Anda di halaman 1dari 16

PEMBEBANAN HAK GUNA

BANGUNAN/HAK PAKAI ATAS


TANAH HAK MILIK
BERDASARKAN SUATU
PERJANJIAN*
Posted on 29/05/2012 by admin
(Dikaitkan Dengan Pemilikan Properti Oleh Asing)
oleh
Prof. Ny. Arie Sukanti Hutagalung, SH. MLI.** dan Edna Hanindito, SH. MKn.***
Disusun dan disajikan dalam acara Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan
Ikatan Notaris Indonesia
Hotel Planet Holiday Batam, 3 Juli 2010
I. Pengantar
Tanah merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Sepanjang hidup manusia
bahkan hingga berpulang menghadap Yang Maha Kuasa, manusia tidak bisa dipisahkan
dengan tanah. Oleh karenanya, sesuai dengan konsepsi Hukum Tanah Nasional yang
bersifat Komunalistik Religius, Bangsa Indonesia meyakini bahwa seluruh tanah yang
terdapat di wilayah Republik Indonesia adalah Karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang
bersifat pribadi sekaligus kebersamaan. Hukum Tanah Nasional kita diawali dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA).
UUPA mengenal hak atas tanah yang primer dan hak atas tanah yang sekunder. Ragam
hak atas tanah primer telah dikenal dan akrab dengan tugas kewenangan Notaris dan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akan tetapi di samping hak atas tanah yang primer,
yang meliputi Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, UUPA
juga menetapkan hak atas tanah yang sekunder yang didasarkan pada perjanjian
pemberian hak antara pemilik tanah dengan calon pemegang hak yang bersangkutan. Hak
atas tanah sekunder tersebut di antaranya adalah Hak Guna Bangunan (atas tanah Hak
Milik) dan Hak Pakai (atas tanah Hak Milik).

Pembebanan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik ini dalam praktek
masih jarang ditemui. Akan tetapi di beberapa daerah, seperti di Bali dan Lombok, hal
tersebut
* Disusun dan disajikan dalam acara Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan Ikatan
Notaris Indonesia, Hotel Planet Holiday Batam, 3 Juli 2010.
** Guru Besar Hukum Agraria FH Universitas Indonesia dan FH Universitas Trisakti
serta Konsultan Hukum di bidang Properti dan Consumer Banking.
*** Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah Kota Bekasi dan Dosen FH Universitas
Trisakti.
sudah mulai banyak dilakukan. Ke depan, dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan
tanah dan ketertarikan asing untuk berinvestasi serta membeli properti di Indonesia,
apakah pembebanan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik bisa menjadi
salah satu alternatif cara perolehan tanah yang menarik bagi para investor ?
II. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik
Pembebanan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik dilakukan dalam 2
tahap, yakni tahap pemberian dan tahap pendaftaran.
Proses pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik diawali dengan
pembuatan perjanjian antara pemilik tanah dengan calon pemegang hak atas tanah
yang bersangkutan. Perjanjian tersebut, sesuai dengan ketentuan Pasal 37 huruf b UUPA
haruslah berbentuk otentik dan dituangkan dalam akta PPAT yang berjudul: Akta
Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (untuk
selanjutnya disebut PMNA/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997), sebelum melaksanakan
pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah, PPAT wajib
terlebih dahulu mengecek keabsahan dari sertipikat Hak Milik yang bersangkutan pada
Kantor Pertanahan setempat.
Oleh karena perbuatan hukum pembebanan hak ini merupakan obyek Pajak Penghasilan
(PPh) pengalihan hak atas tanah dan bangunan dan obyek Bea Perolehan Hak atau Tanah
dan Bangunan (BPHTB), maka masing-masing pihak wajib membayar pajak-pajak
dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik dapat dilakukan
terhadap seluruh tanah Hak Milik atau sebagian dari tanah Hak Milik, hal mana
disepakati para pihak secara tegas dalam Akta PPAT.
Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik tersebut memuat
syarat-syarat yang disepati oleh para pihak, yakni :
1. Jangka waktu pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (untuk selanjutnya disebut PP 40 Tahun 1996)
menetapkan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu
paling lama 30 tahun. Sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk
jangka waktu paling lama 25 tahun. Jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang,
akan tetapi atas kesepakatan antara para pihak, pembebanan hak tersebut dapat
diperbaharui dengan pembuatan akta PPAT dan hak tersebut wajib didaftarkan.
Permasalahannya, dengan jangka waktu terbatas dan tidak dapat diperpanjang, apakah
pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik menguntungkan bagi
para investor/penanam modal, baik lokal maupun asing?
Bandingkan dengan jangka waktu untuk tanah Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah
negara dan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan yang dapat
diperpanjang dan diperbaharui haknya. Dan khusus untuk kepentingan penanaman
modal, Pasal 28 juncto Pasal 48 PP 40 Tahun 1996 menetapkan, permintaan perpanjangan
dan pembaharuan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai dapat dilakukan sekaligus dengan
membayar uang pemasukan untuk itu pada saat pertama kali mengajukan permohonan
Hak Guna Bangunan/Hak Pakai. Dan dalam hal uang pemasukan telah dibayar sekaligus,
untuk perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai hanya dikenakan
biaya administrasi. Hal ini berarti investor dapat memperoleh jaminan kepastian hukum
atas jangka waktu penggunaan tanah Hak Guna Bangunan selama 80 tahun dan untuk
tanah Hak Pakai selama 70 tahun dengan pembayaran uang pemasukan sekaligus di
muka.
1. Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tersebut memberi hak kepada pemegang hak
yang bersangkutan untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah
Hak Milik yang menjadi obyek pemberian hak sampai berakhirnya jangka waktu
Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tersebut.
2. Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tersebut tetap membebani Hak Milik yang
bersangkutan, walaupun Hak Milik itu telah beralih atau dialihkan oleh pemegang
Hak Milik kepada pihak lain, dan pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai
tersebut tetap dapat melaksanakan haknya sampai jangka waktu Hak Guna
Bangunan/Hak Pakai itu berakhir.
3. Dalam melaksanakan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tersebut, pemegang Hak
Guna Bangunan/Hak Pakai tidak diperbolehkan menghilangkan tanda-tanda batas

