Anda di halaman 1dari 19

June 25

Problem
Sumur

2014

Ada beberapa typical dari problem-problem yang sering dihadapi dalam


pemboran sumur dan work over

learning

JENIS-JENIS MASALAH PADA SUMUR PRODUKSI


1. Problem Scale
Scale merupakan kristalisasi dan pengendapan mineral yang berasal dari hasil
reaksi ion-ion yang terkandung dalam air formasi. Pengendapan dapat terjadi di
dalam pori-pori batuan formasi, lubang sumur bahkan peralatan permukaan.
Penyebab terbentuknya endapan scale antara lain :
a. Bercampurnya dua Jenis Air Yang Berbeda
Dua jenis air yang sebenarnya tidak mempunyai kecenderungan untuk membentuk
scale, bila bercampur kemungkinan membentuk suatu komponen yang tidak larut.
Contoh yang umum adalah pencampuran antara air injeksi dengan air formasi di
bawah sumur, dimana yang satu mempunyai kelarutan garam-garam barium yang
tinggi, sedangkan yang lainnya mengandung larutan sulfate.
Pencampuran ini akan mengakibatkan pembentukan endapan barium sulfate
(BaSO4) yang dapat menyumbat dan sulit untuk dibersihkan. Endapan carbonate
dan sulfate akan menjadi lebih keras dan makin bertambah apabila larutan
mineralnya dalam keadaan bersentuhan (kontak) dengan permukaan dalam waktu
yang lama.
b. Penurunan Tekanan
Pada saat air formasi mengalir dari reservoir menuju lubang sumur, maka akan
terjadi penurunan tekanan. Penurunan tekanan ini dapat pula terjadi dari dasar
sumur ke permukaan dari well head ke tanki pengumpul. Penurunan tekanan ini
akan menyebabkan terlepasnya CO2 dan ion bikarbonat (HCO3-) dari larutan.
Dengan terbebaskannya gas CO2 , sehingga akan menyebabkan berkurangnya
kelarutan CaCO3. Hal ini berarti penurunan tekanan pada suatu sistem akan
menyebabkan meningkatnya kemungkinan terbentuknya scale CaCO 3.
c. Perubahan Temperatur
Pada saat terjadi perubahan (kenaikan) temperatur, maka akan terjadi penguapan,
sehingga terjadi perubahan kelarutan, dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya
pembentukan scale. Temperatur mempunyai pengaruh pada pembentukan semua
tipe scale, karena kelarutan suatu senyawa kimia sangat tergantung pada
temperatur. Misalnya kelarutan CaCO3 akan berkurang dengan kenaikan temperatur
dan kemungkinan terbentuknya scale CaCO3 semakin besar.
2. Mekanisme Terbentuknya Scale
a. Makin besar pH
Makin besar pH cairan, maka akan mempercepat terbentuknya scale. Scale
biasanya terbentuk pada kondisi basa (pH > 7).
2|Page

b. Terjadinya agitasi (pengadukan)


Pengadukan atau goncangan akan mempercepat terbentuknya endapan scale.
Scale biasanya terbentuk pada tempat dimana faktor turbulensi besar, seperti
sambungan pipa, valve dan daerah-daerah penyempitan aliran.
c. Kelarutan zat padat
Kelarutan zat padat yang dikandung oleh air sangat berperan dalam pembentukan
scale, sebab bila kelarutan zat padat rendah atau kecil, maka kemungkinan untuk
terbentuknya scale akan semakin besar.
3. Jenis-jenis scale yang terjadi antara lain :
Scale Calcium Sulfate (CaSO4)
Scale Calcium Sulfate terbentuk dari reaksi ion calcium dan ion sulfat
reaksinya sebasgai berikut :
Ca++ + SO4=
CaSO4
Scale Barium Sulfate (BaSO4)
Scale Barium Sulfate dibentuk oleh kombinasi ion Ba ++ dan ion SO4= dengan
reaksi sebagai berikut :
Ba++ + SO4=
BaSO4
Scale Kalsium Karbonate (CaCO3)
Scale ini terbentuk dari kombinasi ion kalsium dan ion karbonat atau
bicarbonate, sesuai dengan reaksi :
Ca++ + CO3=
CaCO3
++
Ca + 2(HCO3)
CaCO3 + CO2 + H2O
Perubahan kesetimbangan kimia ini menyebabkan terbentuknya scale yang dapat
menghambat atau menutup pori-pori batuan.

