ASEP PURNAMA
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ASEP PURNAMA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
dengan luas paling tinggi yaitu 441621,75 Ha. Hal ini dikarenakan daerah ini
merupakan daerah dengan penutupan lahan yang didominasi oleh hutan dan
perkebunan, dimana penutupan lahan hutan dan perkebunan mempunyai pengaruh
yang besar dalam mencegah banjir. Kecamatan yang memiliki luas kelas
kerawanan sangat rawan yang paling tinggi adalah kecamatan Kosambi (2548 Ha)
diikuti Pakuhaji (2367 Ha), dan Teluk Naga (1538,5 Ha).
Saran yang dapat diberikan adalah, perlu dikaji untuk peta kerawanan
banjir menggunakan data dari faktor penentu banjir lain dan menggunakan data
faktor penentu kerawanan banjir yang lebih spesifik seperti data curah hujan
harian dan bulanan.
SUMMARY
ASEP PURNAMA. E34103035. Mapping for the Sensitive Flood Area in
Cisadane Basin use Geographic Information System. Under supervision of LILIK
BUDI PRASETYO and AGUS PRIYONO.
Flood is the puddle of water that happening around the river area, caused
by the current water cant patch be the river. Cisadane basin is a large catchment
area (1.100 km2) that placed ini banten and west java province with sources in
salak Pangrango Mountain and have lower course in Java seas. The large
catchment area and the change of land covering in Cisadane Basin make this area
have high potential for flood happen. Geographic Information System (GIS) is
useful for ward off the flood which this system that can mapping the sensitive
flood area by get analysis the flood factor like hydrology, climate, and physical
area condition.
Research have done in September 2007 to March 2008 with the study area
in Cisadane Basin, place in Bogor (city and regency) and Tangerang (city and
regency). The tools that use is hardware (computer, printer, scanner, camera, and
GPS) and software (ArcView GIS 3.3, Erdas Imagine 8.5, and Microsoft Excel
2003). The substance is rainfall data, land map, and landsat image. The method
for get the data is ground truth/check and analysis the map and the flood factor.
The analysis is attribute and skoring.
From The Map of The sensitive flood area, there are four class sensitive
flood area, that is: Safe (44881 Ha/30,19%), low risk (36574,25 Ha/24,60%),
average (55317,93 Ha/37,21%), high risk (11909,5 Ha/8,01%). Lower course is
the largest segment that have high risk sensitive flood class (7388,5 Ha). Upper
course have largest safe class with 441621,75 Ha. This is coused by land covering
in upper course is dominate by forest and crop, that forest can prevent the flood.
Subdistrict that have largest high risk sensitive flood class are Kosambi (2548
Ha), Pakuhaji (2367 Ha), and Teluk Naga (1538,5 Ha).
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Kawasan
Rawan Banjir di Daerah Aliran Sungai Cisadane Menggunakan Sistem Informasi
Geografis adalah benar benar hasil karya saya sendiri dengan bibmbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Asep Purnama
NRP. E34103035
: Asep Purnama
NIM
: E34103035
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Ketua,
Anggota,
Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
ii
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu harapan adanya kritik dan masukan yang konstruktif
dari para pembaca.
Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta
bagi masyarakat yang bersangkutan umumnya.
Penulis
iii
RIWAYAT HIDUP
(BEM) Fakultas Kehutanan tahun 2005 dan kegiatan yang diadakan di Program
Studi Ekowisata yaitu kegiatan Pesta Anak Penyandang Cacat (PAPC) tahun
2006.
Selain mengikuti kegiatan perkuliahan penulis juga melakukan beberapa
kegiatan praktek yaitu Praktek Pengenalan dan Pengelolan Hutan di Cagar Alam
Leuweung Sancang, Cagar Alam Kawah Kamojang dan KPH Ciamis Perhutani,
Jawa Barat tahun 2006 dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan pada tahun 2007. Terakhir penulis melakukan kegiatan Praktek
Khusus atau Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan. Penulis melakukan penelitian dengan judul Pemetaan
Kawasan Rawan Banjir di Daerah Aliran Sungai Cisadane Menggunakan
Sistem Informasi Geografis di bawah bimbingan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,
Msc dan Ir. Agus Priyono, MS.