pada tanah Hak Milik yang menjadi obyek pemberian hak dan tidak boleh
membangun bangunan yang melintasi batas obyek pemberian hak.
4. Dalam melaksanakan pembangunan, pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai
wajib memenuhi segala ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pendirian bangunan dan rencana tata ruang wilayah serta wajib memiliki ijin-ijin
yang disyaratkan.
5. Pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku menjadi
tanggung jawab pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai yang bersangkutan.
6. Pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai akan memelihara dan mengelola
bangunan, termasuk benda-benda serta sasarannya dengan sebaik-baiknya, dan
apabila ternyata ditelantarkan, maka yang bersangkutan menyerahkan dan
memberi kuasa kepada pemegang Hak Milik untuk mengelola dan memeliharanya
hingga jangka waktu pemberian haknya berakhir.
7. Pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai tidak diperkenankan menjual
dan/atau dengan cara apapun mengalihkan hak yang diperolehnya dan/atau
bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut, tanpa terlebih dahulu memperoleh
persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik.
8. Pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak
diperkenankan untuk mengagunkan/menjaminkan hak yang diperolehnya
dan/atau bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut, tanpa terlebih dahulu
memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik.
9. Khusus untuk Hak Pakai atas tanah Hak Milik, sekalipun dalam Pasal 4 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (untuk selanjutnya disebut
UU Hak Tanggungan) termasuk obyek hak tanggungan, namun karena hingga saat
ini belum ada Peraturan Pemerintah yang mengaturnya lebih lanjut, sehingga
belum bisa dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
10. Pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai wajib :
1. Mengosongkan bangunan yang ada di atas tanah Hak Milik yang menjadi obyek
pemberian hak dan menyerahkannya kepada pemegang Hak Milik berikut
bangunan dan segala sesuatu yang berdiri dan tertanam di atas bidang tanah
tersebut, tanpa pembayaran ganti rugi berupa apapun.
2. Membongkar bangunan yang ada di atas tanah Hak Milik yang menjadi obyek
pemberian hak dan menyerahkannya kembali kepada pemegang Hak Milik seperti
keadaan semula.
11. Bahwa mulai hari ditandatanganinya akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai
atas tanah Hak Milik tersebut, segala keuntungan yang didapat dari, dan segala
kerugian/beban atas obyek pemberian hak tersebut menjadi hak/beban pemegang Hak
Guna Bangunan/Hak Pakai.
12. Untuk itu pemegang Hak Milik menjamin bahwa obyek pemberian hak tersebut tidak
tersangkut dalam suatu sengketa, bebas dari sitaan, tidak terikat sebagai jaminan untuk
sesuatu utang yang tidak tercatat dalam sertipikat dan bebas dari beban-beban lainnya
yang berupa apapun.

Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik tersebut wajib
didaftarkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya
akta yang bersangkutan.
III. Pendaftaran Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik
Pendaftaran Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik dilakukan pada
Kantor Pertanahan setempat, dengan melampirkan :
1. Surat permohonan pendaftaran Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak
Milik;
2. Sertipikat Hak Milik;
3. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Negara yang dibuat
di hadapan PPAT yang berwenang;
4. Identitas pemilik tanah Hak Milik dan pemegang Hak Guna Bangunan/Hak Pakai;
5. Surat kuasa tertulis dari pemohon (kalau ada);
6. Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dalam
hal bea tersebut terhutang;
7. Bukti pelunasan pembayaran Pajak Penghasilan, dalam hal pajak tersebut
terhutang.
Pendaftaran pembebanan hak tersebut dicatat dalam buku tanah dan sertipikat Hak
Milik yang bersangkutan dan selanjutnya sertipikat Hak Milik dikembalikan kepada
pemegang Hak Milik. Sedangkan untuk Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai dibuatkan
Buku Tanah dan Surat Ukur tersendiri dan kepada pemegang Hak Guna Bangunan/Hak
Pakai diterbitkan Sertipikat Hak Guna Bangunan/Hak Pakai, yang di dalamnya
disebutkan asal sertipikat Hak Milik.
IV. Pembebanan Hak Pakai atas Tanah Hak Milik Dipandang Dari Perspektif
Pemilikan Properti oleh Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing
Pada pertengahan tahun 1996, tepatnya tanggal 17 Juni 2006, Pemerintah menetapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal
atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (untuk selanjutnya
disebut PP 41 Tahun 1996). Setelah lebih dari 14 tahun berlaku, peraturan tersebut dirasa
belum mampu memacu minat orang asing untuk memiliki properti di Indonesia.
Pemerintah saat ini tengah gencar melakukan upaya deregulasi dan debirokratisasi di
bidang penanaman modal, agar Indonesia masuk dalam jajaran negara berkembang yang
mempunyai daya tarik bagi para investor, terutama investor asing.
Dengan masuknya investor asing ke Indonesia, maka banyak warga negara asing yang
bekerja di Indonesia. Di samping itu dengan telah diberlakukannya Peraturan Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Permohonan dan
Tata Cara Permohonan Penanaman Modal pada tanggal 2 Januari 2010 dan Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang

Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal pada tanggal 25
Mei 2010, maka akan semakin banyak investor asing yang membutuhkan tanah dan
properti untuk kegiatan proyek usahanya.
Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Perumahan Rakyat telah menuntaskan
Rancangan Peraturan Pemerintah pengganti PP 41 Tahun 1996 (untuk selanjutnya disebut
RPP). RPP ini diharapkan bisa membuka lapangan kerja bagi warga lokal, meningkatkan
arus wisatawan, serta meningkatkan pasar perumahan Indonesia di luar negeri.
Hingga makalah ini dibuat, RPP tersebut belum diundangkan, oleh karena masih
menunggu disetujuinya amandemen 2 (dua) Undang-Undang, yakni UU No 4 Tahun
1992 tentang Perumahan dan Permukiman, dan UU No 16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun.
Oleh karenanya pembahasan dalam makalah ini masih mengacu pada PP Nomor 41
Tahun 1996, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 1996
tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing
(selanjutnya disebut PMNA/Ka. BPN 7 Tahun 1996) dan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala BPN Nomor 8 Tahun 1996 tentang Perubahan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat
Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing (untuk selanjutnya disebut PMNA/Ka. BPN 8
Tahun 1996) dikaitkan dengan RPP yang saat ini sedang digodog.
Pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing dapat dilakukan dengan
cara :
1. Membeli tanah Hak Pakai atas tanah Negara berikut rumah yang ada di atasnya
dengan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk
tanah dan bangunan yang besangkutan sesuai ketentuan yang berlaku;
2. Membeli tanah Hak Pakai atas tanah Negara dengan membayar BPHTB tanah dan
kemudian membangun sendiri rumah di atasnya, dengan syarat mengurus Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB) dan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Bangunan;
3. Membeli tanah Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Pakai (setelah
memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik) berikut rumah yang
ada di atasnya dengan membayar BPHTB tanah dan bangunan;
4. Membeli tanah Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Pakai (setelah
memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik) dengan membayar
BPHTB tanah dan kemudian membangun sendiri rumah di atasnya, dengan syarat
mengurus IMB dan membayar PPN Bangunan;
5. Memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Milik
berdasarkan perjanjian, berikut rumah yang ada di atasnya dengan membayar
BPHTB tanah dan bangunan;
6. Memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Milik
berdasarkan perjanjian, dengan membayar BPHTB tanah dan kemudian

