a. Non Genetik
Penggunaan antimikroba yang tidak sesuai aturan menyebabkan tidak seluruh
mikroba dapat terbunuh. Beberapa mikroba yang masih bertahan hidup kemungkinan akan
mengalami resistensi saat digunakan antimikroba yang sama. Proses ini dinamakan dengan
seleksi (Jawetz et al., 2001).
b. Genetik
Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotika umumnya terjadi karena perubahan
genetik. Perubahan genetik bisa terjadi secara kromosomal maupun ekstra kromosomal, dan
perubahan genetik tersebut dapat ditransfer atau dipindahkan dari satu spesies.
Beberapa bakteri mampu menetralkan antibiotik sebelum membunuhnya, bakteri lain
mampu dengan cepat mengeluarkan antibiotik dari sel mereka dan bakteri lainnya mampu
mengubah titik serang antibiotik sehingga tidak menggangu fungsi hidupnya. Antibiotik
membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri yang peka. Tetapi, terkadang, salah satu
bakteri dapat bertahan hidup karena mampu menetralisir atau menghindar dari efek
antibiotik. Bakteri semacam ini akan berkembang biak dan menggantikan tempat bakteribakteri yang terbunuh. Bakteri yang semula peka terhadap suatu antibiotik pun dapat menjadi
kebal melalui perubahan genetik di dalam selnya, atau dengan menerima DNA yang sudah
reisten dari bakteri lain. Artinya bakteri dapat menjadi resisten terhadap beberapa antibiotik
sekaligus. Ini tentu menyulitkan para dokter memilih antibiotik yang tepat untuk pengobatan.
Resistensi pada bakteri banyak macamnya, diantaranya adalah :
1. Resistensi kromosomal
Resistensi kuman terhadap antibiotik yang mempunyai sebab genetik kromosomal
terjadi misalnya karena terjadinya mutasi spontan pada lokus DNA yang mengontrol
susceptibility terhadap obat tertentu (Anonim, 1994).
2. Resistensi ekstrakromosomal
Bakteri mengandung unsur-unsur genetik ekstrakromosomal yang dinamakan plasmid
(Sudarmono, 1993). Faktor R adalah kelompok plasmid yang membawa gen resistensi
terhadap satu atau beberapa obat antimikrobia dan logam berat. Gen plasmid untuk resistensi
antimikrobia mengontrol pembentukan enzim yang mampu merusak antimikrobia (Jawetz et
al., 2001).
3. Resistensi silang
Suatu populasi kuman yang resisten terhadap suatu obat tertentu dapat pula resisten
terhadap obat yang lain yang dapat mempunyai mekanisme kerja obat yang mirip satu sama
lain. Hal ini misalnya terjadi pada obat-obatan yang komposisi kimianya hampir sama
misalnya antara polimiksin B dengan kolistin, eritromisin dengan oleandromisin, meskipun
demikian adakalanya terjadi pula resistensi silang pada dua obat yang berlainan struktur
kimianya sama sekali, misalnya eritromisin dengan linkomisin.
Antibiotik
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki
khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman sedangkan toksisitasnya
bagi manusia relatif kecil. Para peneliti diseluruh dunia memperoleh banyak zat lain dengan
khasiat antibiotik namun berhubung dengan adanya sifat toksis bagi manusia, hanya sebagian
kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat diantaranya adalah streptomycin vial injeksi,
Tetrasiklin
tablet,
b)
Contoh: polimiksin B
c)
d)
e)
Antagonis metabolit
Contoh: isoniazid (3).
Resistensi sel bakteri ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel baketri oleh
antimikroba. Secara umum resistensi dibagi dalam 3 kelompok:
1.
Resistensi genetic
2.
3.
Resistensi silang
2.
Pengobatan yang tidak tuntas atau penghentian antibiotic sebelum bakteri benar-benar mati.
3.
4.
Penjelasan mengenai terbentuknya resistensi setidak-tidaknya pada bakteri gram negatif ialah
bahwa organisme resisten mempunyai gen yang berfungsi melindungi bakteri bakteri
tersebut dari pengaruh bakterisidal satu obat atau antibiotik. Beberapa individu dalam suatu
spesies bakteri membawa gen resisten galur-galur yang sensitif terhambat atau mati. Gen
resisten ini dapat pula dipindahsebarkan melalui konjugasi, transformasi, atau transduksi dari
bakteri lain selama berlangsungnya pengobatan dengan antibiotic(2).
Mencegah pemakaian antibiotik tanpa pembedaan pada kasus kasus yang tidak
membutuhkannya.
2.
Menghentikan penggunaan antibiotik pada infeksi biasa atau sebagai obat luar.
3.
Menggunakan antibiotik yang tepat dengan dosis yang tepat agar infeksi cepat sembuh.
4.
5.
Menggunakan antibiotik yang lain bila ada tanda-tanda suatu organisme menjadi resisten
terhadap antibiotik yang digunakan semula(2).
Ada 2 metode yang bisa digunakan untuk menguji sensitivitas bakteri yaitu:
1.
2.
a.
b.
Pour-plate
Menggunakan paper disk dengan kandungan antibiotik yang dibuat sendiri. Cara uji sama
dengan Kirby-Baver.
c.
Sumuran
Dengan membuat lubang kecil pada kultur mabia kemudian mengisinya dengan antibiotik
uji(5).
Stafilococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun dalam
bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Stafilococcus tumbuh dengan cepat pada
beberapa tipe media dan dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan fermentasi
karbohidrat dan menghasilkan bermaca-macam pigmen dari warna putih hingga kuning
gelap. Karena stafilococcus menghasilkan enzim betalaktamase sehingga membuat
organisme ini resisten terhadap turunan penisillin(3).
Bioautografi
Bioautografi merupakan suatu metode yang spesifik untuk mendeteksi bercak pada
kromatogram hasil kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas yang mempunyai
aktivitas sebagai antibakteri, antifungi, dan anti viral. Bioautografi juga merupakan suatu
metode yang cepat untuk mendeteksi antibiotik yang belum diketahui yang mana metode
kimia atau fisika yang terbatas untuk substansi yang murni. Sementara deteksi kimia reaksi
warna hanya spesifik digunakan sebagai pembanding hasil bioautografi sehingga kedua
meode tersebut saling melengkapi.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan uji bioautografi antara lain :
1.Sterilisasi alat dan proses pengerjaannya
2.Ada media yang cocok untuk menumbuhkan mikroba uji
3.Ada mikroba uji yang digunakan untuk menguji aktivitas antibakteri senyawa uji
4.Senyawa yang akan dianalisis diduga memiliki aktivitas membunuh atau menghambat
bakteri.
Ada3metodebioautografi
DAPUS
1. Waluyo, Lud, 2005, Mikrobiologi Umum
2. Pelczar, Michael J.,& E.C.S. Chan, 1988, Dasar-Dasar Mikrobiologi, edisi 2
3. Jawetz, Melnick, & Adelbergs, 2001, Mikrobiologi Kedokteran, Penerjemah Bagian
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNAIR
4. Mulyaningsih, S, 2004, Mikrobiologi Dasar, FMIPA UII, Yokyakarta
5. Lay, B. W, 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium