Anda di halaman 1dari 46

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya pada kelompok kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan PBL modul
Sesak Napas sistem Kardiovaskuler tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga serta pengikutnya hingga akhir zaman.
Aamiin ya robbal alamin.
Laporan ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas wajib yang dilakukan setelah
selesai membahas kasus PBL. Pembuatan laporan ini pun bertujuan agar kita bisa
mengetahui serta memahami mekanisme serta aspek lain tentang sistem Kardiovaskuler.
Terimakasih kami ucapkan pada tutor kami dr. Zaira yang telah membantu kami dalam
kelancaran pembuatan laporan ini. Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam mencari informasi, mengumpulkan data dan menyelesaikan laporan
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami pada khususnya dan bagi
pada pembaca pada umumnya.
Laporan kami masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangatlah kami harapkan untuk menambah kesempurnaan
laporan kami.

Jakarta, 12 Oktober 2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Modul Sesak Napas diberikan pada mahasiswa semester tiga yang mengambil mata kuliah
sistem Kardiovaskular. Masalah yang ada di modul Sesak Napas ini adalah merupakan
bagian dari pembelajaran sistem Kardiovaskular yang terdiri dari beberapa unit yang
masing-masing membicarakan tentang gangguan pada sister Kardiovaskular dengan keluhan
utama sesak napas. Mahasiswa diharapkan dapat mengerti secara menyeluruh tentang
konsep dasar mekanisme penyakit yang akan didiskusikan.
B. Tujuan Pembelajaran
Tujuan Instruksional Umum:
Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa mampu memahami konsep-konsep dasar yang
berhubungan dengan gejala sesak napas dan mampu menegakkan diagnosis beberapa
penyakit kardiovaskular dengan sesak napas sebagai keluhan utama.
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Memahami perbedaan keluhan sesak napas yang dijumpai pada penyakit kardiovaskuler
dan penyakit non-kardiovaskuler.
2. Memahami mekanisme timbulnya sesak napas pada berbagai penyakit kardiovaskuler
3. Memahami faktor-faktor yang berperan dalam proses patologis yang terjadi di paru-paru
yang menimbulkan gejala sesak napas.
4. Memahami hal-hal yang berhubungan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
penderita kardiovaskuler dengan keluhan sesak napas.
5. Memahami hubungan antara gejala sesak napas dan gejala lainnya yang relevan dengan
diagnosis penyakit kardiovaskuler tertentu.
6. Menentukan jenis pemeriksaan dan prosedur diagnostik tertentu yang menunjang
diagnosis penyakit kardiovaskuler dengan gejala sesak napas.
7. Memahami prosedur tindakan dan terapi pada penderita dengan sesak napas di ruang
gawat darurat akibat penyakit kardiovaskuler tertentu.

8. Memahami kemungkinan komplikasi yang timbul dari penyakit kardiovaskuler tertentu


dengan keluhan sesak napas.
9. Memahami prognosis penyakit-penyakit kardiovaskuler tertentu dengan keluhan sesak
napas.
C. Kegiatan yang Dilakukan
Diskusi Tutorial
Belajar Mandiri
Pleno
Tanya Pakar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Skenario
Seorang perempuan berumur 55 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas
bila melakukan kegiatan fisik disertai denyut jantung yang cepat. Pada umur 12 tahun dia
menderita demam reuma dan terengar bising jantung sejak menderita penyakit tersebut.
Irama jantungnya berupa fibrilasi atrium telah ada sejak 2 tahun lalu yang dapat dikontrol
dengan terapi digoxin 4 kali 0.25 mg. Tanda vital: denyut jantung 80 kali per menit, tekanan
darah 130/80, respirasi 16 kali per menit. Terdengar adanya bunyi ronchi basah halus pada
kedua paru dan bunyi jantung pertama (S1) keras, bunyi jantung kedua (S2) tunggal disertai
Opening Snap (OS)

Kata/Kalimat Kunci
1. Perempuan 55 tahun
2. Sesak napas dan denyut jantung cepat bila melakukan kegiatan fisik
3. Riwayat:

- demam reuma & bising jantung saat usia 12 tahun


- irama jantung fibrilasi atrium sejak 2 tahun lalu

4. Tanda vital:- denyut jantung 80x/menit


- tekanan darah 130/80 mmHg
- respirasi 16x/menit
5. Ronchi basah halus (+)
6. S2 keras, S2 tunggal disertai opening snap

Kata Sulit
Fibrilasi Atrium : aritmia yang ditandai dengan kontraksi yang cepat oleh myocardium
atrial menyebabkan kontraksi ventricular yang cepat dan tidak teratur (Kamus Dorland).
Atau timbulnya hipertrofi kronis dan dilatasi atrium (Buku Ajar Kardiologi)
Opening Snap : timbulnya suara pada saat pembukaan daun katup akibat hilangnya
kelenturan daun katup (Patofisiologi vol.1)
Demam reuma : suatu proses peradangan yang didahului oleh infeksi kuman grup A-B
hemoliticus streptococcus dan merupakan suatu proses imunologi.
Terapi digoxin : suatu glikosida jantung yang didapat dari daun Digitalis lanata,
mengandung 3 molekul digitoxose yang terkait dengan digoxigenin, pemberian peroral,
intramuscular, intravein. Obat ini digunakan untuk mengobati gagal jantung kongestif,
takikardi supra ventrikular dan shock cardiogenic. Cara kerja: bertindak dengan
meningkatkan kontraksi miocardium dengan meningkatkan periode refrakterdan
mengurangi laju konduksi nodus AV.

Identifikasi Problem Dasar


1. Jelaskan definisi , mekanisme dan faktor sesak nafas !
2. Jelaskan perbedaan antara sesak nafas akibat kardiovaskular dengan sesak nafas
non kardiovaskular !
3. Jelaskan mengenai anatomi sistem kardiovaskular !
4. Jelaskan fisiologi sistem kardiovaskular !
5. Jelaskan hubungan antara Fibrilasi Atrium dengan sesak nafas !
6. Jelaskan bunyi jantung normal dan jelaskan penyebab mengapa S1 lebih keras dan
S2 tunggal disertai opening snap !
7. Mengapa terdengar suara ronkhi basah halus pada skenario !
8. Jelaskan hubungan antara demam reuma dengan gejala pada skenario !
9. Jelaskan working diagnostic dan differential diagnostic yang sesuai dengan
scenario !

1. Jelaskan definisi, mekanisme, faktor sesak nafas?

DISPNEA
Pola pernapasan dikontrol oleh seri mekanisme perifer dan sentral yang lebih tinggi yang
dapat meningkatkan ventilasi sesuai dengan peningkatan kebutuhan metabolik selama aktivitas
fisis. Juga peningkatan kebutuhan metabolik selama aktivitas fisik. Juga dapat meningkatkan
ventilasi dalam keadaan kelebihan kebutuhan metabolik pada kondisi seperti kegelisahan dan
ketakutan. Orang normal dalam keadaan istirahat bernapas tidak disasari, dan bila orang tersebut
sadar dalam bernapas pada waktu melakukan kegiatan ringan sampai sedang, tidak mengalami
ketidaknyamanan. Bagaimanapun, selama dan setelah kegiatan yang melelahkan, seseorang
bernapas tidak lega dan merasa yakin bahwa sensasi ini hanya sementara dan sesuai dengan kadar
latihan. Karenanya, seperti gejala utama penyakit yang menyerang system kardio-respirasi, dyspnea
didefinisikan sebagai kesadaran bernapas yang tidak nyaman secara abnormal.
Meskipun dyspnea tidak menyakitkan dalam sensasi kata biasa, dispena seperti nyeri,
melibatkan persepsi sensasi dan reaksi terhadap persepsi tersebut. Pasien mengalami beberapa
sensasi yang tidak menyenangkan yang terkait dengan bernapas dan menggunakan beberapa
ekspresi verbal untuk menerangkan sensasi ini seperti tidak cukup mendapat udara, udara tidak
sepenuhnya turun, rasa tercekik atau sesak atau kelelahan di dada, dan rasa tersumbat. Karena
itu, mungkin perlu meninjau kembali dengan teliti riwayat pasien untuk meyakinkan apakah
deskripsi tersebut, sebenarnya menggambarkan dyspnea. Bila sudah ditegakkan bahwa pasien
sungguh mengalami dyspnea yang terpenting adalah untuk menerangkan keadaan terjadinya
dyspnea dan untuk menilai gejala-gejala terkait. Terdapat keadaan bernapas tampak sulit, tetapi
tidak terjadi dyspnea. Sebagai contoh, hiperventilasi yang disertai dengan asidemia metabolik
jarang disertai dyspnea. Selain itu, pasien dengan pola pernapasan yang tampak normal dapat
mengeluh mengalami sesak napas.

Mekanisme Dispnea
ORGAN
Dokter biasanya menghubungkan gejala dyspnea dengan suatu proses seperti obstruktif jalan
napas atau gagal jantung kongestif, dan biasanya dihasilkan dengan diagnosis selanjutnya dan/atau
usaha terapeutik.
Organ paru
Dispnea terjadi bila kerja pernapasan berlebihan. Peningkatan generasi tekanan diperlukan
otot pernapasan untuk menimbulkan perubahan volume yang diberikan jika dinding dada atau paru
kurang lentur atau jika resistensi terhadap aliran udara ditingkatkan. Peningkatan kerja pernapasan
juga terjadi bila ventilasi berlebihan untuk tingkat aktivitas. Meskipun seseorang lebih mudah
menjadi dispeik bila kerja pernapasan ditingkatkan, teori kerja tidak menerangkan perbedaan
persepsi antara napas dalam dengan peningkatan beban mekanis. Kerja mungkin merupakan hal
yang sama dengan kedua pernapasan, tetapi yang normal adalah dengan peningkatan beban akan
disertai rasa tidak nyaman. Sebenernya, dengan beban respirasi, seperti penambahan resistensi pada
mulut, terdapat peningkatan haluaran pusat pernapasan, diukur dengan indeks terbaru, yang tidak