4. Cara mencegah terbentuknya scale :


Menghindari tercampurnya air yang incompatible (tidak boleh campur)
Mengubah komposisi air dengan water dilution (pengencer air ) atau
mengontrol pH
Menghilangkan zat pembentuk scale
Penambahan scale control chemical
5. Cara mengatasi problem scale
Penambahan larutan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic)
Acidizing (Penambahan larutan HCl atau HCl:HF )

2. Emulsi
Emulsi adalah campuran dua macam cairan yang dalam keadaan biasa tidak dapat
bercampur (immiscible). Problem emulsi umumnya timbul pada saat air mulai
3|Page

terproduksi bersama minyak. Air yang tidak dapat bercampur dengan minyak
dinamakan air bebas dan dengan mudah dipisahkan dengan cara pengendapan.
Namun disegi lain ada emulsi yang sulit berpisah, sehingga diperlukan suatu usaha
untuk pemecahannya. Terdapat tiga faktor penting yang membentuk emulsi stabil,
yaitu :
1. Adanya dua macam cairan yang immiscible.
2. Adanya pengadukan/agitasi yang cukup kuat untuk menyebarkan cairan yang
satu ke dalam cairan yang lainnya.
3. Adanya emulsifying agent yang dapat membuat emulsi menjadi stabil.
Di dalam emulsi cairan dalam bentuk butiran-butiran yang tersebar disebut
dispersed (internal) phase, dan cairan yang mengelilingi butiran-butiran itu disebut
continuous (external) pahase. Secara umum emulsi dapat diklasifikasikan menjadi 2
(dua), yaitu :
1. Water in oil (W/O) emulsion dimana air sebagai dispersed dan minyak sebagai
continious phase. Water in oil emulsi inilah yang sering dijumpai.
2. Oil in water (O/W) emulsion, dimana minyak sebagai dispersed phase dan air
sebagai continious phase.
Ditinjau dari kestabilannya, emulsi juga dapat dibagi 2 (dua) macam, yaitu :
1. Emulsi yang stabil adalah emulsi dimana minyak dan air tidak dapat
memisahkan diri tanpa bantuan dari luar.
2. Emulsi yang tidak stabil adalah emulsi dimana minyak dan air dapat memisahkan
diri tanpa bantuan dari luar, cukup hanya diberikan settling time saja.
Kestabilan emulsi tergantung beberapa faktor, yaitu :
Emulsifying agent, pada emulsi minyak bumi yang stabil. Hal ini terdiri dari :
asphalt, resin, oil soluble organic acid dan material-material halus yang lebih larut
atau dapat berpencar dalam minyak daripada dalam air.
Viskositas, jika tinggi maka kecendrungan untuk mengikat butiran air lebih besar
dibanding minyak yang viskositasnya lebih rendah. Minyak yang viskositasnya
besar memerlukan waktu lebih lama untuk memecahkan emulsinya.
Specific grafity, bila perbedaannya besar maka akan mempercepat settling.
Minyak yang berat berkecendrungan untuk menahan butiran-butiran air dalam
bentuk suspensi lebih lama.
Prosentase air yang tinggi akan membentuk emulsi yang kurang stabil,
sehingga mudah dipisahkan dari minyaknya.
Umur emulsi, minyak yang mengandung emulsi bila dimasukkan ke dalam
tangki, dan air yang tersisa terpisahkan serta tidak segera dilakukan treatmen,
maka emulsi tersebut menjadi sangat sulit untuk dipisahkan.
A. Pencegahan problem emulsi
Secara umum pencegahan problem emulsi dapat dibagi 2 (dua) yaitu :
4|Page

Tidak memproduksikan minyak dengan air secara serentak.


Mencegah timbulnya agitasi yang dapat membentuk emulsi Karena
memisahkan air didalam wellbore bisanya sangat sulit, maka pencegahan
agitasilah yang dituju, yaitu dengan :
Mencegah aliran turbulensi akibat penggunaan surface choke yang kurang
tepat, dengan memberi tekanan separator lebih besar namun dijaga
perbedaan tekanannya masih mampu mengalirkan minyak ke separator.
Pemakaiaan bottom hole choke, yang didasarkan atas :
a) Perbedaan tekanan yang kecil antara up dan down-stream
b) Temperatur didasar sumur jauh lebih tinggi dari temperatur permukaan
c) Aliran yang lurus dengan jarak relatif panjang pada down-stream dari
choke.
Pembukaan dan penutupan sumur secara terencana
Pada sumur-sumur yang di gas lift, pembentukan emulsi bisa dicegah
dengan meningkatkan efisiensi gas lift di tubing (pada continious gas
lift) dan pemberian demusilfer pada ghatering systemnya.
Pada sumur-sumur pompa, pembesaran efisiensi volumetris pompa
yang akan mengurangi terjadinya emulsi yaitu dengan pemasangan gas
anchor, clearance pompa yang kecil, spacing yang baik serta kecepatan
dan panjang stroke yang semestinya.

B. Penanggulangan problem emulsi


Terdapat beberapa macam cara untuk pemecahan emulsi, antara lain dengan :
1. Metode Settling Time (Pengendapan)
Dengan cara ini diharapkan air, emulsi dan minyak akan terpisah secara gravitasi
(karena perbedaan densitasnya). Peralatan yang dipakai dapat berupa : gun
barrrel atau wash tank, free water knock out, storage tank, atau oil skimmer.
2. Metode Kimiawi (penggunaan demulsifer)
Dengan metode ini dapat merusak film dari emulsifying agent yaitu dengan
membuat kaku dan mengkerutkannya.
3. Metode pemanasan
Metode ini diterapkan dengan anggapan dispersed phase dalam emulsi tetap
dalam keadaan bergerak (seperti gerak Brown dalam larutan koloid-koloid zigzag). Panas akan mempercepat gerakan tersebut dan menyebabkan partikel
dispersed phase saling tubrukan lebih sering dengan kekuatan lebih besar,
sehingga menyebabkan lapisan film yang dibentuk emulsifying agent menjadi
pecah, dan viskositas cairan makin berkurang yang menyebabkan air terpisah .
Di lapangan metode ini diterapkan pada alat-alat Heater Treater.
4. Metode elektrik (listrik)
Prinsip metode ini adalah merusak atau menetralkan film penyelubung butiranbutiran air yang diinduksi oleh medan listrik statis, sedangkan minyak sebagai