membangun sendiri rumah di atasnya, dengan syarat mengurus IMB dan


membayar PPN Bangunan;
7. Memperoleh Hak Sewa untuk Bangunan (HSUB).
Sekalipun UUPA mengatur HSUB dalam Pasal 44 dan 45, namun hingga saat ini belum
ada satupun peraturan pelaksana yang mengatur hak tersebut. Hal ini berpotensi besar
terhadap timbulnya penyelundupan hukum.
HSUB adalah Hak Pakai yang mempunyai sifat khusus. Seperti halnya Hak Pakai,
subyek HSUB adalah warga negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di
Indonesia, badan hukum Indonesia dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan
di Indonesia. HSUB adalah hak yang diberikan kepada orang/badan hukum untuk
mendirikan bangunan di atas tanah Hak Milik kepunyaan orang lain yang diserahkan
dalam kondisi kosong, dengan pembayaran sejumlah uang kepada pemegang Hak Milik.
Pemberian HSUB dibuktikan dengan akta sewa tanah yang dibuat di hadapan Notaris
atau PPAT. Hak ini tidak termasuk hak atas tanah yang wajib didaftarkan, tidak dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan dan hanya dapat beralih
dengan persetujuan pemegang Hak Milik.
RPP pengganti PP 41 Tahun 1996 mengatur pula HSUB. Hanya dalam RPP tersebut
HSUB dapat diberikan di atas tanah Hak Milik maupun di atas tanah Hak Pengelolaan.
Untuk melindungi pemberi Hak Sewa di atas tanah Hak Milik, jangka waktu pemberian
hak sewa disesuiakan dengan masa konstruksi bangunan yang ditetapkan oleh instansi
Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dan paling lama 50
(lima puluh) tahun.Dalam hal masa konstruksi lebih dari 50 (lima puluh) tahun, maka
dapat diperbaharui haknya 1 (satu) kali, dengan jangka waktu paling lama 25 (dua puluh
lima) tahun. Sedangkan jangka waktu pemberian Hak Sewa di atas tanah Hak
Pengelolaan paling lama 75 (tujuh puluh lima) tahun dan tidak dapat diperpanjang dan
diperbaharui.
1. Membeli Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas tanah Hak
Pakai atas Tanah Negara, dengan membayar BPHTB untuk tanah dan bangunan.
Pembebanan Hak Pakai atas Tanah Hak Milik untuk orang asing diatur dalam Pasal 2
ayat (1) huruf b PP 41 Tahun 1996 juncto Pasal 2 ayat (1) huruf a PMNA/Ka. BPN 7
Tahun 1996. Pembebanan tersebut didasarkan pada perjanjian tertulis antara orang
asing yang bersangkutan dengan pemegang Hak Milik, yang dibuat dengan Akta PPAT.
Perjanjian tersebut dibuat untuk jangka waktu yang disepakati, tetapi tidak boleh lebih
lama dari 25 (dua puluh lima) tahun. Jangka waktu tersebut tidak bisa diperpanjang.
Sepanjang orang asing yang bersangkutan masih berkedudukan di Indonesia, jangka
waktu Hak Pakai dapat diperbaharui untuk jangka waktu tidak lebih dari 25 (dua puluh
lima) tahun, yang dibuat atas dasar kesepakatan dan dituangkan dalam perjanjian yang
baru.

