan
maka akan timbul nyeri di pergelangan tangan. Dan hasil yang diperoleh adalah positif pada
pergelangan tangan kanan dan kiri.
b. Dermatom test
Dermatom test adalah test sensitifitas pada daerah yang mendapatkan persyarafan
nervus medianus. Yaitu berupa test tajam tumpul ataupun panas dingin. Dan hasil dari dermatom
test yang penulis lakukan menunjukkan tidak adanya pengurangan sensibilitas pada daerah yang
disyarafi nerves medianus pada pergelangan tangan kanan dan kiri.
c. Pengukuran kekuatan otot
Yaitu pengukuran secara fungsional dengan mengukur kekuatan dan integrasi dari fungsi dasar
tangan yang berupa kelompok otot flexor, ekstensor, abduktor, dan adduktor pergelangan tangan
dengan menggunakan MMT (Manual muscle Testing). MMT (Manual Muscle Testing) adalah suatu
usaha untuk mengetahui kemampuan seseorang dalam menunjukkan kontraksi otot. Hasil yang
diperoleh dari pemeriksaan adalah
Tabel 1
Nama Otot
Nilai otot
Hasil
pemeriksaan
dengan MMT
kekuatan
otot
d. Diskriminasi 2 titik
Wrist kanan:
Fleksor wrist
Ekstensor wrist
Ulnar deviasi
Radial deviasi
Wrist kiri
Fleksor wrist
Ekstensor wrist
4+
Ulnar deviasi
Radial deviasi
Kanan: Nyeri diam: 0 mm, Nyeri gerak saat gerakan fleksi dan ekstensi wrist: 4 mm, Nyeri tekan
pada dorsal tangan: 2 mm.
Kiri: Nyeri diam: 0 mm, Nyeri gerak saat gerakan fleksi dan ekstensi wrist: 4 mm, Nyeri tekan pada
dorsal tangan: 2 mm.
B. Penatalaksanaan Terapi
Penatalaksanaan fisioterapi untuk memberikan metode yang tepat dan efektif berdasarkan
masalah yang dihadapi, penyebab dan kemampuan pasien sehingga tujuan dari terapi dapat
tercapai dengan baik dan yang diharapkan dari program terapi dapat terwujud. Pada kasus carpal
tunnel syndrome ini pelaksanaan fisioterapi menggunakan modalitas ultra sonic dan terapi latihan
untuk mengatasi problematik yang dihadapi pasien.
Terapi pertama (T1) tanggal 5 Desember 2007:
1. 1.
Ultra sonic
Gambar 8
Ultra sonic
a. Persiapan alat
Mesin di test apakah mesin dalam keadaan baik dan dapat mengeluarkan gelombang ultra sonic
dengan cara memberi air pada tranduser guna menampung air dan dipegang menghadap ke atas
kemudian mesin dihidupkan, bila mesin dalam keadaan baik maka air akan bergerak seperti
mendidih kemudian koupling medium, handuk, tissue, dan alkohol dipersiapkan.
b. Persiapan pasien
Pasien diposisikan senyaman mungkin, rileks, dan tanpa adanya rasa sakit yaitu posisi dengan
duduk kemudian tangan supinasi diletakkan diatas bed, kemudian pada bagian tangan disuport oleh
bantal. Dan tangan yang akan diterapi harus terbebas dari pakaian dan segala aksesoris. Sebelum
pemberian terapi dilakukan tes sensibilitas dengan menggunakan tabung berisi air panas dan dingin
didaerah tangan bagian palmar. Posisi terapis duduk di depan pasien. Pasien diberi penjelasan
tentang tujuan pengobatan yang diberikan dan juga rasa panas yang dirasakan dan jika pasien
merasakan seperti kesemutan yang berlebihan saat terapi berlangsung diharapkan pasien
langsung memberitahukan kepada terapis.
