Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN AKHIR FIELDWORK

SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN

Oleh :
KELOMPOK O2

Asisten : AMALIA AFAI LUBIS

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

NAMA KELOMPOK O2

ANGGOTA

INTAN ERIKA JULIANTI (125040200111144)


MUHAMMAD NUR A.

(125040200111008)

IRA DYAH N.

(125040200111122)

DANIAR PUTRI R.

(125040201111023)

INDAH AYU NOVITRI

(125040201111150)

AYU CHOLIFAH

(125040201111224)

SYAIFUL SUDIYANTO

(125040201111240)

GABE PANGIHUTAN H.

(125040201111247)

SYAIFULLAH

(125040201111256)

NURLAILA

(125040201111283)

TRI DESYAN O.

(125040201111292)

ABEL FABYAN F. S.

(125040201111335)

CITRA AURINA

(125040207111022)

WILDA AINUN K.

(125040207111028)

EPYAN VALENTIAN

(125040207111032)

ORYZA CAHYA

(125040207111037)

ARSYANTI NUR

(125040207111041)

ARISTIANI EPRI

(125040207111047)

MUCHLAS UBAIDILLAH (125040207111049)


FEBRI WAHYU ERA R.

(125040207111050)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan
dari kegiatan fieldwork mata kuliah Survey Tanah Dan Evaluasi Lahan dengan
baik.
Penyusunan laporan ini merupakan bagian dari kegiatan praktikum mata
kuliah survey tanah dan evaluasi lahan yang bertujuan agar peserta didik mampu
memahami dengan baik materi pembelajaran dalam ruang maupun di luar ruang.
Sehingga nantinya setelah penyusunan laporan ini dapat bermanfaat untuk kita
semua untuk mengetahui dan memahami tentang survey dan evaluasi seperti yang
telah kami lakukan sebelumnya.
Laporan ini dapat memberikan gambaran dari sebagian hasil pengamatan
lapang yang telah dilakukan di dusun Jatikerto desa Ngajum Kecamatan Kromengan Kabupaten Malang. Serta mampu memberikan gambaran yang sesuai tentang kondisi dan karakteristik lahan yang ada berdasarkan pengamatan yang dilakukan.
Kami sangat berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini mulai dari awal hingga akhir khususnya kepada para
dosen pengampu mata kuliah Survey Tanah Dan Evaluasi Lahan, para asisten, dan
juga kepada teman-teman agroekoteknologi yang telah berkoordinasi dengan baik
dalam penyelesaian penyusunan laporan ini.
Dengan banyaknya keterbatasan yang ada, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak agar untuk kedepannya dalam penyusunan
laporan ini menjadi lebih baik.

Malang, 26 Mei 2014

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................... 1
1.2 TUJUAN .................................................................................................... 1
1.3 MANFAAT ............................................................................................... 2
II. METODE PELAKSANAAN ........................................................................... 3
2.1 TEMPAT DAN WAKTU .......................................................................... 3
2.2 ALAT DAN BAHAN + FUNGSI ............................................................. 3
2.2.1 ALAT................................................................................................ 3
2.2.1 BAHAN .......................................................................................... 4
2.3 PERSIAPAN PETA .................................................................................. 5
2.3.1 PEMBUATAN PETA KERJA ....................................................... 5
2.3.2 PENENTUAN TITIK PENGAMATAN ........................................ 6
2.4 SURVEI TANAH DAN KONDISI LAHAN ............................................ 7
2.4.1 SURVEI TANAH ........................................................................... 7
2.4.2 KONDISI LAHAN ......................................................................... 9
2.5 TABULASI DATA ................................................................................... 9
2.6 KEMAMPUAN LAHAN DAN KESESUAIAN LAHAN ..................... 10
2.6.1 Kemampuan Lahan ....................................................................... 10
2.6.2 Kesesuaian Lahan ........................................................................... 11
III. KONDISI UMUM WILAYAH ...................................................................... 13
3.1 LOKASI SURVEI ................................................................................... 13
3.2 PROSES GEOMORFOLOGI (KEBUN PERCOBAAN) ....................... 13
3.3 SEBARAN SPT DI LOKASI SURVEI .................................................. 16
3.4 MACAM PENGGUNAAN LAHAN ...................................................... 16
3.5 KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI .................................................... 18
IV. IDENTIFIKASI JENIS TANAH DI LOKASI SURVEI ................................ 20

ii

4.1 MORFOLOGI TANAH SETIAP SPT .................................................... 20


4.2 KLASIFIKASI TANAH.......................................................................... 23
Tabel 4.1 Klasifikasi Tanah .................................................................................. 23
V. KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ............................................ 32
5.1 KEMAMPUAN LAHAN ........................................................................ 32
Tabel 5.1 Kriteria factor Penghambat pada Lokasi Survei ................................... 32
Tabel 5.2 Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan ............................................... 33
5.2 KESESUAIAN LAHAN ......................................................................... 35
5.2.1 KESESUAIAN LAHAN AKTUAL ............................................. 35
Tabel 5.4 Kesesuaian Lahan Tanaman Tebu Titik 1............................................. 35
Tabel 5.5 Kesesuaian Lahan Tanaman Pisang Titik 1 .......................................... 36
Tabel 5.6 Kesesuaian Lahan Tanaman Pisang Titik 2 .......................................... 37
Tabel 5.7 Kesesuaian Lahan Tanaman Sengon Titik 3 ......................................... 38
Tabel 5.8 Kesesuaian Lahan Tanaman Mahoni Titik 4 ........................................ 39
Tabel 5.9 Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi Titik 4 ............................................ 40
5.2.2 KESESUAIAN LAHAN POTENSIAL ........................................ 49
VI. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 54

iii

DAFTAR TABEL

iv

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Survei tanah dan evaluasi lahan merupakan kegiatan yang meliputi
penelitian dan pengumpulan informasi yang bertujuan untuk menentukan
karakteristik penting tanah, mengklasifikasikan tanah kedalam satuan taksa,
menentukan

dan

mendeliniasi

batas

taksa

tanah

pada

peta,

serta

mengkorelasikan dan memprediksi kemampuan dan kesesuaian suatu lahan


pada suatu wilayah. Perencanaan tataguna lahan yang tepat, akan sangat bermanfaat dalam rangka untuk menyusun rencana pengembangan wilayah,
sekaligus dalam usaha pelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
Dengan diketahuinya makna dari survei tanah dan evaluasi lahan yang
didalamnya terdapat faktor alam, kualitas lahan, dan karakter lahan maka dari
faktor teknis, sosial politik, dan ekonomi kita dapat memperoleh informasi
tentang kesesuaian, kemampuan, dan nilai lahan yang menjadi dasaran
penggunaan lahan secara optimum. Survei tanah dan evaluasi lahan dalam
fieldwork ke-2 merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melatih mahasiswa
mengetahui potensi dari lahan tersebut kegunaan lahan tersebut terhadap pertanian. Pada fieldwork ini dilakukan survei tanah secara langsung ke lapang.
Lokasinya berada di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Untuk itulah dalam laporan ini akan dipaparkan mengenai informasi
secara spesifik tentang kemampuan dan kesesuaian lahan terhadap
penggunaan lahan pada di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten
Malang.

1.2 TUJUAN

Untuk mengetahui pelaksanaan survei tanah.

Untuk mengetahui kondisi umum di Desa Jatikerto.

Untuk mengetahui macam penggunaan lahan di Desa Jatikerto.

Untuk mengetahui klasifikasi tanah di Desa Jatikerto.

Untuk mengetahui kemampuan dan kesesuaian lahan di Desa Jatikerto.

1.3 MANFAAT
Dengan dilakukannya survei tanah dan evaluasi lahan maka manfaat
yang dapat diambil diantaranya adalah mengetahui informasi spesifik yang
penting dari tiap-tiap macam tanah dan penggunaannya serta sifat-sifat
lainnya yang akhirnya dapat ditentukan kemampuan dan kesesuaian lahan
wilayah tersebut. Kemudian, dapat menyajikan uraian satuan peta sedemikian
rupa sehingga mampu diiterpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan data dari wilayah tersebut.

II. METODE PELAKSANAAN

2.1 TEMPAT DAN WAKTU


Kegiatan Fieldwork 2 Survei Tanah dan Evaluasi Lahan dilaksanakan
di Kebun Percobaan UB Jatikerto pada hari Jumat-Minggu, 09-11 Mei 2014.
2.2 ALAT DAN BAHAN + FUNGSI
2.2.1 ALAT
a. Alat Penggali :

Cangkul : digunakan untuk menggali tanah untuk membuat profil


tanah.

Sekop

: mempermudah dalam mencangkul dan mengambil


tanah dalam membuat minipit.

Bor

: untuk membor tanah

b. Deskripi Tanah :

Pisau tanah

: digunakan untuk membuat batas horizon tanah

Botol air

: untuk wadah air dalam menentukan tekstur,


konsistensi dan struktur tanah.

Meteran

: untuk mengukur kedalaman profil tanah dan


ketebalan horizon yang telah digali.

Sabuk profil

: untuk menentukan batas ketebalan horizon.

Meja dada

: tempat (alas) untuk mencatat hasil data survey

ATK

: untuk mencatat hasil survey.

Kamera

: untuk mendokumentasikan kegiatan survey

Kantong plastic : sebagai tempat sampel tanah yang diambil.

Fial Film

: untuk wadah tanah dalam mengukur pH

PH Universal

: untuk menentukan pH tanah

Key Soil Taxonomy

: untuk menentukan jenis tanah, epipedon


dan endopedon yang berada didaerah survey

Munsell Colour Chart : untuk menentukan warna tanah

c. Deskripsi Lokasi :

Kompas

: untuk menetukan arah dalam mencari titik


pengamatan

Clinometer

: untuk menentukan besar kelerangan suatu daerah survey

2.2.1 BAHAN

Air

: untuk menentukan struktur, tekstur, konsistensi tanah

Tanah

: sebagai objek yang diamati.

Aquades

: untuk menentukan pH

2.3 PERSIAPAN PETA


2.3.1 PEMBUATAN PETA KERJA
Citra satelit Google Earth

Stich Map

Gambar Daerah

Global Mapper

Peta Dasar

Digitasi

Data Spasial

Data Atribut

Peta Landuse
Peta Landform
Peta Administrasi
Peta Kelerengan

Intersec

Peta SPL

Arc View 3.2/3.3

2.3.2 PENENTUAN TITIK PENGAMATAN


Keberadaan satuan Peta Lahan (SPL)

Dari suatu bentang alam atau hamparan permukaan


bumi (landscape) yang mencakup komponen iklim,
tanah, topografi, hidrologi,dan vegetasi akan
terbagi menjadi beberapa SPL (SPL)

Penentuan Key area


Dari SPL dan Key area yang ada dapat ditentukan titik pengamatan untuk survei tanah

Menggunakan Peta Kelerengan sebagai acuan medan penentuan titik

Menggunakan Kompas, GPS / Tali Rafia untuk


membantu penentuan titik pada saat survei berlangsung

2.3 SURVEI TANAH DAN KONDISI LAHAN


2.3.3 SURVEI TANAH
2.3.3.1 DESKRIPSI TANAH
Membuat minipit (minimal 50 cm)

Menentukan batas horizon (berdasarkan perbedaan warna


penampang tanah dan perbedaan konsistensinya dengan cara
ditusuk-tusuk dengan pisau)

Setelah horizon ditentukan, meteran diletakkan tegak lurus


dengan bagian ujung (0 cm) berada persis di permukaan
tanah, untuk mengetahui kedalaman dan ketebalan tiap horizon atau lapisan. Kemudian profil tanahnya dipotret.