5|Page

continious phase diinduksikan sehingga butiran-butiran air yang lebih besar akan
cepat mengendap dibanding butiran air yang kecil.
5. Metode kombinasi
Di lapangan, metode kombinasi inilah yang sering diterapkan yaitu metode
panas-kimiawi dan kimiawi-listrik. Selain itu terdapat metode kombinasi dengan
sistem mekanik, yaitu :
Filtering, dimana emulsi dipaksa mengalir melalui filter (saringan) sehingga
film yang menyelubungi dispersed phase pecah, namun demikian ternyata
tidak semua terpecahkan.
Centrifuging, dimana emulsi dipecah dengan gaya centrifugal
Seringkali metode pemecahan problem emulsi juga dikombinasikan dengan
pemecahkan problem korosi.

3. Problem Parafin
Parafin atau asphaltin adalah unsur-unsur pokok yang banyak terkandung dalam
minyak mentah. Jenis kerusakan akibat endapan organik ini umumnya disebabkan
oleh perubahan komposisi hidrokarbon , kandungan wax (lilin) di dalam crude oil ,
turunnya temperatur dan tekanan, sehingga minyak makin mengental (pengendapan
parafinik) dan menutup pori-pori batuan. Secara umum rumus parafin adalah
CnH2n+2.
Endapan parafin yang terbentuk merupakan suatu pesenyawaan hidrokarbon dan
hidrogen antara C18H38 hingga C38H78 yang bercampur dengan material organik dan
inorganik lain.
Kelarutan parafin dalam crude oil tergantung pada komposisi kimia minyak dan
temperatur. Pengendapan akan terjadi jika permukaan temperaturnya lebih rendah
daripada crude oil. Viskositas crude oil akan meningkat dengan adanya kristal
parafin dan jika temperatur terus turun crude oil akan menjadi sangat kental.
Temperatur terendah dimana minyak masih dapat mengalir disebut titik tuang (pour
point).
1. Secara rinci penyebab utamanya adalah :
Turunnya tekanan reservoir
Hilangnya fraksi ringan minyak
Pemindahan panas dari minyak ke dinding pipa dan diteruskan ke tempat
sekitarnya.
Aliran cairan yang tidak tetap dan tidak merata.
Adanya partikel lain yang menjadi inti pengendapan.
Kecepatan aliran dan kekasaran dinding pipa.
Terhentinya aliran fluida
6|Page

2. Problem endapan organik ini dapat terjadi pada daerah :


Sepanjang zona perforasi
Pada tubing
Flow line
Separator
Di stock tank
3. Cara mengatasi problem parafin
Mekanik (diresrvoir : hydroulic fracturing, di tubing dengan alat scraper dan
cutter dan di flowline dengan alat pigging )
Kombinasi dengan pemakaian solvent (kerosen, kondensate, dan minyak
diesel) dengan cara pemanasan (pemakaian heater treater, steam stimulation
atau thermal recovery seperti injeksi uap)
Pemakaian larutan air + calcium carbide atau acethylene
Acidizing
Kedua faktor (endapan inorganik dan organik) ini akan menghambat aliran
fluida reservoir ke sumur produksi dan membentuk daerah kerusakan atau
zona damage. Penurunan produksi dari sumur minyak tergantung dari
banyaknya dan tempat di mana endapan tersebut terdapat Gambar .3.6.
merupakan model dari endapan parafin.
4. Kepasiran (sand problem)
Seperti diketahui, pasir yang terproduksi bersama fluida formasi antara lain akan
menyebabkan :
Abrasi atau pengikisan di atas permukaan (termasuk endapannya)
Dapat terjadi penurunan laju produksi, bahkan dapat mematikan sumur.
Usaha yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kepasiran tersebut adalah
dengan cara memproduksikan minyak pada laju optimum tanpa terjadi kepasiran.
Sand free flow rate merupakan besarnya laju produksi kritis, dimana apabila sumur
tersebut diproduksikan melebihi laju kritisnya, maka akan menimbulkan masalah
kepasiran.
Maksimum sand free flow rate atau laju produksi maksimum tanpa menimbulkan
kepasiran dapat ditentukan dnegan suatu anggapan bahwa gradien tekanan
maksimum di permukaan kelengkungan pasir, yaitu suatu laju produksi maksimum
tanpa kepasiran berbanding langsung dengan keuatan formasi. Dengan kata lain jika
produksi menyebabkan tekanan kelengkungan pasir lebih besar dari kekuatan
formasi, maka butiran pasir formasi akan mulai ikut bergerak.
1. Faktor faktor yang mempengaruhi problem terjadinya kepasiran :
a. Kekuatan Formasi
7|Page