c. Pelaksanaan
Alat diatur sedemikian rupa sehingga tangkai mesin dapat menjangkau tangan yang akan diterapi
kemudian area yang akan diterapi yaitu pada dorsal pergelangan tangan kanan diberikan koupling
medium kemudian tranduser ditempelkan lalu mesin dihidupkan lalu tranduser digerakan pelanpelan pada pergelangan tangan kanan pasien secara tranvers dan irama yang teratur di atas
pergelangan tangan dengan arah tegak lurus dengan area terapi, tranduser harus selalu kontak
dengan kulit, dengan intensitas 1,5 watt/cm2 secara continous, lama terapi 5 menit diperoleh dari
luas area 25 cm2 dan ERA 5 cm2. Selama proses terapi berlangsung harus mengontrol panas yang
dirasakan pasien. Jika selama pengobatan rasa nyeri dan ketegangan otot meninggi, dosis harus
dikurangi dengan menurunkan intensitas. Hal ini berkaitan dengan overdosis. Setelah terapi pada
pergelangan tangan kanan selesai intensitas dinolkan dan dilanjutkan untuk pergelangangan tangan
yang kiri sama seperti yang dilakukan pada pergelangan tangan kanan, setelah selesai kemudian
alat dirapikan seperti semula. Untuk (T2 T6) pemberian terapi ultra sonic pada pergelangan
tangan kanan dan kiri sama seperti T1.
1. 2.
Terapi Latihan
Ressisted exercise yaitu merupakan bagian dari active exercise dengan dinamik atau statik
kontraksi otot dengan tahanan dari luar. Tahanan dari luar bisa dengan manual atau dengan
mekanik.
Posisi pasien: duduk di kursi dengan tangan disangga bantal, terapis duduk berhadapan dengan
pasien.
Pelaksanaan:
a. Gerakan dorsi fleksi dan palmar fleksi
Posisi pasien duduk nyaman dan lengan bawah tersangga penuh. Latihan diberikan pada
pergelangan tangan kanan dan kiri. Terapis menstabilisasi pada pergelangan tangan kemudian
pasien diminta menggerakkan kearah dorsal dan palmar fleksi dan terapis memberi tahanan kearah
palmar dan dorsal tangan dengan aba aba pertahankan disinitahantahan. Selama 7
hitungan kemudian hitungan ke-8 pasien rileks. Tahanan disesuaikan dengan kemampuan pasien
dengan pengulangan 8 10 kali (Bates, 1992).
Gambar 9
Gerak dorsal fleksi dan palmar fleksi dengan tahanan (De Wolf & Mens,
1994)
Gambar 10
Gerak ulnar deviasi dan radial deviasi yang ditahan (De Wolf & Mens,
1994)
Radial deviasi:
Posisi pasien duduk nyaman dan lengan bawah tersangga penuh dan pronasi dalam posisi netral.
Latihan diberikan pada pergelangan tangan kanan dan kiri Terapis memfiksasi pada distal lengan
bawah dan pasien diminta menggerakkan tangan ke radial deviasi dan terapis memberi tahanan
kearah ulnar tangan dengan aba aba pertahankan disinitahantahan. Selama 7 hitungan
kemudian hitungan ke-8 pasien rileks. Tahanan disesuaikan dengan kemampuan pasien, dengan
pengulangan 8 10 kali (Bates, 1992).
Untuk (T2 T6) pemberian terapi latihan pada pergelangan tangan kanan dan kiri sama seperti T1
tapi untuk tahanannya ditambah.
1. 3.
Edukasi
Agar hasil maksimal maka perlu diberikan edukasi pada pasien tentang cara melakukan aktivitas
sehari-hari yang benar dan pemberian modalitas fisioterapi. Edukasi yang diberikan untuk penderita
carpal tunnel syndrome yaitu pasien diminta untuk mengompres dengan air hangat pada kedua
pergelangan sampai telapak tangan kanan dan kiri sekitar 10 menit, menggerakkan kedua
pergelangan tangan sebatas nyeri pasien secara aktif dengan tujuan pemperlancar peredaran darah
dan mengistirahatkan kedua tangan saat timbul nyeri dan juga jangan mengangkat beban berat
yang menimbulkan nyeri, serta melakukan latihan tangan seperti yang diajarkan terapis tapi
menggunakan tahanan kantong pasir, jangan mengangkat beban berat yang menimbulkan nyeri,
jangan memaksakan bekerja secara berlebihan saat tangan merasa nyeri .
C. Evaluasi Hasil Terapi
Untuk mengetahui kemajuan dan kemunduran pasien dengan kondisi carpal tunnel syndrome
bilateral atas nama Ny. Eni berumur 33 tahun setelah mendapatkan terapi, maka perlu dibandingkan
antara hasil sebelum dan sesudah diberikan terapi.