Mengambil sampel tanah pada masing-masing horizon tanah

Menentukan warna tanah pada masing-masing sampel tanah


menggunakan buku munsell soil color chart

Menentukan tekstur (dengan metode feeling yaitu sampel


tanah diberi air dihomogenkan kemudian dibentuk cincin dan
disesuaikan dengan klasifikasinya)

Menentukan struktur (sampel tanahnya dilihat bentuknya dan


dipatahkan disesuaikan dengan klasifikasinya)

Menentukan konsistensi (sampel tanah diberi air kemudian


dipijat dan dirasakan kelekatannya)

Mengamati pori tanahnya ( dengan cara dilihat dari penampang profilnya serta dilihat dari perakarannya)
Dokumentasi

2.3.3.2 KLASIFIKASI TANAH


Menentukan Epipedon dilihat dari warna, kedalaman, kandungan bahan organik dan nilai kejenuhan basa

Menentukan Endopedon dilihat dari epipedon,


warna, kedalaman, struktur, tekstur

Menentukan Ordo Tanah dilihat dari pembentukan


tanah seperti yang ditunjukkan oleh ada tidaknya
horison penciri utama

Menentukan Sub Ordo Tanah dilihat pembagian


lebih lanjut dari ordo, pengaruh air, kelembaban
tanah, bahan induk, vegetasi, tingkat dekomposisi
bahan organik

Menentukan Group Tanah dilihat berdasarkan


kesamaan susunan dan perkembangan horison,
kejenuhan basa, suhu dan kelembaban tanah, ada
tidaknya lapisan-lapisan penciri (plinthite, fragipan, duripan)

Menentukan Sub Group Tanah dilihat dari sifatsifat tanah peralihan ke grup, sub ordo atau ordo
lain

2.3.4 KONDISI LAHAN


Secara umum, lokasi survei yang terletak di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang, merupakan daerah dengan
penggunaan lahan mayoritas adalah tegalan dengan komoditas yang banyak ditanam adalah tebu,kopi,sengon,dan pisang . Selain tegalan, juga terdapat pemukiman namun tidak sebanyak tegalan. Pemusatan pemukiman
terdapat pada desa ngajum.
Karakteristik lahan pada dasarnya merupakan sifat lahan yang
dapat diukur atau pun diduga. Dimana setiap karakteristik lahan yang
digunakan secara langsung dalam evaluasi lahan, biasanya saling berinteraksi satu sama lainnya karena karakteristik lahan dirinci dan diuraikan
yang mencakup keadan fisik lingkungan dan tanahnya.

2.4 TABULASI DATA


Tabulasi adalah proses menempatkan data dalam bentuk tabel
dengan cara membuat table yang berisikan data sesuai dengan kebutuhan
analisis. Tabel yang dibuat sebaiknya mampu meringkas semua data yang
akan dianalisis. Sementara itu dalam penelitian kualitatif adalah proses
mencari serta menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan apangan, dan bahan-bahan lainnya sehingga mudah
dipahami agar dapat diinformasikan kepada orang lain Urutan tabulasi data
yang kami lakukan adalah sebagai berikut.
Persiapkan alat yang dibutuhkan

Pengumpulan data lapang

Masukkan data ke tabel

Interpretasi data

Output data

Pada praktikum lapang, data yang diperlukan untuk tabulasi adalah


data morfologis dan fisiologis. Data morfologis berupa ketinggian lereng,
pola drainase, erosi, bahaya banjir, dan lain-lain berdasarkan pengamatan
lapang. Sedangkan data fisiologis berupa data-data yang diperoleh
dari pengamatan pada minipit seperti tekstur, struktur, konsistensi, warna,
pori-pori, dan lain sebagainya.Tabulasi data diawali dari persiapan alat
yang dibutuhkan berupa alat tulis dan alat pendukung lainnya, kemudian
pengumpulan data morfologi dan fisiologi dari pengamatan yang dilakukan serta dimasukkan dalam table-tabel yang ada sehingga mempermudah pembacaan hasil pengamatan,setelah itu dilakukan interpretasi data
atau merubah data yang sulit di pahami menjadi data yang mudah dipahami, setelah itu didapatkan output data yang sudah dilakukan analisis sehingga mempermudah pembacaan lahan sekitar oleh orang-orang awam.
2.5 KEMAMPUAN LAHAN DAN KESESUAIAN LAHAN
2.5.1 KEMAMPUAN LAHAN
Kemampuan

lahan

adalah

sifat

lahan

yang

menyatakan

kesanggupannya untuk memberikan hasil optimum dalam penggunaannya


secara lestari tanpa menimbulkan kerusakan lahan atau kerusakan lingkungan. Terjadinya kerusakan lahan antara lain karena erosi, longsor
loahan, kekeringan, lahan kritis, banjir, dan sedimentasi, umumnya berawal dari penggunaan lahan yang yang tidak sesuai dengan kemampuan
lahannya.
Kemampuan lahan ditentukan oleh karakteristik lahan sebagai
faktor potensi dan pembatas kelas kemampuan lahan. Karakteristik lahan
tersebut meliputi : kemiringan lereng, jeluk tanah (soil depth), tingkat
erosi, tekstur tanah, permeabilitas, bahan kasar (stoniness and rock out
crop), drainase banjir dan salinitas. Menurut USDA (dalam Arsyad, 1989)
kelas kemampuan lahan dibedakan menjadi 8 kelas. Kelas I, II,III dan IV
termasuk lahan yang dapat diolah atau digarap untuk tanman semusim
(arable land), sedangkan kelas V, VI, VII dan VIII termasuk lahan yang
tidak dapat digarap (unarable land).

10

2.6.2 KESESUAIAN LAHAN


Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan adalah perbandingan

(matching)

antara

kualitas

lahan

dengan

persyaratan

penggunaan lahan yang diinginkan.


Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka kerja FAO
1976 dalam Rayes (2007) adalah terdiri dari 4 kategori sebagai berikut :
1. Ordo (Order): menunjukkan keadaan kesesuaian secara umum.
2. Klas (Class) : menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.
3. Sub-Klas : menunjukkan keadaan tingkatan dalam kelas yang
didasarkan pada jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas.
4. Satuan (Unit): menunjukkan tingkatan dalam sub-kelas didasarkan
pada perbedaan-perbedaan kecil yang berpengaruh dalam pengelolaannya.
Kesesuaian lahan pada tingkat Ordo berdasarkan kerangka kerja
evaluasi lahan FAO (1976) dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu:
1. Ordo S : Sesuai (Suitable)
Ordo S atau Sesuai (Suitable) adalah lahan yang dapat
digunakan untuk penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumber daya lahannya. Penggunaan lahan tersebut akan memberi keuntungan lebih besar daripada masukan
yang diberikan.
2. Ordo N: Tidak Sesuai (Not Suitable)
Ordo N atau tidak sesuai (not suitable) adalah lahan yang
mempunyai

pembatas

demikian

rupa

sehingga

mencegah

penggunaan secara lestari untuk suatu tujuan yang direncanakan.


Lahan kategori ini yaitu tidak sesuai untuk penggunaan tertentu karena beberapa alasan. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan lahan

11

yang diusulkan secara teknis tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, misalnya membangun irigasi pada lahan yang curamyang
berbatu, atau karena dapat menyebabkan degradasi lingkungan yang
parah, seperti penanaman pada lereng yang curam. Selain itu, sering
pula didasarkan pada pertimbangan ekonomi yaitu nilai keuntungan
yang diharapkan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan.

12

III. KONDISI UMUM WILAYAH

3.1 LOKASI SURVEI


Kegiatan Survei diadakan di Kebun Percobaan UB Jatikerto.
Jatikertoadalah sebuah desa di wilayah KecamatanKromengan,Kabupaten Malang, ProvinsiJawa Timur. Kecamatan Kromengan merupakan salah satu
kecamatan yang terletak di bagian selatan wilayah Kabupaten Malang. Secara
administratif, di sebelah barat, timur dan selatan, berturut-turut berbatasan
dengan kecamatan Wonosari, kecamatan Kepanjen, dan Sumberpucung.
Kecamatan Kromengan terbagi menjadi 6 wilayah desa, yaitu Jambuwer, Peniwen, Kromengan, Ngadirejo, Jatikerto, dan Slorok. Kecamatan Kromengan
merupakan daera yang berada didaerah lereng gunung kawi, inilah alasan
mengapa daerah ini memiliki jenis landform alluvial. Berdasarkan peta topografi yang ada, kecamatan Kromengan termasuk dataran rendah dengan
ketinggian tempat 220 - 400 m di atas permukaan laut. Jika dilihat dari letaknya secara topografis, daerah ini terletak di lereng bawah Gunung Kawi
dengan bahan induk penyusun tanahnya didominasi oleh bahan aluvium dan
fluvent. Daerah ini memiliki landform datar hingga bergelombang dengan
kemiringan berkisar antara 0 - 60%. Suhu udara pada daerah ini berkisar antara 13-31oC dengan curah hujan per tahun 1600-5000 mm. (Darmawan, 2000).
3.2 PROSES GEOMORFOLOGI (KEBUN PERCOBAAN)
Akibat proses geomorfologi permukaan bumi selalu mengalami perubahan bentuk dari waktu ke waktu, baik yang berasal dari dalam bumi (endogen) maupun yang berasal dari luar bumi (eksogen). Tenaga endogen adalah
tenaga yang berasal dari dalam bumi. Tenaga ini pada umumnya memberikan
berbagai bentuk relief kulit bumi dan bersifat membangun. Sedangkan tenaga
eksogen adalah tenaga yang berasal dari luar bumi, yang biasanya bersifat
destruktif atau merusak. Tenaga eksogen sangat dipengaruhi oleh bekerjanya
faktor air, angin, organisme, dan es.
Dari data serta pengamatan yang kami lakukan di kebun percobaan
Jatikerto, didapat hasil daerah kebun percobaan jatikerto termasuk kedalam

13

dataran rendah yang bersuhu cukup panas. Meskipun dengan jenis lereng yang
cukup bervariatif mulai dari 8% - 43%, namun lahan di daerah ini sudah
digunakan sebagai lahan budidaya dengan sistem terasering. Tanaman yang
banyak dibudidayaan di daerah tersebut adalah tanaman tebu dan agroforestri.
Lanform yang banyak ditemui adalah bergelombang. Pembentukan landform
bergelombang tersebut tentu mengalami banyak sekali proses yang disebabkan
oleh tenaga endogen dan tenaga eksogen.
Tenaga endogen yang menghasilkan landform bergelombang pada kebun percobaan Jatikerto tersebut kemungkinan karena tenaga orogenesis.
Menurut Ruhimat (2007) Orogenesis adalah pergerakan lempeng tektonis
yang sangat cepat dan meliputi wilayah yang sempit. Tektonik Orogenesa biasanya disertai proses pelengkungan (Warping), lipatan (Folding), patahan
(Faulting) dan retakan (Jointing). Orogenesis berdasarkan penyebabnya dibagi
menjadi dua, yaitu Teknonisme ( Pergeseran lempeng bumi) dan Vulkanisme
(Aktivitas gunung berapi). Kemudian berdasarkan letak dari wilayah Jatikerto
sendiri karena berada di lereng gunung kawi maka kami menduga bahwa
tenaga yang membentuk landform bergelombang tersebut adalah tenaga orogenesis vulkanisme. Meskipun berada pada lereng gunung kawi yang berstatus
masih aktif, namun tidak terdapat material vulkanik dari gunung tersebut dan
kami memukan sebagian besar tekstur tanah disana

adalah liat. Hal ini

dimungkinkan karena sudah terlampau lamanya gunung kawi sudah tidak meletus sehingga tanah di daerah tersebut sudah mengalami pelapukan.
Kemudian untuk tenaga eksogen pada daerah kebun percobaan Jatikerto tersebut dapat menghasilkan pelapukan, erosi dan denudasi. Dari segi
pelapukan, terdapat 2 macam pelapukan yang terjadi di sini. Yang pertama
adalah pelapukan mekanis, dimana pelapukan mekanis ini terjadi karena
udara, suhu, air, dan lain-lain (Ruhimat, 2007). Hal ini dapat dilihat dari
keadaan cuaca di kebun percobaan Jatikero dimana suhu yang panas serta
keadaan cuaca yang mendukung tejadinya pelapukan. Kemudian yang kedua
adalah pelapukan biologis dimana agen yang bekerja pada pelapukan ini adalah organisme hidup. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya vegetasi yang tumbuh di daerah kebun percobaan Jatikerto sehingga akan membantu proses

14

pelapukan. Meskipun begitu proses pelapukan akan memakan waktu yang


sangat lama sehingga kami tidak bisa mengamati proses pelapukan secara detail. Erosi yang terjadi pada kebun percobaan Jatikerto adalah erosi berlembar
dan erosi saluran. Erosi berlembar adalah proses pengikisan air yang terjadi
pada permukaan tanah yang searah dengan bidang permukaan tanah, biasanya
terjadi pada lereng-lereng bukit yang vegetasinya jarang atau gundul. Hal ini
dapat dilihat dari keadaan relief di kebun percobaan jatikerto dimana terdapat
lereng yang sedikit vegetasinya. Kemudian erosi saluran sendiri adalah erosi
yang disebabkan oleh hasil kerja air pada permukaan tanah membentuk saluran-saluran dengan ukuran lebar lembahnya lebih besar 1 (satu) meter hingga
beberapa meter. Hal ini dapat dilihat pada saat hujan turun maka air dari hujan
tersebut akan menyebabkan erosi dan membentuk saluran aliran air dan kami
menemukan saluran aliran air tesebut di kebun percobaan Jatikerto. Sedangkan untuk denudasi atau yang lebih dikenal dengan tanah longsor (land
slide) adalah pengelupasan batuan induk yang telah mengalami proses
pelapukan. Denudasi biasanya terjadi di lereng-lereng pegunungan karena
denudasi sangat dipengaruhi oleh gaya berat batuan itu sendiri. Denudasi terjadi secara mendadak dan sangat cepat. Hal ini terlihat dari letak kebun percobaan Jatikerto yang terdapat di lereng gunung kawi serta terdapat lereng yang
terbilang curam. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tanah longsong
yang secara mendadak.
Proses geomorfologi, baik yang berasal dari dalam bumi (endogen)
maupun proses geomorfologi yang berasal dari luar bumi (eksogen) akan
menghasilkan permukaan bumi yang selalu mengalami perubahan bentuk dari
waktu ke waktu. Seperti proses terbentuknya relief kebun percobaan jatikerto
yang diuraikan diatas. Proses pembentukanya terbilang lama, semua tergantung pada tenaga-tenaga yang membentuknya baik dari tenaga endogen maupun tenaga eksogen. Perubahan bentuk relief bumi juga disebabkan oleh aktifitas manusia. Pada kebun percobaan Jatikerto kami menemukan lahan yang
sudah diolah dan dibuat terasering, sehingga akan meminimalisir tingkat erosi
yang ada