sesuai terhadap peningkatan kerja pernapasan. Teelah dipostulasikan bahwa setiap saat tekanan
yang ditimbulkan otot selam pernapasan mendekati beberapa fraksi kemampuan yang menimbulkan
tekanan maksimalnya, yang dapat bervariasi diantara individu, dyspnea terjadi karena transduksi
mekanis terhadap rangsangan saraf. Teori seperti ini tidak akan menjelaskan mengapa pasien yang
mengalami paralisis total, baik oleh transeksi medulla atau blockade neuromuskuler, mengalami
dyspnea meskipun dibantu oleh ventilator mekanis. Sangat mungkin, dalam keadaan ini, sinyal dari
paru dan/atau jalan udara beredar melalui saraf vagus ke system saraf pusat untuk menimbulkan
sensasi.
Pada semua kemungkinan, beberapa mekanisme yang berbeda bekerja pada tingkat yang berbeda
dalam berbagai situasi klinis yang disertai dyspnea. Terdapat hubungan antara dekskriptor sensorik
dipsnea dan metode dengan dyspnea yang diinduksi pada subjek normal. Selain itu, terdapat
hubungan antara kelompok deksripsi sensorik tertentu dan proses penyakit yang menyebabkan
dyspnea. Sebagai contoh, pasien dengan penyakit paru restriktif dapat mengeluh napas cepatt,
pasien dengan gagal jantung kongestif dapat menerangkan kebutuhan bernapas dalam, dan pasien
dengan penyakit asma mungkin paling ditekankan di mengi. Mungkin, pada beberapa keadaan,
dyspnea ditimbulkan oleh stimulasi resptor dalam trantus respiratorius bagian atas; pada keadaan
lain, dyspnea ditandai khas oleh aktivasi pusat pernapasan abnormal atau berlebihan dalam batang
otak. Aktivasi ini berasal dari stimulasi yang ditransmisi dari atau melalui variasi jaras dan struktur,
yang termasuk (1) reseptor intratoraks melalui vagus, (2) saraf somatic aferen, terutama dari otot
pernapasan dan dinding dada, tetapi juga dari otot dan sendi rangka lain (3)kemoreseptor dalam
otak, badan karotis dan aorta, dan di semua tampat dalam sirkulasi, (4) pusat (kortikal) yang lebih
tinggi, dan mungkin (5) serat aferen dalam saraf frenikus. Pada umumnya, meskipun variasi antara
keparahan dyspnea dan derajat gangguan fungsi jantung atau paru yang bertanggung jawab.
Penyakit obstruktif paru pada saluran napas. Obstruksi saluran napas dapat ditemukan pada
setiap bagian mulai dari saluran napas dapat ditemukan pada setiap bagian mulai dari saluran napas
ekstratorakal hingga saluran napas yang kecil didaerah perifer paru. Obstruksi saluran napas
ekstratorakal yang besar dapat terjadi secara akut seperti halnya dengan aspirasi makanan ataupun
benda asing atau dengan angioedema glositis. Adanaya bukti disekelilingnya atau informasi saksi
mata harus membuat dokter menvurigai kemungkinan aspirasi, dan adanya riwayat alergi bersamasama dengan beberapa bilur (urtika) yang tersebar harus menimbulkan kecurigaan pada
kemungkinan edema glottis. Bentuk akut obstruksi saluran napas atas ,merupakan keadaan
emergensi medis. Bentuk yang lebih kronik dapat ditemukan pada tumo atau pada stenosis fibrotic
yang terjadi sesudah trakeostomia atau sesudah intubasi endotrakeal yang lama. Baik bentuk yang
akut maupun kronik, gejala utamanya adalah dyspnea, dan tanda-tandanya yang khas terdiri atas
stridor serta retraksi inspiratorik pada fosa supraklavikularis. Obstruksi saluran napas intratorakal
dapat terjadi secara akut dan intermiten atau dapat dijumpai secara kronik dan menjadi semakin
parah kalau terdapat infeksi respiratorius. Obstruksi intermiten yang akut disertai dengan gejala
wheezing merupakan ciri khas serangan asma. Batuk kronik dengan ekspektorasi merupakan ciri
khas bronchitis kronik dan bronkiektasis. Yang paling sering ditemukan adalah pemanjangan
ekspirasi serta suara ronki kasar menyeluruh pada bronchitis kronik dan dapat terlokalisir pada
kasus bronkiektasis. Infeksi yang menyelangi mengakibatkan gejala batuk semakin bertambah
parah, peningkatan pengeluaran sputum yang purulent dan dyspnea yang lebih berat. Selama
serangan tersebut , pasien dapat mengeluhkan serangan dyspnea yang tiba-tiba dimalam hari dengan
gejala wheezing yang berkurang oleh batuk dan pengeluaran sputum. Meskipun terdapat kenyataan

bahwa keterbatsan aliran udara ekspiratorik yang berat dan hyperinflasi paru merupakan ciri khas
penyakit ini, perasaan yang sering dialami pasien adalah ketidakmampuan untuk menarik napas
dalam ketimbang kesulitan untuk mengeluarkan napas.
Pasien dengan emfisema yang dominan ditandai oleh gejala dyspnea deffort selam bertahuntahun kemudian berkembang menjadi gejala dyspnea saat istirahat. Meskipun berdasarkan
definisinya merupakan penyakit parenkim paru, emfisema selalu disertai dengan obstruksi saluran
napas.
Penyakit paru parenkim difus. Kelompok penyakit ini mencakup sejumlah besar penyakit yang
berkisar dari pneumonia akut hingga kelainan kronik seperti sarkoisosis berbagai bentuk
pneumoconiosis. Riwayat penyakit, hasil pemeriksaan jasmani dan kelaianan radiografik sering
memberikan petunjuk untuk penegakan diagnosis. Pasien sering terlihat takipnea dengan PCO2 dan
PO2 arterial dibawah nilai normal. Gerakan badan sering menurunkan lebih lanjut PO2 arterial.
Volume paru menurun, dan paru-pari menjadi lebih kaku, yaitu kurang lentur dibandingkan dengan
paru-paru yang normal.
Penyakit oklusif vaskuler pulmoner. Serangan dyspnea yang berulang-ulang pada waktu istirahat
sering ditemukan pada emboli paru yang rekuren. Sumber terjadinya emboli, seperti flebitis pada
ekstremitas bawah atau pada pelvos, cukup membantu mengarahkan dokter untuk mencurigai
kemungkinan diagnosis tersebut. Hasil analisis gas darah arterial hampir selalu abnormal, tetapi
volume paru acapkali normal atau hanya memperlihatkan abnormalitas yang ringan.
Penyakit pada dinding dada atau otot respirasi . Pemeriksaan jasmani dapat menegakkan
keberadaan penyakit dinding dada seperti kifoskoliosis yang berat, pektus ekskavatum atau
spondylitis. Meskipun keseluruhan tiga deformitas ini dapat disertai dengan gejala dyspnea, hanya
kifoskoliosis berat yang selalu menganggu respirasi dengan intensitas cukup berat hingga terjadi kor
pumonal kronik dan gagal respirasi. Meskipun kapasitas vital, volume paru dan kecepatan aliran
udara tetap normal pada pektus ekskavatum, kompresi jantung akibat sternum yang bergeser ke
posterior pada kasus-kasus yang berat dapat mengganggu pengisisan diastolic ventrikel sewaktu
pasien melakukan gerak badan. Karena itu, komponen kardiogenik dyspnea dapat ditemukan pada
keadaan ini.
Organ jantung
Pada pasien penyakit jantung, dyspnea deffort (dyspnea waktu kerja) paling sering terjadi
sebagai akibat dari kenaikan tekanan kapilaris pulmoner; diluar penyebab yang tidak lazim seperti
penyakit obstruktif kongenital atau dapatan pada pembuluh vena pulmonalis, hipertensi kapilaris
pulmoner merupakan akibat dari hipertensi atrium kiri yang pada gilirannya dapat disebabkan oleh
disfungsi ventrikel kiri dan stenosis mitralis. Kenaikan tekanan hidrostatik pada pulmonary vascular
bed cenderung menganggu keseimbangan starling dengan mengakibatkan transudasi cairan ke
dalam ronggga intertisial alveoli. Kalau berlangsung lama, hipertensi vena pulmonalis akan
mengakibatkan penebalan dinding pembuluh darah pulmonalis yang kecil dan peningkatan sel-sel
serta jaringan fibrosa perivaskuler sehingga terjadi penurunan lebih lanjut pada kelenturan jaringan
paru. Kompetisi ruangan antara pembuluh, jalan napas dan peningkatan cairan dalam ruang
intertisial menganggu lumina jalan napas kecil, meninkatkan resistensi jalan napas. Penurunan
kelenturan (compliance) dan peningkatan resistensi jalan napas meningktkan kerja pernapasan yang

sampai beberapa tingkat diminimalkan dengan pengurangan volume tidal; yang terend,sebaliknya,
dikompensasi melalui peningkatan frekuensi respirasi.
Pada penyakit jantung yang berat, biasanya yang mengenai elevasi tekanan vena sistemik dan
paru, dapat timbul hidrotoraks, selanjutnya menganggu fungsi paru dan meningkatkan dyspnea.
Pada pasien dengan gagal jantung dan curang jantung yang sangat menurun, dyspnea juga dapat
dikaitkan dengan kelelahan otot respirasi sebagai akibat perfusinya yang menurun. Dyspnea juga
dapat dihubungkan dengan hipoksia serebral dan sistemik yang berat dan terjadi selama melakukan
kegiatan pada pasien dengan penyakit jantung kongenital dan pintas kanan ke kiri.
Dyspnea kardiak biasanya dimulai sebagai gejala sesak napas ketika melalukan aktivitas jasmani
yang agak berat dan dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun, gejala ini terus berlanjut
sampai pasien merasa sesak sampai dalam keadaan istirahat sekalipun. Kadang batuk nonproduktif
yang timbul dalam posisi berbaring khususnya dimalam hari, dapat menjadi keluhan yang pertama.
Otropnea, yaitu gejala dyspnea dalam posisi berbaring dan dyspnea nocturnal paroksismal, yaitu
serangan sesak napas yang biasanya timbul dimlam hari serta membuat pasien terbangun dari
tidurnya, merupakan ciri khas untuk bentuk yang lebih lanjut dari keadaan gagal jantung yang
disertai dengan kenaikan tekanan vena dan kapiler pulmonalis. Ortopnea terjadi akibat perubahan
gaya gravitasi ketika pasien berbaring. Penambhan volume darah intratorakal ini menaikkan
tekanan vena dan kapiler pulmonalis yang kemudian meningkatkan volume penutupan pulmonalis
(pulmonary closing volume) serta menurunkan kapasitas vital. Faktor tambahan yang menyertai
posisi berbaring adalah elevasi diafragma yang membuat end-expiratory lung volume menjadi lebih
rendah. Kombinasi end-ek=xpiratory lung volume dengan peningkatan volume penutupan (closing
volume) mengakibatkan perubahan yang berarti pada pertukaran gas alveoli-kapiler.
Dyspnea (Nokturnal) paroksismal. Keadaan ini juga dikneal sebagi asma kardiale, yang ditandai
dengan serangan sesak napas yang berat dan umumnya terjadi pada malam hari serta biasanya
membangunkan pasien dari tidur. Serangan tersebut diteruskan oleh stimulus yang memperburuk
kongesti paru yang sudsh terjadi sebelumnya, kerapkali karena reabsorpsi edema dari bagian tubuh
yang tergantung 9ekstremitas) ketika pasien berbaring. Redistribusi volume darah intratorakal dan
dengan demkian menimbulkan kongesti paru. Pasien yang dalam keadaan tidur dapat menegang
kongesti paru yang relative berat dan hanya terbangun kalau sudah terjadi edema paru serta
bronkospasme yang sebenernya dengan disertai rasa tercekik dan suara wheezing respirasi.
Organ ginjal
Asidosis metabolik disebabkan karena adanya akumulasi asam selain asam karbonat.
Penyebab asidosis metabolik antara lain adalah pemberian asam yang berlebihan, produksi asam
yang berlebihan )asidosis laktat ketika shock atau henti jantung) berkurangnya ekskresi asam oleh
ginjal dan hilangnya bikarbonat, baik melalui usus maupun ginjal. Asidosis metabolik ditandai oleh
turunnya kadar HCO-3. Penderita akan bernapas dengan cepat (hiperventilasi) agar CO2 dapat
cepat dikeluarkan.
Membedakan antara dyspnea kardiak dan pulmoner
Pada sebagian besar pasien dyspnea terdapat bukti klinis yang jelas adanya penyakit pada
jantung atau pada paru. Gejala dyspnea pada oenyakit paru obstruktif menahun (PPOM) atau kronik
cenderung timbul secara lebih berangsur-angsur bila dibandingkan dengan dyspnea pada penyakit

jantung. Tentu saja, pengecualian keadaan ini terdapat pada pasien penyakit paru obstruktif yang
mengalami serangan bronchitis infeksiosa, pneumonia atau pneumothoraks atau eksaserbasi asma.
Seperti halnya pasien dyspnea kardiak, pasien penyakit paru obstruktif menahun juga dapat
terbangun dimalam hari karena sesak napas, tetapi gejala dyspnea akan mereda setelah pasien
berhasil mengeluarkan sputumnya. Kesulitan dalam membedakan antara dyspnea kardiak dan paru
dapat ditambah lagi dengan keberadaan penyakit yang mengenai kedua system organ tersebut.
Pasien dengan riwayat bronchitis kkronik atau asma yang menderita gagal jantung kiri cenderung
untuk mengalami bronkokonstriksi yang rekuren dan memperdengarkan suara wheezing yang
berkaitan dengan serangan dyspnea nocturnal paroksismal serta edema paru. Serangan asma
kardiale yang akut selanjutnya dapat dibedakan dari serangan akut asma bronkiale berdasarkan
gejala diaphoresis, suara saluran napas yang lebih bergelegek dan kejadian sianosis yang lebih
sering ditemukan.
Untuk pasien dengan etiologi dyspnea yang tidak jelas, senaiknya dilakukan tes faal paru
karena tes ini dapat membanyu menentukan apakah dyspnea tersebut ditimbulkan oleh penyakit
jantung, penyakit paru, kelainan dinding dada ataukah oleh kecemasan. Disamping cara-cara lazim
dilakukan untuk menilai pasien yang menderita penyakit jantung, pengukuran fraksi ejeksi pada
saat istirahat dan sewaktu melakukan latihan jasmani (exercise) melalui pemeriksaan ekokardiografi
atau radionuclide ventriculography amat membantu dalam membuat diagnosis banding keadaan
dispena. Fraksi ejeksi ventrikel kiri akan menurun pada gagal ventrikel kiri, sementara pada pasien
penyakit paru yang berat, fraksi ejeksi ventrikel kanan dapat rendah pada saat instirahat atau
menurun sewaktu melakukan latihan jasmani. Kedua fraksi ejeksi tersebut terlihat normal saat
istirahat dan sewaktu melakukan latihan jasmani pada keadaan dyspnea yang disebabkan oleh
kecemasan atau oleh upaya pasien untuk membohongi dokter.