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
BAB I
PENDAHULUAN................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................... 2
1.3 Kegunaan Penelitian .......................................................... 2
BAB II
BAB III
BAB V
BAB VI
vi
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tata waktu penelitian .......................................................................... 15
Tabel 2 Skor untuk kelas kemiringan lahan..................................................... 21
Tabel 3 Skor untuk kelas kelas tinggi .............................................................. 22
Tabel 4 Skor untuk kelas tekstur tanah ............................................................ 22
Tabel 5 Skor untuk kelas drainase tanah.......................................................... 23
Tabel 6 Skor untuk kelas penutupan lahan ...................................................... 23
Tabel 7 Skor untuk kelas curah hujan .............................................................. 23
Tabel 8 Skor untuk kelas buffer sungai............................................................ 24
Tabel 9 Bobot parameter penyebab banjir ....................................................... 24
Tabel 10 Nilai tingkat kerawanan banjir.......................................................... 25
Tabel 11 Nilai kharakteristik kerawanan banjir ............................................... 25
Tabel 12 Luas, jumlah, dan kepadatan penduduk di DAS Cisadane ............... 30
Tabel 13 Kegiatan perekonomian DAS Cisadane per segmen ....................... 31
Tabel 14 Kemiringan lahan DAS Cisadane ..................................................... 32
Tabel 15 Kelas tinggi DAS Cisadane............................................................... 33
Tabel 16 Tekstur tanah DAS Cisadane ............................................................ 34
Tabel 17 Drainase tanah DAS Cisadane .......................................................... 35
Tabel 18 Penutupan lahan DAS Cisadane ....................................................... 36
Tabel 19 Curah hujan DAS Cisadane .............................................................. 37
Tabel 20 Kerawanan banjir DAS Cisadane ..................................................... 39
Tabel 21 Kerawanan banjir setiap bagian/segmen DAS Cisadane .................. 39
Tabel 22 Kerawanan banjir setiap kecamatan DAS Cisadane ......................... 41
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Citra Landsat DAS Cisadane .......................................................... 17
Gambar 2 Diagram alir tahapan analisis Citra Landsat .................................. 18
Gambar 3 Peta Administrasi DAS Cisadane.................................................... 26
Gambar 4 Peta Kelas Lereng DAS Cisadane................................................... 32
Gambar 5 Peta Kelas Tinggi DAS Cisadane.................................................... 33
Gambar 6 Peta Tekstur Tanah DAS Cisadane ................................................. 34
Gambar 7 Peta Drainase Tanah DAS Cisadane ............................................... 35
Gambar 8 Peta Penutupan Lahan DAS Cisadane ............................................ 36
Gambar 9 Peta Curah Hujan Tahunan DAS Cisadane..................................... 37
Gambar 10 Peta Buffer Sungai DAS Cisadane ................................................ 38
Gambar 11 Peta Kerawanan Banjir DAS Cisadane ......................................... 38
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alir metode penelitian .................................................... 46
Lampiran 2 Titik-titk ground truth .................................................................. 47
Lampiran 3 Stasiun pembangkit data curah hujan ........................................... 48
Lampiran 4 Laporan Accuracy Assessment..................................................... 49
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan pada daerah datar sekitar
sungai sebagai akibat meluapnya air sungai yang tidak mampu ditampung oleh
sungai. Selain itu, banjir adalah interaksi antara manusia dengan alam dan sistem
alam itu sendiri. Bencana banjir ini merupakan aspek interaksi manusia dengana
alam yang timbul dari proses dimana manusia mencoba menggunakan alam yang
bermanfaat dan menghindari alam yang merugikan manusia (Suwardi 1999).
Bencana alam seperti banjir perlu mendapatkan perhatian khusus, sebab
bencana tersebut menelan korban jiwa dan kerugian terbesar (40%) dari seluruh
kerugian bencana alam (Kingma 1990).
Banjir sebagai akibat dari meluapnya atau meningkatnya debit sungai telah
banyak menimbulkan kerusakan, baik dari kerusakan lingkungan alami maupun
lingkungan buatan.
Perubahan kondisi lahan dari waktu ke waktu membuat ancaman
terjadinya banjir semakin besar. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1) Daya tampung sungai makin lama makin kecil akibat pendangkalan. 2)
Fluktuasi debit air antara musim penghujan dengan musim kering makin tinggi. 3)
Terjadi konversi lahan pertanian dan daerah buffer alami ke lahan non pertanian
dengan mengabaikan konservasi sehingga menyebabkan rusaknya daerah
tangkapan air (cacthment area). 4) Eksploitasi air tanah yang berlebihan
menyebabkan lapisan aquifer makin dalam sehingga penetrasi air laut lebih jauh
ke darat yang berakibat mengganggu keseimbangan hidrologi (Utomo 2004).
Dengan daerah tangkapan seluas 1.100 km2, DAS Cisadane merupakan
salah satu sungai utama di Propinsi Banten dan Jawa Barat. Sumbernya berada di
Gunung Salak Pangrango (Kabupaten Bogor) dan mengalir ke Laut Jawa.
Panjang sungai sekitar 80 km. Daerah tangkapan yang luas inilah yang
menyebabkan potensi banjir yang tinggi di wilayah DAS Cisadane. Selain itu,
penyebab DAS Cisadane menjadi daerah yang rawan banjir adalah konversi lahan
yang tinggi (bagian tengah dan hulu sungai) yaitu perubahan penutupan lahan
yang umumnya dari hutan menjadi kawasan pemukiman dan sawah.
Upaya-upaya untuk mengatasi banjir telah dilakukan antara lain dengan
melakukan pengerukan sedimen, merehabilitasi tanggul sungai untuk menambah
kapasitas tampung debit sungai, peningkatan kemampuan meresapnya air hujan
dari setiap penggunaan lahan baik daerah hulu maupun hilir dan menghindari
darah rawan banjir atau bantaran sungai sebagai tempat pemukiman.
Dalam upaya mengatasi permasalahan akibat terjadinya banjir, ada
beberapa cara yaitu salah satunya mengetahui sebab-sebab terjadinya banjir dan
daerah sasaran banjir, yang tergantung pada karakteristik klimatologi, hidrologi,
dan kondisi fisik wilayah. Salah satu disiplin ilmu yang sangat berpengaruh dalam
penanggulangan masalah banjir adalah dengan bantuan aplikasi Sistem Informasi
Geografis (SIG) yaitu untuk identifikasi dan pemetaan kawasan yang berpotensi
banjir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Banjir
Banjir menurut Richards (1955), diacu dalam Suherlan (2001) memiliki
dua arti yaitu meluapnya air sungai disebabkan oleh debitnya yang melebihi daya
tampung sungai pada keadaan curah hujan yang tinggi dan arti kedua adalah
banjir merupakan genangan pada daerah datar yang biasanya tidak tergenang.
Sedangkan menurut Suwardi (1999), bencana banjir merupakan aspek interaksi
antara manusia dengan alam yang timbul dari proses dimana manusia mencoba
menggunakan alam yang bermanfaat dan menghindari alam yang merugikan
manusia.
Banjir dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi apabila dikelompokkan maka
akan didapatkan tiga faktor yang berpengaruh tehadap banjir, yaitu elemen
meteorologi, kharakteristik fisik DAS, dan manusia. Elemen meteorologi yang
berpengaruh pada timbulnya banjir adalah intensitas, distribusi, frekuensi, dan
lamanya hujan berlangsung. Kharakteristik DAS yang berpengaruh terhadap
terjadinya banjir adalah luas DAS, kemiringan lahan, ketinggian, dan kadar air
tanah. Manusia beperan pada percepatan perubahan penggunaan lahan seperti
hutan lebat belukar. Pengaruh perubahan lahan terhadap perubahan kharakteristik
aliran sungai berkaitan dengan berubahnya areal konservasi yang dapat
menurunkan kamampuan tanah dalam menahan air. Hal tersebut dapat
memperbesar peluang terjadinya aliran permukaan dan erosi.