Dalam masalah kepasiran, Tixier et.al. berpendapat bahwa kekuatan formasi


terhadap kepasiran tergantung dari dua hal ,yaitu intrinsic strength offormation atau
kekuatan dasar formasi dan kesanggupan pasir untuk membentuk lingkungan stress
yang ditentukan oleh tekanan pori-pori dan tekanan overburden, bentuk dan sorting
butiran serta sementasi diantara butiran yang kadang-kadang diperkuat oleh clay.
Untuk menentukan suatu formasi stabil atau tidak dari suatu lapangan dikenal
kriteria kritis misalnya untuk lapangan Gulf Coast digunakan kriteria kritis yang
merupakan batas suatu formasi bersifat labil atau stabil, menurut Tixier adalah :
G/Cb > 0.8 x 1012 psi2 : formasi stabil (kompak)
G/Cb < 0.8 x 1012 psi2 : formasi tidak stabil (tidak kompak)
b. Sementasi Batuan
Kekuatan formasi merupakan kemampuan dari fromasi untuk menahan butiran pasir
agar tidak terlepas akibat operasi produksi. Kekuatan formasi pasir dipengaruhi oleh
friksi antar butir pasir dan kohesi antar butir pasir . Friksi bertambah besar jika beban
overburden bertambah besar. Kohesi antar butir timbul akibat sementasi dan
tegangan antar permukaan fluida.
Formasi pasir yang sementasinya baik dapat merupakan suatu sistem yang stabil
dengan jalan membentuk lengkungan kestabilan (arching) di luar lubang perforasi.
Tixier menyatakan bahwa kekuatan formasi terhadap kepasiran tergantung pada
kekuatan dasar formasi (intrinsic strength of formation) dan kemampuan pasir untuk
membentuk lengkungan yang stabil di sekitar lubang perforasi.
Batupasir terbagi menjadi tiga jenis tergantung dari komposisi kimianya, yaitu
quartzite, graywacke dan arkose. Sementasi pada pasir kwarsit adalah karbonat
(kalsit dan dolomit) dan silika (chert, chalcedonit dan kwarsa sekunder), sementasi
alamiah pada batupasir graywacke dan arkose sangat sedikit atau hampir tidak ada.
Mineral tidak stabil adalah lempung yang banyak terdapat pada pasir arkose dan
graywacke. Lempung umumnya menyelimuti butir-butir kwarsa dan bersifat sebagai
mineral penyemen. Pasir graywacke dan arkose tidak tersementasi dengan baik
sehingga sering menimbulkan problem kepasiran.
Sementasi batuan sangat berpengaruh terhadap ikatan antar butir atau konsolidasi
dari butiran batuan tersebut, dengan demikian akan berpengaruh pula terhadap
kestabilan butiran tersebut. Semakin tinggi derajat sementasinya , maka suatu
formasi akan semakin kompak. Persamaan empiris yang menunjukkan hubungan
faktor formasi (F) terhadap porositas () dan faktor sementasi (m) telah diberikan
Archie dalam bentuk sebagai berikut :
...(3-13)

8|Page

c. Kandungan Lempung
Sebagian besar formasi pasir mengandung lempung sebagai matrik atau semen
batuan. Material lempung terdiri dari kelompok mik, kaolonit, chlorite illite dan
montmorilonite. Kelompok montmorilonite akan mengalami swelling bila kontak
dengan air.
Pada umumnya lempung mempunyai sifat yang basah terhadap air atau water wet
sehingga bila ia bebas melewati formasi yang mengandung lempung akan
menimbulkan dua akibat yaitu :
Lempung akan menjadi lunak.
Gaya adhesi dari fluida yang mengalir terhadap material yang dilaluinya akan
naik.
Akibat dari semua itu maka butiran pasir cenderung untuk bergerak ke lubang sumur
bila air formasi mulai berproduksi. Untuk menghitung kandungan mineral lempung di
dalam formasi dapat dilakukan dengan analisa logging. Adapun jenis log yang
digunakan adalah : Spontaneous potensial log, resistivity log, gamma ray log dan
neutron log.

d. Laju Aliran Kritis


Sand free flow rate adalah besarnya laju produksi kritis yang mana bila laju produksi
sumur lebih besar dari laju kritisnya maka akan menimbulkan problem kepasiran.
Stein-Odeh dan Jones telah mengadakan penyelidikan untuk memperkirakan laju
produksi dari suatu formasi. Maksimum sand free flow rate dapat ditentukan dengan
anggapan bahwa gradien tekanan maksimum di permukaan kelengkungan pasir
yaitu saat laju produksi maksimum tanpa kepasiran berbanding langsung dengan
kekuatan formasi.
Formasi pasir yang sementasinya baik dapat merupakan suatu sistem yang stabil
dengan jalan membentuk lengkungan kestabilan di luar lubang perforasi. Dengan
kata lain bahwa apabila produksi menyebabkan tekanan kelengkungan pasir lebih
besar dari kekuatan formasinya maka butiran pasir formasi akan bergerak atau mulai
ikut berproduksi. Gambar 3.8. merupakan gambaran Lengkung Kestabilan formasi
Persamaan yang diturunkan oleh Stein-Odeh dan Jones didasarkan pada anggapan
sebagai berikut:
1. Laju produksi untuk setiap interval perforasi adalah sama
2. Permeabilitas tetap untuk setiap interval kedalaman
3. Tidak terjadi overlapping dari kelengkungan kestabilan untuk setiap interval
perforasi
4. Pengaruh turbulensi aliran, merata di seluruh interval perforasi