NON ORGANIK
Psikis
Neurosis ansietas. Dyspnea yang dialami oleh seseorang dengan neurosis ansietas
merupakan gejala yang sulit untuk dievaluasi. Keluhan dan gejala hiperventilasi akut serta kronik
tidak dapat dipakai untuk membedakan antara neurosis anisetas dan proses lainnya, seperti emboli
paru yang rekuren. Situasi yang dapat membingungkan lainnya terlihat ketika nyeri dada dan
perubahab gambaran EKG menyertai sindroma hiperventilasi. Jika ditemukan da nada kaitannya
dengan kondisi ini yang sering disebut asthenia neurosirkulatorik, gejala nyeri dada yang
dikeluhkan acapkali terasa menusuk, berpindah-pindah pada berbagai lokasu dan perubahan
gambaran EKG paling sering terlihat selama repolarisasi; padahal aktivitas ventrikel yang ektopik
kadang-kadang terlihat pula. Rangkaian tes faal jantung dan paru yang agak ekstensid serta
dilakukan baik saat istirahat maupun sewaktu melakukan latihan jasmani, mungkin diperlukan
untuk memastikan bahwa ansietas pada kenyataannya merupakan penyebab dyspnea tersebut.
Petunjuk tertentu akan membantu mengarahkan dokter kea rah kecurigaan terhadao kemungkinan
adanya faktor psikogenik sebagai. Respirasi yang sering disertai dengan tarikan napas panjang dan
pola pernapasan yang tidak beraturan merupakan petunjuk yang dapat membantu. Kerapkali pola
pernapasan tersebut akan kembali normal sewaktu pasien tidur.

2. Perbedaan sesak nafas kardiovaskular dengan non-kardiovaskular !

Dispnu
Didefinisikan sebagai pernapasan sadar yang abnormal dan tidak nyaman, maka dispnu
merupakan gejala umum dari penyakit jantung dan penyakit pernapasan dan paling terlihat
menonjol pada aktivitas fisik. Gejala ini berbeda dengan sesak napas pada ansietas di mana
pernapasan sadar meningkat mencapai hiperventilasi, dan gejala sesak napas ini memburuk pada
waktu istirahat atau situasi stress. Hiperventilasi juga menyebabkan gejala-gejala lain (banyak di
antaranya karena penurunan PCO2 dan alkalosis), seperti parastesi perioral dan perifer, penurunan
kesadaran, nyeri tajam pada dada kiri di bawah payudara, dan pada kasus eksgtrem, tetani. Semakin
parah kelainan jantung yang mendasari, dispnu akan muncul pada aktivitas yang lebih ringan dan
akhirnya pada waktu istirahat.
Dispnu karena penyakit jantung terjadi karena kongesti vena pulmonalis. Adanya tekanan
pada atrium kiri akan menimbulkan tekanan vena puolmonalis, yang normalnya berkisar 5 mmHg.
Jika meningkat, seperti pada penyakit katup mitral dan aorta atau disfungsi ventrikel kiri, vena
pulmonalis akan teregang dan dinding bronkus terjepit dan mengalami edema, menyebabkan batuk
iritatif non produktif dan mengi, jika tekanan vena pulmonalis naik lebih lanjut dan melebihi
tekanan onkotik plasma (sekitar 25 mmHg), jaringan paru menjadi lebih kaku karena edema
interstisial (peningkatan kerja otot pernapasan untuk mengembangkan paru dan timbul dispnu),
transudat akan terkumpul dalam alveoli yang mengakibatkan edema paru. Jika keadaan berlanjut,
akan terjadi produksi sputum yang berbuih, yang dapat berwarna kemerahan akibat pecahnya
pembuluh darah halus bronkus yang membawa darah ke dalam cairan edema.
Dispnu jantung akan memburuk dalam posisi berbaring telentang (ortopnu), dan dapat
membangunkan pasien pada dini hari (disertai keringat dan ansietas dispnu nocturnal paroksismal
(paroxysmal nocturnal dyspnoea)), dan akan berkurang jika duduk tegak atau berdiri. Aliran balik
vena sistemik ke jantung akan meningkat pada posisi setengah duduk (recumbent), terutama pada
dini hari ketika volume darah paling tinggi, menyebabkan aliran darah paru meningkat dan disertai
pula peningkatan lebih lanjut tekanan vena pulmonalis. Tetapi jika kontraksi ventrikel kanan sangat
terganggu, seperti pada kardiomiopati dilatasi atau infark ventrikel kanan, ortopnu dapat berkurang
karena jantung kanan tidak dapat meningkatkan aliran darah paru sebagai respons terhadap
peningkatan aliran balik vena.

Meskipun dispnu jantung dapat terjadi akut, umpamanya akibat gagal ventrikel kiri
pascainfark miokard akut, dispnu lebih sering memiliki onset gradual dan bersifat kronis,
memburuk dengan lambat selama beberapa minggu atau bulan. Pada dispnu yang timbul mendadak
harus dipertimbangkan sebab-sebab lain seperti pneumotoraks atau emboli paru. Untuk klasifikasi
New York Heart Association (NYHA): merupakan klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk
menunjukka derajat disabilitas akibat dispnu karena penyakit jantung.
Penyebab Dispnu
Penyebab jantung
Akut
Iskemia atau infark miokard
Regurgitasi mitral akibat rupture korda
Terjadinya AF pada penyakit katup
mitral atau aorta

Klasifikasi NYHA
Menjelaskan tingkat disabilitas akubat dispnu
karena penyakit jantung:
-

Kronis
Disfungsi ventrikel kiri
Penyakit katup mitral atau aorta
Miksoma atrium
Nonjantung
-

Kelas 1 pasien dengan penyakit


jantung tetapi tanpa dispnu selama
aktivitas normal
Kelas 2 penyakit jantung dengan
dispnu ringan / sedang dalam aktivitas
normal
Kelas 3 dispnu berat pada aktivitas
biasa
Kelas
4

setiap
aktivitas
menyebabkan dispnu atau gejalagejala pada waktu istirahat

Akut
Emboli paru
Pneumotoraks
Asma
Sindrom hiperventilasi

Kronis
-

Penyakit paru obstruktif atau restriktif


Hipertensi pulmonal
Kelainan dinding dada
Anemia
Kegemukan dan kurang fit

Sesak napas yang berhubungan kardiovaskuler biasanya sulit untuk menginspirasikan udara,
disertai nyeri dadakhas yaitu nyeri dada sebelah kiri sedangkan pada non kardiovaskuler yaitu sulit
untuk ekspirasi udara, dan nyeri kedua dada. Selanjutnya jika sesak yang terjadi pada penyakit
kardiovaskuler faktor pencetusmya adalah aktivitas/ exercise dan sedangkan jika sesak yang terjadi
pada penyakit non kardiovaskuler seperti pada asthma dia ada faktor pencetusnya yaitu debu atau
udara dan ada riwayat atopi di keluarga.

3. Jelaskan mengenai anatomi cardiovaskuler !


1. Anatomi Jantung
Jantung adalah organ berongga dan memiliki empat ruang yag terletak antara kedua paruparu di bagian tengah rongga toraks. Dua pertiga jantung terletak di sebelah kiri garis
midsternal. Jantung dilindungi mediastinum. Jantung berukuran kurang lebih sebesar
kepalan tangan pemiliknya. Bentuk seperti kerucut tumpul. Ujung atas yang lebar
mengarah ke bahu kanan, ujung bawah yang mengerucut mengarah ke panggul kiri.
a. Pelapis jantung
1. Perikardium
Adalah kantong berdinding ganda yg dapat membesar dan mengecil, membungkus
jantung dan pembuluh drah besar, kantong ini melekat pada diafragma, sternum,
dan pleura yang membungkus paru-paru.
Terdiri dari : lapisan fibrosa luar dan lapisan serosa dalam
2. Lapisan fibrosa luar
Pada perikardium tersusun dari serabut kolagen yg membentuk lapisan
jaringan ikat rapat untuk melindungi jantung
3. Lapisan serosa dalam
a. Membran viseral (epikardium) ; menutup permukaan jantung
b. Membran parietal ; melapisi permukaan bagian dalam fibrosa perikardium
4. Rongga perikardia
Ruang potensial antara membran viseral dan parietal. Ruang ini mengandung
cairan perikardial yang disekresi lapisan serosa untuk melumasi membran dan
mengurangi friksi.

b. Dindingjantung

a. Epikardium ; tersusun dari lapisan sel-sel mesotelial yang berada di atas jaringan ikat.

b. Miokardium ; tengah terdiri dari jaringan otot jantung yang berkontraksi untuk
memompa darah.
c. Endokardium ; tersusun dari lapisan endotelial yang terletak di atas jaringan ikat.
Lapisan ini melapisi jantung, katup, dan menyambung dengan lapisan endotelial yang
melapisi pembuluh darah yang memasuki dan meninggalkan jantung.

c. Ruang Jantung
Terdapat 4 ruang jantung :
I.

Atrium
1. Atrium kanan Terletak dalam bagian superior kanan jantung, menerima darah
dari seluruh jaringan kecuali paru paru.
2. Atrium kiri terletak di bagian superior kiri jantung, berukuran lebih kecil dari
atrium kanan, tetapi dinding nya lebih tebal. Atrium kiri menampung empat
vena pulmonalis yang mengembalikan darah teroksigenasi dari paru paru.
3. Sinus koroner membawa kembali darah dari dinding jantung itu sendiri

II.

Ventrikel
1. Ventrikel kanan terletak di bagian inferior kanan pada apeks jantun. Darah
meninggalkan ventrikel kanan melalui trunkus pulmonar dan mengalir melewati
jarak yang pendek ke paru paru.
2. Ventrikel kiri terletak di bagian inferior kiri pada apeks jantung. Tebal dinding
nya 3 kali tebal dinding ventrikel kanan. Darah meninggalkan ventrikel kiri
melalui aorta dan mengalir ke seluruh bagian tubuh kecuali paru paru.

d. Batas jantung
1. Batas kanan jantung
a. 2 cm dari ics 2 dextra linea sternalis ke arah lateral
b. Turun ke kaudal, costa 5 kanan (proyeksi)
2. Batas kiri jantung
a. Spatium intercostalis 2, 3 cm dari linea sternalis
b. Bawah (ictus cordis)
c. Spatium intercosta 5, lateral linea parasternal
3. Cranial
Sama dengan batas kanan
4. Trabecullae carneae

a. Adalah hubungan otot bundar atau tidak teratur yang menonjol dari permukaan
bagian dalam kedua ventrikel ke rongga ventrikular.
b. Otot papilaris: penonjolan otot trabeculae carneae ke tempat perlekatan korda
kolagen katup jantung (chordae tendineae)
c. Pita moderator : pita lengkung otot pada ventrikel kanan yang memanjang ke
arah transversal dari septum interventrikular menuju otot papilaris anterior.

e. Katup Jantung
1. Katup trikuspid (terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan)
a. Mempunyai 3 katup jaringan ikat fibrosa iregular yang melapisi endokardium.
b. Bagian ujung daun melekat pada chordae tendineae (hearth string) yg melekat
pada otot papilaris.
c. Chordae tendinase berfungsi untuk mencegah terjadinya pembalikan daun katup
ke arah belakang menuju atrium.