Dalam skala perkotaan, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya banjir
adalah:
1. Topografi, kelandaian lahan sangat mempengaruhi timbulnya banjir terutama
pada lokasi dengan topografi dasar dan kemiringan rendah, seperti pada kotakota pantai. Hal in menyebabkan kota-kota pantai memiliki potensi/peluang
terjadinya banjir yang besar disamping dari ketersediaan saluran drainase yang
kurang memadai, baik saluran utama maupun saluran yang lebih kecil.
2. Areal terbangun yang luas biasanya pada kawasan perkotaan dengan tingkat
pembangunan fisik yang tinggi, sehingga bidang peresapan tanah semakin
mengecil.
3. Kondisi saluran drainase yang tidak memadai akibat pendangkalan,
pemeliharaan kurang, dan kesadaran penduduk untuk membuangan sampah
pada tempatnya masih belum memasyarakat (Utomo 2004).
sebelum
mengalami
aliran
permukaan,
evaporasi
dan
Sifat hujan yang berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi adalah
jumlah, intensitas, dan lamanya hujan. Dari hal-hal tersebut yang paling erat
hubungannya dengan energi kinetik adalah intensitas. Kekuatan dan daya rusak
hujan terhadap tanah ditentukan oleh besar kecilnya curah hujan. Bila jumlah dan
intensitas hujan tinggi maka aliran permukaan dan erosi yang akan terjadi lebih
besar dan demikian juga sebaliknya (Wischmeier dan Smith 1978, diacu dalam
Utomo 2004).
Hujan yang jatuh ke bumi akan mengalami proses intersepsi, infiltrasi, dan
perlokasi. Sebagian hujan yang diintersepsi oleh tajuk tanaman menguap,
sebagian mencapai tanah dengan melalui batang sebagai aliran batang (streamfall)
dan sebagian lagi mencapai tanah secara langsung yang disebut air tembus
(throughfall). Sebagian air hujan yang mencapai permukaan tanah terinfiltrasi dan
terperkolasi ke dalam tanah (Utomo 2004).
Hujan selain merupakan sumber air utama bagi wilayah suatu DAS
(Daerah Aliran Sungai), juga merupakan salah satu penyebab aliran permukaan
bila kondisi tanah telah jenuh, maka air yang merupakan presipitasi dari hujan
akan dijadikan aliran permukaan. Sedangkan karakteristik hujan yang
mempengaruhi aliran permukaan dan distribusi aliran DAS adalah intensitas
hujan, lama hujan dan distribusi hujan di areal DAS tersebut (Arsyad 2000, diacu
dalam Primayuda 2006).
2.2.1. Klasifikasi Curah Hujan
Secara umum, Indonesia terbagi kedalam tiga pola iklim, yaitu:
1. Pola ekuatorial, yang ditandai dengan adanya dua puncak hujan dalam
setahun. Pola ini terjadi karena letak geografis Indonesia yang dilewati DKAT
(Daerah Konvergensi Antar Tropik) dua kali setahun (Farida 1999, diacu
dalam Primayuda 2006). DKAT ini merupakan suatu daerah yang lebar
dengan suhu udara sekitarnya adalah yang tertinggi yang menyebabkan
tekanan udara di atas daerah itu rendah. Untuk keseimbangan, udara dari
daerah yang bertekanan tinggi bergerak ke daerah yang bertekanan rendah.
Gerakan ini diikuti pula dengan gerakan udara naik sebagai akibat pemanasan,
kemudian terjadi penurunan suhu, sehingga uap air jatuh, dan terjadilah hujan.
2. Pola musiman, yang ditandai oleh danya perbedaan yang jelas antara periode
musim hujan dan musim kemarau. Umumnya musim hujan terjadi pada
periode Oktober Maret dan kemarau pada periode April September.
Cakupan wilayah yang terkena pengaruh pola iklim ini secara langsung adalah
35o LU sampai 250 LS dan 300 BB sampai 1700 BT.
3. Pola lokal, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi geografi dan topografi
setempat serta daerah sekitarnya. Umumnya daerah dengan pola lokal ini
mempunyai perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dengan periode
musim hujan, namun waktunya berlawanan dengan pola musiman.
(1976), diacu dalam Utomo (2004) mendefinisikan DAS sebagai suatu hamparan
wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang
menerima,
mengumpulkan
air
hujan,
sedimen
dan
unsur
hara
serta
mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut
atau danau.
Secara makro, DAS terdiri dari unsur biotik (flora dan fauna), abiotik
(tanah, air, dan iklim), dan manusia, dimana ketiganya saling berinteraksi dan
saling ketergantungan membentuk suatu sistem hidrologi (Haridjaja 2000). DAS
merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta
unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan didalamnya terdapat keseimbangan
inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat
disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan
DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum
untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang
optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan
seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat
merata sepanjang tahun.
Berdasarkan pendapat dari berbagai pakar, dapat disimpulkan bahwa DAS
merupakan:
1. Suatu wilayah bentang alam dengan batas topografis
2. Suatu wilayah kesatuan hidrologi
3. Suatu wilayah ekosistem
Dengan demikian, DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah
kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai
pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, dan unsur hara dalam sistem
sungai, keluar melalui suatu outlet tunggal. DAS juga berati suatu daerah dimana
setiap air yang jatuh ke darah tersebut akan dialirkan menuju ke satu outlet.
Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah
hulu, tengah, dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi,
DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai
arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap
terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir
dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transportasi sedimen serta material
terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian
hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan
ini antara lain dari segi fungsi tata air dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu
seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan
hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh
dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai
DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi
konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar
tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan
vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah
hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai
yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan
ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air,
kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada
prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Ketiga DAS
bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk
dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta
pengelolaan air limbah. Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang
terkelola dengan baik dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh
prasarana dan sarana di bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan
manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun
untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya
rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara administrasi maupun tata
ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya koordinasi berbagai pihak
terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik.
10
ambang atau pembendungan alami pada ruas sungai), serta pemanasan global
yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut.
1. Topografi
Daerah-daerah dataran rendah atau cekungan, merupakan salah satu
karakteristik wilayah banjir atau genangan.
2. Tingkat Permeabilitas Tanah
Permeabilitas atau daya rembesan adalah kemampuan tanah untuk dapat
melewatkan air. Air dapat melewati tanah hampir selalu berjalan linier, yaitu jalan
atau garis yang ditempuh air merupakan garis dengan bentuk yang teratur.
Permeabilitas diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada
media berpori dalam keadaan jenuh atau didefinisikan juga sebagai kecepatan air
untuk menembus tanah pada periode waktu tertentu. Permeabilitias juga
didefinisikan sebagai sifat bahan berpori yang memungkinkan aliran rembesan
dari cairan yang berupa air atau minyak mengalir lewat rongga porinya.
Daerah-daerah yang mempunyai tingkat permeabilitas tanah rendah,
mempunyai tingkat infiltrasi tanah yang kecil dan runoff yang tinggi. Daerah
Pengaliran Sungai (DAS) yang karakteristik di kiri dan kanan alur sungai
mempunyai tingkat permeabilitas tanah yang rendah, merupakan daerah potensial
banjir.
3. Kondisi Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran sungai (DAS) yang berbentuk ramping mempunyai tingkat
kemungkinan banjir yang rendah, sedangkan daerah yang memiliki DAS
berbentuk membulat, mempunyai tingkat kemungkinan banjir yang tinggi. Hal ini
terjadi karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai (orde yang lebih kecil) yang
hampir sama, sehingga bila hujan jatuh merata di seluruh DAS, air akan datang
secara bersamaan dan akhirnya bila kapasitas sungai induk tidak dapat
menampung debit air yang datang, akan menyebabkan terjadinya banjir di daerah
sekitarnya.
11
12
13
14
15
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2007 sampai dengan Desember 2007
di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Wilayah studi yang dikaji adalah wilayah
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane yang secara administratif berada di
Kabupaten Bogor dan Kotamadya Bogor (Jawa Barat) serta Kotamadya
Tangerang dan Kabupaten Tangerang (Banten).
Tabel 1 Tata waktu penelitian
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kegiatan
Juli
Agustus
Sep
Okt
Nov
Des
Pembuatan Proposal
Pengambilan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Penyusunan Skripsi
Seminar Hasil
Sidang
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain:
1. Data curah hujan (periode 2001 2006) lokasi DAS Cisadane.
2. Peta dalam bentuk paper print/digital, yang terdiri dari:
a. Peta Tinjau Tanah Semi Detail lokasi penelitian 1 : 25.000
b. Peta Rupa Bumi lembar 1209 skala 1 : 250.000
c. Citra Landsat TM +7 lokasi penelitian
16
17
pakai adalah model builder add process data conversion point interpolation.
Point interpolation inilah yang berfungsi menghitung daerah mana saja yang
memiliki nilai tinggi yang sama sehingga dapat dilakukan klasifikasi kelas tinggi.
3.3.1.2 Analisis Peta Tinjau Tanah
Analisis peta Tinjau Tanah dilakukan untuk mempersiapkan peta tekstur
dan peta drainase tanah. Untuk membuat peta tekstur tanah dan drainase tanah
menggumakan metode digitasi on screen setelah terlebih dahulu melakukan
koreksi geometrik terhadap peta tinjau. Setelah dilakukan digitasi maka hasil
digitasi yang berupa peta vektor (shapefile) diberikan atribut sesuai legenda yang
ada pada peta tinjau. Pada legenda tersebut terdapat keterangan tekstur dan
drainase tanah yang dapat dijadikan atribut pada peta vektor. Peta vektor yang
telah diberi atribut tersebut merupakan peta tekstur tanah dan peta drainase tanah.
3.3.1.3 Analisis Citra Landsat
Pada penelitian ini digunakan citra Landsat TM+7 Propinsi Jawa Barat dan
Banten tahun 2005. Secara umum analisis dilakukan dengan bantuan software
Erdas Imagine 8.5.
Kab. Serang
Kab. Rangkasbitung
Kab. Cianjur
Kab. Sukabumi
1. Koreksi Geometrik
Koreksi Geometrik dilakukan pada citra dengan mengidentifikasi Ground
Control Points (GCP) atau titik-titik ikat yang mudah ditentukan seperti
percababangan sungai atau perpotongan jalan. Nilai akurasi GCP ditunjukkan oleh
nilah Root Mean Square Error (RMS-error). RMS-error menyatakan nilai
18
kesalahan dari proses koreksi geometrik. Akurasi yang baik ditunjukkan oleh nilai
RMS-error yang sangat kecil mendekati nol. Perhitungan RMS-error dengan
menggunakan persamaan berikut:
RMS-error = ( X x) + (Y y )
Keterangan:
X dan Y
X dan y
Koreksi Geometri
Penutupan Lahan
Klasifikasi
Terbimbing
Ya
Akurasi
Tidak
Gambar 2 Diagram alir tahapan analisis Citra Landsat.