1. Tes provokasi
Test Provokasi
T0
T3
T6
+
+
Wrist kanan:
Test Thinel
Test Phanel
Test Phrayer
Wrist kiri:
+
+
+
-
+
-
+
+
+
+
Test Thinel
Test Phanel
Test Phrayer
1. Nyeri dengan VAS
T0
T3
T6
Nyeri gerak
Nyeri diam
Wrist kiri:
Nyeri tekan
Nyeri gerak
Nyeri diam
T0
T3
T6
Wrist
kanan:Fleksor
wrist
4+
4+
Ekstensor wrist
Ulnar deviasi
VAS
Wrist kanan:Nyeri
tekan
MMT
Radial deviasi
Wrist kiri:
Fleksor wrist
4+
4+
4+
Ekstensor wrist
Ulnar deviasi
4+
4+
Radial deviasi
4. Kemampuan fungsional pada tangan yaitu pasien sudah sedikit sempurna saat menggenggam,
memasak, mencuci dan saat mengendarai motor nyeri agak berkurang.
BAB 1V
PEMBAHASAN HASIL
Seorang wanita berumur 33 tahun dengan carpal tunnel syndrome bilateral yang menimbulkan
masalah adanya paraestesia, rasa tebal dan penurunan kekuatan otot, dan penurunan kemampuan
fungsional tanganya setelah mendapatkan penanganan fisioterapi dengan menggunakan modalitas
ultra sonic dan terapi latihan sebanyak 6 kali dengan remisi tiga kali seminggu didapatkan
perkembangan yang positif yaitu adanya pengurangan keluhan parestesia, pengurangan rasa tebal,
pengurangan rasa nyeri, peningkatan kemampuan fungsional tangan, peningkatan kekuatan otot
pada ke dua pergelangan tangannya.
Berikut ini adalah grafik kemajuan dari problematika pada pasien dengan carpal tunnel
syndromebilateral dengan menggunakan parameter tertentu.
Grafik 1
Grafik nilai VAS wrist kanan
Grafik 2
Grafik nilai VAS wrist kiri
Dari 2 grafik di atas dapat dilihat pengaruh pemberian ultra sonic pada pergelangan tangan kanan
dan kiri sama yaitu nyeri gerak dan nyeri tekan berkurang 1 , sedangkan nyeri diam tidak ada.
Grafik 3
Grafik nilai peningkatan kekuatan otot
pergelangan tangan kanan
Grafik 4
Grafik nilai peningkatan kekuatan otot
pergelangan tangan kiri
Dari 2 grafik di atas dapat dilihat bahwa kekuatan otot pada semua sendi pergelangan tangan kanan
dan kiri mengalami peningkatan.
Tabel 2
Tabel test provokasi pada pemeriksaan carpal tunnel syndrome
Test Provokasi
T0
T3
T6
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Wrist kanan:
Test Thinel
Test Phanel
Test Phrayer
Wrist kiri:
Test Thinel
Test Phanel
Test Phrayer
Data yang dapat memberikan bukti klinis yaitu dari data yang bersifat subjektif dari pasien antara
lain adanya pengurangan keluhan kesemutan dan rasa tebal pada tangan kanan dan kirinya,
peningkatan kemampuan fungsional tangan dan peningkatan kekuatan otot, kemudian test tinel dan
test phalen negative pada T6 pada ke dua pergelangan tangannya.
Pada kasus ini penggunaan ultra sonic efektif dalam mengurangi nyeri karena adanya pengaruh
termal dan pengaruh langsung dari serabut saraf. Nilai ambang rangsang nyeri meningkat setelah
pemberian Ultra Sonic dengan intensitas 1 1,5 W/cm2 selama 2 menit (Michlovitz, 1996).
Menurut Midellamas dan chatterje bahwa acut soft tissue injury dapat membaik dengan diberikan
ultra sonic 1,5 MHz pada intensitas 0,5 1 watt/cm selama 4 10 menit untuk jaringan superficial
dan 1-2 watt/cm untuk jaringan yang lebih dalam. Dengan gelombang continous pada ultra sonik
pada intensitas 0,5 2 W/cm2 dan frekuensi 1,5 MHz telah menghasilkan efek yang lebih efektif
pada jaringan superficial dari pada pemanasan dengan parafin dan modalitas lainnya dalam hal
mengurangi nyeri pada soft tissue injury atau pada kondisi akut (Cameron, 1999). Selain itu dengan
berkurangnya nyeri maka tidak terjadi hambatan dalam kontraksi otot dan kekuatan ototpun bias
meningkat, sehingga kemampuan menggenggam juga meningkat.