9|Page

5. Perbedaan tekanan maksimum yang diperbolehkan pada bidang kelengkungan


adalah sebanding dengan kekuatan formasi.
2. Cara Mengatasi Problem Kepasiran
Pada hakekatnya problematika turut terproduksinya pasir dapat dokontroll dengan
tiga cara, yaitu :
A. Pengurangan Drag Force
Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan efektif digunakan dalam
menontrol. Laju produksi yang menyebabkan terikutnya produksi pasir harus
dipertimbangkan pada laju per-unit area dari formasi yang permeabel.
Langkah pertama yang harus dipertimbangkan adalah penambahan daerah
aliran (flow area), kemudian penentuan laju maksimum atau laju produksi kritis,
dimana di atas maximum rate tersebut pasir menjadi berlebihan.
Ketika laju fluida bertambah secara bertahap, kosentrasi akan naik turun
dengan tajam seharga kosentrasi mula-mula. Efek bergelombang ini terbukti akan
merusak brigde yang tidak stabil yang mana akan terbentuk kembali pada laju aliran
yang tinggi.
Ketika critical range yang telah dicapai, bridge tidak terbentuk kembali.
Strength struktur telah terlampaui dan produksi pasir akan berlanjut pada laju aliran
yang lebih tinggi. Laju produksi kemudian dikurangi sampai dibawah critical range
untuk memberi kesempatan agar bridge terbentuk kembali, kemudian rate dapat
ditambah tetapi masih dibawah critical range.
Prosedur ini disebut Bean-up Technique yang secara cermat dilakukan
dalam periode beberapa bulan dan efektif untuk menetapkan laju produksi
maksimum suatu sumur.
B. Metode Mekanik
Cara ini dilakukan dengan menggunakan gravel (dengan screen untuk
menahan gravel) atau dengan screen (tanpa gravel) untuk menahan butiran pasir
yang ikut mengalir bersama fluida reservoir pada saat sumur berproduksi.
Masalah utama dalam meotde ini adalah bagaimana untuk mengontrol pasir
formasi tanpa mengurangi produktivitas sumur secara berlebihan.
Pertimbangan utama untuk mendesain gravel dan screen antara lain :
1. Ukuran gravel optimum yang sesuai dengan ukuran butiran pasir.
2. Luas optimum dari screen slot untuk menahan gravel dan jika tidak memakai
gravel, maka harus sesuai dengan ukuran butiran pasir.
3. Teknik penempatan yang efektif pada kemungkinan yang paling penting.
Untuk perencanaan ukuran gravel maupun screen diperlukan distribusi
ukuran pasir, ukuran besar butir pasir, keseragaman buitran pasir dan tingkat
pemilihan butiran.

10 | P a g e

Untuk menentukan keseragaman butiran pasir digunakan metode sieve


analysis. Dalam metode ini sampel yang digunakan adalah yang representatif
karena penyebaran ukuran butiran pasir yang bervariasi dari suatu zona ke zona
yang lain.
Tingkat keseragaman butiran pasir oleh Schwartz dapat ditentukan dengan
persamaan :
.(3-27)
dimana:
d40 = diameter butiran pasir pada titik 40 percentile pada kurva
d90 = diameter butiran pasir pada titik 90 percentile pada kurva
C
= koefisien keseragaman (uniform coefficient)
Schwartz menyatakan bahwa pengertian uniform coefficient adalah merupakan
tingkat keseragaman dari butiran pasir yang kemudian dapat menunjukkan baik atau
buruknya pemilihan butir (sortasi). Harga C ini bervariasi dan setiap harga
menunjukkan tingkat keseragaman dari tiap butiran pasir, yaitu :
Jika C < 3 maka pasir seragam dan berukuran d10 sebagai ukuran gravel kritis
Jika C > 5 maka pasir tidak seragam dan berukuran d40 sebagai ukran gravel kritis
Jika C >10 maka pasir sangat tidak seragam dan berukuran d 70 sebagai ukuran
gravel kritis

Slotted atau Screen Liner


Alat ini berbentuk pipa dan mempunyai sejumlah lubang pada sisinya
dengan ukuran tertentu yang dipasang didepan interval perforasi. Tujuan
pemasangan alat ini adalah untuk menahan laju aliran butiran pasir yang terikut di
dalam fluida reservoir, sehingga fluida melaju tanpa adanya hambatan.
Secara ideal, lebar lubang (slot) pada liner harus dapat menahan buitran
pasir tetapi tidak membatasi aliran fluida.
Percobaan yang dilakukan oleh Coberly menyatakan bahwa batas tertinggi
lebar lubang tidak boleh lebih dari dua kali diameter 10 percentile agar dapat
menahan secara efektif. Dalam menentukan ukuran screen ini, beberapa ahli
memberikan persaman-persamaan sebagai berikut :
1. Coberly :
W = 2 x d10 (3-28)
2. Wilson :
W = d10 (3-29)
3. Giil :
W = 2 x d15 .(3-30)
4. De Priester :
0.05 W d20 (3-31)
dimana :
11 | P a g e