19
X = Ri/n
i=1
Keterangan:
X = Curah hujan rata-rata tahunan
Ri = Curah hujan tahunan untuk tahun ke-i
N = Jumlah tahun data curah hujan yang digunakan untuk membuat peta curah
hujan
2. Pembuatan peta curah hujan
Terdapat dua metode yang umumnya digunakan untuk membuat peta
curah hujan yaitu metode poligon Thiessen dan model interpolasi titik. Metode
tersebut adalah:
a. Metode Poligon Thiessen
Poligon Thiessen mendefinisikan individu area yang dipengaruhi oleh
sekumpulan titik yang terdapat di sekitarnya. Poligon ini merupakan pendekatan
terhadap informasi titik yang diperluas (titik menjadi poligon) dengan asumsi
bahwa informasi yang terbaik untuk semua lokasi yang tanpa pengamatan adalah
informasi yang terdapat pada titik terdekat dimana hasil pengamatannya diketahui
(Aronoff, 1989 diacu dalam Primayuda 2006). Garis didefinisikan pada jarak
equidistan antara dua titik yang berdampingan (Barus 2005).
b. Metode Interpolasi Titik
Prosesnya Metode Interpolasi Titik menggunakan ArcView 3.3 dengan
extensions model builder. Interpolasi titik merupakan prosedur untuk menduga
20
nilai-nilai yang tidak diketahui dengan menggunakan nilai yang diketahui pada
lokasi yang berdekatan. Titik-titik yang berdekatan tersebut dapat berjarak teratur
atau tidak.
3.3.1.5 Pembuatan Peta Buffer Sungai
Buffer sungai adalah suatu daerah yang mempunyai lebar tertentu yang
digambarkan di sekeliling sungai dengan jarak tertentu. Buffer sungai dibuat
berdasarkan logika dan pengetahuan mengenai hubungan sungai dan kejadian
banjir. Dengan asumsi semakin dekat dengan sungai, maka peluang untuk
terjadinya banjir lebih tinggi.
Peta buffer sungai dibuat berdasarkan zona buffer sungai yang dihasilkan
dari pengkelasan tingkat kerawanan banjir suatu wilayah berdasarkan jarak
dengan sungai. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan operasi Theme
create buffer. Batas buffer berdasarkan kriteria yang telah ditentukan berdasarkan
perkiraan tingkat kerawanan daerah dekat sungai terhadap banjir.
3.3.2 Analisis Data
Tahap analisis data dibagi menjadi dua bagian, yaitu analisis keruangan
dan analisis atribut. Analisis analisis tersebut mempunyai fungsi-fungsi masingmasing dalam pembuatan peta kerawawan banjir.
3.3.2.1 Analisis Keruangan
Analisis keruangan adalah analisis yang berhubungan dengan data berupa
data vektor maupun raster. Dimana masing masing data tersebut di analisis
untuk menghasilkan data yang diinginkan.
1. Klasifikasi/ Reklasifikasi
Digunakan untuk mengklasifikasikan atau reklasifikasi data spasial atau
data atribut menjadi data spasial baru dengan memakai kriteria tertentu, untuk
mempermudah dalam proses analisis selanjutnya.
2. Overlay
Analisis ini merupakan hasil interaksi atau gabungan dari beberapa peta.
Overlay berupa peta tersebut akan menghasilkan suatu informasi baru dalam
bentuk luasan atau poligon yang terbentuk dari irisan beberapa poligon dari peta
peta tersebut.
21
3. Buffer
Analisis ini digunakan untuk membatasi suatu wilayah dengan lebar
tertentu yang digambarkan di sekeliling titik, garis, atau poligon dengan jarak
tertentu.
3.3.2.2 Analisis Atribut
Dua proses paling penting dalam analisis data yaitu pengskoran dan
pembobotan. Dua proses tersebut dilakukan setelah proses klasifikasi nilai dalam
tiap parameter. Setelah kedua proses tersebut selesai, dilanjutkan dengan tahap
analisis tingkat kerawanan banjir.
1. Pengskoran
Pengskoran dimaksudkan sebagai pemberian skor terhadap masing-masing
kelas dalam tiap parameter. Pemberian skor ini didasarkan pada pengeruh kelas
tersebut tehadap banjir. Semakin tinggi pengeruhnya terhadap banjir, maka skor
yang diberikan akan semakin tinggi.
a. Pemberian Skor Kelas Kemiringan
Kemiringan lahan semakin tinggi maka air yang diteruskan semakin
tinggi. Air yang berada pada lahan tersebut akan diteruskan ke tempat yang lebih
rendah semakin cepat, dibandingkan lahan yang kemiringannya rendah (landai).
Sehingga kemungkinan terjadi penggenangan atau banjir pada daerah yang derajat
kemiringan lahannya tinggi semakin kecil (Tabel 2).
Tabel 2 Skor untuk kelas kemiringan lahan
No
Kelas
1
Datar (0% - 3%)
2
Berombak (3% - 8%)
3
Bergelombang (8% - 15%)
4
Berbukit Kecil (15% - 30%)
5
Berbukit (30% - 45%)
6
Berbukit curam/terjal (>45%)
Sumber: Primayuda (2006)
Skor
9
7
5
3
1
0
22
ketinggian rendah lebih berpotensi besar untuk terjadinya banjir. Pemberian skor
pada kelas ketinggian yang lebih tinggi lebih kecil daripada skor untuk kelas
ketinggian yang rendah.
Tabel 3 Skor untuk kelas tinggi
No
Kelas
1
0m 12,5m
2
12,5m 25m
3
25m 50m
4
50m -75m
5
75m 100m
6
>100m
Sumber: Utomo (2004)
Skor
9
7
5
3
1
0
Skor
9
7
5
3
1
23
Skor
9
7
5
3
1
Skor
9
7
5
3
1
1
Skor
9
7
5
3
1
24
Jarak Buffer
0 25m
>25m 100m
>100m 250m
Skor
7
5
3
2. Pembobotan
Pembobotan adalah pemberian bobot pada peta digital terhadap masing
masing parameter yang berpengaruh terhadap banjir. Makin besar pengaruh
parameter terhadap kejadian banjir maka bobot yang diberikan semakin tinggi
(Tabel 9).