15

3.3 SEBARAN SPT DI LOKASI SURVEI


Satuan peta merupakan satuan lahan yang sistem fisiografi / bentuk lahannya sama, yang dibedakan satu sama lain di lapangan oleh batas-batas
alami, dan dapat digunakan sebagai satuan evaluasi lahan. Satuan peta tanah
atau satuan peta terdiri atas kumpulan semua delineasi tanah yang ditandai
oleh simbol, warna, nama atau lambang yang khas pada suatu peta. Satuansatuan yang dihasilkan berupa tubuh lahan yang memiliki ciri-ciri tertentu
yang dibedakan dengan lainnya oleh batas-batas alami, di tempat terjadinya
perubahan ciri-ciri yang cepat ke arah lateral. Pendekatan satuan peta tanah ini
menggunakan pendekatan fisiografis. Satuan peta tanah disusun untuk menampung informasi penting dari suatu luasan (poligon) tentang hal-hal yang
berkaitan dengan survey tanah. Satuan peta tanah harus dengan mudah dapat
dikenali, diukur, dan dapat dipetakan pada skala yang tersedia dari peta dasarnya, waktu yang tersedia, kemampuan dari pemetannya, dan tujuan daei
survey tersebut (Rayes, 2007).
Satuan kemampuan lahan dapat diketahui dengan melihat beberapa hal
diantaranya adalah lereng, bentuk lahan, tanah, dan penggunaan lahan. Pada
daerah survei (Jatikerto) ditemukan 6 tipe tanah yaitu humic distrudept, inceptic hapludalf, typic hapludalf, typic distrudept, dan humic pachic dystrudept
yang bila dihubungkan dengan peta kelerengan akan menghasilkan 20 satuan
peta tanah dengan kebanyakan tipe satuan peta tanah asosiasi.
3.4 MACAM PENGGUNAAN LAHAN
Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief,
tanah, air, dan vegetasi serta benda yang diatasnya sepanjang ada pengaruhnya
terhadap penggunaan lahan, termasuk di dalamnya hasil kegiatan manusia di
masa lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan
juga hasil yang merugikan seperti tersalinasi (FAO dalam Arsyad, 1989).
Penggunaan lahan (landuse) adalah setiap bentuk intervensi (campur
tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
baik materil maupun spiritual (Arsyad, 1989). Penggunaan lahan dapat

16

dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Berdasarkan hal ini dapat
dikenal macam-macam penggunaan lahan seperti tegalan, sawah, kebun, hutan
produksi, hutan lindung, dan lain-lain. Sedangkan penggunaa lahan bukan pertanian dapat dibedakan menjadi lahan pemukiman, industry, dan lain-lain.
Survey tanah dan evaluasi lahan yang dilakukan di desa Jatikerto
ditemukan berbagai macam penggunaan lahan di setiap titik survei. Pada titik
pertama penggunaan lahan berupa tegalan, komoditas yang ada pada lahan tersebut mayoritas adalah tanaman tebu karena lahan tersebut termasuk lahan datar dan kering sehingga sangat cocok digunakan untuk budidaya tanaman tebu.
Pada titik kedua, penggunaan lahan berupa semak. Tetapi lahan tersebut tidak sesuai untuk penggunaan tanaman budidaya, sebab topografi pada
lahan ini berupa lahan datar tetapi memiliki faktor pembatas berupa lereng
yang agak curam dan lahan tersebut memiliki luasan yang sempit. Vegetasi
pada lahan tersebut dominan rumput teki dan sengon.
Pada titik ketiga penggunaan lahan berupa semak. Tetapi lahan tersebut tidak sesuai untuk penggunaan tanaman budidaya, sebab topografi pada
lahan ini berupa lahan datar tetapi memiliki pembatas berupa lereng yang agak
curam dan lahan tersebut memiliki luasan yang sempit. Vegetasi pada lahan
tersebut dominan rumput dan sengon .
Pada titik keempat penggunaan lahan berupa tegalan. Tetapi lahan tersebut tidak sesuai untuk penggunaan tanaman budidaya, sebab topografi pada
lahan ini berupa lahan datar tetapi memiliki pembatas berupa lereng yang curam dan lahan tersebut memiliki luasan yang sempit serta lahan tersebut sangat dekat dengan sungai. Vegetasi alami yang ada pada lahan tersebut mayoritas semak. Pada lahan tersebut juga ada beberapa pohon sengon yang ditanam
oleh masyarakat setempat.
Pada titik kelima penggunaaan lahannya berupa lahan tegalan. Pada titik kelima ini minipit yang kami deskripsi berupa singkapan, vegetasi pada lahan tersebut merupakan vegetasi buatan berupa lahan tegalan, pada lahan tersebut ditanami tanaman musiman dan tahunan berupa tanaman jagung dan tebu.

17

Pada titik keenam penggunaan lahan berupa lahan agroforestri dengan


beberapa tanaman musiman yang ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan.
Pada minipit yang akan kami deskripsikan

ini berupa bedengan dengan

ketinggian sekitar 35cm dan jenis tanaman yang ditanam pada bedengan tersebut ialah kopi, pisang, sengon dan mayoritas tanaman yang ada disekitar lahan tersebut merupakan tanaman tebu. Lahan tersebut berada sangat dekat
dengan sungai.
Pada titik ketujuh penggunaan lahan berupa lahan agroforestri dengan
beberapa tanaman musiman yang ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan.
Pada titikketujuh ini lahan didominasi dengan vegetasi tanaman kopi sebagai
tanaman tahunan, dan ada beberapa tanaman musiman yang ditumpangsarikan
yakni tanaman pisang, jati dan kelapa.

3.5 KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI


Desa Jatikerto, kecamatan Kromengan, kabupaten Malang, Jawa Timur dijumpai lahan pertanian dengan sistem agroforesty sederhana dan system
tanaman secara monokultur yaitu tebu dan jagung, dimana mayoritas diterapkan oleh petani-petani kecil. Sistem agroforestri sederhanaadalah suatu sistem
pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpang saridengan satu atau
lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar
mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau
dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk
lorong/pagar. Sistem monokultur adalah suatu system pertanian dimana hanya
ada satu komoditas tanaman utamana di dalam satu petak lahan.
Sistem agroforesty sederhana yang ditemukan di Jatikerto mayoritas
terdiri dari tanaman Sengon, Jati dan kopi. Petani memilih pohon sengon untuk dibudidayakan karena pohon sengon memiliki nilai ekonomis yang tinggi
yang dimanfaatkan berupa kayu dan sebagai sumber penghasil pemasukan
uang dan modal selain itu ranting yang tidak bernilai ekonomis dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Selagi dalam masa tunggu biasanya petani
sambil memamen kopi, tentu ini akan menambah penghasilan bagi petani.

18

Sedangkan untuk system pertanian monokultur petani di Jatikerto lebih


memilih komoditas tebu. Tebu dianggap sangat menguntungkan karena selain
perawatannya yang tidak terlalu susah dan didukung dengan kondisi lingkungan yang cocok serta nilai ekonomis tinggi karena jumlah permintaan tebu
terus meningkat setiap tahunnya. Selain itu di Desa jatikerto dekat dengan
pabrik gula yang memudahkan dalam pendistribusiaan panen tebu.
Selain tanaman Sengon, kopi dan tebu. Petani di Jatikerto menanam
Ketela pohon yang dimanfaatkan mulai dari ketela pohon (sebagai bahan pangan), batang (sebagai bahan bakar/kayu) hingga daunnya (pakan ternak) untuk
kebutuhan sehari-hari. Pohon kelapa dimanfaatkan mulai dari buah (bahan
pangan), batang (bahan bakar/kayu), serta ranting dan daun untuk kebutuhan
sehari-hari. Bamboo juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Tanaman perdu yang tumbuh liar dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Sistem agroforest bukan hanya berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan
hidup (ekonomis) bagi petani namun juga berperan penting untuk biologis dan
fisiologis lahan budidaya.
Kendala yang dihadapi oleh petani dari aspek ekonomi tentu saja modal. Namun petani mensiasatinya dengan menanam pohon sengon yang hanya
diperlukan biaya untuk satu kali pembelian bibit serta biaya perawatan yang
minim. Selain itu, karena lahan miring maka sistem irigasi hanya mengandalkan hujan oleh sebab itu petani menumpangsarikan pohon sengon dengan
tanaman yang tidak memerlukan banyak air, yaitu ketela pohon dan kopi.

19

IV. IDENTIFIKASI JENIS TANAH DI LOKASI SURVEI

4.1 MORFOLOGI TANAH SETIAP SPT

Morfologi Titik 1
Minipit 1 memiliki tiga horizon dengan masing-masing morfologi, horizon
satu kedalamannya 0-15 cm, memiliki warna tanah 10 YR 3/3, bertekstur
lempung berpasir, dan strukturnya gumpal bersudut. Konsistensi yang
diemukan dalam keadaan lembab adalah sangat teguh, agak lekat, dan tidak plastis. Perakaran yang ditemukan pada horizon ini adalah kasar dengan
jumlah yang banyak. Terdapat karatan pada horizon ini yaitu berwarna
hitam. Pada horizon dua memiliki kedalaman 16-43 cm, memiliki warna
10 YR 3/2, teksturnya lempung berpasir dan struktunya gumpal bersudut,
konsistensi lembabnya Teguh, Tidak Lekat, Tidak Plastis. Akar yang terdapat pada horizon ini berukuran sedang dengan jumlah yang tidak terlalu
banyak. Pada horizon ketiga memiliki kedalaman 44-87 cm, memiliki
warna 10 YR 3/3, teksturnya liat berpasir dan struktunya gumpal bersudut,
konsistensi lembabnya teguh, agak lekat, agak plastis. Akar yang terdapat
pada horizon ini adalah akar halus.

Morfologi Titik 2
Minipit 2 memiliki tiga horizon. Pada horizon satu memiliki kedalaman 010 cm, dengan warna tanah 10 YR 3/2(Very dark grayish brown),
teksturnya lempung berpasir, dan strukturnya gumpal membulat, konsistensinya sangat gembur, tidak lekat dan agak plastis, dapa horizon ini
terdapat akar berukuran halus. Pada horizon dua memiliki kedalaman 1152 cm, dengan warna tanah 10 YR 2/1, teksturnya lempung liat berpasir,
dan struktunya gumpal, konsistensinya gembur, agak lekat dan agak plastis. Akar yang terdapat pada horizon ini berukuran besar dengan jumlah
yang tidak terlalu banyak. Pada horizon tiga memiliki kedalaman 52-76
cm, warna tanahnya 10 YR 2/2 (Very dark brown), teksturnya lempung
berliat, struktunya gumpal, konsistensi lembabnya gembur, agak lekat dan

20

sangat plastis, akar yang terdapat pada horizon ini halus dan jumlahnya
sedikit.

Morfologi Titik 3
Minipit pada titik 3 memiliki tiga horizon. Pada horizon pertama memiliki
kedalaman 0-25 cm, dengan warna tanah 10 YR 2/1, teksturnya lempung
berpasir, strukturnya remah, konsistensinya gembur, tidak lekat, dan tidak
plastis, akar yang terdapat pada horizon ini berukuran besar dengan jumlah
yang cukup banyak. Pada horizon kedua memiliki kedalaman 26-73 cm,
warna tanahnya 10 YR 2/2 (Very dark brown, teksturnya liat berpasir,
struktunya gumpal, konsistensinya teguh, agak lekat, dan tidak plastis;
akar sedang sedikit. Pada horizon ketiga memiliki kedalaman 53-76 cm,
warna tanahnya 10 YR 2/2 (Very dark brown), teksturnya liat, struktunya
gumpal,dan konsistensinya gembur, agak lekat, dan agak plastis, akar halus sedikit.