Chordae tendinase

2. Katup Bikuspid (mitral)


a. Terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
b. Katup ini melekat pada chordeae tendineae dan oto papilaris, fungsinya sama
dengan fungsi katup trikuspid.
3. Katup semilunar aorta dan pulmonar ; terletak di jalur keluar ventrikular jantung
sampai ke aorta dab trungkus pulmonar.
4. Katup semilunar berbentuk seperti bulan sabit, yang tepi konveksinya melekat pada
bagian pembuluh darah.
5. Batas katup (auskultasi )
a. V.mitral , ictus cordis : intercosta kiri 5
b. V.tricuspid : Intercosta 5 kanan, linea sternalis kanan
c. V. Aorta : Intercosta 2 kanan, linea sternalis kanan
d. V.pulmonalis : Intercostalis 2 kiri, linea sternalis kiri

4. Jelaskan mengenai fisiologi kardiovaskular


Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung, pembuluh darah dan darah. Secara sederhana fungsi
kardiovaskular adalah:

Distribusi O2 dan nutrient (misalnya glukosa, asam amino) ke seluruh jaringan tubuh

Transportasi CO2 dan produk sisa metabolic (misalnya urea) dari jaringan tubuh ke paru dan
organ ekskresi

Distribusi air, elektrolit dan hormon ke seluruh tubuh

Berperan dalam infrastruktur sistem imun

Termoregulasi

Sistem aliran darah

Darah dialirkan melalui sistem kardiovaskuler oleh jantung, suatu pompa muscular yang
dibagi menjadi sisi kiri dan kanan. Setiap sisi terdiri dari 2 ruang, atrium dan ventrikel, yang
terutama tersusun dari sel otot jantung. Atrium yang berdinding tipis bekerja untuk mengisi atau
menyiapkan ventrikel yang berdinding tebal, yang bila berkontraksi dengan kuat akan

menghasilkan tekanan yang mendorong darah keluar ke seluruh tubuh. Darah masuk dan keluar dari
setiap ruang jantung melalui katup-katup satu arah yang terpisah, yang membuka dan menutup
secara bergantian untuk menjamin aliran darah bersifat satu arah.
Saat ventrikel berkontraksi, tekanan internal ventrikel kiri meningkat. Saat tekanan
meningkat, katup aorta membuka dan darah masuk ke aorta, yang merupakan arteri pertama dan
terbesar dari sirkulasi sistemik. Darah mengalir dari aorta ke arteri-arteri utama yang masingmasing memasok darah ke organ atau regio tubuh. Arteri ini kemudian bercabang dan bercabang
lagi menjadi arteri muscular yang lebih kecil, yang akhirnya semakin banyak dan menjadi arteriol.
Arteriol berlanjut menjadi pembuluh darah terkecil, kapiler, yang membentuk jalinan padat di
seluruh jaringan tubuh. Kapiler bersatu menjadi venula-venula kecil yang selanjutnya venula-venula
tersebut bergabung membentuk vena yang secara progresif bersatu membentuk vena kava superior
dan inferior, yang melalui vena tersebut darah kembali ke sisi kanan jantung.
Darah dari vena kava memasuki atrium kanan dan kemudian ke ventrikel kanan melalui
katup tricuspid. Kontraksi ventrikel kanan, bersamaan dengan kontraksi ventrikel kiri, mendorong
darah melalui katup pulmonal ke dalam arteri pulmonalis, yang secara progresif terbagi lagi
membentuk arteri, arteriol dan kapiler dari sirkulasi pulmonal. Sirkulasi pulmonal lebih pendek dan
memiliki tekanan yang jauh lebih rendah daripada sirkulasi sistemik. Jalinan kapiler pulmonal di
dalam paru mengelilingi alveoli paru, memungkinkan pertukaran CO2 dan O2. Darah beroksigen
memasuki venula dan vena pulmonal dan kemudian ke atrium kiri yang memompa darah dari
ventrikel kiri untuk siklus sistemik selanjutnya.

5.Jelaskan hubungan FA dengan sesak napas!

Definisi
Fibrilasi atrium merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan
paling sering menjadi penyebab seseorang harus menjalani perawatan di rumah sakit.Walaupun
bukan keadaan yang mengancam jiwa secara langsung,tetapi FA berhubungan dengan peningkatan
angka morbiditas dan mortalitas.

Epidemiologi
Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 2,2 juta pasien FA dan setiap tahun ditemukan 160.000
kasus baru.Pada populasi umum prevalensi FA terdapat 1-2% dan mengingkat dengan
bertambahnya umur.Pada umur dibawah 50 tahun prevalensi FA kurang dari 1% dan meningkat
menjadi 9% pada usia 80 tahun.Lebih banyak dijumpai pada laki-laki dari pada perempuan waau
terdapat kepustakaan yang mengatakan tidak terdapat kepustakaan yang mengatakan tidak terdapat
perbedaan jenis kelamin.

Etiologi
Fa mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainanstruktural akibat penyakit
jantung.Diketahui bahwa sekitar 25% pasien FA juga menderita penyakit jantung coroner.walau
hanya 10% dari seluruh kejadian infark miokard akut yang mengalami FA,tetapi dapat
meningkatkan angka mortalitas sampai 40%.Pada pasien yang menjalani operasi pintas
coroner,sepertiganya mengalami episode FA terutama pada 3 hari pasca operasi.Walaupun
seringkali menghilang secara spontan,FA pasca operatif tersebuut akan memperpanjang lama
tinggal di rumah sakit.
Sedangkan hubungan antara FA dengan penyakit katup jantung telah lama diketahui.Penyakit
katup reumatik meningkatkan kemungkinan terjadinya FA dan mempunyai resiko empat kali lipat
untuk terjadinya Komplikasi tromboemboli.Pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri,kejadian
FA ditemukan pada satu diantara 5 pasien.FA juga dapat merupakan tampilan awal dari
pericarditis akut dan jarang pada tumor jantung seperti miksoma atrial.Aritmia jantung lain seperti
sindom wolf-parkinson white dapat berhubungan dengan FA.Hal yang menguntungkan adalah
apabila dilakukan tindakan ablasi pada jalur aksesori ekstranodal yang menjadi penyebab sindroma
ini,akan mengeleminasi FA pada 90% kasus.Aritmia lain yang berhubungan dengan FA misalnya
takikardi atrial,AVNRT(Atrio ventricular Nodal Reentrant Tachycardia) dan bradiaritmia
seperti sick sinus syndrome dan gangguan fungsi sinus node lainnya,Kardio miopati
dilatasi,kardio hipertrofik,dsb.

Klasifikasi FA

FA Paroksismal

FA kurang 7 hari.lebih kurang 50% FA paroksimal akan kembali ke irama sinus secara spontan
dalam waktu 24 jam.Fa yang episode awalnya kurang dari 48 jam juga disebut FA paroksismal.

FA Persisten

FA menetap 48 jam tetapi kurang dari 7 hari.diperluakn kardioversi untuk mengembalikan ke


irama sinus.

FA Kronik atau Permanen

FA>7 hari,biasanya dengan kardioversi pun sulit sekali untuk mengembangkan ke irama
sinus(resisten).

Manifestasi klinis FA
FA dapat simptomatik atau asimptomatik.Gejala FA sangat bervariasi tergnatungdari kecepatan laju
irama ventrikel,lamanya FA,penyakit yang mendasarinya.
Sebagian mengeluh berdebar-debar,sakit dada saat beraktivitas,sesak napas,cepat lelah,sinkop atau
gejala tromboemboli,dsb.

PATOFISIOLOGI
Atrium mengalami depolarisasi secara spontan dan tidak beraturan dengan kecepatan
300X/menit,menghantarkan impuls listrik terus menerus ke nodus AV,konduksi ke ventrikel di
batasi oleh sifat refrakter dari nodus AV biasanya sampai 200X/menit dan terjadi tanpa
diduga,memyebabkan timbulnya respons ventrikelyang sangat iregular.

Kesimpulan:
Fibrilasi Atrium Aritmia takikardi(denyut nadi cepat) akibat kecepatan impuls yang
berlebihan otot atrium yang bergetar tidak dapat lagi menghasilkan kontraksi otot yang
terkoordinasi mengurangi lama pengisian ventrikel, oleh respon ventrikel yang cepat terhadap
FA curah jantung berkurang,kongesti paru-paru meningkat.Peningkatan tekanan atrium kiri
sewaktu melakukan kegiatan fisik semakin memperberat kongesti paru-paru Dyspnea(Sesak nafas)

6. Jelaskan bunyi jantung normal dan jelaskan penyebab mengapa S1 lebih keras
dan S2 tunggal disertai opening snap !

Bunyi Jantung
PENDAHULUAN
Di antara pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan untuk diagnosis penyakit jantung, auskultasi
merupakan salah satu bagian yang penting. Dengan auskultasi dapat didengar bunyi jantung dan
bising jantung. Yang dimaksud dengan bunyi jantung ialah vibrasi pendek yang terdengar pada
siklus jantung yang dapat didengar dengan teknik tertentu. Seseorang tidak dapat mendengar
getaran jantung dengan tergesa-gesa atau tanpa petunjuk. Biasanya ada dua bunyi, bunyi jantung I
dan II. Di antaranya ada dua interval yaitu sistole dan diastole. Sistole ialah interval antara bunyi
jantung I dan II dan diastole antara bunyi jantung II dan I.
Waktu mendengar, pemeriksa harus memusatkan pikiran pada sifat, karakteristik dan intensitas
bunyi jantung. Penilaian
dilakukan berurutan dan sendiri-sendiri mulai dari bunyi jantung I, bunyi jantung II, sistole dan
diastole.
Yang digolongkan dalam bunyi jantung ialah:
1. Bunyi-bunyi jantung I, II, III, IV.
2. Opening snap.
3. Irama derap.
4. Klik.
Bunyi jantung I, II merupakan bunyi jantung normal. Bunyi jantung III juga normal bila terdengar
sampai umur 20an. Bunyi jantung IV, opening snap, Irama derap dan klik ditemukan sebagai
keadaan yang patologik. Pada kasuskasus patologik tertentu dapat pula terdengar kelainan
bunyi jantung I, II, III. Makalah ini membicarakan bunyi jantung khususnya produksi yang normal
dan patologik.
PERANAN HEMODINAMIK UNTUK PRODUKSI BUNYI JANTUNG
Bunyi adalah interpretasi subyektif dari sensasi-sensasi yang dihasilkan oleh getaran (vibrasi) yang
mencapai alat pendengaran. Darah dari tubuh perifer yang mengalir kembali ke jantung melalui
vena kava superior dan vena kava inferior, menyebabkan atrium kanan dilatasi dan terisi.
Proses yang sama terjadi simultan pada atrium kiri yang terisi dengan darah asal paru-paru melalui
vena pulmonalis.