Tabel 9 Bobot parameter penyebab banjir
No
Parameter
1
Kemiringan lahan
2
Kelas ketinggian
3
Tekstur tanah
3
Permeabilitas (Drainase) tanah
4
Curah hujan
5
Penggunaan lahan
6
Buffer sungai
Sumber: Primayuda (2006) (Modifikasi)
Bobot
0,20
0,10
0,20
0,10
0,15
0,15
0,10
X = (Wi x Xi)
i=1
Keterangan:
K
= Nilai kerawanan
Wi
Xi
25
i = R/n
Keterangan:
i
= Lebar interval
yang tinggi dan sebaliknya daerah yang tidak rawan terhadap banjir akan
mempunyai total nilai yang rendah. Dari tabel 10 menunjukkan tingkat kerawanan
banjir berdasarkan nilai kerawanan penjumlahan skor masing-masing parameter
banjir.
Tabel 10 Nilai tingkat kerawanan banjir
No
Tingkat Kerawanan Banjir
1
Sangat rawan
2
Rawan
3
Tidak Rawan
4
Aman
Total Nilai
6,75 9
4,5 6,75
2,25 4,5
< 2,25
Kharakteristik Banjir
Kelas Kerawanan
Frekuensi
Durasi
Kedalaman (m)
Aman
1 2 tahun
Rawan/Sedang
1 2 tahun
1 2 hari
0,5 1.0
4
Sangat Rawan/Tinggi
Setiap tahun
Sumber: Nurjanah (2005) dan Primayuda (2006)
2 15 hari
0,5 3.0
26
BAB IV
KONDISI UMUM DAS CISADANE
4.1 Kondisi Biofisik DAS Cisadane
4.1.1 Bentuk dan Luas Wilayah DAS
Secara umum daerah aliran sungai Cisadane terdapat pada 2 wilayah
administrasi, yaitu Kabupaten Bogor dan Kota Bogor (Provinsi Jawa Barat) serta
Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang (Provinsi Banten). Melihat kawasan
yang dilalui oleh sungai Cisadane dan beberapa anak sungai yang bermuara pada
sungai ini, maka pengelolaan dan pemanfaatan sungai tersebut menjadi sangat
penting dan strategis terutama dalam pemanfaatan sumberdaya air serta lahan
sekitarnya.
Kab. Serang
Kab. Rangkasbitung
Kab. Cianjur
Kab. Sukabumi
27
Luas DAS Cisadane dari hulu sampai Teluk Naga adalah sekitar
148682,68 Ha. DAS ini melingkupi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota
Tangerang dan Kabupaten Tangerang yang di bagi menjadi tiga segmen yakni :
1. Bagian hulu DAS Cisadane seluas 112093,50 Ha sebagian besar termasuk
wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Pamijahan,
Cibungbulang, Ciampea, Cijeruk, Ciawi, Kemang, Parung, Gunung
Sindur, Rumpin, Cigudeg, Dramaga dan Ciomas) dan sebagian kecil Kota
Bogor (Kecamatan Bogor Barat dan Bogor Selatan) serta sebagian kecil
kecamatan
di
Kabupaten
Sukabumi
(Cibadak,
Lebak,
Cicurug,
28
bahan induk
29
yang terbawa aliran sungai akan diendapkan. Macam tanah terbentuk meliputi
aluvial coklat kekelabuan, aluvial kelabu, dan aluvial hidromorf.
4.1.5 Jaringan Sungai
Sungai Cisadane memiliki hulu di kawasan Sukabumi. Beberapa anak
Sungai Cikaniki di bagian barat, Sungai Cianten dan Cihideung di bagian tengah
dan Sungai Ciapus di bagian timur. Disamping itu masih ada beberapa sungai
kecil lain yang bermuara baik langsung ke Sungai Cisadane maupun pada anakanak sungainya, karena itu kawasan hulu Sungai Cisadane ini meliputi kawasan
yang sangat luas sehingga aliran Cisadane merupakan kumulatif dari seluruh
sungai-sungai tersebut.
30
Kabupaten
Tangerang
Tengah
Kota
Tangerang
Hulu
Kabupaten
Bogor
Mauk
Teluk Naga
Paku Haji
Kosambi
Sepatan
Benda
Batu Ceper
Curug
Serpong
Padegangan
Legok
Jatiuwung
Cipondoh
Tangerang
Gunung
Sindur
Rumpin
Parung
Cigudeg
Kemang
Pamijahan
Ciampea
Leuwiliang
Dramaga
Nanggung
Ciomas
Ciawi
Cijeruk
Megamendung
Caringin
Bogor Barat
Bogor Selatan
Bogor
Cibadak
Lebak
Cicurug
Kabandungan
Cidahu
Cibeber
Kadudampit
Nagrak
111,38
3358,70
4978,84
3666,59
3180,60
1053,61
1744,32
2884,15
4181,11
7063,71
1,78
1411,89
2621,86
266,52
0,07
2,26
3,35
2,47
2,14
0,71
1,17
1,94
2,81
4,75
0,00
0,95
1,76
0,18
Penduduk
Jumlah
Kepadatan
(Jiwa)
(Jiwa/KM2)
70932
1379
113694
2802
44523
1759
47813
3267
132659
3727
81293
7020
217743
5315
170329
3896
104375
2542
124900
8668
146540
8182
122043
7752
66800
1369
3643,05
2,45
98271
10053,41
6,76
69692
6546,58
4,40
104376
5628,42
3,79
69945
2816,00
1,89
113548
12279,19
8,26
109516
7045,08
4,74
89197
10867,35
7,31
75853
3488,41
2,35
72970
19090,44
12,84
100521
5426,84
3,65
66958
7560,72
5,09
61884
8356,73
5,62
679,75
0,46
5700,66
3,83
Kota Bogor
184464
79,27
0,05
163265
23,98
0,02
26,93
0,02
Kabupaten
189,74
0,13
Sukabumi
109,36
0,07
825,37
0,56
971,63
0,65
142,08
0,10
9,99
0,01
376,09
0,25
220,59
0,15
Total
148682,68 100,00
Sumber: BPS Kab. & Kota Bogor, Kab. & Kota Tangerang (2006), dan pengolahan data
1218
2901
683
2703
1404
3386
1564
3153
1024
2749
2659
1695
5655
5708
-
31
Tengah
845.180
540,85
3866,34
16647,02
897,18
159
2847
63884
1,663
37
-
Hilir
246.3353
5527,08
448,65
63,39
2069.812
10
-
106
59
12
2
32
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Luas (Ha)
101875,83
35175,69
7467,88
3622,68
489,14
51,46
148682,68
Luas (%)
68,52
23,66
5,02
2,44
0,33
0,03
100,00
33
Luas (Ha)
14167,11
4463,30
3938,58
2961,46
3961,61
119190,63
148682,68
Luas (%)
9,53
3,00
2,65
1,99
2,66
80,16
100,00
34
Tekstur tanah DAS Cisadane umumnya adalah tekstur tanah sangat halus,
dimana kelas tekstur tanah sangat halus ini mempunyai luasan 85037,15 Ha atau
57,19% dari seluruh luas DAS Cisadane. Kelas tekstur tanah yang paling kecil
luasannya adalah kelas sangat kasar dengan luas 907,98 Ha dengan persentase
0,61% (Tabel 16). Karena sifat kelas tekstur tanah sangat halus ini yang menahan
air luapan sungai meresap ke dalam tanah, memberikan pengaruh bahwa banyak
daerah di DAS Cisadane susah menyerap air sehingga timbul penggenangan air
dan memperbesar kemungkinan terjadi banjir.