Apabila orang asing tersebut sudah tidak lagi berkedudukan di Indonesia, maka dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan
tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Dalam hal lewat jangka waktu tersebut, hak atas tanah berikut rumah tersebut belum
dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain, maka rumah tersebut menjadi milik
pemegang Hak Milik.
V. Permasalahan Hak Pakai Berkaitan Dengan Pemilikan Rumah Tinggal dan
Hunian oleh Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing
A. Jangka waktu Hak Pakai
Kalangan pengusaha properti di Indonesia, para investor asing dan ekspatriat kini tengah
berharap segera diundangkannya RPP Pengganti PP 41 Tahun 1996 yang
memperbolehkan asing mempunyai properti di Indonesia dengan jangka waktu yang
relatif cukup lama.
Peraturan pertanahan yang berlaku saat ini, Hak Pakai dibatasi hanya untuk jangka waktu
25 (dua puluh lima) tahun. Jangka waktu ini dinilai banyak kalangan kurang mendukung
dunia investasi di Indonesia dan sudah tidak relevan dengan perkembangan arus
globalisasi. Untuk itu ada wacana dalam RPP Pengganti PP 41 Tahun 1996 yang saat ini
sedang digodog, agar Hak Pakai dapat diberikan sekaligus dalam jangka waktu 70 (tujuh
puluh) tahun.
Sekedar mengingat beberapa tahun yang lalu, pengaturan pemberian Hak Pakai dalam
rangka penanaman modal selama 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan
diperpanjang serta diperbaharui di muka sekaligus, sudah pernah tertuang dalam UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 22 ayat (1) huruf c.
Namun kemudian Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam Putusannya
tertanggal 25 Maret 2008 Nomor 21-22/PUU-V/2007 memutuskan Pasal 22 UndangUndang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Sementara itu, seperti telah diuraikan di atas, Pasal 48 PP 40 Tahun 1996 menetapkan,
untuk kepentingan penanaman modal, permintaan perpanjangan dan pembaharuan Hak
Pakai dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan untuk itu pada saat
pertama kali mengajukan permohonan Hak Pakai. Jangka waktu sesuai PP 40 Tahun 1996
inilah yang kemudian menjadi rujukan dalam pemberian Hak Pakai, yang sebetulnya bisa
diberikan selama 25 tahun, diperpanjang haknya 20 tahun dan diperbaharui haknya 25
tahun secara sekaligus, sehingga total memang 70 (tujuh puluh) tahun.
Uang Pemasukan atau yang sekarang disebut Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
untuk permohonan Hak Pakai, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010
tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Badan Pertanahan Nasional sudah tidak dikenakan. Sedangkan untuk perpanjangan hak
dan pembaharuan hak dikenakan tarif sebesar (2 x Nilai Tanah) + Rp. 100.000,-.

Bandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Pasar properti di


Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina mempunyai daya tarik tersendiri bagi.
Bahkan terkadang pemilikan properti oleh orang asing di negara-negara tersebut diberi
tambahan insentif, seperti kemudahan dalam pemilikan, pembebasan capital gains tax,
pemberian visa, fasilitas kesehatan yang murah dan lain-lain. Di Malaysia dengan My
Second Home Programme, di Filipina dengan Retirement Programme dan di Thailand
dengan Long Stay Programme. Program yang diusung negara-negara tetangga ini
memberi berbagai fasilitas, seperti kemudahan kepemilikan, pemberian visa, dan
sebagainya.
Pemilikan properti oleh orang asing di Singapura bisa mencapai jangka waktu hingga 99
sembilan puluh sembilan) tahun, dan untuk badan hukum bisa mencapai 60 (enam puluh)
tahun. Di Kamboja, orang asing dapat menyewa jangka panjang antara 70 sampai 99
tahun. Sedangkan di Thailand, orang asing diberi hak sewa selama 30 (tiga puluh) tahun
dengan hak opsi perpanjangan selama 30 (tiga puluh) tahun.
B. Apakah Tanah Hak Pakai Bankable?
Sebidang tanah dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan apabila
memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Syarat Umum :
1) Tanah yang bersangkutan mempunyai nilai ekonomis;
2)

Dapat dipindahtangankan/dialihkan kepada pihak lain;


1. Syarat Khusus :

1) Tanah tersebut wajib didaftar;


2)

Ditunjuk oleh Undang-Undang;

UU Hak Tanggungan menetapkan Hak Pakai sebagai salah satu obyek Hak Tanggungan,
tetapi apakah semua tanah Hak Pakai bisa dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak
Tanggungan ?
Hak Pakai dapat dibedakan menjadi Hak Pakai atas tanah Negara, Hak Pakai atas tanah
Hak Pengelolaan dan Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.
a. Hak Pakai atas Tanah Negara
UU Hak Tanggungan menetapkan Hak Pakai atas tanah Negara sebagai salah satu hak
atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.