W = lebar celah liner, in


d10 = diameter butir pasir pada titik 10 percentile pada kurva distribusi, in.
Untuk menahan formasi pasir yang seragam, dimana butiran sulit untuk
ditahan atau sering terjadi perubahan kecepatan aliran, dianjurkan menggunakan
lebar lubang sama dengan diameter 10 percentile atau W = d 10

Gravel Pack
Cara ini dilakukan dengan jalan memasang saringan pasir di bagian luar dan
slotted liner di bagian dalam.
Pada awalnya Coberly dalam perbandingan ukuran gravel sand hanya
mempertimbangkan masalah menahan/mencegah gerakan pasir kedalam lubang
bor dan bukan permeabilitas gravel packnya. Kemudian menjadi jelas bahwa
produktivitas maksimum dari formasi pasir harus terhenti pada permukaan luar dari
gravel pack. Jika terjadi penghalang pasir didalam gravel pack itu sendiri, maka
permeabilitas akan berkurang.
Pengaruh dari G-S Ratio pada permeabilitas gravel pack digambarkan
dengan jelas pada penyelidikan laboratorium oleh Saucier. Gambar 3.10.
menunjukkan pengaruh G-S Ratio pada permeabilitas gravel pack.
1. Ukuran Gravel Pack
Untuk menentukan ukuran gravel, beberapa ahli memberikan saran sebagai
berikut :
a. Coberly :
D > 10 d10 ..(3-32)
b. Hill :
D = 8 d10 (3-33)
c. Tausch dan Corley :
4 d10 < D < 6 d10 (3-34)
d. Schwartz :
Schwartz, memberikan pendekatan dalam menentukan ukuran gravel, yaitu dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Analisa butiran pasir formasi
Setelah diperoleh kurva distribusi ukuran butir pasir formasi produktif, maka kurva
tersebut digunakan untuk perhitungan selanjutnya.
2. Harga perbandingan gravel terhadap pasir formasi atau G-S ratio
G-S ratio adalah perbandingan antara ukuran butiran gravel dengan ukuran butir
pasir formasi. G-S ratio sangat penting hubungannya dengan pemilihan ukuran
gravel. Beberapa bentuk persamaan yang diberikan oleh para ahli, adalah sebagai
berikut :
a. Saucier
b. Schwartz

12 | P a g e

atau :
c. Coberly-Hill-Wagner-Gumpertz :
d. Maly :
Untuk harga perbandingan G-S kurang dari 6, pasir tidak mampu masuk ke
dalam gravel pack, jika perbandingan ukuran G-S diantara 6-10.5 pasir bisa masuk
dan akan mengurangi permeabiltas efektif gravel pack, dan apabila perbandingan GS lebih besar dari 10.5 maka gravel pack tidak mampu menahan pasir yang masuk.
Gambar 3.7. menunjukkan efek G-S ratio terhadap permeabilitas gravel pack.
Schwartz mengakui adanya efek dari kecepatan aliran dan ia membuat
rumusan yang sama dengan Saucier, sebagai berikut :
1. Pasir dengan C < 5 dan velocity < 0.05 ft/sec, menggunakan d 10 sebagai ukuran
gravel kritis.
2. Pasir dengan C > 5 dan velocity > 0.05 ft/sec, menggunakan d 40 sebagai ukuran
gravel kritis.
3. Pasir dengan C > 10 dan velocity > 0.1 ft/sec, menggunakan d70 sebagai ukuran
gravel kritisnya.
Jadi ukuran gravel pack adalah sebagai berikut :
D90 gravel = 6 x d90 pasir formasi (3-35)
Dimana kecepatan aliran (velocity) adalah : ....(3-36)
Metode gravel packing disarankan untuk mengontrol pasir pada zone yang
panjang. Gravel packing juga baik dipakai untuk zone pendek, tetapi di dalam
remedial work, multiple completion, diameter sumur yang kecil, dan adanya
abnormal prsessure akan menambah kesulitan dan biaya.
2. Tipe Gravel Pack
Untuk menempatkan gravel pack tergantung sistem sumur yang digunakan,
penempatan gravel pack ada dua cara, yaitu :
1. Open hole gravel pack, dimana selalu digunakan pada single completion
Pada tipe ini, casing diset di atas formasi produktif, sedangkan gravel
ditempatkan di annulus antara screen liner dengan formasi. Biasanya lubang bor
diperbesar (underreamed) untuk mengangkat kotoran-kotoran yang diakibatkan saat
pemboran berlangsung dan mengurangi tahanan alir dengan memperbesar radius
pasir -gravel unit.
2.Cased-hole gravel pack
Tipe dari cased-hole geavel packing dilakukan dengan menempatkan gravel
di annulus antara screen liner dengan casing dan sebagian di belakang perforasi
(perforation tunnel).
13 | P a g e