Morfologi Titik 4
Minipit keempat memiliki dua horizon. Pada horizon pertama miliki
kedalaman 0-42 cm, dengan warna tanah 10 YR 3/2(Very dark grayish
brown), teksturnya lempung berliat, strukturnya granul, konsistensinya
gembur, lekat, dan agak plastis, terdapat akar kasar dengan jumlah banyak.
Pada horizon kedua memiliki kedalaman 43-85 cm, dengan warna tanah
10 YR 3/3(Dark brown), teksturnya liat berdebu, struktunya gumpal bersudut, konsistensinya gembur agak lekat, dan agak plastis.

Morfologi Titik 5
Minipit kelima memiliki 4 horizon. Pada horizon pertama memiliki
kedalaman 0-27 cm, warna tanah 10 YR 3/2(Very dark grayish brown),
teksturnya liat berpasir, strukturnya gumpal, konsistensinya gembur, agak
lekat , dan agak plastis, terdapat akar halus dengan jumlah banyak. Pada
horizon kedua memiliki kedalaman 28-76 cm, dengan warna tanah 10 YR
2/2 (Very dark brown), teksturnya liat berpasir, strukturnya Tiang, konsistensinya sangat gembur, tidak lekat, dan agak plastis. Pada horizon ke-

21

tiga memiliki kedalaman 77-93 cm, dengan warna tanah 10 YR 2/1,


teksturnya lempung berpasir, struktunya tiang, konsistensinya Lepas, Tidak Lekat dan Tidak Plastis. Pada horizon keempat memiliki kedalaman 94120 cm, dengan warna tanah 10 YR 3/3(Dark brown), teksturnya lempung
berpasir, strukturnya gumpal bersudut, konsistensi lepas agak lekat, dan
agak plastis.

Morfologi Titik 6
Minipit keenam memiliki dua horizon. Pada horizon pertama memiliki
kedalaman 0-71 cm, warna tanahnya 10 YR 3/2(Very dark grayish brown);
teksturnya liat berpasir, strukturnya gumpal, konsistensinya teguh, agak
lekat, dan agak plastis, akar sedang jumlahnya banyak. Pada horizon kedua
memiliki kedalaman 72-90 cm, warnanya 10 YR 4/2, teksturnya liat,
strukturnya gumpal, konsistensinya sangat teguh, agak lekat, dan agak
plastis, akar halus dengan jumlah biasa, serta terdapat karatan Hitam, Merah.

Morfologi Titik 7
Minipit ketujuh memiliki 3 horizon. Pada horizon pertama memiliki
kedalaman 0-28 cm, dengan warna tanah 10 YR 3/2 (Very dark grayish
brown), teksturnya lempung liat berpasir, struktunya gumpal bersudut,
konsistensinya gembur, tidak lekat, dan tidak plastis. Pada horizon kedua
memiliki kedalaman 29-60 cm, warna tanahnya 10 YR 2/2 (Very dark
brown) teksturnya lempung liat berpasir, strukturnya gumpal bersudut,
konsistensinya sangat gembur, tidak Lekat, dan tidak plastis. Pada horizon
ketiga memiliki kedalaman 61-85 cm, warna tanahnya 10 YR 3/2(Very
dark grayish brown), teksturnya lempung berliat, strukturnya gumpal bersudut, konsistensinya gembur, agak lekat, dan agak plastis, memiliki akar
halus dengan jumlah sedikit.

22

4.2 KLASIFIKASI TANAH


Tabel 4.1 Klasifikasi Tanah
Titik Epipedon Endopedon

Kelas

Ordo

SubOrdo

Grup

Umbrik

Kambik

Inceptisol

Udept

Dystrudept

Umbrik

Kambik

Inceptisol

Udept

Dystrudept

Umbrik

Kambik

Inceptisol

Udept

Dystrudept

Umbrik

Kambik

Inceptisol

Udept

Dystrudept

Umbrik

Kambik

Inceptisol

Udept

Dystrudept

Umbrik

Kambik

Inceptisol

Udept

Dystrudept

Umbrik

Kambik

Inceptisol

Udept

Dystrudept

Great Grup
Humic
Dystrudept
Humic
Dystrudept
Humic
Dystrudept
Humic
Dystrudept
Humic
Dystrudept
Humic
Dystrudept
Humic
Dystrudept

Klasifikasi Tanah Titik 1


Pada klasifikasi tanah titik 1 didapati Epipedon Umbrik, Endopedon Kambik, Ordo Inceptisol, Sub Ordo Udept, Great Grup (Grup Tanah)
Dystrudept, dan Sub Grup Tanah yaitu Humic Dystrudept. Pada pengamatan Epipedon didapati Umbrik karena memenuhi adanya alterasi warna
yaitu pada horison 1 (10 YR 3/3), horison 2 (10 YR 3/2), dan horison 3
(10 YR 3/2). Memiliki kejenuhan basa kurang dari 50%,karena pada pengujian ph universal didapatkan ph berkisar antara 5 sampai 6, kedalamannya setebal 0-15 cm sesuai dengan ketentuan tanah Umbrik yaitu
memiliki kedalaman 10 cm atau kedalaman dari tanah tidak tersementasi
pada horison penciri atas (Epipedon).
Pada pengamatan horison penciri bawah (Endopedon) titik 1,
ditemukan Endopedon Kambik karena mempunyai ciri-ciri antara lain
penciri utama alterasi warna atau tekstur dan tidak memenuhi persyaratan
Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai kombinasi akuik di dalam
50 cm dari permukaan tanah.
Penetuan Ordo tanah dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya
jenis penciri atau sifat-sifat tanah lain. Perbedaan Ordo didasarkan pada
morfologi horison-horison penciri dan sifat-sifat penciri lainnya. Pada

23

pengklasifikasian Epipedon dan Endopedon, diketahui bahwa titik 1 memenuhi persyaratan jenis Ordo Inceptisol karena tanah dengan horison
bawah penciri Kambik, telah terdapat proses pembentukan tanah alterasi,
seperti strukturnya, perubahan warna pada horison B dan terbentuknya Epipedon Umbrik.
Pada pembagian sub Ordo tanah, dibedakan berdasarkan keseragaman genetik yang lebih besar dengan dipengaruhi beberapa faktor yaitu pengaruh lengas tanah sebagai akibat iklim yang berbeda. Didapati rezim lengas (kelembaban) pada lahan yang diamati yaitu Udik, karena
tanah tersebut tidak pernah kering selama 90 hari (kumulatif) setiap tahunnya, biasanya ditentukan pada kedalaman antara 10-90 cm. Pada titik 1
memiliki sub Ordo yaitu Udept dikarenakan Inceptisols lain yang memiliki
rezim kelembapan tanah Udik.
Penentuan great grup (grup tanah) pada titik 1 dilakukan dengan
persamaan dalam susunan dan tingkat perkembangan horison atau sifat
penciri tanah yang lain pada horison yang tidak terlalu dalam dari permukaan. Didapatkan grup tanah pada titik 1 yaitu Dystrudept karena kejenuhan basanya kurang dari 50 % dengan hasil pengujian ph universal
berkisar antara 5 sampai 6 dan tidak terdapat padas. Sub grup tanah merupakan pembagian lebih lanjut dari grup, pada titik 1 ini memiliki sub grup
yaitu Humic Dystrudept, karena mempunyai Epipedon Umbrik, dan tidak
termasuk dalam sub grup yang lain.

Klasifikasi Tanah Titik 2


Pada klasifikasi tanah titik 2 didapati klasifikasi yang sama dengan
titik 1 yaitu Epipedon Umbrik, Endopedon Kambik, Ordo Inceptisol, Sub
Ordo Udept, Great Grup (Grup Tanah) Dystrudept, dan Sub Grup Tanah
yaitu Humic Dystrudept. Pada pengamatan Epipedon didapati Umbrik karena memenuhi adanya alterasi warna yaitu pada horison 1 (10 YR 3/2),
horison 2 (10 YR 2/1), dan horison 3 (10 YR 2/2). Memiliki kejenuhan
basa kurang dari 50%karena pada pengujian ph universal berkisar antara 5
sampai 6, kedalamannya setebal 0-10 cm pada tanah lapisan atas sesuai

24

dengan ketentuan tanah Umbrik yaitu memiliki kedalaman 10 cm atau


kedalaman dari tanah tidak tersementasi pada horison penciri atas (Epipedon).
Pada pengamatan horison penciri bawah/Endopedon titik 2,
ditemukan Endopedon Kambik karena memenuhi persyaratan yaitu memiliki penciri utama adanya alterasi warna atau tekstur pada lapisan penciri
atas dan penciri bawah dan tidak memenuhi persyaratan EpipedonMolik
atau Umbrik, dan tidak mempunyai kombinasi akuik didalam 50 cm dari
permukaan tanah.
Penetuan Ordo tanah dibedakan berdasarkan pengkalsifikasian Epipedon dan Endopedon, diketahui bahwa memenuhi persyaratan jenis Ordo
Inceptisol karena tanah pada titik 2 ini memiliki horison bawah penciri
Kambik, telah terdapat proses pembentukkan tanah alterasi, seperti
strukturnya, perubahan warna pada horison B dan terbentuknya Epipedon
Umbrik.
Sama dengan pengamatan pada titik 1 bahwa tanah pada titik 2
memiliki sub Ordo yaitu Udept dikarenakan Inceptisols lain yang memiliki
rezim kelembapan tanah Udik.
Penentuan Great Grup (Grup Tanah) pada titik 2 dilakukan dengan
persamaan dalam susunan dan tingkat perkembangan horison atau sifat
penciri tanah yang lain pada horison yang tidak terlalu dalam dari permukaan. Didapatkan grup tanah pada titik 2 yaitu Dystrudept karena kejenuhan basanya kurang dari 50 % dengan hasil pengujian ph universal
berkisaran antara 5 sampai 6 dan tidak terdapat padas. Sub grup tanah
merupakan pembagian lebih lanjut dari grup, pada titik 2 ini memiliki sub
grup yaitu Humic Dystrudept, karena mempunyai Epipedon Umbrik, dan
tidak termasuk dalam sub grup yang lain.

Klasifikasi Tanah Titik 3


Pada klasifikasi tanah titik 3 didapati klasifikasi yang sama dengan
titik 1 dan 2 yaitu Epipedon Umbrik, Endopedon Kambik, Ordo Inceptisol,
Sub Ordo Udept, Great Grup (Grup Tanah) Dystrudept, dan Sub Grup

25

Tanah yaitu Humic Dystrudept. Pada pengamatan Epipedon didapati Umbrik karena memenuhi peadanya alterasi warna yaitu pada horison 1 (10
YR 2/1), horison 2 (10 YR 2/2), dan horison 3 (10 YR 2/2). Memiliki kejenuhan basa kurang dari 50%karena pada pengujian ph universal berkisar
antara 5 sampai 6, kedalamannya setebal 0-25 cm pada tanah lapisan
atassesuai dengan ketentuan tanah Umbrik yaitu memiliki kedalaman 10
cm atau kedalaman dari tanah tidak tersementasi pada horison penciri atas
(Epipedon).
Pada pengamatan horison penciri bawah (Endopedon) titik 3,
ditemukan Endopedon Kambik karena memiliki penciri utama adanya alterasi warna atau tekstur pada lapisan penciri atas maupun penciri bawah
dan tidak memenuhi persyaratan Epipedon Molik atau Umbrik, serta tidak
mempunyai kombinasi akuik didalam 50 cm dari permukaan tanah.
Penetuan Ordo tanah dibedakan berdasarkan pengklasifikasian Epipedon dan Endopedon, pada tanah titik 3 memenuhi syarat Ordo Inceptisol karena tanah pada titik ini memiliki horison bawah penciri Kambik, telah terdapat proses pembentukkan tanah alterasi, seperti strukturnya, perubahan warna pada horison Byang bertambah tinggi (value atau chroma)
dan terbentuknya Epipedon Umbrik.
Sama dengan pengamatan pada titik 1 dan 2 bahwa tanah pada titik
3 memiliki sub Ordo yaitu Udept dikarenakan Inceptisols lain yang memiliki rezim kelembapan tanah Udik.
Penentuan Great Grup (Grup Tanah) pada titik 3 dilakukan dengan
persamaan dalam susunan dan tingkat perkembangan horison atau sifat
penciri tanah yang lain pada horison yang tidak terlalu dalam dari permukaan. Didapatkan grup tanah pada titik 3 yaitu Dystrudept karena kejenuhan basanya kurang dari 50 % dengan hasil pengujian ph universal
berkisran antara 5 sampai 6dan tidak terdapat padas. Sub grup tanah merupakan pembagian lebih lanjut dari grup, pada titik 3 memiliki sub grup
yaitu Humic Dystrudept, karena mempunyai Epipedon Umbrik, dan tidak
termasuk dalam sub grup yang lain.