Namun tidak semua tanah Hak Pakai atas tanah Negara dapat dijaminkan. Hanya yang
memenuhi syarat umum dan syarat khusus sebagaimana diuraikan di atas yang dapat
dijaminkan dengan dibebani hak tanggungan. Oleh karena itu, tanah-tanah Hak Pakai
yang diberikan kepada Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan-Badan
Keagamaan dan Sosial serta Perwakilan Negara Asing, walaupun wajib didaftar, namun
karena menurut sifatnya tidak dapat dipindahtangankan, maka bukan merupakan obyek
hak tanggungan.
Dalam praktek, Bank kadangkala enggan menerima tanah Hak Pakai atas tanah Negara
sebagai jaminan kredit, oleh karena Pasal 43 UUPA menetapkan Hak Pakai atas tanah
Negara hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan ijin dari pejabat yang
berwenang. Ketentuan tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 98 ayat (1) PMNA/Ka.
BPN 3 Tahun 1997 yang menetapkan bahwa setiap pemindahan dan pembebanan Hak
Pakai atas tanah Negara memerlukan Ijin Pemindahan Hak. Ijin tersebut harus sudah
diperoleh sebelum akta yang bersangkutan dibuat.
b. Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan
Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan tidak diatur dalam UU Hak Tanggungan. Oleh
karenanya tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
Bagaimana dengan tanah-tanah di Batam yang berada dalam penguasaan Badan
Pengelola Kawasan Free Trade Zone (BPK FTZ) Batam?
c. Hak Pakai atas tanah Hak Milik
Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik, menurut pasal 4
ayat (3) UU Hak Tanggungan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam Penjelasan Umum angka 5 UU Hak Tanggungan disebutkan bahwa Hak Pakai
atas tanah Hak Milik tidak dapat dibebani Hak Tanggungan, karena tidak wajib didaftar
dan sifatnya tidak dapat dipindahtangankan. Tetapi mengingat perkembangan kebutuhan
masyarakat dan pembangunan di kemudian hari, UU Hak Tangggungan membuka
kemungkinan Hak Pakai atas Tanah Hak Milik dapat ditunjuk sebagai obyek Hak
Tanggungan, jika telah dipenuhi persyaratan tersebut di atas.
Selanjutnya, PP 40 Tahun 1996 dalam Pasal 54 ayat (10) mengatur pengalihan Hak
Pakai atas tanah Hak Milik harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang
Hak Milik yang bersangkutan. Dengan demikian, maka berdasarkan PP tersebut, Hak
Pakai atas tanah Hak Milik bisa dipindahtangankan, asal mendapat persetujuan dari
pemegang Hak Milik.
Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tentang Pendaftaran
Tanah, pembebanan Hak Pakai atas tanah Hak Milik wajib didaftar selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari sejak tanggal ditandatanganinya Akta Pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak
Milik (pasal 44 juncto pasal 40).

10

Sekalipun syarat umum dan syarat khusus jaminan telah terpenuhi, namun hingga saat ini
belum ada PP yang mengatur hal tersebut. Oleh sebab itu Hak Pakai atas tanah Hak
Milik belum dapat dijadikan jaminan kredit dengan dibebani Hak Tanggungan.
3. Penyelundupan Hukum Terkait Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian
oleh Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing
Tuan rumah penyelenggara acara ini, Batam bersama dengan Bintan dan Karimun
sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (free trade zone/FTZ),
ditunjang dengan letak geografisnya yang berdekatan dengan Singapura dan Malaysia,
merupakan tempat yang ramai dikunjungi orang asing, baik sebagai wisatawan maupun
untuk berinvestasi menanamkan modalnya. Kehadiran orang asing banyak pula ditemui
di tempat-tempat wisata, seperti Bali, Lombok, Kepulauan Mentawai dan daerah wisata
lainnya. Juga di pusat-pusat kegiatan perekonomian.
Kondisi alam Indonesia yang indah, biaya hidup yang relatif cukup murah, stabilitas
politik yang kondusif, laju perekonomian yang stabil, keamanan yang tangguh (bebas
dari teroris), faktor budaya yang beragam serta kepribadian rakyat Indonesia yang ramah
membuat para wisatawan asing rindu untuk setiap saat berkunjung ke Indonesia, dan
tidak sedikit pula orang asing berkeinginan untuk tinggal bahkan menjalankan usaha di
Indonesia. Untuk itu dibutuhkan rumah tinggal dan hunian yang dapat
mengakomodasikan keinginan mereka.
Dalam praktek, banyak terjadi penyelundupan hukum yang dilakukan oleh orang asing
dalam rangka memenuhi keinginan mereka memiliki dan rumah di Indonesia.
Penyelundupan hukum itu antara lain dilakukan dengan membuat perjanjian pinjam
nama warga Negara Indonesia disertai dengan pemberian kuasa dengan hak substitusi
kepada pihak asing, perjanjian sewa menyewa dengan jangka waktu panjang, pemberian
kuasa menjual dari warga Negara Indonesia selaku pemilik tanah kepada warga negara
asing (yang sebetulnya telah membayar sejumlah uang sepadan dengan jual beli),
perjanjian dengan opsi pembelian tanah yang bersangkutan oleh orang asing, dan lainlain cara.
Perbuatan hukum sebagaimana tersebut di atas secara yuridis bertentangan dengan Pasal
26 ayat (2) UUPA, yang berbunyi : Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian
dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak
langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada warga Negara Indonesia
yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing, atau
kepada suatu badan hukum, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada
Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap
berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat
dituntut kembali.
VI. Penutup