Tabel 16 Tekstur tanah DAS Cisadane
Tekstur Tanah
Sangat kasar
Kasar
Sedang
Sangat halus
Tidak ada data
Total
Luas (%)
907,98
33261,20
27435,95
85037,15
2040,40
148682,68
Luas (Ha)
0,61
22,37
18,45
57,19
1,37
100,00
35
Drainase atau permeabilitas tanah pada DAS Cisadane lebih banyak pada
kelas sedang dengan luas 73470,34 Ha dan peresentase 49,41% (Tabel 17). Kelas
drainase tanah agak terhambat memiliki luas yang paling kecil yaitu 7343,32 Ha
dengan persentase 4,94%.
Tabel 17 Drainase tanah DAS Cisadane
Drainase Tanah
Cepat
Sedang
Sedang - Agak terhambat
Agak terhambat
Terhambat
Tidak ada data
Total
Luas (Ha)
37646,50
73470,34
13276,25
7343,32
14905,88
2040,40
148682,68
Luas (%)
25,32
49,41
8,93
4,94
10,03
1,37
100,00
36
Luas (Ha)
24588,03
5828,06
32961,78
25555,17
14444,66
10350,19
31402,86
2379,21
1172,73
148682,68
Luas (%)
16,54
3,92
22,17
17,19
9,72
6,96
21,12
1,60
0,79
100,00
37
Luas (Ha)
15035,94
4827,40
5015,00
123804,35
148682,68
Luas (%)
10,11
3,25
3,37
83,27
100,00
Buffer adalah batas dangan jarak jarak tertentu yang dibuat mengelilingi
suatu titik, garis, atau poligon. Dalam hal ini yang dibatasi adalah sungai yang
merupakan bentuk garis. Pembuatan peta buffer sungai ini dapat menunjukkan
daerah daerah yang berbatasan atau berdekatan dengan sungai, dimana semakin
dekat suatu daerah dengan sungai maka semakin besar peluang suatu daerah untuk
terjadinya banjir.
38
Dari peta kerawanan banjir yang dibuat berdasarkan peta peta faktor
penentu banjir didapat bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane terdiri dari
empat kelas kerawanan banjir yaitu: kelas aman (44881 Ha/30,19%), kelas tidak
39
Luas (Ha)
44881
36574,25
55317,93
11909,5
148682,68
Aman
Tidak Rawan
Rawan
Sangat Rawan
Total
Luas (%)
30,19
24,60
37,21
8,01
100,00
Bagian/
Segmen
Aman
Tidak
Rawan
Rawan
Sangat
Rawan
Total (Ha)
Hilir
259,50
1495,50
7181,00
7388,50
16324,50
10,98
Tengah
458,75
3664,50
15212,18
929,25
20264,68
13,63
44162,75
31414,25
32924,75
3591,75
112093,50
75,39
Total (Ha)
44881
36574,25
55317,93
11909,5
148682,68
100
30,19
24,60
37,21
8,01
100
Hulu
Kecamatan yang memiliki luas kelas kerawanan sangat rawan yang paling
tinggi adalah kecamatan Kosambi (2548 Ha) diikuti Pakuhaji (2367 Ha), dan
Teluk Naga (1538,5 Ha). Daerah ini mempunyai daerah sangat rawan banjir yang
luas dipengaruhi oleh faktor yaitu: kelas lereng yang umumnya datar (0 - 3%),
kelas tinggi dengan kisaran ketinggian 0 12,5 mdpl, tekstur tanah dengan
kriteria Sangat halus, drainase terhambat, dan Penutupan Lahan yang didominasi
sawah, pemukiman dan tubuh air (tambak) (Tabel 21).
40
pada
kecamatan ini menunjukkan daerah ini berpotensi untuk terjadinya banjir. Faktor
faktor tersebut adalah: kelas lereng datar (0 - 3%), tekstur tanah sangat halus,
drainase tanah terhambat, penutupan lahan sawah dan pemukiman, curah hujan
basah (>3000), dan daerah tersebut yang berdekatan dengan sungai. Selain faktor
faktor tersebut, dapat juga dilihat pada peta kerawanan banjir (Gambar 11)
bahwa kecamatan Parung merupakan daerah pertemuan sungai sungai dari
daerah hulu yang bertemu disuatu titik dan mengalir ke hilir.
