PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah cedera
karena benda tumpul/ tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi
cerebral sementara. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian
dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar
disebabkan karena kecelakaan lalu lintas.
Adapun pembagian trauma kapitis ada lima, yaitu Simple head injury,
Commotio
cerebri, Contusion
cerebri,Laceratio
cerebri,
dan Basis
cranii
fracture. Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai
cidera kepala ringan. Sedangkan Contisio cerebri dan Laceratio cerebri
digolongkan sebagai cedera kepala berat.
Pada penderita cedera kepala harus diperhatikan pernafasan, peredaran
darah, keadaan umum dan kesadaran. Tindakan resusitasi, anamnesa dan
pemeriksaan fisik umum serta pemeriksaan neurologis harus dilakukan secara
serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat
pasien tiba di Rumah Sakit.
1.2.
Batasan Topik
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.
Definisi
Cedera kepala (trauma capitis ) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis.
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongential ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
2.2.
Etiologi
Terjadi ketika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar dalam rongga
tengkorak, yang menyebabkan peregangan atau robeknya neuron dalam
substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan
bagian dalam rongga tengkorak.
2.3.
Epidemiologi
merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan. Cedera kepala
berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma. Distribusi cidera
kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif antara 15-44 tahun dan lebih
didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Di negara-negara
maju seperti Amerika Serikat setiap tahun hampir 2 juta penduduk mengalami cidera
kepala (Packard, 1999).
Berdasarkan penelitian Suparnadi
(2002) di Jakarta,
menunjukkan bahwa
sekitar separuh dari para korb an berumur antara 20-39 tahun (47%), suatu golongan
umur yang paling aktif dan produktif. Dalam penelitian ini didominasi laki-laki (74%) dan
pekerjaa n korban sebagian be sar adalah buruh (25%), 11% adalah pelajar dan
mahasiswa.
Berdasarkan penelitian Wijanarka dan Dwiphrahasto (2005) di IGD RS Panti
nugroho Yogyakarta, dari 74 penderita terdapat 76% cedera kepala ringan, 15% cedera
kepala sedang, dan 9% cedera kepala berat rata-rata umur 29,60 tahun. Dalam
penelitian ini didominasi laki-laki (58%) dan pelajar/mahasiswa (77%).
Berbagai faktor terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, mulai dari manusia sampai sarana
jalan yang tersedia. Secara garis besar ada 4 faktor yang berkaitan dengan kecelakaan
lalu lintas , yaitu faktor manusia, kenderaan, fasilitas jalan, dan lingkungan.
a. Faktor manusia, menyangkut masalah disiplin berlalu lintas.
1. Faktor pengemudi dianggap salah satu faktor utama terjadinya kecelakaan dengan
kontribusi 75-80%. Faktor yang berkaitan adalah perilaku (mengebut, tidak disipilin
Faktor jalan, dilihat dari ketersediaan rambu-rambu lalu lintas, panjang dan lebar
jalan yang tersedia tidak sesu ai dengan jumlah kenderaan yang melintasinya, serta
keadaan jalan yang tidak baik misalnya berlobang-lobang dapat menjadi memacu
terjadinya kecelakaan.
d.
Faktor lingkungan yaitu adanya kabut , hujan, jalan licin akan membawa risiko
Klasifikasi
Geger otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan getaran keras atau
menggoyangkan otak, menyeba bkan perubahan cepat pada fungsi otak , termasuk
kemungkinan kehila ngan kesadaran lebih 10 menit yang disebabkan cedera pada kepala.
Tanda-tanda/gejala geger otak, yait u : hilang kesadaran, sakit kepala berat, hilang
ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening, lemah, pandangan ganda.
Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat diakibatkan oleh pukulan
atau benturan pada kepala. Memar otak menimbulkan memar dan pembengkakan pada
otak, dengan pembuluh darah dalam otak pecah dan perdarahan pasien pingsan, pada
keadaan berat dapat berlangsung berhari-hari hingga berminggu-minggu. Terdapat
amnesia
Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun hingga
koma, pernafasan hiperventilasi , pupil melebar, refleks cahaya tidak ada, gerakan mata
diskonjugat (tidak teratur), regiditasdesebrasi (tungkai dan lengan kaku dalam sikap
ekstensi).
Adapun pembagian cedera kepala berdasarkan tingkat keparahannya antara lain :
Manifestasi Klinik
Gejala klinis dari trauma kapitis ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya.
Derajat cedera otak kurang lebih sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran penderita.
Tingkat yang paling ringan ialah pada penderita gegar otak, dengan gangguan kesadaran
yang berlangsung hanya beberapa menit saja, atas dasar ini trauma kepala dapat di
golongkan menjadi :
Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
b.
Konfusi
c.
d.
Muntah
e.
Kejang
b.
c.
d.
2.7.
Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan
dilakukan menurut prioritas, yang ideal penatalaksanaan tersebut dilakukan oleh tim
yang terdiri dari perawat yang terlatih dan dokter spesialis saraf dan bedah saraf,
radiologi, anastesi, dan rehabilitasi medik.
Klien dengan cedera kepala harus dipantau terus dari tempat kecelakaan,
selama transportasi : di ruang gawat darurat, unit radiology, ruang perawatan dan unit
ICU sebab sewaktu-waktu dapat berubah akibat aspirasi, hipotensi, kejang dan
sebagainya.
Menurut prioritas tindakan pada cedera kepala ditentukan berdasarkan
beratnya cedera yang didasarkan atas kesadaran pada saat diperiksa.