26

Klasifikasi Tanah Titik 4


Pada klasifikasi tanah titik 4 tidak berbeda jauh dengan yang
ditemukan pada titik 1, 2 dan 3 yaitu Epipedon Umbrik, Endopedon
Kambik, Ordo Inceptisol, Sub Ordo Udept, Great Grup (Grup Tanah)
Dystrudept, dan Sub Grup Tanah yaitu Humic Dystrudept. Pada pengamatan Epipedon didapati Umbrik karena memenuhi adanya alterasi warna,
tekstur dan struktur dengan tekstur lempung berliat pada horison 1 dan liat
berdebu pada horison 2 warnanya yaitu pada horison 1 (10 YR 3/2), dan
horison 2 (10 YR 3/3). Memiliki kejenuhan basa kurang dari 50%karena
pada pengujian ph universal berkisar antara 5 sampai dengan 6, kedalamannya setebal 0-42 cm pada tanah lapisan atas sesuai dengan ketentuan
tanah Umbrik yaitu memiliki kedalaman 10 cm atau kedalaman dari tanah
tidak tersementasi pada horison penciri atas (Epipedon).
Pada pengamatan horison penciri bawah (Endopedon) titik 4,
ditemukan Endopedon Kambik karena memiliki penciri utama adanya alterasi warna yaitu chroma yang bertambah tinggi, tekstur dan struktur pada
lapisan penciri atas dan penciri bawah dan tidak memenuhi persyaratan
Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai kombinasi akuik didalam
50 cm dari permukaan tanah.
Penetuan Ordo tanah dibedakan berdasarkan pengkalsifikasian Epipedon dan Endopedon, pada tanah titik 4 memenuhi syarat Ordo Inceptisol karena minipit pada titik ini memiliki horison bawah penciri Kambik,
telah terdapat proses pembentukkan tanah alterasi, seperti strukturnya, perubahan warna pada horison B yang bertambah tinggi (value atau chroma)
dan terbentuknya Epipedon Umbrik.
Sama dengan pengamatan pada titik 1 dan 2 dan 3 bahwa tanah pada titik 4 memiliki sub Ordo yaitu Udept dikarenakan Inceptisols lain yang
memiliki rezim kelembapan tanah Udik.
Penentuan Great Grup (Grup Tanah) pada titik 4, dilakukan dengan
persamaan dalam susunan dan tingkat perkembangan horison atau sifat
penciri tanah yang lain pada horison yang tidak terlalu dalam dari permukaan. Didapati grup tanah pada titik 4 yaitu Dystrudept karena kejenu-

27

han basanya kurang dari 50 % dengan hasil pengujian ph

universal

berkisar antara 5 sampai 6 dan tidak terdapat padas. Sub grup tanah merupakan pembagian lebih lanjut dari grup, pada titik 4 memiliki sub grup
yaitu Humic Dystrudept, karena mempunyai Epipedon Umbrik, dan tidak
termasuk dalam sub grup yang lain
.

Klasifikasi Tanah Titik 5


Pada klasifikasi tanah pada titik 5 sama dengan yang tanah
ditemukan pada titik 1, 2 dan 3 dan 4 yaitu Epipedon Umbrik, Endopedon
Kambik, Ordo Inceptisol, Sub Ordo Udept, Great Grup (Grup Tanah)
Dystrudept, dan Sub Grup Tanah yaitu Humic Dystrudept. Pada pengamatan Epipedon didapati Umbrik karena memenuhi adanya alterasi warna
dan struktur yaitu pada horison 1 (10 YR 3/2), horison 2 (10 YR 2/2),
horison 3 (10 YR 2/1) dan horison 4 (10 YR 3/3). Perbedaan tekstur pada
horison 1,2 dan horison 3,4 yaitu liat berpasir dan lempung berpasir, memiliki kejenuhan basa kurang dari 50% karena pada pengujian ph universal
bekisar antara 5sampai 6, kedalamannya setebal 0-27 cm

pada tanah

lapisan atas sesuai dengan ketentuan tanah Umbrik yaitu memiliki


kedalaman 10 cm atau kedalaman dari tanah tidak tersementasi pada
horison penciri atas (Epipedon).
Pada pengamatan horison penciri bawah (Endopedon) titik 5,
ditemukan Endopedon Kambik karena memiliki penciri utama adanya alterasi warna, tekstur dan struktur pada lapisan penciri atas dan penciri
bawah dan tidak memenuhi persyaratan Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai kombinasi akuik didalam 50 cm dari permukaan tanah karena tanah yang diamati berada pada kondisi perkebunan.
Penetuan Ordo tanah dibedakan berdasarkan pengkalsifikasian Epipedon dan Endopedon, pada tanah titik 5 memenuhi syarat Ordo Inceptisol dikarenakan minipit pada titik ini memiliki horison bawah penciri
Kambik, telah terdapat proses pembentukkan tanah alterasi, seperti
strukturnya, perubahan warna pada horison B dan terbentuknya Epipedon
Umbrik.

28

Sama dengan pengamatan pada titik 1, 2, 3 dan 4 bahwa tanah pada titik 5 memiliki sub Ordo yaitu Udept dikarenakan Inceptisols lain yang
memiliki rezim kelembapan tanah Udik.
Penentuan great grup atau grup tanah pada titik 5 ini dilakukan
dengan persamaan dalam susunan dan tingkat perkembangan horison atau
sifat penciri tanah yang lain pada horison yang tidak terlalu dalam dari
permukaan. Didapati grup tanah pada titik 5 yaitu Dystrudept karena kejenuhan basanya kurang dari 50% dengan hasil pengujian ph universal
berkisar antara 5 sampai 6dan tidak terdapat padas. Sub grup tanah merupakan pembagian lebih lanjut dari grup, pada titik 5 ini memiliki sub grup
yaitu Humic Dystrudept, karena mempunyai Epipedon Umbrik, dan tidak
termasuk dalam sub grup yang lain.

Klasifikasi Tanah Titik 6


Pada klasifikasi tanah pada titik 6 sama dengan yang tanah
ditemukan pada titik 1 sampai dengan 5 yaitu Epipedon Umbrik, Endopedon Kambik, Ordo Inceptisol, Sub Ordo Udept, Great Grup (Grup Tanah)
Dystrudept, dan Sub Grup Tanah yaitu Humic Dystrudept. Pada pengamatan Epipedon didapati Umbrik karena memenuhi adanya alterasi warna
dan tekstur yaitu pada horison 1 (10 YR 3/2) dan horison 2(10 YR 4/2)
dengan tekstur yang berbeda pada horison 1 dan horison 2 yaitu liat berpasir dan liat, memiliki kejenuhan basa kurang dari 50%, karena pada pengujian ph universal berkisar antara 5 sampai dengan 6, kedalamannya
setebal 0-27 cm pada tanah lapisan atas sesuai dengan ketentuan tanah
Umbrik pada Kunci Taksonomi Tanah (KTT) yaitu memiliki kedalaman
10 cm atau kedalaman dari tanah tidak tersedimentasi pada horison penciri
atas (Epipedon).
Pada pengamatan horison penciri bawah (Endopedon) titik 6,
ditemukan Endopedon Kambik karena memiliki penciri utama adanya alterasi warna, tekstur dan struktur yaitu pada warna value bertambah tinggi
pada lapisan penciri atas dan penciri bawah dan tidak memenuhi persyaratan Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai kombinasi akuik dida-

29

lam 50 cm dari permukaan tanah karena tanah yang diamati berada pada
kondisi agroforestri sesuai dengan Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan (2007) bahwa horison kambik menunjukkan indikasi yang lemah tentang adanya argilik atau spodik, tetapi tidak memenuhi syarat untuk kedua
horison tersebut.
Penetuan Ordo tanah dibedakan berdasarkan pengkalsifikasian Epipedon dan Endopedon, dan pada tanah titik 6 memenuhi syarat Ordo Inceptisol dikarenakan minipit pada titik ini memiliki horison bawah penciri
Kambik, telah terdapat proses pembentukkan tanah alterasi, seperti
strukturnya, perubahan warna pada horison B dan terbentuknya Epipedon
Umbrik.
Pada pengamatan sub ordo pada titik 6, sama dengan titik 1 sampai
dengan 5 memiliki sub Ordo yaitu Udept dikarenakan Inceptisols lain yang
memiliki rezim kelembapan tanah Udik.
Penentuan great grup atau grup tanah pada titik 6 ini dilakukan
dengan persamaan dalam susunan dan tingkat perkembangan horison atau
sifat penciri tanah yang lain pada horison yang tidak terlalu dalam dari
permukaan. Didapati grup tanah pada titik 6 yaitu Dystrudept karena kejenuhan basanya kurang dari 50% dengan hasil pengujian ph universal
beriksar antara 5 sampai 6 dan tidak terdapat padas. Sub grup tanah merupakan pembagian lebih lanjut dari grup, pada titik 6 ini memiliki sub grup
yaitu Humic Dystrudept, karena mempunyai Epipedon Umbrik, dan tidak
termasuk dalam sub grup yang lain.

Klasifikasi Tanah Titik 7


Pada klasifikasi tanah pada titik 7 memiliki kesamaan dengan titik
1 sampai dengan titik 6 yaitu Epipedon Umbrik, Endopedon Kambik, Ordo Inceptisol, Sub Ordo Udept, Great Grup (Grup Tanah) Dystrudept, dan
Sub Grup Tanah yaitu Humic Dystrudept. Pada pengamatan Epipedon
didapati Umbrik karena memenuhi adanya alterasi warna dan tekstur yaitu
pada horison 1 (10 YR 3/2), horison 2 (10 YR 2/2) dan horison 3 (10 YR
3/2) dengan tekstur yang berbeda pada horison 1 dan 2 yaitu lempung liat

30

berpasir dan horison 3 yaitu lempung lempung berliat , memiliki kejenuhan basa kurang dari 50%karena pada pengujian ph universal berkisar antara 5 sampai dengan 6, kedalamannya setebal 0-28 cm pada tanah lapisan
atas sesuai dengan ketentuan tanah Umbrik pada Kunci Taksonomi Tanah
(KTT) yaitu memiliki kedalaman 10 cm atau kedalaman dari tanah tidak
tersementasi pada horison penciri atas (Epipedon).
Pada pengamatan horison penciri bawah (Endopedon) titik 7,
ditemukan Endopedon Kambik karena memiliki penciri utama adanya alterasi warna dan tekstur pada lapisan penciri atas dan penciri bawah yaitu
dengan tekstur pasir sangat halus berlempung dan tidak memenuhi persyaratan Epipedon Molik atau Umbrik, tidak mempunyai kombinasi akuik
didalam 50 cm dari permukaan tanah.
Penetuan Ordo tanah dibedakan berdasarkan pengkalsifikasian Epipedon dan Endopedon, dan pada tanah titik 7 memenuhi syarat Ordo Inceptisol dikarenakan minipit pada titik ini memiliki horison bawah penciri
Kambik, telah terdapat proses pembentukkan tanah alterasi, seperti
strukturnya, perubahan warna pada horison B dan terbentuknya Epipedon
Umbrik.
Sub ordo yang didapatkan pada titik 7sama dengan pengamatan
pada titik sampai dengan 6yaitu memiliki sub Ordo Udept dikarenakan Inceptisols lain yang memiliki rezim kelembapan tanah Udik.
Penentuan great grup atau grup tanah pada titik 7 ini dilakukan
dengan persamaan dalam susunan dan tingkat perkembangan horison atau
sifat penciri tanah yang lain pada horison yang tidak terlalu dalam dari
permukaan. Didapati grup tanah pada titik 7 yaitu Dystrudept karena kejenuhan basanya kurang dari 50% dengan hasil pengujian ph universal
berkisar antara 5 sampai 6 dan tidak terdapat padas. Sub grup tanah merupakan pembagian lebih lanjut dari grup, pada titik 1 ini memiliki sub grup
yaitu Humic Dystrudept, karena mempunyai Epipedon Umbrik, dan tidak
termasuk dalam sub grup yang lain.