11

UUPA menetapkan hanya ada 2 hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh warga Negara
asing yang berkedudukan di Indonesia dan badan hukum asing yang mempunyai
perwakilan di Indonesia, yakni Hak Pakai (pasal 42) dan Hak Sewa untuk Bangunan
(pasal 45). Sedangkan Undang-Undang Rumah Susun menetapkan Hak Milik atas Satuan
Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Pakai atas Tanah Negara yang dapat dimiliki
asing.
Oleh karenanya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun
2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan
Rancangan Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan
Pemerintah yang mengatur pemilikan rumah tempat tinggal dan hunian untuk orang asing
harus mengacu pada ketentuan UUPA dan Undang-Undang Rumah Susun.
Pembebanan Hak Pakai atas tanah Hak Milik merupakan salah satu alternatif pemberian
hak atas tanah kepada orang asing, di samping Hak Pakai atas tanah Negara dan Hak
Sewa untuk Bangunan serta Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.
Untuk menghindari terjadinya penyelundupan hukum terhadap pemilikan rumah oleh
warga Negara asing dan badan hukum asing dan untuk mendorong perkembangan
investasi di Indonesia, maka perlu kiranya Pemerintah segera menetapkan Peraturan
Pemerintah yang dapat memberikan kepastian hukum bagi pihak asing, dengan tetap
memperhatikan hak-hak warga negara Indonesia.
*****o0o*****
This entry was posted in HGB, Hak Atas Tanah, Hak Pakai, Karya Pakar Hukum Agraria,
Prof.Hj.Arie Sukanti Hutagalung, SH, MLI and tagged Hak Atas Tanah, Hak Pakai,
HGB. Bookmark the permalink.
Land Tenure in Indonesia based on Basic Agrarian Law (BAL)
HASIL SEMINAR DAN LOKAKARYA NASIONAL KONFLIK AGRARIA
KONFLIK PERKEBUNAN: MENCARI SOLUSI YANG BERKEADILAN DAN
MENSEJAHTERAKAN RAKYAT KECIL
Comments are closed.

Peraturan Agraria
o
o

Undang-undang
Peraturan Pemerintah

KAJIAN AGRARIA
o
o
o
o

Hak Atas Tanah


Pengadaan Tanah
Rumah Susun
Tanah Pertanian
12

o
o
o
o

Karya Pakar Agraria dan Hukum Agraria


o

Jurnal
Makalah
Penelitian

Profil, Kegiatan dan Info lainnya


o
o
o
o
o
o

Prof. Dr. Suhariningsih, SH, SU


Herlindah,SH,M.Kn
Imam Koeswahyono, SH, M.Hum

Publikasi Ide dan Pemikiran


o
o
o

Prof.Hj.Arie Sukanti Hutagalung, SH, MLI

Karya Anggota PPHA


o
o
o

Hak Milik
HGB
HGU
Hak Pakai

Catatan Akhir Tahun


Dokumentasi
Info Penting!
Kegiatan
Koleksi Buku PPHA
Pengumuman

Meta
o
o
o
o

Log in
Entries RSS
Comments RSS
WordPress.org

Kategori

Archives

Blog Aggota PPHA


o
o

Herlindah, SH, M.Kn


Imam Koeswahyono, SH, M.Hum

Blogroll

13

o
o
o
o
o
o
o
o
o

Badan Pertanahan Nasional (BPN)


Epistema Institute
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
International Land Coalition
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
Pustaka Agraria
Serikat Petani Indonesia
STPN Yogyakarta
Universitas Brawijaya