Fluida produksi yang mengalir harus melalui tiga bagian, yaitu bagian gravel
yang mengisi tunnel perforasi, gravel pack dan screen liner untuk mencapai lubang
bor. Oleh karena itu, produktivitas ditentukan oleh tahanan alir dari masing-masing
bagian tersebut. Potensi terbesar untuk tahanan alir adalah bagaian perforasi.
3. Kualitas Gravel
Kualitas gravel sangat bervariasi dan tergantung pada sumber gravel yang
ditangani. Gravel sangat bervariasi di dalam kemurnian, kebundaran kekuatan dan
kandungan kuarsa. Gravel dapat bercampur dengan kotoran dan pecah selama
transportasi dan penempatannya.
API merekomendasikan pasir yang digunakan untuk gravel pack yaitu :
1. Kebulatan dan kebundaran , 0.6 atau lebih dari skala Krumbein.
2. Pembatasan kelarutan terhadap asam, tidak boleh lebih dari 1 % kelarutan dalam
12% HCl atau 3% HF lumpur asam. Kandungan kuarsa 98 % atau lebih.
3. Kekuatan butiran (dalam standar tes laboratorium) bila diberi tekanan 2000 psi
selama 2 menit tidak boleh rusak lebih dari 4 % untuk ukuran 12/20, 16/30, dan
20/40 mesh atau 2 % untuk ukuran 30/50 dan 40/60 mesh.
4. Penyeleksian Screen Liner
Screen liner yang digunakan harus sesuai dengan ukuran gravel, sehingga
harus ditentukan ukuran screen liner. Ukuran screen liner (W) mempunyai harga
tertentu yang besarnya sesuai dengan strandar produksi pabrik yang
memproduksinya.

C. Metode Resin Consolidation


Metode ini umumnya digunakan pada formasi dimana material lepasnya sangat
halus. Metode ini dilakukan dengan menggunakan resin yang akan mengikat butiran
pasir disekitar lubang bor. Resin akan mengikat buitran pasir menjadi suatu
gumpalan yang keras, dimana ikatannya kuat dan mempunyai compressive strength
samapai 3000 psi.
Sistim pengikatannya dengan menggunakan fluida pengikat, seperti :
Furan, Epoxy, Phenol Resin, Phenol Formaldehyd. Caranya yaitu dengan
menginjeksikan sejumlah zat pengikat kedalam formasi unconsolidated sehingga
material halus akan terikat dan menjadi butiran yang lebih besar dan lebih mudah
dikontrol.
Metode ini digunakan pada zone pendek dimana karena suatu hal sehingga gravel
pack tidak bisa digunakan. Adapun beberapa keuntungan lain dari penggunaan
metode ini adalah sebagai berikut :

14 | P a g e

1.
2.
3.
4.
5.

Tersedia untuk ukuran diameter yang kecil


Cocok dipakai melalui tubing
Awet dipakai pada open well bore
Cocok untuk sumur multiple completion (komplesi ganda)
Dapat digunakan untuk sumur yang bertekanan abnormal, di offshore atau lokasi
yang terisolasi diamana tubing hoist tidak tersedia, sehingga akan mengurangi
kesulitan dan biaya.

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam metode resin consolidation adalah :


1. Permeabilitas formasi harus merata
2. Perforasi harus semua terbuka
3. Interval produksi/perforasi tidak terlalu panjang (kurang dari 10 ft)
4. Tidak banyak butiran asing selain pasir yang berbutir cukup besar
5. Tidak terjadi kontaminasi plastik selama pengerjaannya
Pada dasarnya ada dua sistim pada resin consolidation method, yaitu :
a. Sistim Internal
Pada sistim ini dugunakan larutan Resin yang disertai oleh zat pengeras,
pengencer, katalisator. Pengerasan terjadi dengan terpisahnya pelarut dari resinnya.
b. Sistim external
Pada sisitm ini digunakan larutan resin yang tidak disertai oleh zat pengeras.
pengerasan pada saat overflush datang.

5.Korosi
Korosi adalah kerusakan logam akibat reaksi elektrokimia dengan
lingkungannya, demana besi (Fe) bereaksi membentuk senyawa hidroksida,
karbonat atau sulfida yang rapuh dan mudah tererosi oleh aliran. Sebagai akibatnya
adalah penipisan dinding pipa, alat-lat produksi, yang akhirnya dapat menimbulkan
kebocoran-kebocoran.
Penyebab korosi yang sering dijumpai di lapangan adalah CO 2, H2S, asamasam organik, HCl dan oksigen yang terlarutkan di dalam air.
1. Faktor-faktor penyebab terjadinya korosi antara lain :
Pengaruh komposisi logam, dimana setiap logam yang berbeda komposisinya
mempunyai kecendrungan yang berbeda pula terhadap korosi.
Pengaruh komposisi air, dimana pengkaratan oleh air akan meningkat dengan
naiknya konduktivitas. Disamping itu pengkaratan oleh air juga akan meningkat
dengan menurunnya pH air.
Kelarutan gas, dimana oksigen , karbondioksida atau hidrogen sulfida yang
terlarut dalam air akan menaikkan korosivitas secara drastis. Gas yang terlarut
adalah sebab utama problem korosi. Jika gas-gas tersebut dapat dibuat tidak