31

V. KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN

5.1 KEMAMPUAN LAHAN


Berdasarkan fieldwork yang telah dilaksanakan, kelas kemampuan pada 7 titik yang diamati memiliki kelas kemampuan lahan yang cukup beragam.
Untuk menentukan kelas kemampuan lahan pada ketujuh titik pengamatan,
parameter yang digunakan yaitu: lereng, kepekaan erosi, tingkat erosi, tekstur,
permeabilitas, drainase, dan banjir atau genangan.
Pada ketujuh titik pengamatan pada lahan jatikerto didapatkan kriteria
faktor penghambat sebagai berikut:
Tabel 5.1 Kriteria factor Penghambat pada Lokasi Survei
Faktor
Pembatas
Lereng
Kepekaan
erosi
Tingkat erosi

titk 1

titik 2

titik 3

titik 4

titk 5

titik 6

titik 7

19%

13%

39%

31%

43%

5%

8%

rendah

rendah

rendah

sedang

sedang

rendah

rendah

ringan

ringan

ringan

sedang

sedang

ringan

Tekstur

lempung
berpasir

lempung
berpasir

lempung
berpasir

lempung
berliat

liat
berpasir

liat
berpasir

Permeabilitas

sedang

agak
cepat

sedang

Drainase

baik

baik

baik

agak
cepat
agak
cepat

agak
cepat
agak
cepat

ringan
lempung
liat
berpasir
agak
lambat
agak
buruk

Banjir

sangat
jarang

tanpa

tanpa

tanpa

tanpa

lambat
agak
buruk
kadangkadang

jarang

Pada beberapa titik pengamatan terdapat faktor penghambat yang sama


berupa subkelas erosi (e). subkelas (e) ini menunjukan bahaya erosi pada titik
tersebut yang disebabkan karena kelerengan pada titik tersebut. Dari ketujuh
titik tersebut, titik kelima memiliki nilai kelerengan paling tinggi dengan 43 %
dan titik keenam memiliki kelerengan paling kecil atau landai dengan nilai 5
%. Namun meskipun nilai kelerengan cukup tinggi erosi, pada ketujuh titik
tersebut tidak terlalu besar, karena pada ketujuh titik terdapat tanaman penutup
tanah baik itu berupa tanaman semusim maupun tahunan. Selain itu sebagian
besar lahan pada ketujuh titik berupa teras. Untuk tekstur pada ketujuh titik
didominasi oleh tekstur berpasir, hanya pada titik keempat yang menunjukkan

32

tekstur lempung berliat. Dan banjir pada ketujuh titik menunjukan kriteria beragam, yaitu tanpa sampai kadang-kadang.
Untuk mengklasifikasikan kemampuan lahan dapat digunakan kriteria
klasifikasi kemampuan lahan (Arsyad, 1989) sebagai berikut:
Tabel 5.2 Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan
Faktor
Penghambat/
Pembatas
Lereng
Kepekaan erosi
Tingkat erosi
Kedalam Tanah
Tekstur lapisan atas
Tekstur lapisan
bawah
Permeabilitas
Drainase
Kerikil/batuan
Bahya banjir
Garam/ salinitas
(***)

Kelas Kemampuan Lahan


I
II
III
IV
A
B
C
D
KE1,KE2 KE3 KE4,KE5
KE5
e0
e1
e2
e3
k0
k1
k2
k2
t1,t2,t3 t1,t2,t3 t1,t2,t3,t4 t1,t2,t3,t4
sda

sda

sda

sda

P2,P3
d1
b0
O0

P2,P3
d2
b0
O1

P2,P3,P4
d3
b1
O2

g0

g1

g2

V
A
(*)
(**)
(*)
(*)

VI
VII
VIII
E
F
G
(*)
(*)
(*)
e4
e5
(*)
k3
(*)
(*)
t1,t2,t3,t4 t1,t2,t3,t4 t5

(*)

P2,P3,P4 P1,P4
d4
d5
b2
b3
O3
O4
g3

(**)

sda

sda

t5

(*)
(**)
(*)
(**)

(*)
(**)
(*)
(**)

P5
d0
b4
(*)

g3

(*)

(*)

Keterangan: (*)= dapat memiliki sembarang sifat; (**)= tidak berlaku; (***)=
umumnya berada di daerah beriklim kering.
Berdasarkan kriteria klasifikasi kemampuan lahan diatas dan dari data
yang telah diperoleh pada ketujuh titik pengamatan maka diperoleh kelas kemampuan lahan sebagai berikut:
Tabel 5.3 Kelas Kemampuan Lahan
Faktor Pembatas
Lereng
Kepekaan erosi
Tingkat erosi
Tekstur
Permeabilitas
Drainase
Banjir
Kelas Kemampuan

Titik 1
D
KE 2
e1
t4
P3
d1
O0
IV e

Titik 2
C
KE 2
e1
t4
P4
d1
O0
III e,w,s

Titik 3
E
KE 2
e1
t4
P3
d1
O0
VI e

33

Titik 4
E
KE 3
e2
t2
P4
d1
O0
VI e

Titik 5
E
KE 3
e2
t1
P4
d1
O0
VI e

Titik 6
B
KE 2
e1
t1
P1
d3
O2
Vw

Titik 7
B
KE2
e1
t2
P2
d3
O1
III w

Pada titik 1 memiliki kelas kemampuan lahan IV dengan subkelas (e)


dan faktor penghambat berupa kelerengan yang mencapai 19 %. Menurut
Rayes (2007) lahan yang memiliki kelas kemampuan lahan IV mempunyai
kendala yang sangat berat sehingga membatasi pilihan penggunaan atau memerlukan tindakan pengelolaan yang sangat hati-hati atau keduanya. Kelas
kemampuan lahan ini masih bisa untuk tanaman semusim, namun dengan
pengelolaan yang hati-hati dan konservasi yang lebih sulit untuk diterapkan
dan dipertahankan. Tanah di dalam kelas IV dapat digunakan untuk tanaman
semusim dan tanaman pertanian, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung atau suaka alam.
Pada titik ke 2 dan titik ke 7 tanah memiliki kemampuan lahan yang
sama. Kedua titik tersebut memiliki kemampuan lahan III. Pada titik ke 2
meempunyai subkelas (e,w,s), sedangkan pada titik ke 7 memiliki subkelas (e)
saja. Tanah pada kelas kemampuan lahan III jika digunakan untuk tanaman
yang memerlukan pengolahan tanah, tindakan yang diperlukan biasanya lebih
sulit diterapkan dan dipertahankan. Tanah yang selalu basah, berpermeabilitas
rendah tetapi hampir datar, termasuk dalam kelas ini. Jika digunakan untuk
tanaman semusim atau tanaman pertanian, tanah ini memerlukan drainase dan
pengolahan tanah yang dapat memelihara atau memperbaiki struktur. Untuk
menghindari pelumpuran dan pemadatan serta memperbaiki permeabilitas
tanah, tambahan bahan organik dan disarankan untuk tidak mengolah tanah
dalam keadaan basah (Rayes,2007).
Kelas kemampuan pada titik 3, 4, dan 6 termasuk kedalam kelas VI
dengan subkelas (e). menurut Rayes (2007) tanah dalam kelas VI memiliki
penghambat yang berat sehingga tidak sesuai untuk pertanian. Penggunaan
tanah ini hanya terbatas untuk padang rumput atau padang penggembalaan,
hutan produksi, hutan lindung atau cagar alam. Tanah ini terletak pada lereng
yang curam jika digunakan untuk penggembalaan dan hutan produksi harus
dikelola dengan baik untuk menghindari erosi. Beberapa tanah dalam kelas ini
dapat digunakan untuk tanaman semusim dengan konservasi yang berat, tergantung sifat tanah dan iklim setempat.

34

Titik 6 memiliki kelas kemampuan lahan V dengan subkelas (w).


faktor penghambatnya berupa permeabilitas yang lambat. Hal tersebut terbukti
pada lahan yang terdapat genangan. Lahan pada titik 6 terletak pada lembah.
Tanah pada kelas kemampuan 5 tidak memiliki bahya erosi, tetapi memiliki
pembatas lain yang sulit dihilangkan. Tanah-tanah ini menyulitkan pengolahan
tanah bagi tanaman semusim, biasanya terletak pada topografi datar atau hampir datar, tetapi tergenang air, sering dilanda banjir, atau berbatu, atau iklim
kurang mendukung, atau memiliki kombinasi penghambat tersebut (Rayes,
2007).

5.2 KESESUAIAN LAHAN


5.2.1 KESESUAIAN LAHAN AKTUAL

Kesesuaian Lahan Aktual Titik 1


Tabel 5.4 Kesesuaian Lahan Tanaman Tebu Titik 1
Titik 1

Persyaratan
penggunaan/ karakteristik lahan

Kelas kesesuaian

Kelas kesesuaian

aktual

potensial

baik

S1

lempung berpasir

S3

S1
S2

S1

S1

<50

S2

S2

ringan

S1

S1

19

S2

S2

Sangat jarang

S1

S1

Data

Media Perakaran (r)


Drainase tanah
Tekstur
Retensi hara (nr)
pH
Kejenuhan Basa (%)
Tingkat Bahaya Erosi
(e)
Bahaya Erosi
Lereng (%)
Bahaya banjir (b)
Genangan
Kelas

S3 rc

Kesesuaian Lahan

S2 rc,nr,eh
Tekstur,

Faktor Pembatas

Tekstur

Kejenuhan basa,
Lereng

35

Dari data tersebut tanaman tebu yang ditanam pada daerah ini
termasuk ke dalam kelas kesesuaian S3 atau sesuai marginal. Tanah
pada titik pertama ini masih sesuai untuk budidaya tebu, namun memiliki faktor pembatas yang sangat berat berupa tekstur tanah yaitu
lempung bepasir. Faktor penghambat berupa tekstur tanah ini berhubungan dengan akar tanaman atau biasa disingkat (rc).Selain itu tanah
pada titik ini memiliki faktor pembatas kelas S2 berupa Kejenuhan basa yang menunjukkan nilai >50, dan kelerengan yang menunjukkan
nilai 19%. Dan untuk budidaya tanaman pada daerah yang miring biasanya digunakan sistem teras untuk mengurangi bahaya erosi.
Tabel 5.5 Kesesuaian Lahan Tanaman Pisang Titik 1
Titik 1

Persyaratan
penggunaan/ karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

baik

S1

S1

lempung berpasir

S3

S2

S1

S1

<50

S2

S2

ringan

S1

S1

19

S2

S1

Sangat jarang

S1

S1

Data

Media Perakaran (r)


Drainase tanah
Tekstur
Retensi hara (nr)
pH
Kejenuhan Basa (%)
Tingkat Bahaya Erosi
(e)
Bahaya Erosi
Lereng (%)
Bahaya banjir (b)
Genangan
Kelas

S3 rc

Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas

Tekstur

S2rc,nr
Tekstur,
Kejenuhan basa

Sedangkan untuk pisangnya kelas kesesuaian lahan titik pertama untuk tanaman pisan termasuk kedalam kelas S3. Faktor pembat-

36

as untuk tanaman pisang berupa tekstur yang kasar, dan lereng yang
menunjukkan nilai 19 %. Menurut Rayes (2007) tanah dengan kelas
kemampuan lahan S3 (sesuai marginal) mempunyai faktor pembatas
yang sangat berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan. Perlu ditingkatka masukan yang diperlukan.

Kesesuaian lahan aktual Titik 2


Tabel 5.6 Kesesuaian Lahan Tanaman Pisang Titik 2
Titik2

Persyaratan
penggunaan/ karak-

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

baik

S1

S1

lempung berpasir

S3

S2

S1

S1

<50

S2

S2

ringan

S1

S1

13

S2

S2

Sangat jarang

S1

S1

Data

teristik lahan
Media Perakaran (r)
Drainase tanah
Tekstur
Retensi hara (nr)
pH
Kejenuhan Basa (%)
Tingkat Bahaya Erosi
(e)
Bahaya Erosi
Lereng (%)
Bahaya banjir (b)
Genangan
Kelas

S3 rc

Kesesuaian Lahan

S2 rc,nr,eh
Tekstur,

Faktor Pembatas

Tekstur

Kejenuhan Basa,
Kelerengan

Berdasarkan

tabel diatas kelas kesesuaian lahan pada titik

kedua ini adalah termasuk kedalam kelas S3rc dengan faktor penghambat berupa tekstur tanah lempung berpasir yang termasuk agak

37

kasar. Selain itu ada pembatas dengan kelas S2 yang berupa kejenuhan
basa dan lereng.

Kesesuaian lahan aktual Titik 3


Kelas kesesuaian lahan ditentukan oleh faktor fisik (karakteristik/kualitas lahan) pembatas terberat dalam menilai kelas kesesuaian
lahan.Hasil dari pengamatan didapatkan kelas kesesuaian lahan aktual
tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) yaitu Neh. Dengan factor
pembatas lereng. Kelas kesesuaian lahan aktual tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) termasuk ke dalam kelas Tidak Sesuai (N).
Lahan memiliki faktor pembatas yang berat dan/atau sulit untuk diatasi. Menurut Rayes(2006) Kelas N dapat dibagi menjadi 2 yaitu kelas
N1 dan Kelas N2. Kelas N1 memiliki factor pembatas yang lebih berat
tapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki
dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biyaya rasional dan
pada kelas N2 tidak dapat diatasi. Pada tingkat bahaya erosi di titik 3
adalah ringan dikarenkan terdapat vegetasi rumput rumputan sebagai
penutup tanah.

kelerengan yang sangat curam serta bahaya erosi.