Darah mengalir ke dalam kedua ventrikel melalui katupkatup atrioventrikuler yang terbuka karena
kedua ventrikel dalam keadaan diastole. Tekanan secara konstan lebih tinggi dalam atrium daripada
ventrikel. Menjelang akhir diastole (dalam fase presistole), atrium berkontraksi mengalirkan darah
terakhir ke dalam kedua ventrikel. Sebagian besar pengisian ventrikel terjadi tanpa bantuan sistole
atrium. Sekitar 0,2 detik sesudah sistole atrium, ventrikel berkontraksi dan hasilnya berupa
penutupan tiba-tiba katup-katupmitral dan trikuspid yang menghasilkan bunyi jantung I.
Terjadi suatu periode pendek yang disebut interval isometrik kira-kira 0.04 detik yaitu saat katupkatup atrioventrikuler tertutup tetapi tekanan dalam kedua ventrikel belum cukup tinggi untuk
membuka katup-katup semilunaris aorta dan pulmonal. Katup-katup tersebut akan terbuka bila
tekanan dalam ventrikel mencapai tingkat
tekanan diastolik dalam arteri pulmonalis dan aorta. Pada saat sistole ventrikel berakhir, tekanan
dalam ventrikel turun menjadi nol, katupkatup semilunar menutup keras menghasilkan bunyi
jantung II dan katupkatup atrioventrikuler terbuka sehingga darah mengalir ke dalam kedua
ventrikel dari atrium yang tekanannya telah cukup tinggi. Aliran darah yang cepat terjadi terutama
pada awal diastole sebab pada saat itu kedua ventrikel hampir kosong dan terdapat perbedaan
tekanan yang paling besar antara atrium dan vehtrikel. Aliran yang cepat juga nampak pada
presistole ketika kedua atria berkontraksi aktif. Siklus ini kemudian berulang pada setiap denyutan
jantung.
a) percepatan atau perlambatan aliran darah.
b) turbulensi yang timbul selama aliran darah yang cepat.
Vibrasi atau bunyi oleh percepatan/perlambatan darah digolongkan sebagai bunyi jantung dan
vibrasi oleh turbulensi darah dikelompokkan sebagai bising jantung. Sifat-sifat getaran pada sistem
kardiovaskuler ditentukan oleh sifat dasar sistem kardiohemik (kombinasi darah dan dinding
jantung). Sistem tersebut merupakan komponen primer untuk produksi getaran. Getaran-getaran di
transmisi ke semua arah dan terdengar kalau mencapai dinding toraks Dalam sistem kardiovaskuler,
vibrasi disebabkan oleh 2 mekanisme umum:
dengan intensitas yang cukup besar serta frekuensi yang cukup tinggi.
BUNYI JANTUNG NORMAL
Mekanisme terjadinya bunyi jantung khususnya bunyi jantung I masih diperdebatkan namun semua
pihak setuju bahwa ini berhubungan dengan penutupan katup mitral/ katup trikuspid yang terdengar
paling baik di apeks.
Bunyi jantung I dapat dibagi atas 4 komponen:

1. Vibrasi berfrekuensi rendah dan intensitas kecil. Terjadi pada awal sistole ventrikel; darah
mengalir ke arah atrium untuk menutup katup-katup atrioventrikuler. Vibrasi dan gerakan
darah ini merupakan komponen I yang terjadi mendahului peninggian tekanan intraventrikuler
sebelum katup=katup atrioventrikuler tertutup/teregang.
2. Komponen II dengan frekuensi dan amplitudo tinggi, mulai terdengar bersamaan dengan saat
gerakan darah yang menyebabkan katup atrioventrikuler yang tertutup menjadi amat regang
sehingga aliran darah kembali ke arah ventrikel
3. Komponen III mulai pada saat kontraksi ventrikel yang menyebabkan peninggian tekanan
intraventrikuler menjadi lebih besar daripada tekanan dalam aorta/pulmonalis dan darah
bergerak ke arah katup-katup semilunaris. Oleh karena itu, bagian pertama dari darah yang
bergerak ke luar dari ventrikel meregangkan bagian proksimal arteri-arteri tersebut. Pelebaran
tiba-tiba segmen proksimal arteri dapat menyebabkan kembalinya darah ke arah ventrikel.
Gerakan darah ke belakang dan ke depan di antara pangkal arteri dan ruang-ruang ventrikel ini
yang menyebabkan komponen III bunyi jantung I. Frekuensi dan intensitasnya seperti pada
komponen II.
Komponen IV berupa vibrasi lemah bernada rendah disebabkan oleh turbulensi darah yang
mengalir cepat melalui aorta asendens/pulmonalis.
Biasanya hanya komponen II & III yang terdengar, disebut M1 dan Tl . Bunyi jantung II
didahului rendah mengiringi perlambatan dan aliran darah yang terbalik dalam aorta dan pulmonalis
sebelum penutupan katup-katup semilunaris. Aliran darah yang terbalik terjadi pada saat ventrikel
relaksasi yaitu pada saat tekanan dalam ventrikel turun secara drastis.
Bagian bunyi jantung II terdengar mulai sejak penutupan dan teregangnya katup-katup semilunaris.
Jadi sebenarnya bunyi jantung II disebabkan oleh perlambatan darah akibat proses penutupan katupkatup semilunaris aorta/ pulmonal dan bukan oleh penutupan katup-katup tersebut. Walaupun
demikian bunyi jantung II diberi nama A2 dan P2. Pada bayi, anak dan dewasa muda, bunyi jantung
II terdengar pecah pada inspirasi dan tunggal pada ekspirasi.
Bunyi jantung III terjadi pada akhir fase pengisian cepat. Penghentian tiba-tiba fase pengisian cepat
menyebabkan seluruh sistem atrioventrikuler bergetar dengan frekuensi sangat rendah sebab
ventrikel dalam keadaan relaksasi; terdengar 0,10,2 detik setelah bunyi jantung II.
S1 lebih keras:
SI adalah bunyi yang ditimbulkan oleh penutupan katup mitral dan trikuspidal. Pada
stenosis mitral, SI lebih keras. Ini disebabkan karena adanya perkapuran atau plaq yang ada
di katup mitral yang mengakibatkan katup menjadi kaku. Akibatnya, pada waktu darah yang

ada di ventrikel kiri ingin menutup katup mitral, butuh tekanan yang lebih tinggi. Hal inilah
yang menyebabkan S1 lebih keras.
S2 tunggal:
S2 tunggal berarti bahwa bunyi pada penutupan katup arteri pulmonalis tidak ada. Ini
disebabkan karena pada stenosis mitral terjadi penumpukan darah di atrium kiri yang
berakibat pada penumpukan pula di paru-paru. Karena di paru-paru darah menumpuk, akan
berakibat darah yang ada di arteri pulmonalis tidak bisa masuk dan akhirnya juga menumpuk.
Akibatnya, karena ada penumpukan darah di ateri pulmonalis, pada waktu katup pulmonalis
menutup tidak ada bunyi yang ditimbulkan.
Opening snap:
Opening snap merupakan ciri khas dari stenosis mitral. Yang dimaksud dengan
opening snap yaitu adanya bunyi jantung pada waktu katup membuka sementara pada
jantung normal tidak ada bunyi yang ditimbulkan akibat katup membuka. Hal ini terjadi
karena pada stenosis mitral ada perkapuran atau plaq yang menyebabkan katup menjadi
kaku. Akibatnya, agar darah dapat turun ke ventrikel kiri butuh tekanan yang lebih besar dari
normalnya agar katup tersebut dapat membuka. Ketika tekanan ditinggikan untuk membuka
katup, terjadi bunyi. Bunyi inilah yang dinamakan opening snap.

7. Mengapa terdengar suara ronkhi basah halus pada skenario?


Pada kasus ini otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan
pemompaan darah. Makin lama kontraksi atrium makin berperan aktif sebagai faktor pembantu
pengisian ventrikel. Atrium kiri kini tidak lagi berfungsi primer sebagai penampung pasif tetapi
berfungsi mengalirkan darah ke ventrikel. Dilatasi atrium terjadi karena volume atrium kiri
meningkat akibat ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal.
Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh
darah paru. Tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat akibatnya terjadi kongesti paruparu,mulai dari kongesti vena yang ringan sampai edema interstisial yang kadang-kadang disertai
transudasi cairan ke dalam alveoli. Edema paru menyebabkan pasien sering merasa sesak napas saat
beraktivitas ringan dan berbaring sebagai kompensasi akibat lumen bronkus dan alveolus mengecil
yang menyebabkan pertukaran gas terganggu.. Pada edema paru, alveolus yang tergenang cairan
transudasi yang menimbulkan suara ronki basah basal halus saat auskultasi.

8. Jelaskan hubungan antara demam reuma dengan skenario !


Demam reumatik akut merupakan sekuele faringitis akibat streptococcus -hemolitikus grup A.
Demam reumatik timbul hanya jika terjadi respon antibodi atau imunologis yang bermakna
terhadap infeksi streptococcus sebelumnya. Patogenesis pasti demam reumatik masih belum
diketahui.
Dua mekanisme dugaan yang telah diajukan adalah :
respons hiperimun yang bersifat autoimun maupun alergi
efek langsung organisme streptococcus atau toksinnya.

Reaksi autoimun terhadap infeksi streptococcus secara teori akan menyebabkan kerusakan jaringan
atau manifestasi demam reumatik, dengan cara :

1.

Streptococcus grup A akan menyebabkan infeksi faring,

2.

Antigen streptococcus akan menyebabkan pembentukan antibodi pada pejamu hiperimun,

3.

Antibodi akan bereaksi dengan antigen streptococcus, dan dengan jaringan pejamu yang
secara antigenik sama seperti streptococcus (dengan kata lain : antibodi tidak dapat
membedakan antara antigen streptococcus dengan antigen jaringan jantung)

4.

Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan pejamu sehingga mengakibatkan kerusakan


jaringan.
Apapun patogenesisnya, manifestasi demam reumatik akut berupa peradangan difus yang

menyebabkan jaringan ikat beberapa organ, terutama jantung. Terserangnya jantung merupakan
keadaaan yang sangat penting karena dua alasan berikut :
(1) kematian fase akut, walaupun sangat rendah tetapi hampir seluruhnya disebabkan oleh gagal
jantung
(2) kecacatatan residual yang terutama disebabkan deformitas katup.

Demam reumatik dapat mengakibatkan peradangan pada semua lapisan jantung yang disebut
pankarditis. Peradangan endokardium biasanya mengenai endotel katup, mengakibatkan
pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup. Vegetasi seperti manik-manik akan timbul
di sepanjang pinggir daun katup. Perubahan akut ini dapat mengakibatkan regurgitasi katup ;
stenosis tidak terdeteksi sebagai lesi akut. Gangguan katup akut sering bermanifestasi klinis sebagai
bising jantung.

9. Jelaskan WD dan DD pada skenario !


Working Diagnostic :

Stenosis Mitral
Definisi
Stenosis mitral dapat diartikan sebagai blok aliran darah pada tingkat katup mitral, akibat adanya
perubahan struktur mitral leafleats, yang menyebabkan tidak membukanya katup mitral secara
sempurna pada saat diastolik.
Mitral Stenosis adalah sumbatan katup mitral yang menyebabkan penyempitan aliran darah ke
ventrikel. Pasien dengan mitral stenosis secara khas memiliki daun katup mitral yang menebal,
kommisura yang menyatu, dan korda tendineae yang menebal dan memendek. Diameter transversal
jantung biasanya dalam batas normal, tetapi kalsifikasi dari katup mitral dan pembesaran atrium kiri
dapat terlihat.
Mitral stenosis menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan perubahan-perubahan pada
pembuluh darah paru-paru sesuai beratnya dan kondisi jantung. Konveksitas batas kiri jantung
mengindikasikan bahwa stenosis menonjol. Pada kebanyakan kasus terdapat dua kelainan yakni
stenosis mitral dan insufisiensi mitral, umumnya salah satunya menonjol. Ventrikel kiri juga sangat
melebar ketika insufisiensi mitral terlibat sangat signifikan. Tanda-tanda radiologis klasik dari
pasien dengan mitral stenosis yaitu adanya kontur ganda (double contour) yang mengarah pada
adanya pembesaran atrium kiri, serta adanya garis-garis septum yang terlokalisasi.
Kondisi ini membuat tekanan vena pulmonal meningkat sehingga menyebabkan diversi darah, pada
foto toraks terlihat pelebaran relatif pembuluh darah bagian atas paru dibanding pembuluh darah
bawah paru. Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan
menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit
(stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang
menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala lainnya.