1. Klien dalam keadaan sadar ( GCS : 15 )
1) Cedera kepala simpleks ( simple head injury )
Cedera kepala tanpa diikuti dengan gangguan kesadaran, amnesia maupun
gangguan kesadaran lainya. Pada klien demikian dilakukan perawatan luka, periksa
radiologi hanya atas indikasi, kepada keluarga diminta untuk mengobservasi kesadaran.
2) Kesadaran terganggu sesaat
Klien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala dan saat
diperiksa sudah sadar kembali, maka dilakukan pemeriksaan foto kepala dan
penatalaksanaan selanjutnya seperti cedera kepala simpleks.
2. Klien dengan kesadaran menurun
1) Cedera kepala ringan atau minor head injury ( GCS : 13-15)
Kesadaran disorientasi atau not abay comand tanpa disertai defisit fokal
serebral. Setelah pemeriksaan fisik dilakukan perawatan luka, dilakukan foto kepala, CT
Scan Kepala dilakukan jika dicurigai adanya hematoma intrakranial, misalnya ada
interval lusid, pada follow up kesadaran semakin menurun atau timbul lateralisasi,
observasi kesadaran, pupil, gejala fokal serebral disamping tanda-tanda vital. Klien
cedera kepala biasanya disertai dengan cedera multipel fraktur, oleh karena itu selain
disamping kelainan serebral juga bisa disertai dengan kelainan sistemik. 14
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer dan
survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan
antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian
dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera
kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan
mencegah homeostasis otak.
2.9.
Komplikasi
a. Anosmia
Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan sensasi pembauan yang
jika total disebut dengan anosmia dan
Disfasia
Hemiparesis
Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau kanan)
pascatrauma
kepala
(postconcussional
syndrome)
merupakan
kumpulan gejala kompleks yang sering dijumpai pada penderita cedera kepala. Gejala
klinisnya meliputi nyeri kepala, vertigo gugup, mudah tersinggung, gangguan konsentrasi,
penurunan daya ingat, mudah terasa lelah, sulit tidur, dan gangguan fungsi seksual.
Fistula karotiko-kavernosus
Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal antara arteri karotis
interna dengan sinus kavernosus , umumnya disebabkan oleh cedera pada dasar
tengkorak. Gejala klinik berupa bising pembuluh darah (bruit ) yang dapat didengar
penderita atau pe meriksa dengan menggunakan stetoskop, proptosis
disertai
Epilepsi
Epilepsi pascatrauma
pertama pascatrauma (early posttrauma epilepsy) dan epilepsy yang muncul lebih dari
satu minggu pascatrauma (late posttraumatic epilepsy) yang pada umumnya muncul
dalam tahun pertama meskipun ada beberapa kasus epilepsi setelah 4 tahun kemudian.
10
BAB 3
RINGKASAN
Cedera Kepala adalah trauma pada kepala yang menyebabkan cedera pada kulit
kepala, tulang tengkorak maupun otak. Cedera kepala bertanggung jawab atas separuh
kematian karena cedera. Merupakan komponen yang paling sering pada cedera multipel.
Ditemukan pada 75 % korban tewas karena kecelakaan lalu lintas. Untuk setiap
kematian, terdapat dua kasus dengan cacat tetap, biasanya sekunder terhadap cedera
kepala.
Cedera kepala dibagi menjadi dua, yaitu Komosio Serebri (geger otak) dan
Kontusio serebri (memar otak). Adapun cedera kepala berdasarkan tingkat
keparahannya yaitu Cedera Kepala Ringan, Cedera Kepala Sedang, dan Cedera Kepala
Berat. Gejala klinis dari trauma kapitis ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya.
Derajat cedera otak kurang lebih sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran penderita.
Patofisiologi cedera kepala dapat menyebabkan beberapa masalah keperawatan,
misalnya gangguan keseimbangan dan elektrolit, risiko gangguan pemenuhan nutrisi,
gangguan mobilitas fisik, dan gangguan kesadaran. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
pada pasien dengan trauma kapitis adalah CT-Scan, Lumbal Pungsi, EEG, Roentgen foto
kepala, MRI, dan Angiografi.
Penatalaksanaan klien cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan
dilakukan menurut prioritas, yang ideal penatalaksanaan tersebut dilakukan oleh tim
yang terdiri dari perawat yang terlatih dan dokter spesialis saraf dan bedah saraf,
radiologi, anastesi, dan rehabilitasi medik. Ada beberapa komplikasi yang terjadi akibat
dari cedera kepala, seperti Anosmia, Gangguan penglihatan, Oftalmoplegi, dan
Gangguan pendengaran
11
BAB 4
REFERENSI PUSTAKA
1. Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Nanda
NIC-NOC. Yogyakarta : Media Hardy.
2. Setya, Herry. (2012). Cidera Kepala Diagnosa dan Penatalaksanaan / Diagnosis
And
Treatment
Of
Head
Injury.
(online).
http://www.dokterbedahherryyudha.com/2012/07/cidera-kepala-diagnosa.
Akses tanggal 18 11 2014.
3. Alfan,
Ahmad.
(2012).
Cidera
Kepala
(Head
Injury).
(online).
Frizal.
(2011).
Cidera
Kepala
Bagian
2.
(online).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/4/Chapter%20II.pdf.
Akses tanggal 18 11 2014.
5. Zeina,
Nintya.
(2010).
Konsep
Dasar
Trauma
Kepala.
http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/nintya%20zeina%20dini.pdf.
(online).
Akses
tanggal 18 11 2014.
6. Akhyar, Yayan. (2011). Cidera Kepala. (online). http://fkep.unand.ac.id/CederaKepala-Penatalaksanaan. Akses tanggal 19 11 2014.
12