Menurut Arsyad (1989),vegetasi penutup tanah yang baik seperti


rumput yang tebal, akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi
terhadap bahaya tingkat erosi.
Tabel 5.7 Kesesuaian Lahan Tanaman Sengon Titik 3
Titik 3

Persyaratan
penggunaan/ karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

baik

S1

S1

lempung berpasir

S2

S2

S1

S1

Data

Media Perakaran (r)


Drainase tanah
Tekstur
Retensi hara (nr)
pH
Kejenuhan Basa (%)

<50

38

Tingkat Bahaya Erosi


(e)
Bahaya Erosi
Lereng (%)

ringan

S2

S1

39

Tanpa

S1

S1

Bahaya banjir (b)


Genangan
Kelas
Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas

Neh

Neh

Lereng

Lereng

Kesesuaian lahan aktual Titik 4


Tabel 5.8 Kesesuaian Lahan Tanaman Mahoni Titik 4
Titik4

Persyaratan
penggunaan/ karak-

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

baik

S1

S1

lempung berliat

S1

S1

pH

S1

S1

Kejenuhan Basa (%)

<50

teristik lahan

Data

Media Perakaran (r)


Drainase tanah
Tekstur
Retensi hara (nr)

Tingkat Bahaya Erosi


(e)
Bahaya Erosi

sedang

S3

S2

Lereng (%)

31

Tidak ada

S1

S1

Bahaya banjir (b)


Genangan
Kelas
Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas

39

N eh

N eh

Lereng

Lereng

Tabel 5.9 Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi Titik 4


Titik4

Persyaratan
penggunaan/ karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

baik

S1

S1

lempung berliat

S1

S1

S1

S1

<50

S2

S2

sedang

S2

S1

31

Tidak ada

S1

S1

Data

Media Perakaran (r)


Drainase tanah
Tekstur
Retensi hara (nr)
pH
Kejenuhan Basa (%)
Tingkat Bahaya Erosi
(e)
Bahaya Erosi
Lereng (%)
Bahaya banjir (b)
Genangan
Kelas

Neh

Neh

Lereng

Lereng

Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas

Pada titik 4 didapatkan beberapa jenis vegetasi yaitu mahoni


dan kopi. Hasil dari pengamatan tanaman Mahoni ( Swietenia macrophylla ) dan kopi ( Coffee arabica L. )didapatkan kelas kesesuaian lahan aktual yaitu N eh. Dengan factor pembatas lereng. Dengan tingkat
kesesuaian lahan actual tanaman termasuk ( Swietenia macrophylla )
dan kopi ( Coffee arabica L. ) ke dalam kelas Tidak Sesuai (N). Lahan
memiliki faktor pembatas yang berat dan/atau sulit untuk diatasi.
Tingkat kelerengan mempengaruhi bahaya erosi pada lahan tersebut.
Kelerengan yang curam mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap
atau ditahan oleh massa tanah, mempengaruhi dalamnya air tanah, serta mempengaruhi besarnya erosi (surface run off). Bahaya erosi pada
titik 4 yaitu bahaya erosi sedang.

40

Kesesuaian Lahan Aktual Titik 5


Hasil dari pengamatan tanaman tebu (Saccharum officinarum)
pada titik 5 didapatkan kelas kesesuaian lahan aktual yaitu Neh.
Dengan factor pembatas lereng. Dengan tingkat kesesuaian lahan actual tanaman termasuktebu (Saccharum officinarum) ke dalam kelas
Tidak Sesuai (N). Lahan memiliki faktor pembatas yang berat dan/atau
sulit untuk diatasi.
Tabel 5.10 Kesesuaian Lahan Tanaman Tebu Titik 5
Titik5

Persyaratan
penggunaan/ karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

baik

S1

S1

lempung berliat

S1

S1

S1

S1

<50

S2

S2

sedang

S2

S1

43

Sangat jarang

S1

S1

Data

Media Perakaran (r)


Drainase tanah
Tekstur
Retensi hara (nr)
pH
Kejenuhan Basa (%)
Tingkat Bahaya Erosi
(e)
Bahaya Erosi
Lereng (%)
Bahaya banjir (b)
Genangan
Kelas

Neh

Neh

Lereng

Lereng

Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas

Kesesuaian Lahan Aktual Titik 6


Pada titik pengamatan keenam ini terdapat beberapa vegetasi
yaitu sengon, kopi, pisang, tebu, dan talas. Lahan titik pengamatan
keenam ini termasuk lahan agroforestry. Hal ini terlihat dari kondisi
lahan pada titik ini terdapat guludan-guludan sehingga dapat diketahui
bahwa lahan pada titik pengamatan keenam ini diolah. Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman sengon pada titik pengamatan keenam
41

adalah S2oa,nr,ch. Dari kelas kesesuaian lahan tersebut dapat diketahui


bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman sengon memilik faktor pembatas yaitu drainase tanah, kejenuhan basa, dan bahaya erosi.
Untuk tanaman kopi kelas kesesuaian lahannya adalah S3oa
dengan faktor pembatasnya adalah drainase tanah.. Untuk tanaman pisang kelas kemampuan lahannya S3oa,nr dengan faktor pembatas
berupa drainase tanah dan tekstur. Untuk tanaman tebu termasuk kelas
S2oa,eh. Faktor pembatas kelas kesesuaian lahan tanaman tebu adalah
drainase tanah, dan bahaya erosi. Dan terakhir untuk tanaman talas kelas kesesuaian lahannya adalah S2rc,nr,eh,fh. Dari kelas tersebut
diketahui bahwa faktor pembatas tanaman talas adalah tekstur, kejenuhan basa, bahaya erosi, dan genangan.
Tabel 5.11 Kesesuaian Lahan Tanaman Sengon Titik 6
Titik6

Persyaratan
penggunaan/ karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

Agak lambat

S2

S1

Liat berpasir

S1

S1

S1

S1

<50

S2

S2

ringan

S2

S1

S1

S1

Kadang-kadang

S1

S1

Data

Media Perakaran (r)


Drainase tanah
Tekstur
Retensi hara (nr)
pH
Kejenuhan Basa (%)
Tingkat Bahaya Erosi
(e)
Bahaya Erosi
Lereng (%)
Bahaya banjir (b)
Genangan
Kelas
Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas

S2 oa,nr,eh
Drainase Tanah,
Kejenuhan Basa, Bahaya Erosi

42

S2 nr

Kejenuhan Basa

Tabel 5.12 Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi Titik 6


Titik6

Persyaratan
penggunaan/ karak-

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

Agak lambat

S3

S2

Liat berpasir

S1

S1

pH

S1

S1

Kejenuhan Basa (%)

<50

S2

S2

Bahaya Erosi

ringan

S2

S1

Lereng (%)

S1

S1

Kadang-kadang

S1

S1

teristik lahan

Data

Media Perakaran (r)


Drainase tanah
Tekstur

Retensi hara (nr)

Tingkat Bahaya Erosi


(e)

Bahaya banjir (b)


Genangan
Kelas

S3oa

Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas

S2oa,nr
Drainase Tanah,

Drainase Tanah

Kejenuhan Basa

Tabel 5.13 Kesesuaian Lahan Tanaman Pisang Titik 6


Titik6

Persyaratan
penggunaan/ karakteristik lahan

Data

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

Media Perakaran (r)


Drainase tanah

Agak lambat

S3

S2

Tekstur

Liat berpasir

S3

S3

S1

S1

<50

S2

S2

ringan

S2

S1

S1

S1

Retensi hara (nr)


pH
Kejenuhan Basa (%)
Tingkat Bahaya Erosi
(e)
Bahaya Erosi
Lereng (%)

43

Bahaya banjir (b)


Genangan

Kadang-kadang

Kelas

S1

S3oa,rc

S3rc

Drainase Tanah, Tekstur

Tekstur

Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas

S1

Tabel 5.14 Kesesuaian Lahan Tanaman Tebu Titik 6


Titik6

Persyaratan
penggunaan/ karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

Agak lambat

S2

S1

Liat berpasir

S1

S1

S1

S1

<50

S1

S1

ringan

S2

S1

S1

S1

Kadang-kadang

S1

S1

Data

Media Perakaran (r)


Drainase tanah
Tekstur
Retensi hara (nr)
pH
Kejenuhan Basa (%)
Tingkat Bahaya
Erosi (e)
Bahaya Erosi
Lereng (%)
Bahaya banjir (b)
Genangan
Kelas

S2oa,eh

Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas

S1

Drainase Tanah, Bahaya Erosi

Tabel 5.15 Kesesuaian Lahan Tanaman Talas Titik 6


Titik6

Persyaratan
penggunaan/ karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

Agak lambat

S1

S1

Liat berpasir

S2

S2

S1

S1

Data

Media Perakaran (r)


Drainase tanah
Tekstur
Retensi hara (nr)
pH

44

Kejenuhan Basa (%)

<50

S2

S2

ringan

S2

S1

S2

S2

Kadang-kadang

S2

S1

Tingkat Bahaya
Erosi (e)
Bahaya Erosi
Lereng (%)
Bahaya banjir (b)
Genangan
Kelas

S2rc,nr,eh,fh

S2rc,nr,eh

Tekstur, Kejenuhan Basa, Bahaya Erosi,

Tekstur, Kejenuhan

Lereng, Genangan

Basa, Lereng

Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas

Menurut (Rayes,2007) faktor pembatas kelas kesesuaian lahan


itu ada yang besifat permanen (tidak dapat diperbaiki) dan ada juga
yang bersifat non-permanen (dapat diperbaiki). Faktor pembatas yang
bersifat permanen merupakan pembatas yang tidak memungkinkan untuk diperbaiki dan kalaupun diperbaiki, secara ekonomis sangat tidak
menguntungkan. Yang termasuk dalam faktor pembatas permanen adalah tekstur dan lereng. Faktor pembatas non-permanen merupakan
pembatas yang mudah diperbaiki dan secara ekonomis masih dapat
memberikan keuntungan. Yang termasuk dalam faktor pembatas nonpermanen adalah drainase tanah, pH, kejenuhan basa, bahaya erosi,
dan adanya genangan.

Kesesuaian Lahan Aktual Titik 7


Pada titik pengamatan ketujuh ini terdapat beberapa vegetasi
yaitu kopi, sengon, kelapa, dan jati. Lahan titik pengamatan ketujuh ini
termasuk perkebunan. Hal ini terlihat dari vegetasi yang terdapat di sana adalah kopi, sedangkan jati, sengon, dan kelapa hanya ada beberapa
dan berada di sekitar tanaman kopi tersebut. Lahan pada titik pengamatan ketujuh ini merupakan lahan yang diolah. Pada semua vegetasi tersebut memiliki kelas kesesuaian lahan yaitu untuk tanaman kopi memiliki kelas kesesuaian lahan S3oa dengan faktor pembatas berupa
drainase tanah. Untuk tanaman sengon kelas kesesuaian lahannya ada-

45

lah S2oa,eh,fh dengan faktor pembatas yaitu drainase tanah, lereng,


bahaya erosi, dan genangan.
Kemudian untuk tanaman kelapa kelas kesesuaian lahannya
adalah S2oa,eh,fh dengan faktor pembatasnya adalah drainase tanah,
lereng, bahaya erosi, dan genangan. Dan untuk tanaman jati kelas kesesuaian lahannya adalah S3oa dengan faktor pembatas drainase tanah.
Dari semua faktor pembatas tersebut yang tidak dapat diperbaiki adalah lereng saja, sedangakan yang lainnya termasuk faktor pembatas
non-permanen yaitu drainase tanah, bahaya erosi, dan genangan.
Tabel 5.16 Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi Titik 7
Titik7

Persyaratan
penggunaan/ karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

Agak lambat

S3

S2

Lempung liat ber-

S1

S1

S1

S1

<50

S2

S2

ringan

S2

S1

S2

S2

Jarang

S2

S1

Data

Media Perakaran (r)


Drainase tanah
Tekstur

pasir
Retensi hara (nr)
pH
Kejenuhan Basa (%)
Tingkat Bahaya Erosi
(e)
Bahaya Erosi
Lereng (%)
Bahaya banjir (b)
Genangan
Kelas

S3oa

Kesesuaian Lahan

S2 oa,nr,eh
Drainase Tanah,

Faktor Pembatas

Drainase Tanah

Kejenuhan Basa,
Lereng

46

Tabel 5.17 Kesesuaian Lahan Tanaman Sengon Titik 7


Titik 7

Persyaratan
penggunaan/ karak-

Data

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

teristik lahan
Media Perakaran (r)
Drainase tanah
Tekstur

Agak lambat

S2

Lempung liat ber-

S1

pasir

S1
S1

Retensi hara (nr)


pH

Kejenuhan Basa (%)