Etiologi
Stenosis mitral merupakan kelaianan katup yang paling sering diakibatkan oleh penyakit jantung
rheumatik. Diperkirakan 99 % stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rheumatik.
Walaupun demikian, sekitar 30 % pasien stenosis mitral tidak dapat ditemukan adanya riwayat
penyakit tersebut sebelumnya.
Disamping atas dasar penyakit jantung rheumatik, masih ada beberapa keadaan yang dapat
memperlihatkan gejala-gejala seperti stenosis mitral, misalnya miksoma atrium kiri, bersamaan
dengan ASD (atrium septal defect) seperti pada sindrom Lutembacher, ball velve thrombi pada
atrium kiri yang dapat menyebabkan obstruksi outflow atrium kiri. Kausa yang sangat jarang sekali
ialah stenosis mitral atas dasar kongenital, dimana terdapat semacam membran di dalam atrium kiri
yang dapat memeprlihatkan keadaan kortri atrium. (Arjanto Tjoknegoro. 1996).
Miksoma (tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah ketika
melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral.
Manifestasi Klinis
Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di dalam vena paruparu meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di dalam paru- paru
(edema pulmoner). Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak
nafas. Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas, tetapi lama-lama sesak
juga akan timbul dalam keadaan istirahat.
Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh beberapa buah
bantal atau duduk tegak. Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa seseorang menderita
stenosis katup mitral. Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena atau kapiler
pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-paru. Pembesaran atrium kiri bisa
mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur.
Tanda dan gejala lain yang menyertai stenosis mitral seperti sangat capai, lemah, dyspnea, capek
bila ada kegiatan fisik, nocturnal dyspnea, batuk kering, bronchitis, rales, edema paru-paru,
hemoptysis/batuk darah, kegagalan pada sebelah kanan jantung. Auskultasi: teraba getaran apex S1
memberondong, peningkatan bunyi. Murmur:lemah, nada rendah, rumbling/gemuruh, diastolic pada
apex.

Stenosis mitral menyebabkan:


1.

Meningkatnya tekanan atrium kiri

Bila tekanan atrium kiri naik melebihi tekanan onkotik plasma (25-30 mmHg) dapat timbul
transudat cairan melewati pembuluh kapiler paru. Bila cairan interstitinal ini melebihi kapasitas
limfatik, maka terjadilah edema paru. Transudat ini dapat bervariasi sesuai dengan luas penampang
lintang dari lubang katup (derajat stenosis mitral), aliran total (CO), dan lamanya aliran (HR).
2.

Penurunan CO, yang terikat pada lubang stenotik

3.

Meningkatnya resistensi vaskular paru

Derajat peningkatan resistensi vaskuler paru bervariasi diantara pasien. Peningkatan ini terutama di
sebabkan oleh vasokontriksi pada arteriola paru yang diperberat oleh hipertroi lapisan media dan
intima. Pada hampir semua pasien, hipertensi pulmonar berkurang setelah pembedahan reparasi.
Berikut ini merupakan beberapa tanda dan gejala yang timbul pada kelainan mitral stenosis yaitu :
1)

Kelemahan, dispnea saat beraktifitas ( karena penurunan curah jantung )

2)

Paroxysmal Noctural Dyspnea (PND) dan orthopnea ( akibat edema paru)

3)

Batuk kering dan hemoptisis ( akibat edema paru )

4)

Hepatomegali, peningkatan JVP, pitting edema ( akibat gagal jantung kanan )

5)

Auskultasi

-Apical diastolik murmur, rumbling ( bergemuruh )


-Bunyi Jantung 1 (BJ1) mengeras dan mitral opening snap
6)

EKG

- Gelombang P memanjang dan berlekuk puncaknya (P mitral) di lead II.

- Gelombang P komponen negatif yang dominan di lead V1

, yaitu atrium kiri mengalami

hipertrofi.
-Hipertrofi ventrikel kanan ( RVH )
-Fibrilasi atrium atau atrial vibrilasi (akibat hipertrofi dan dilatasi kronis atrium)
7)

Rontgen Toraks

-Hipertrofi atau pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan


-Kongesti vena pulmonalis, edema paru (perkabutan lapang paru)
-Redistribusi vaskular ke lobus atas paru
8)

Echocardiografi

-Kalsifikasi dan kekakuan katup mitral


-Dilatasi atrium kiri
Patofisiologi
Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup mitral pada waktu fase
penyembuhan demam rematik. Terbentuk sekat jaringan ikat dengan pengapuran yang
mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastole akan lebih kecil. Pada orang dewasa
normal orifisium katup mitral adalah 2-6cm2. Dengan adanya obstruksi yang signifikan, misalnya
jika orifisium kurang dari 2cm2, darah dapat mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri hanya jika
didorong oleh gradien tekanan atrioventrikuler kiri yang meningkat secara abnormal, merupakan
tanda hemodinamik stenosis mitral. Jika lubang katup mitral kurang dari 1cm2, tekanan atrium kiri
kurang dari 25mmHg diperlukan untuk mempertahankan curah jantung yang normal.
Peninggian tekanan atrium kiri akan diteruskan ke vena pulmonalis sehingga tekanan pada vena
pulmonalis akan ikut meninggi. Jika peninggian tekanan vena pulmonalis melebihi tekanan onkotik
olasma maka akan timbul transudasi cairan kedalam alveoli dan jaringan interstisial yang disebut
sebagai edema paru. Karena peninggian tekanan ini, lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya
penebalan lapisan intima dan media dari arteriol. Hal ini dapat berakibat peninggian tahanan paru

yang menyebabkan beban pernafasan bertambah . peninggian tekanan pada vena pulmonalis dan
kapiler secara pasif akan diteruskan ke sistem arteri pulmonal yang dapat menyebabkan hipertensi
pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi ventrikel kanan dan insufisiensi katup trikuspid. Pada
akhirnya vena vena sistemik akan mengalami bendungan pula, seperti pada hati, kaki dan lain lain.
Bendungan hati yang berlangsung lama akan menyebabkan gangguan pada fungsi hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah dengan takikardi. Tetapi
kompensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung karena pada tingkat tertentu akan
mengurangi masa pengisian diastolik. Regangan otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris
sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel dari atrium dan
memudahkan terjadinya trombus di atrium kirii/
Pemeriksaan Diagnosis
Dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar murmur jantung yang khas ketika darah mengalir
atau menyembur melalui katup yang menyempit dari atrium kiri. Tidak seperti katup normal yang
membuka tanpa suara, pada kelainan ini katup sering menimbulkan bunyi gemertak ketika
membuka untuk mengalirkan darah ke dalam ventrikel kiri.
Diagnosis biasanya diperkuat dengan pemeriksaan:
1. Elektrokardiogram
Pemeriksaan Elektrokardiogram pada stenosis mitral mempunyai beberapa aspek :
a) Membantu menegakkan diagnosis stenosis mitral.
b) Adanya perubahan pada EKG tidak merupakan suatu indicator akan beratnya perubahan
hemodinamik
c) Dapat mendeteksi kondisi lain disamping adanya stenosis mitral.
2.

Rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium)

Hal-hal yang terlihat pada pemeriksaan radiologis adalah :


a) Left atrial appendage dan atrium kiri membesar.

b) Vena pulmonal menonjol, terutama terlihat pada bising jantung


c) Lapangan baru memperlihatkan tanda-tanda bendungan, kadang-kadang terlihat garis pada
septum interstitial pada daerah kostofrenikus.
3.

Ekokardiografi (teknik penggambaran jantung dengan menggunakan gelombang ultrasonik).

Stenosis mitral umumnya mudah didiagnosis dengan perekaman ekokardiografi M mode, tetapi
pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk menduga derajat stenosis mitral.
Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Stenosis katup mitral dapat dicegah hanya dengan mencegah terjadinya demam rematik, yaitu
penyakit pada masa kanak-kanak yang kadang terjadi setelah strep throat (infeksi tenggorokan oleh
streptokokus) yang tidak diobati.
Pengobatan
1. Terapi medika mentosa
Penyakit katup mitralis memiliki perjalanan klinis yang bertahap dan berlangsung lama. Biasanya,
dispneu merupakan gejala yang sangat menonjol dan mengganggu. Namun pada awalnya, gejala
berespons terhadap terapi medis yang berupa:
a.Diuretik untuk mengurangi kongesti. Diuretik dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru
dengan cara mengurangi volume sirkulasi darah.
b.digoksin untuk meningkatkan daya kontraksi bila terjadi infusiensi mitralis atau mengurangi
respons ventrikel pada fibrilasi atrium
c.antidisritmia jika terjadi fiblasi atrium
d.terapi vasodilator bila ada infusiensi mitralis untuk mnegurangi beban akhir (overload), dengan
mengurangi aliran balik dan menambah aliran kedepan
e. antikoagulan bila ada ancaman embolisasi sitemik

f.antibiotik untuk profilaksis endokarditis


Terapi pembedahan
Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan, mungkin perlu dilakukan
perbaikan atau penggantian katub. Pada prosedur valvuloplasti balon, lubang katub diregangkan.
Kateter yang pada ujungnya terpasang balon, dimasukkan melalui vena menuju ke jantung. Ketika
berada di dalam katup, balon digelembungkan dan akan memisahkan daun katup yang
menyatu. Pemisahan daun katup yang menyatu juga bisa dilakukan melalui pembedahan.
Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:
1. Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm) dan keluhan,
2. Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal,
3. Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti:
-Usia tua dengan fibrilasi atrium,
-Pernah mengalami emboli sistemik,
-Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri.
Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi,
2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin dilihat dengan jelas
keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di dalam atrium,
3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai regurgitasi dan
klasifikasi katup mitral yang jelas.
Sesuai dengan petunjuk dari American Collage of Cardiology/American Heart Association
(ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnosis prosedur terapi sebagai berikut:

1. Klas I: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan
itu bermanfaat dan efektif.
2. Klas II: keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat tentang manfaat atau efikasi dari suatu
prosedur atau pengobatan, a.II.a. Bukti atau pendapat lebih ke arah bermanfaat atau efektif, b.II.b.
Kurang/tidak terdapatnya bukti atau pendapat adanya menfaat atau efikasi.
3. Klas III: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan
itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus berbahaya.
PROGNOSIS
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis) dan
pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis
dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi kommisura, fusi serta pemendekan korda atau kombinasi
dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal,
mengecilnya area katup mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing
(button hole). Fusi dari kommisura ini akan menimbulkan penyempitan dari orifisium primer
sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.
Pada endokarditis rematika, daun katup dan korda akan mengalami sikatris dan kontraktur
bersamaan dengan pemendekan korda sehingga menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk
funnel shaped.
Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia lanjut dan biasanya lebih sering pada perempuan
dibandingkan laki-laki serta lebih sering pada keadaan gagal ginjal kronik. Apakah proses
degeneratif tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi masih perlu evaluasi lebih jauh, tetapi
biasanya ringan. Proses perubahan patologi sampai terjadinya gejala klinis (periode laten) biasanya
memakan waktu berahun-tahun (10-20 tahun).