Efek yang dihasilkan ultra sonic salah satunya yaitu efek thermal yang akan mengakibatkan dilatasi
pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi yang
diperlukan untuk perbaikan jaringan. Selain itu proses pengangkutan zat pengiritasi menjadi lebih
lancar sehingga diperoleh efek rileksasi. Dengan frekuensi 1MHz efek thermal dari pemakaian ultra
sonik dapat menembus jaringan hingga kedalaman 5 cm dari permukaan kulit (Cameron, 1999).
Adanya pengaruh non termal dari ultra sonic mampu memberikan efek peningkatan permeabilitas
jaringan kolagen dan perubahan aktifitas seluler yang berperan dalam proses regenerasi
jaringan (Sujatno dkk, 2002).
Nyeri spontan, tenderness, erytema, dan swelling setelah 10 kali pengobatan selama 12 hari
menunjukkan perbandingan yang berarti dibanding terapi infra red, SWD, atau wax bath (Michlovitz,
1996). Sedang penelitian lain menunjukan bahwa dengan pemberian ultra sonic dengan dosis 1
watt/cm dengan gelombang konstan selama 5 menit dapat meninggikan ambang rangsang (TITAFI,
XV). Penggunaan ultra sonic telah digunakan sejak 50 tahun yang lalu dan efek yang ditimbulkan
paling besar adalah efek biologi pada jaringan dengan frekuensi tinggi dengan angka kesembuhan
mencapai 73% (Miclhovitz, 1996).
Selain mengoptimalkan modalitas yang telah digunakan yaitu usaha untuk mengurangi nyeri, untuk
mencegah adanya atrofi atau menjaga sifat fisiologis otot tangan dan sekitarnya, kelemahan otot,
dan gangguan dalam aktivitas dapat dilakukan dengan berbagai teknik terapi latihan baik
dengan resissted exercise (Michlovitz, 1996). Manfaat dari terapi latihan adalah untuk meningkatkan
kekuatan otot, meningkatkan kemampuan fungsional, meningkatkan peredaran darah pada
persendian dan nutrisi tulang rawan sendi dan memperbaiki fungsi jaringan sekitar persendian
akibat peradangan atau perlengketan. Suatu percobaan membuktikan bahwa dengan resisted
exercise dengan pengulangan 1-8 kali dapat meningkatkan kekuatan otot hingga 60% dan tidak
terjadi hambatan dalam kontraksi otot (Miclhovitz,1996).
Keberhasilan yang nyata dengan pemberian terapi ultra sonic dan terapi latihan pada kondisi carpal
tunnel syndrome ini dipengaruhi oleh beberapa factor pendukung. Faktor yang mendukung
keberhasilan terapi yang dilaksanakan berasal dari faktor terapis, pemilihan modalitas yang efektif,
serta faktor dari pasien sendiri. Faktor dari terapis antara lain tingkat pengetahuan tentang carpal
tunnel syndrome yaitu proses patologis sampai penatalaksanaan terapi, kemampuan terapis dalam
memilih dan melaksanakan program terapi dan pemberian edukasi yang jelas dan benar kepada
pasien. Modalitas ultra sonic dilakukan dalam keadaan baik sehingga dapat memberikan efek terapi
sesuai yang diinginkan. Sedangkan dari pasien sendiri, dukungan dari pasien terhadap program
terapi yang telah ditetapkan dapat memberikan hasil sesuai yang diharapkan.
BAB V
PENUTUP
1. A.
Kesimpulan
Dari uraian yang telah dijelaskan dalam bab terdahulu, mulai dari penyebab, perjalanan penyakit
sampai pelaksanaaan terapi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa carpal tunnel syndrome adalah
suatu sindroma akibat adanya penekanan nervus medianus pada terowongan carpal dengan derajat
penekanan yang bervariasi dari ringan sampai berat. Keadaan tersebut muncul karena adanya
berbagai kondisi, artinya syndroma ini jarang muncul sendiri tanpa adanya kondisi lain sebaga
pencetus carpal tunnel syndrome sendiri mempunyai gejala dan tanda klinis yang beragam
tergantung derajat kerusakan nervus medianus yang tertekan.