S1

S1

ringan

S2

S1

S2

S2

Jarang

S2

S1

<50

Tingkat Bahaya
Erosi (e)
Bahaya Erosi
Lereng (%)
Bahaya banjir (b)
Genangan
Kelas

S2oa,eh,fh

Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas

S2eh

Drainase Tanah, Bahaya Erosi,


Lereng, Genangan

Lereng

Tabel 5.18 Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Titik 7


Titik7

Persyaratan
penggunaan/ karakteristik lahan

Data

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

Media Perakaran (r)


Drainase tanah

Agak lambat

S2

S1

Tekstur

Lempung liat ber-

S1

S1

S1

S1

pasir
Retensi hara (nr)
pH

Kejenuhan Basa (%)

<50

Tingkat Bahaya
Erosi (e)
Bahaya Erosi

ringan

S2

S1

Lereng (%)

S2

S2

47

Bahaya banjir (b)


Genangan

Jarang

Kelas

S2 oa,eh.fh

Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas

S2

S1
S2 eh

Drainase Tanah, Bahaya Erosi,


Lereng, Genangan

Lereng

Tabel 5.18 Kesesuaian Lahan Tanaman Jati Titik 7


Titik7

Persyaratan
penggunaan/ karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian

Kelas Kesesuaian

Aktual

Potensial

Agak lambat

S3

S2

Lempung liat ber-

S1

S1

S1

S1

ringan

S2

S1

S2

S2

Jarang

S2

S1

Data

Media Perakaran (r)


Drainase tanah
Tekstur

pasir
Retensi hara (nr)
pH

Kejenuhan Basa (%)

<50

Tingkat Bahaya
Erosi (e)
Bahaya Erosi
Lereng (%)
Bahaya banjir (b)
Genangan
Kelas

S3oa

S2oa

Drainase Tanah

Drainase Tanah

Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas

48

5.2.2 KESESUAIAN LAHAN POTENSIAL

Kesesuaian Lahan Potensial Titik 1


Vegetasi yang terdapat pada titik pertama adalah tebu dan pisang. Kesesuaian lahan untuk kedua komoditas tersebut termasuk
kedalam kelas S3 dengan faktor penghambat tekstur tanah. Menurut
Djaenudin et al (1994) untuk memperbaiki tekstur tanah tidak ada jenis
usaha untuk perbaikan karakteristik atau kualitas lahan aktual menjadi
potensial. Dan untuk memperbaiki zona perakaran diperlukan pengolahan tanah yang sulit. Sedangkan untuk memperbaiki kualitas tanah
berupa kejenuhan basah bisa menggunakan pemupukan. Dan untuk
mengatasi lahan dengan kelerengan S2 bisa menggunakan teras penanaman sejajar kontur, penanaman tanaman penutup tanah untuk mengurang bahaya erosi.

Kesesuaian Lahan Potensial Titik 2


Pada titik kedua ini terdapat vegetasi pisang. Berdasarkan kondisi lahan dan syarat tumbuh pisang, kelas kesesuaian lahan pada titik
kedua ini termasuk kedalam S3 dengan faktor penghambat tekstur
tanah. Tekstur tanah pada titik kedua termasuk kedalam tekstur agak
kasar yaitu lempung berpasir. Seperti halnya titik pertama tidak dapat
dilakukan usaha perbaikan pada tekstur tanah. Untuk memperbaiki sifat tekstur tanah diperlukan usaha yang sulit karena hal tersebut
berrkaitan dengan bahan induk.

Kesesuaian Lahan Potensial Titik 3


Untuk meningkatkan kesesuaian lahan aktual menjadi kesesuaian lahan potensial dibutuhkan beberapa perbaikan pada kualitas
lahan. Sehingga kelas kesesuaian lahan potensialnya dapat meningkat.
Pada masing-masing Satuan Kelas Lereng memiliki tingkat perbaikan
kualitas lahan yang berbeda-beda tergantung dari tingkat karakteristik
lahan yang perlu diperbaiki.Pada kelas didapatkan kelas kesesuaian lahan aktual tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) yaitu Neh.
Dapat diperbaiki dengan agroforestry pada lahan tersebut. Menurut
49

yusuf (2006), Pada areal lahan tersebut sebaiknya dilakukan penanaman hanya dengan jenis pepohonan secara campuran. Jenis-jenis
tanaman yang dipilih diutamakan memiliki tajuk yang besar dan lebar
sehingga tercipta struktur tajuk yang menyerupai hutan alam. Adanya
struktur tajuk ini dapat mengurangi curahan langsung air hujan
(Througfall) mengenai permukaan tanah yang dapat menciptakan terjadinya aliran permukaan (Surface run off). Selain itu perlu diperhatikan pula perakaran jenis-jenis yang akan ditanam. Sebab kedalaman tanah yang dangkal akan sulit jika ditanami dengan jenis tanaman
yang memiliki perakaran yang dalam.

Kesesuaian Lahan Potensial Titik 4


Kelas kesesuaian lahan aktual tanaman Mahoni ( Swietenia
macrophylla ) dan kopi ( Coffee arabica L. )didapatkan kelas kesesuaian lahan aktual yaitu Neh. Kesesuaian lahan tersebut bisa diperbaiki dengan agroforestry pada lahan tersebut. Sehingga kelas kesesuaian lahan potensialnya dapat meningkat Menurut yusuf (2006),
Pada areal lahan tersebut sebaiknya dilakukan penanaman hanya
dengan jenis pepohonan secara campuran. Jenis-jenis tanaman yang
dipilih diutamakan memiliki tajuk yang besar dan lebar sehingga tercipta struktur tajuk yang menyerupai hutan alam. Adanya struktur
tajuk ini dapat mengurangi curahan langsung air hujan (Througfall)
mengenai permukaan tanah yang dapat menciptakan terjadinya aliran
permukaan (Surface run off). Selain itu perlu diperhatikan pula perakaran jenis-jenis yang akan ditanam. Sebab kedalaman tanah yang
dangkal akan sulit jika ditanami dengan jenis tanaman yang memiliki
perakaran yang dalam.

Kesesuaian Lahan Potensial Titik 5


Kelas kesesuaian lahan aktual tanaman tebu (Saccharum officinarum) didapatkan kelas kesesuaian lahan aktual yaitu Neh. Pada
kelerengan yang curam jika dijadikan sebagai areal tanaman semusim
maka akan berpotensi terjadi kerusakan pada sumberdaya tanah.

50

Kemungkinan untuk terjadinya erosi semakin besar yang berakibat pada pendangkalan lapisan tanah yang akan semakin intensif.Kesesuaian
lahan tersebut bisa diperbaiki dengan agroforestry pada lahan tersebut.
Sehingga kelas kesesuaian lahan potensialnya dapat meningkat
Menurut yusuf (2006), Pada areal lahan tersebut sebaiknya dilakukan
penanaman hanya dengan jenis pepohonan secara campuran. Jenisjenis tanaman yang dipilih diutamakan memiliki tajuk yang besar dan
lebar sehingga tercipta struktur tajuk yang menyerupai hutan alam.
Adanya struktur tajuk ini dapat mengurangi curahan langsung air hujan
(Througfall) mengenai permukaan tanah yang dapat menciptakan terjadinya aliran permukaan (Surface run off). Selain itu perlu diperhatikan pula perakaran jenis-jenis yang akan ditanam. Sebab kedalaman tanah yang dangkal akan sulit jika ditanami dengan jenis tanaman
yang memiliki perakaran yang dalam.

Kesesuaian Lahan Potensial Titik 6


Kelas kesesuaian lahan untuk titik pengamatan keenam dengan
vegetasi tanaman berupa sengon, kopi, pisang, tebu, dan talas meliputi
kelas S2 dan S3. Faktor pembatasnya meliputi drainase tanah, tekstur,
kejenuhan basa, lereng, bahaya erosi, dan genangan. Dari semua faktor
pembatas tersebut ada yang termasuk dalam faktor pembatas permanen
yaitu tekstur dan lereng. Jadi untuk kedua faktor pembatas tersebut tidak dapat dilakuakan perbaikan. Sedangkan untuk faktor pembatas
lainnya masih dapat dilakukan perbaikan untuk meningkatkan kelas
kesesuaian lahannya.
Menurut (Djaenudin at al., 1994) dalam tabel jenis usaha perbaikan karakteristik atau kualitas lahan actual (saat ini) untuk menjadi
potensial menurut tingkat pengolahannya usaha untuk memperbaiki
faktor pembatas berupa drainase tanah dapat dilakukan dengan memeperbaiki sistem drainase dilahan tersebut, misalnya saja dengan
membuat saluran drainase dengan tingkat pengelolaan sedang atau
tinggi sehingga dapat meningkatkan kelas kemampuan lahannya.
Kemudian untuk faktor pembatas bahaya erosi usaha perbaikan yang

51

dapat dilakukan adalah dengan mengurangi laju erosi misalnya dengan


pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan dengan penanaman
tanaman penutup tanah dengan tingkat pengelolaan sedang atau tinggi.
Untuk faktor pembatas berupa genangan dapat dilakukan usaha perbaikan dengan cara pembuatan teras serta saluran air yang baik sehingga air dapat mengalir dengan baik dan menyebabkan genangan
berkurang.
Setelah dilakukannya perbaikan pada lahan dengan kelas kesesuaian lahan S3 maka kelas kesesuaian lahan tersebut dapat naik satu
tingkat lebih tinggi sehingga menjadi S2. Sehingga rekomendasi yang
diberikan untuk lahan pada titik pengamatan keenam ini adalah lahan
agroforestry dengan vegetasi tanaman sengon dan tebu.

Kesesuaian Lahan Potensial Titik 7


Kelas kesesuaian lahan untuk titik pengamatan ketujuh dengan
vegetasi tanaman berupa kopi, sengon, kelapa, dan jati termasuk dalam
kelas S2 dan S3. Faktor pembatasnya meliputi drainase tanah, lereng,
bahaya erosi, dan genangan. Dari semua faktor pembatas tersebut yang
termasuk dalam faktor pembatas permanen yaitu lereng. Jadi faktor
pembatas tersebut tidak dapat dilakuakan perbaikan. Sedangkan untuk
faktor pembatas lainnya masih dapat dilakukan perbaikan untuk
meningkatkan kelas kesesuaian lahannya.
Menurut (Djaenudin et al., 1994) dalam tabel jenis usaha perbaikan karakteristik atau kualitas lahan actual (saat ini) untuk menjadi
potensial menurut tingkat pengolahannya usaha untuk memperbaiki
faktor pembatas berupa drainase tanah dapat dilakukan dengan memeperbaiki sistem drainase dilahan tersebut, misalnya saja dengan
membuat saluran drainase dengan tingkat pengelolaan sedang atau
tinggi sehingga dapat meningkatkan kelas kemampuan lahannya.
Kemudian untuk faktor pembatas bahaya erosi usaha perbaikan yang
dapat dilakukan adalah dengan mengurangi laju erosi misalnya dengan
pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan dengan penanaman

52

tanaman penutup tanah dengan tingkat pengelolaan sedang atau tinggi.


Untuk faktor pembatas berupa genangan dapat dilakukan usaha perbaikan dengan cara pembuatan teras serta saluran air yang baik sehingga air dapat mengalir dengan baik dan menyebabkan genangan
berkurang.
Setelah dilakukannya perbaikan pada lahan dengan kelas kesesuaian lahan S2 maka rekomendasi setelah dilakukan perbaikan sehingga kelas kesesuaian lahannya naik satu tingkat adalah penggunaan
lahan perkebunan diganti menjadi agroforestry dengan ditanami kopi
dan sengon atau berdasarkan kelas kesesuaian lahan lahan tersebut
dapat digunakan menanam sengon dan kelapa dalam satu lahan yang
sama.

53

VI. DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : Penerbit IPB


Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM
Press. Yogyakarta.
Darmawan. F & Soemarno. 2000. Analisis Kesesuaian Lahan Bagi Usahatani Tebu Dan Kedelai Di Wilayah Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang.
Fakultas Pertanian. Malang : UniversitasBrawijaya
Djaenudin, et al.1994. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pertanian dan Tanaman Kehutanan. (Land Suitability for Agricultural and Silvicultural
Plants). Laporan Teknis No. 7 Versi 1.0 LREP-II part C. CSAR, Bogor.
Rayes, M., Luthfi. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta :
Andi offset
Ruhimat Mamat, Yani Ahmad. 2007. Geografi Menyingkap Fenomena Geosfer.
Bandung : Grafindo Media Pratama
Yusuf .2006. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Sengon (Paraserianthes
falcataria (L) Nielsen) Pada Beberapa Satuan Kelas Lereng. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor

54

Anda mungkin juga menyukai