Differential Diagnostic 1:

INSUFISIENSI MITRAL
Etiologi
Etiologi dibagi atas reumatik dan non reumatik (degenerative, endokarditis, penyakti jantung
koroner, penyakit jantung bawaan, truma, dll). Di Indonesia, penyebab terbanyak adalah
demam reumatik. Sekitar 30% tidak mempunyai riwayat demam reumatik yang jelas.
PATOFISOLOGI
Insufisiensi mitral akibat reuma terjadi karena katup tidak bisa menutup sempurna waktu
sistolik. Perubahan pada katup meliputi klasifikasi, penebalan, dan distorsi daun katup. Hal
ini mengakibatkan koaptasi yang tidak sempurna waktu sistolik. Selain pemendekan korda
tendinea mengakibatkan katup tertarik ke ventrikel, terutama bagian posterior, dapat juga
terjadi dilatasi annulus atau ruptur korda tendinea. Selama fase sistolik, terjadi aliran
regurgitasi ke atrium kiri, mengakibatkan gelombang V yang tinggi di atrium kiri, sedangkan
aliran ke aorta berkurang. Pada saat diastolik, darah mengalir dari atrium ke ventrikel.
Darah tersebut selain yang berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis, juga terdapat
darah regurgitan dari ventrikel kiri waktu sistolik sebelumnya. Ventrikel kiri cepat distensi,
apeks bergerak ke bawah secara mendadak, menarik katup, korda, dan otot papilaris. Hal ini
menimbulkan vibrasi membentuk bunyi jantung ketiga. Pada insufisiensi mitral kronik,
regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan vena-vena pulmonalis dapat ditoleransi tanpa
meningkatkan tekanan baji dan aorta pulmonal.
MANIFESTASI KLINIS
Regurgitasi mitral dapat ditoleransi dalam jangka waktu lama tanpa keluhan pada jantung,
baik saat istirahat maupun berkativitas. Sesak napas dan lekas lelah merupakan keluhan
awal secara berangsur-angsur menjadi ortopnea, dispnea noktural paroksismal, dan edema
perifer.
Pada pemeriksaan fisik, fasies mitral lebih jarnag terjadi dibandingkan dengan stenosis
mitral. Pada palpasi tergantung derajat regurgitasinya, mungkin didapatkan peningkatan
aktivitas jantung kiri. Pada auskultasi terdengar bising pansistolik yang bersifar meniup di
apeks, menjalar ke aksilla, dan mengeras saat respirasi. Bunyi jantung pertama melemah,
katup tidak menutup sempurna pada akhir diastolik. Pada saat tersebut tekanan atrium dan
ventrikel kiri sama. Terdengar bunyi jantung ke-tiga akibat pangisian cepat ke ventrikel kiri
pada awal diastolik dan diikuti diastolic flow murmur karena volume atrium kiri yang besar
menglir ke ventrikel kiri.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada insufisiensi mitral yang ringan mungkin hanya terlihat gambaran P mitral dengan aksis
dan kompleks QRS yang masih normal. Pada tahap lanjut terlihat aksis yang bergesar ke
kiri dan disertai hipertrofi ventrikel kiri. Blok berkas kanan yang tidak komplit (rsR di V1)
didapatkan pada 5% pasien. Semakin lama penyakit, kemungkinan timbulnya aritmia
atrium semakin besar. Kadang-kadang timbul ekstrasistolik, takikardi, dan flutter atrium,
paling sering fibrilasi, yang awalnya paroksismal dan akhirnya menetap.
Pada pemeriksaan foto thoraks, kasus ringan tanpa gangguan hemodinamik yang nyata,
besar jantung biasanya normal. Pada keadaan lebih berat terlihat pembesaran atrium kiri

dan ventrikel kiri, serta mungkin tanda-tanda bendungan paru. Kadang-kadang terlihat
perkapuran pada annulus mitral.
Fonokardiografi dilakukan untuk mencatat konfirmasi bising dan mencatat adanya bunyi
jantung ketiga pada insufisiensi mitral sedang sampai berat. Ekokardiografi digunakan
untuk mengevaluasi gerakan katup, ketebalan, serta adanya perkapuran pada mitral.
Ekokardiografi Doppler dapat menilai derajat rigurgitasi. Pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan ada tidaknya reuma aktif/reaktivasi.
PENATALAKSANAAN
Pemberian antibiotik untuk mencegah reaktivasi reuma dan timbulnya endokarditis infektif.

Differential Diagnostic 2:

Stenosis Aorta
Stenosis aorta adalah kekakuan pada katup aorta. Katup aorta yang seharusnya berfungsi
dengan baik saat sistolik maupun diastolik mengalami kekakuan sehingga aliran darah tidak dapat
masuk ke aorta secara sempurna (Price dan Wilson, 2005).
Gambar 1. Kekakuan katup aorta pada stenosis aorta.

Stenosis aorta dapat terjadi pada supravalvular, valvular, dan subvalvular. Lokasi pada
supravalvular jarang ditemukan dan biasanya terkait dengan Williams syndrome (hyperkalemia,
facies Elin, stenosis pulmonal, hipoplasia aorta, dan stenosis pada arteri renalis, arteri coeliaca, dan
arteri mesenterika superior).
Lokasi valvular lebih sering ditemukan dibandingkan lokasi supravalvular. Biasanya aorta
stenosis valvular dikaitkan dengan proses lanjut dari degenerasi katup bicuspid. Sedangkan aorta
stenosis subvalvular terkait dengan kardiomiopati hipertrofi dan membrane fibrosa subaortik.
Ketiga lokasi yang disebutkan di atas semuanya merupakan jenis stenosis aorta tipe kongenital.
Sementara stenosis aorta tipe didapat disebabkan dari rheumatic valvulitis dan degeneratif
(fibrocalsific senile aorta stenosis) (Braunwald, 2003).
Patogenesis
Hambatan aliran darah di katup aorta akan merangsang mekanisme RAA (ReninAngiotensin- Aldosteron) beserta mekanisme lainnya agar miokard hipertrofi. Penambahan massa
otot ventrikel kiri ini akan meningkatkan tekanan intraventrikel agar dapat melampaui tahanan
stenosis aorta tersebut. Namun bila tahanan aorta bertambah, maka hipertrofi akan berkembang

menjadi patologik dengan gejala sinkop, iskemia sub-endokard yang menghasilkan angina dan
berakhir dengan gagal miokard (gagal jantung kongesif).
Patofisiologi
Stenosis aorta akan menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta pada waktu sistolik.
Meningkatnya resistensi pada ejeksi ventrikel menyebabkan beban tekanan ventrikel kiri
meningkat. Kondisi yang terus menerus seperti ini akan menyebabkan ventrikel kiri memompa
lebih kuat dan terjadilah hipertrofi ventrikel kiri.
Ventrikel kiri sebenarnya memiliki kemampuan kompensasi yang cukup besar. Pada awal
stenosis maka ventrikel kiri akan memperbesar tekanan dan memperpanjang waktu ejeksi. Namun
kompensasi yang telah terlampaui akan menimbulkan titik kritis pada stenosis aorta. Titik kritis
terjadi bila lumen katup aorta mengecil dari ukuran 3-4 cm2 menjadi kurang dari 0,8 cm2. Biasanya
tidak terdapat perbedaan tekanan antar dua sisi katup sampai ukuran lumen berkurang menjadi 50 %
(Price dan Wilson, 2005).
Manifestasi Klinis
Stenosis katup aorta dapat terjadi dari tahap ringan hingga berat. Tipe gejala dari stenosis
katup aorta berkembang ketika penyempitan katup semakin parah. Regurgitasi katup aorta terjadi
secara bertahap terkadang bahkan tanpa gejala hal ini dikarenakan jantung telah dapat
mengkompensasi penurunan kondisi katup aorta.
Berikut manifestasi klinis dari stenosis katup aorta :
1. Nyeri dada
Nyeri dada adalah gejala pertama pada sepertiga dari pasien-pasien dan akhirnya
pada setengah dari pasien-pasien dengan aortic stenosis. Nyeri dada pada pasienpasien dengan aortic stenosis adalah sama dengan nyeri dada (angina) yang dialami
oleh pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner (coronary artery disease). Pada
keduanya dari kondisi-kondisi ini, nyeri digambarkan sebagai tekanan dibawah
tulang dada yang dicetuskan oleh pengerahan tenaga dan dihilangkan dengan
beristirahat. Pada pasien-pasien dengan penyakit arteri koroner, nyeri dada
disebabkan oleh suplai darah yang tidak cukup ke otot-otot jantung karena arteriarteri koroner yang menyempit. Pada pasien-pasien dengan aortic stenosis, nyeri
dada seringkali terjadi tanpa segala penyempitan dari arteri-arteri koroner yang
mendasarinya. Otot jantung yang menebal harus memompa melawan tekanan yang
tinggi untuk mendorong darah melalui klep aortic yang menyempit. Ini

meningkatkan permintaan oksigen otot jantung yang melebihi suplai yang dikirim
dalam darah, menyebabkan nyeri dada (angina).

Ciri-ciri angina :
Biasanya penderita merasakan angina sebagai rasa tertekan atau rasa sakit di bawah
tulang dada (sternum).
Nyeri juga bisa dirasakan di:
-

Bahu kiri atau di lengan kiri sebelah dalam.

Punggung

Tenggorokan, rahang atau gigi

Lengan kanan (kadang-kadang).

Banyak penderita yang menggambarkan perasaan ini sebagai rasa tidak nyaman dan bukan
nyeri.
Yang khas adalah bahwa angina:
-

dipicu oleh aktivitas fisik

berlangsung tidak lebih dari beberapa menit

- akan menghilang jika penderita beristirahat.


Kadang penderita bisa meramalkan akan terjadinya angina setelah melakukan kegiatan
tertentu.

Angina sering kali memburuk jika:


-

aktivitas fisik dilakukan setelah makan

cuaca dingin

stres emosional.

2. Pingsan (syncope)
Pingsan (syncope) yang berhubungan dengan aortic stenosis biasanya dihubungkan
dengan pengerahan tenaga atau kegembiraan. Kondisi-kondisi ini menyebabkan relaksasi
(pengenduran) dari pembuluh-pembuluh darah tubuh (vasodilation), menurunkan tekanan
darah. Pada aortic stenosis, jantung tidak mampu untuk meningkatkan hasil untuk
mengkompensasi jatuhnya tekanan darah. Oleh karenanya, aliran darah ke otak berkurang,

menyebabkan pingsan. Pingsan dapat juga terjadi ketika cardiac output berkurang oleh
suatu denyut jantung yang tidak teratur (arrhythmia). Tanpa perawatan yang efektif,
harapan hidup rata-rata adalah kurang dari tiga tahun setelah timbulnya nyeri dada atau
gejala-gejala syncope.

3. Sesak napas
Sesak nafas dari gagal jantung adalah tanda yang paling tidak menyenangkan. Ia
mencerminkan kegagalan otot jantung untuk mengkompensasi beban tekanan yang
ekstrim dari aortic stenosis. Sesak napas disebabkan oleh tekanan yang meningkat pada
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh tekanan yang meningkat
yang diperlukan untuk mengisi ventricle kiri. Awalnya, sesak napas terjadi hanya
sewaktu aktivitas. Ketika penyakit berlanjut, sesak napas terjadi waktu istirahat. Pasienpasien dapat menemukannya sulit untuk berbaring tanpa menjadi sesak napas
(orthopnea). Tanpa perawatan, harapan hidup rata-rata setelah timbulnya gagal jantung
yang disebabkan oleh aortic stenosis adalah antara 6 sampai 24 bulan.
Tanda yang ditemukan pada stenosis aorta antara lain:
1. Pada auskultasi terdengar bising ejeksi sistolik dan pemisahan bunyi jantung 2 yang
paradoksal
2. Pada ekokardiografi tampak kalsifikasi katup jantung
3. Pada elektrokardiografi tampak gambaran hipertrofi ventrikel kiri (LVH)
4. Pada foto thoraks PA/ Lateral tampak dialatasi pasca stenosis pada aorta ascendens dan
kalsifikasi katup
5. Pada temuan hemodinamim menunjukkan perbedaan tekanan aorta yang bermakna (50-10
mmHg), peningkatan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri dan pengisian karotis yang
tertunda.