Yang Baru dari PPHA


o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o

o
o
o

Surat Terbuka Forum Indonesia untuk Keadilan Agraria kepada Presiden


Republik Indonesia untuk Penyelesaian Konflik Agraria
Extended Call for Papers International Conference on CSR &
Sustainable Development
*Kyonggi University and SAKARYA UNIVERSITY ORGANIZES IDEC
2013 CONFERENCE
Serahkan Bola itu pada Presiden!
Rio+20 and Indonesias land reform agenda
PEMANFAATAN HUTAN BAGI KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN
KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
ULTAH UUPA ke-52=HARI TANI
Catatan Kecil di Ultah UUPA ke- 52
RENUNGAN HARI TANI ke 52
LINGKAR BELAJAR AGRARIA 2012
Satu Lagi Guru Besar dalam bidang Ilmu Hukum Agraria dari FH-UB
HASIL SEMINAR DAN LOKAKARYA NASIONAL KONFLIK
AGRARIA KONFLIK PERKEBUNAN: MENCARI SOLUSI YANG
BERKEADILAN DAN MENSEJAHTERAKAN RAKYAT KECIL
PEMBEBANAN HAK GUNA BANGUNAN/HAK PAKAI ATAS
TANAH HAK MILIK BERDASARKAN SUATU PERJANJIAN*
Land Tenure in Indonesia based on Basic Agrarian Law (BAL)
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30
TAHUN 2012TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN
PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Berita Hukum dan Kebijakan Agraria

Lupa Tanggal?
March 2013
M T W T F S S
Feb
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17
14

March 2013
M T W T F S S
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30 31

Mencari Sesuatu?
Search for:

o
o
o
o
o
o
o
o

Search

Hak Atas Tanah


Pengadaan Tanah
Rumah Susun
Tanah Pertanian
Hak Milik
HGB
HGU
Hak Pakai

Komentar PPHAers..
o
o

august hamonangan on Kontak Kami


cerrajeria madrid on Bulan Mei PPHA akan adakan SEMINAR DAN
LOKAKARYA NASIONAL KONFLIK AGRARIA Konflik
Perkebunan : Mencari Solusi Yang Berkeadilan dan Mensejahterakan
Rakyat Kecil
Pangeran anom on Bulan Mei PPHA akan adakan SEMINAR DAN
LOKAKARYA NASIONAL KONFLIK AGRARIA Konflik
Perkebunan : Mencari Solusi Yang Berkeadilan dan Mensejahterakan
Rakyat Kecil
Pangeran anom on Bulan Mei PPHA akan adakan SEMINAR DAN
LOKAKARYA NASIONAL KONFLIK AGRARIA Konflik
Perkebunan : Mencari Solusi Yang Berkeadilan dan Mensejahterakan
Rakyat Kecil
Dr.Firman Muntaqo,SH.,M.Hum. on Bulan Mei PPHA akan adakan
SEMINAR DAN LOKAKARYA NASIONAL KONFLIK AGRARIA
Konflik Perkebunan : Mencari Solusi Yang Berkeadilan dan
Mensejahterakan Rakyat Kecil
admin on Bulan Mei PPHA akan adakan SEMINAR DAN LOKAKARYA
NASIONAL KONFLIK AGRARIA Konflik Perkebunan : Mencari
Solusi Yang Berkeadilan dan Mensejahterakan Rakyat Kecil
Dr.Firman Muntaqo,SH.,M.Hum. on Bulan Mei PPHA akan adakan
SEMINAR DAN LOKAKARYA NASIONAL KONFLIK AGRARIA

15

Konflik Perkebunan : Mencari Solusi Yang Berkeadilan dan


Mensejahterakan Rakyat Kecil
Dr.Firman Muntaqo,SH.,M.Hum. on Bulan Mei PPHA akan adakan
SEMINAR DAN LOKAKARYA NASIONAL KONFLIK AGRARIA
Konflik Perkebunan : Mencari Solusi Yang Berkeadilan dan
Mensejahterakan Rakyat Kecil
Kebijakan Pertanahan Pada Era OTODA Di Bidang HGU (Perkebunan)
Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat Antara Kenyataan dan
Harapan | PUSAT PENGEMBANGAN HUKUM AGRARIA (PPHA)
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya on Kontak Kami
Dzimar Kusliyanandi on Program Kerja

PUSAT PENGEMBANGAN HUKUM AGRARIA (PPHA) Fakultas Hukum Universitas


Brawijaya
Proudly powered by WordPress.

16

Anda mungkin juga menyukai