Modalitas fisioterapi yang dapat diberikan pada kondisi ini antara lain: ultra sonic, short wave
diathermy, micro wave diathermy, infra red, massage, terapi latihan, cold pack. Fisioterapi dengan
modalitas ultra sonic dan terapi latihan merupakan terapi yang dapat diberikan pada kondisi carpal
tunnel syndrome. Untuk mengatasi masalah yang muncul, yang meliputi impairment, functional
limitation, serta disabilitynya.
Pada kasus ini dengan menggunakan ultra sonic dan terapi latihan selama 6 kali, dapat mengatasi
masalah dengan hasil menambah kekuatan otot, mengurangi nyeri dan meningkatkan kemampuan
fungsional tangan walaupun belum sepenuhnya dapat diatasi. Peningkatan ini berkat kerja sama
fisioterapis dan tenaga kerja lain.
B. Saran
Adanya kerja sama dengan tenaga kesehatan yang lain merupakan solusi yang tepat untuk
menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan, meskipun pemberian modalitas fisioterapi
memegang peranan penting. Hendaknya fisioterapi melakukan identifikasi dan interprestasi masalah
dengan baik sehingga bisa diberikan interfensi yang sesuai dengan permasalahan yang ada.
Dalam pemberian modalitas perlu diperhatikan pengecekan terhadap modalitas secara periodik
agar program terapi yang dilaksanakan dapat mencapai hasil yang optimal. Fisioterapi sendiri
hendaknya mengembangkan pengetahuan dan selalu merasa tidak puas dengan pengetahuan yang
telah dimiliki. Hal-hal yang juga mempengaruhi keberhasilan terapi adalah motivasi pasien untuk
sembuh, peranan dari keluarga serta kerjasama dari tenaga kesehatan lain yang terkait.
Penulis berharap semoga penyajian penulisan ini dapat bermanfaat dalam memberikan pelayanan
terapi pada carpal tunnel syndrome dengan modalitas fisioterapi berupa ultra sonic dan terapi
latihan. Akhirnya penulis menyadari bahwa penyajian mengenai penatalaksanaan terapi ultra sonic
dan terapi latihan pada carpal tunnel syndrome bilateral dalam Karya Tulis Ilmiah ini masih
mempunyai banyak kekurangan dan perlu disempurnakan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
bersifat membangun senantiasa penulis harapkan guna kepentingan bersama yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Bates, Andrea, 1992; Aquatic Exercise Therapi; W.B Sounders Company, Philadelpia.
Cailliet, Rene, 1990; Neck and Arm Pain; F.A Davis Company, Callifornia.
Chusid, J.G,1967; Corelative Neuro Anatomy and Fungsional Neurologi; Thirtheen, Lange Medical,
Publication Los Altos, California, hal. 220.
Connoly, John, 1981; The Management of Fractures and Dislocation; Bagian satu, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta
De Wolf AN and Mens, 1994; Pemeriksaan Alat Penggerak Tubuh; Bohn Stafleu Von Loghom,
Houten Seventeen.
Dep Kes RI, 1999; Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia sehat 2010; Jakarta.
Hislop, H.J and Montgomery, J, 1995; Muscle Testing Technique of Manual Examination. Sixth
edition, Daniel and Wortinghams, Churchill Livingstone, USA.
Kisner, C and Colby, 1996; Therapeutic Exercise Fondation and Teqniques; Second edition, Davis
Company, Philadelpia .
Livingstone, Churchill, 1983; The Hand Examination and Diagnosis; Aurora, New York.
Maxey, Lisa, 1990; Rehabilitation For Postsurgical Ortopedic Patient; Cetakan Pertama, Davis
Company, St Louis, hal. 101.
Michlovitz, Susan, 1996; Thermal Agent in Rehabilitation; Third edition, Davis Company, Philadelpia.
Priyatna, Heri, 1985; Exercise Therapy; Akademi Fisioterapi Surakarta.
Putz, R and R. Pabst, 2000; Sobotta Atlas Anatomi Manusia; E.G.C, Jakarta.
Rambe, Aldy (2004); Carpal Tunnel
http:/www.rsup.adammalik.cline.net.html.
Syndrome;
Diakses
Oktober
2006,
dari
Shidarta, Priguna, 1984; Sakit Neuro Muskulo Skeletal; Cetakan kedua, P.T Dian Rakyat, Jakarta,
hal. 140.
Snell, Richard S,1997; Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran; Bagian tiga, penerbit EGC,
Jakarta.