Pemetaan daerah kerawanan banjir ini bertujuan untuk mengidentifikasi
daerah mana saja yang rawan untuk terjadinya banjir, sehingga daerah tersebut
dapat dianalisis untuk melakukan pencegahan dan penanganan banjir. Untuk
melakukan pencegahan dan penanganan banjir, faktor yang dapat dilakukan
perbaikan/perubahan adalah penutupan lahan yang merupakan faktor manusia.
Dimana penutupan lahan berupa pemukiman, sawah, dan tanah terbuka
memberikan pengaruh yang besar untuk terjadinya banjir. Sedangkan faktor
faktor yang lain merupakan faktor alam yang umumnya sulit untuk dilakukan
perbaikan/perubahan.
41
Sangat
Rawan
32,75
1538,5
2367
2548
750,5
151,75
7388,50
373
34,25
108,25
15,5
32
227,25
139
0
929,25
564,5
293
1685,25
0
358,25
16
76,25
229,5
155,75
58,75
1,75
3
21,75
0
36,5
33,75
0
0
57,25
0
0,5
0
0
0
0
0
3591,75
11909,5
8,01
42
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. DAS Cisadane terdiri dari empat kelas kerawanan banjir yaitu: Aman
(44881Ha/30,19%),
Tidak
rawan
(36574,25
Ha/24,60%),
Rawan
43
DAFTAR PUSTAKA
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Barus B. 2005. Kamus SIG (Sistem Informasi Geografis) dengan 128 Diagram.
Bogor: Studio Teknologi Informasi Spasial.
Barus B, Wiradisastra U. S. 2000. Sistem Informasi Geografi Sarana
Manajemen Sumberdaya. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan
Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Boer R. 2002. Climatic Data Generator. Bogor: Departemen Geofisika dan
Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
ESRI. 1991. Point Interpolation Prosess Wizard. Arc/view user guide. ESRI, Inc.
Grenti L. I. 2006. Peringatan Dini Banjir pada DAS Ciliwung dengan
menggunakan Data Curah Hujan [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu
Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hadjarati D. 2007. Upaya Pengamanan Data Pemetaan Digital. Buletin
Puslitbang, Departemen Pertahanan Republik Indonesia. diakses dari
http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=8&mnorutisi=10.
html [24 Juli 2007].
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta: PT. Pustaka Jaya.
Haridjaja O. 2000. Pencemaran Tanah dan Lingkungan. Diktat Mata Kuliah
Pencemaran Tanah dan Air. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,
Intitut Pertanian Bogor.
Hillel D. 1971. Soil and Water. New York: Academic Press.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2006. Kajian dan Penetapan Kelas Air
Sungai Cisadane. Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup,
Republik Indonesia.
Kingma N. C. 1991. Natural Hazard: Geomorphological Aspect of Floodhazard.
ITC, The Netherlands.
Lillesand T. M. dan Kiefer R. W. 1994. Pengindraan Jauh dan Interpretasi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nurjanah I. 2005. Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir dengan Menggunakan
Sisitem Informasi Geografi (SIG) dan Penginderaan Jauh di Kabupaten
Tanggerang, Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
44
45
LAMPIRAN
46
Analisis Citra
Citra Landsat
1. Koreksi
2. Training site
3. Klasifikasi
4 Ground truth
Penyusunan Atribut
47
Y
9267858
9268124
9267482
9267593
9268172
9269156
9269333
9269883
9270724
9271428
9272372
9272870
9273132
9273696
9274216
9275436
9275713
9275846
9275945
9276583
9271212
9271674
9272227
9272968
9276616
9276719
9276744
9276753
9276758
9276665
9276670
9276704
9276630
9276585
9276650
9276649
9276667
9276643
9276684
9276688
9276674
9276684
9276712
9276698
9276701
9276723
9276708
9276708
Keterangan
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Perkebunan
Pemukiman
Pemukiman
Perkebunan
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Perkebunan
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Sawah
Pemukiman
Pemukiman
Sawah
Sawah
Pemukiman
Perkebunan
Pemukiman
Sawah
Perkebunan
Sawah
Sawah
Sawah
Pemukiman
Sawah
Pemukiman
Sawah
Sawah
Sawah
Pemukiman
Sawah
Sawah
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Sawah
Sawah
Sawah
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
691441
691402
695837
695744
695705
695621
695605
695552
695506
695384
695546
695594
9276739
9276753
9272003
9272058
9272108
9272307
9272404
9272407
9272460
9272515
9272503
9272474
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Sawah
Sawah
Pemukiman
Sawah
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Nama
Stasiun
Elevasi
(mdpl)
1
2
Gunung Mas
Citeko
106,9674
106,9350
-6,7092
-6,4698
1109
1016
3
4
106,8151
106,6039
-6,7368
-6,7226
494
947
5
6
7
8
9
10
Pondok Gedeh
Leuwi
Liang/Perkebunan
Cianten/21 A
Ciampea/1E
Cikasungka
Cengkareng
Cibalagung
Empang
Darmaga
106,7199
106,5386
106,6558
106,7873
106,7914
106,7498
-6,5934
-6,5528
-6,0732
-6,6039
-6,6117
-6,5536
229
384
28
261
266
190
11
Atang Sanjaya
106,7553
-6,5445
166
Pos Hujan
Stasiun
Meteorologi
Pos Hujan
Pos Hujan
76
0
Rata-Rata
Tahunan
(mm)
3146,75
2732,52
63
0
3202,91
4628,20
266,91
385,68
Pos Hujan
Pos Hujan
Pos Hujan
Pos Hujan
Pos Hujan
Stasiun
Klimatologi
Pos Hujan
0
0
0
45
0
44
2967,00
3248,40
1695,37
4731,00
4131,49
4055,60
247,25
270,70
141,28
394,25
344,29
337,97
3040,68
253,39
Ket.
Pos
Hujan
Rata-Rata
Bulanan
(mm)
262,23
227,71
49