Gambar 2. Gambaran EKG pada stenosis aorta


Apabila gejala-gejala tersebut diabaikan, maka prognosis akan semakin memburuk. Kemungkinan
hidup rata-rata kurang dari lima tahun (Panggabean, 2009).
Pemeriksaan Fisik
Fitur kunci dari pemeriksaan fisik pada pasien dengan stenosis aorta adalah palpasi dari
upstroke karotid, evaluasi murmur sistolik, penilaian pemekaran suara jantung kedua, dan
pemeriksaan tanda-tanda gagal jantung.
Upstroke karotis langsung mencerminkan gelombang tekanan arteri. Diharapkan
menemukan dengan berat stenosis aorta adalah lambat-naik, akhir-memuncak, rendah amplitudo
pulsa karotis, Parvus dan tardus impuls karotid. Ketika hadir, temuan ini khusus untuk yang parah
stenosis aorta. Namun, banyak orang dewasa dengan stenosis aorta memiliki kondisi bersamaan,
seperti AR atau hipertensi sistemik, yang mempengaruhi kurva tekanan arteri karotis dan dorongan.
Dengan demikian, impuls karotid tampaknya normal tidak dapat diandalkan untuk menyingkirkan
diagnosis parah stenosis aorta. Demikian pula, tekanan darah bukanlah metode bermanfaat untuk
evaluasi stenosis aorta keparahan. Bila parah stenosis aorta hadir, tekanan darah sistolik dan
tekanan nadi dapat dikurangi. Namun, pada pasien dengan AR terkait atau pada pasien yang lebih
tua dengan sistolik arteri inelastis, tidur dan tekanan denyut nadi mungkin normal atau bahkan
meningkat. Dengan berat stenosis aorta, radiasi dari murmur ke karotis dapat mengakibatkan
sensasi teraba atau karotis bergidik.

Dorongan jantung dipertahankan dan menjadi pengungsi inferior dan lateral dengan
kegagalan LV. Presystolic distensi ventrikel kiri (yaitu, prekordial menonjol gelombang) sering
terlihat dan teraba. Sebuah ventrikel kiri hiperdinamik menunjukkan seiring AR dan / atau MR.
Sebuah sensasi sistolik biasanya terbaik dihargai ketika pasien membungkuk selama ekspirasi
penuh. Hal ini paling mudah diraba di ruang intercostal kedua kanan atau takik suprasternal dan
sering ditularkan sepanjang arteri karotid. Sebuah sensasi sistolik bersifat spesifik, tetapi tidak peka,
untuk parah stenosis aorta.
Auskultasi
Bising ejeksi sistolik stenosis aorta biasanya adalah akhir memuncak dan mendengar terbaik di
dasar hati, dengan radiasi ke karotis. Penghentian gumaman sebelum A2 sangat membantu dalam
diferensiasi dari murmur pansistolik mitral. Pada pasien dengan katup aorta kalsifikasi, gumaman
sistolik paling keras di dasar hati, namun frekuensi tinggi komponen dapat menyebar ke puncak
(disebut fenomena Gallavardin), di mana murmur mungkin begitu menonjol bahwa itu keliru untuk
gumaman MR. Secara umum, murmur memuncak keras dan kemudian menunjukkan stenosis lebih
parah. Namun, meskipun murmur sistolik grade 3 atau lebih intensitas relatif spesifik untuk berat
stenosis aorta, temuan ini adalah pasien tidak sensitif dan banyak dengan berat stenosis aorta hanya
memiliki kelas 2 murmur. Murmur decrescendo bernada tinggi diastolik sekunder untuk AR yang
umum pada banyak pasien dengan dominan stenosis aorta.
Pemisahan suara jantung kedua adalah membantu dalam menyingkirkan diagnosis parah
stenosis aorta karena membelah yang normal berarti daun katup aorta cukup fleksibel untuk
membuat suara terdengar penutupan (A2). Dengan berat stenosis aorta, suara jantung kedua (S2)
bisa tunggal karena pengapuran dan imobilitas katup aorta membuat A2 tak terdengar, penutupan
katup pulmonic (P2) dimakamkan di murmur ejeksi aorta berkepanjangan, atau perpanjangan sistole
LV membuat A2 bertepatan dengan P2. Membelah paradoks S2, yang menunjukkan berkas terkait
cabang blok kiri atau disfungsi LV, juga dapat terjadi. Dengan demikian, pada orang dewasa yang
lebih tua, membelah normal S2 menunjukkan kemungkinan rendah berat stenosis aorta. Suara
jantung pertama (S1) normal atau lembut dan suara jantung keempat (S4) yang menonjol, mungkin
karena kontraksi atrium yang kuat dan katup mitral sebagian ditutup selama presystole.
Pada pasien muda dengan kongenital stenosis aorta, katup fleksibel dapat mengakibatkan A2
ditekankan agar S2 dapat dibagi normal, bahkan dengan obstruksi katup parah. Selain itu, suara
ejeksi aorta mungkin terdengar karena gerakan ke atas penghentian katup aorta. Seperti A2
terdengar, suara ini tergantung pada mobilitas daun-daun katup dan menghilang ketika mereka
menjadi sangat kaku. Dengan demikian, adalah umum pada anak-anak dan dewasa muda dengan

bawaan stenosis aorta tetapi jarang terjadi pada orang dewasa dengan katup kalsifikasi stenosis
aorta dan kaku diperoleh. Ketika ventrikel kiri gagal dan stroke volume turun, murmur sistolik
stenosis aorta menjadi lebih lembut, jarang, hal itu hilang sama sekali. Kenaikan lambat dalam
pulsa arteri lebih sulit untuk mengenali. Sederhananya, dengan kegagalan LV, perubahan gambaran
klinis yang khas dari stenosis aorta dengan kegagalan LV yang parah dengan curah jantung yang
rendah. Dengan demikian, okultisme stenosis aorta mungkin menjadi penyebab gagal jantung
terselesaikan, dan parah stenosis aorta harus dikesampingkan oleh echocardiography pada pasien
dengan gagal jantung yang tidak diketahui penyebabnya karena pengobatan operatif mungkin
menyelamatkan nyawa dan menghasilkan perbaikan klinis substansial.
Auskultasi Dinamis
Intensitas murmur sistolik bervariasi dari mengalahkan untuk mengalahkan ketika durasi
pengisian diastolik bervariasi, seperti dalam AF atau mengikuti kontraksi prematur. Karakteristik
ini sangat membantu dalam membedakan stenosis aorta dari MR, di mana murmur biasanya tidak
terpengaruh. Gumaman katup stenosis aorta ditambah dengan jongkok, yang meningkatkan stroke
volume. Hal ini berkurang intensitasnya selama strain manuver Valsava dan ketika berdiri, yang
mengurangi aliran transvalvular.

Gambaran Radiologis
Secara normal gambaran katup jantung secara radiologis dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3. Foto thoraks PA/ lateral pada jantung normal

Stenosis aerta akan dapat memberikan gambaran radilogis jantung normal pada awalnya,
namn semakin lama dengan bertambahnya pressure load akan terjadi peningkatan CTR sampai pada
kondisi kardiomegali (CTR > 50%). Fluoroscopy pada aorta akan menunjukkan gambaran
kalsifikasi katup aorta. Pada kasus aorta stenosis murni tanpa disertai dengan aorta insufisiensi,
gambaran silhouette akan tampak normal karena kondisi yang terjadi hanyalah hipertofi ventrikel
kiri.

Gambar 4. Stenosis aorta dengan pembesaran aorta ascenden, LVH, dan kalsifikasi pada katup
mitral (Webb dan Higins, 2005)
Kateterisasi Jantung dan Angiography
Di hampir semua pasien, pemeriksaan echocardiographic menyediakan informasi hemodinamik
penting yang diperlukan untuk manajemen pasien, dan kateterisasi jantung kini dianjurkan hanya
ketika tes noninvasive tidak dapat disimpulkan, ketika temuan klinis dan echocardiographic yang
discrepant, dan untuk angiografi koroner sebelum intervensi bedah. Penilaian hemodinamik atau
echocardiographic stenosis aorta keparahan saat istirahat dan dengan dobutamin adalah wajar bila
stenosis aorta dikaitkan dengan cardiac output yang rendah dan gangguan fungsi LV.
CT-Scan Thorax
Selain menilai kalsifikasi katup aorta, CT-scan berguna untuk mengevaluasi dilatasi aorta
pada pasien dengan bukti penyakit akar aorta dengan echocardiography atau radiografi dada.
Pengukuran dimensi aorta pada beberapa tingkatan, termasuk sinus dari Valsava, persimpangan

sinotubular, dan aorta ascending, diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis dan perencanaan
bedah.

Cardiac Magnetic Resonance


Cardiac magnetic resonance (CMR) berguna untuk menilai Volume LV, fungsi, dan massa,
terutama dalam pengaturan di mana informasi ini tidak dapat diperoleh dengan mudah dari
echocardiography. Sebagai

keparahan juga dapat secara kuantitatif oleh CMR, meskipun

pendekatan ini tidak banyak digunakan.


Penatalaksanaan
1. Aktifitas fisik dihentikan pada pasien stenosis aorta berat (<0,5 cm2).
2. Nitrogliserin diberikan pada stenosis aorta dengan manifestasi angina
3. Operasi dianjurkan bila area katup <1 cm2, disfungsi ventrikel kiri, dilatasi pasca stenosis
aorta. Operasi dilakukan dnegan bedah thoraks kardiovaskuler untuk mengganti katupyang
rusak dengan katup prosthetic. Untuk pasien yang tidak dapat dioperasi karena berbagai
pertimbangan, dapat dilakukan Transcatheter Aortic Valve Replacement (TAVR) (Braunwald
et al, 2005)
Prognosis
Katup metal artifisial harus dilindungi dengan antikoagulan untuk mencegah thrombus dan
embolisasi. Sebanyak 30% pasien ini akan mengalami komplikasi perdarahan ringan-berat akibat
dari terapi tersebut. Valvuloplasti aorta perkutan dengan balon dapat dilakukan pada pasien anak
atau anak muda dengan

aorta sinosis kongenital non kalsifikasi. Pada orang dewasa dengan

kalsifikasi, tindakan ini menimbulkan restenosis yang tinggi.

KESIMPULAN

Dari beberapa differential diagnosis penyakit, berdasarkan gejala klinik yang didapat,
maka kemungkinan besar working diagnosis pada skenario 2 modul 1 sistem kardiovaskuler
adalah stenosis mitral, hal ini dikarena terdapat gejala yang khas yaitu terdengarnya bunyi
S1 keras dan S2 tunggal disertai opening snap. Namun memang belum bisa dipastikan
penyakit sebenarnya karena dibutuhkan pemeriksaan penunjang yang lebih lanjut.

Daftar Pustaka
Aaronson, Philip I, Jeremy P. T. Ward. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:Penerbit
Erlangga
Ara G. Tilkian dan Mary Boudreau Conover. Memahami Bunyi dan Bising Jantung Dalam Praktik
Sehari-hari. BINARUPA AKSARA : Tangerang
Buku ajar Ilmu penyakit dalam Jilid II Edisi V. Jakarta:Penerbit Interna Publishing
Buku anatomi daily more
Gray H. dkk. 2003. Lecture Notes Kardiolog edisi keempat.. EMS : Jakarta
Gray, Huon H, keith D. Dawkins, dkk. 2005. Lecture Notes Kardiologi, Edisi Keempat. Jakarta:
EMS.
Harrison. 1999. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam (Harrison's Principles of internal
medicine) cetakan ke-1. Ed. 13. Jakarta: EGC.
Kapita selekta FK UI jilid 1
Price,Sylvia Anderson. 2003. Patofisiologi konsep kilinis proses-proses penyakit. Ed.6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sudoyo,Aru.W,dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II EdisiV.2009.Jakarta:Interna publishing

Davey,pstrick.At glance medicine.2003.jakarta:Erlangga


Price,A,Silvia.Wilson,M,Lorraine.Patofisiologi Konsep klinis Proses-proses
penyakit.2005.Jakarta:EGC
https://www.scribd.com/doc/229181476/Aorta-Stenosis#download

Anda mungkin juga menyukai