15 | P a g e

memasuki sistem air dan air dipertahankan pada pH yang netral atau pH yang
lebih tinggi, maka kebanyakan sitem air akan mempunyai problem korosi sedikit.
Akibat reaksi perubahan fase dan reaksi kimia secara langsung seperti pipa yang
mengalami perenggangan.
2. Syarat-syarat terjadinya korosi adalah :
1. Anoda
Anoda merupakan bagian dari logam yang terkorosi. Pada waktu logam larut maka
atom melepaskanelektronnya sehingga logam menjadi positif. Reaksinya adalah
sebagai berikut : Fe
Fe++ +2e
2. Katoda
Katoda merupakan logam yang tidak terlarut tetapi merupakan tempat yang dituju
oleh gerakkan elektron yang dalam perjalanannya bereaksi dengan ion yang ada
dalam air. Proses ini disebut reduksi, adapun reaksinya sebagai berikut :
2 H+ + 2e
H2
3. Elektrolit
Proses korosi akan berjalan secara simultan jika ada penghantar listrik yang disebut
elektrolit. Dalam hal ini air merupakan zat elektrolit yang mempunyai sifat hantar
listrik, ini akan naik jika kadar garam dalam air itu bertambah.
3. Beberapa macam korosi yang sering dijumpai anatara lain
Sweet, Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan oleh CO2 dan sam pekat serta
tekanan parsialnya (7-30 psi atau lebih). Adapun reaksi kimia yang terjadi
sebagai berikut :
CO2 + H2O
H2CO3
Fe + H2CO3
FeCO3 +2H
Sour Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan oleh H2S (dan sejumlah kecil O2
dan CO2). Pada baja biasanya membentuk serbuk hitam yang merupakan
katode baja sehingga baja mudah patah atau aus. Karena molekul H membuat
celah atau retakan -retakan dan bila ada mikroorganisme maka akan
mempercepat terjadinya korosi. Adapun reaksi kimia yanga terjadi sebagai
berikut :
H2S +Fe
FeS +2H
Oxygen Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan oleh udara atau air yang
mengandung O2, yang ditandai adanya FeO(OH) dan Fe2O3 . Adanya gas
yang mengandung CO2 dan H2S atau air garam dapat mempercepat lajunya
korosi tersebut. Adapun reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut :
2Fe + O2 + H2O
Fe2O3 +H2O
Electrochemical Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan kandungan anode,
katode, elktrolit dan konduktor. Ditinjau dari reaksi kimia-listriknya, maka
terdapat dua tipe yaitu :
a. Peristiwa pembalikan aliran listrik, bila dua keping logam yang berbeda
dicelupkan pada media elektrolit yang sama.
16 | P a g e

b. Bila dua keping yang sejenis dilarutkan pada media salah satunya
ditembuskan udara maka yang tidak merngansdung udara menjadi katode,
sebaliknya menjadi anode, Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 akan mengendap saat ion
besi (Fe++) bereaksi dan menghasilkan OH- pada katode.
4. Cara pencegahan korosi antara lain dengan :
Mengontrol atau menurunkan kadar salinitas, H2S, CO3 dan O2 dalam semua
proses yang berhubungan dengan produksi minyak, sehingga pH dapat
dinaikkan (tingkat keasaman menurun).
Pelapisan khusus (coating) pada pipa dengan memakai polythylene dan
poly-vinyl chloride.
Dalam pemakaiannya, coating harus bersifat :
a. Mampu dan cukup kuat menahan tegangan dari perubahan suhu
b. Berdaya ikat yang baik pada permukaan logam
c. Bertahanan listrik tinggi setelah instalasi pipa dipasang
d. Dalam waktu tertentu bereduksi lemah pada tahanan listriknya
Pemakaian corrosion inhibitor secara efektif
Dalam pemakaian corrosion inhibitor diharapkan selain menetralisir korosi,
juga melindungi dari elektrolit, yaitu :
a. Pembentukan film (mengurangi difusi antara logam-elektrolit)
b. Detergen (menjaga agar sistem tetap bersih)
c. Demulsifer (menetralisir pembentukan emulsi-korosi inhibitor)
d. Bakterisasi (mencegah pertumbuhan bakteri)
Cathodic Pretection yaitu memasukkan arus listrik ke dalam logam, yang
penggunaannya sesuai dengan:
a. Resistivitas atau tanah sekeliling daerah tersebut
b. Karakteristik pipa yang digunakan

3.1.2. Problem Mekanis


Problem mekanis yang terjadi pada suatu sumur perlu diperhatikan, karena hal ini
akan mempersulit pengontrolan sumurnya, sehingga apabila tidak diatasi sejak dini
akan menimbulkan kefatalan. Problem ini umumnya adalah :
a. Kebocoran casing/tubing
Penyebab terjadinya problem ini adalah proses korosi, collapse (sambungan pada
casing. Korosi pada casing disebabkan adanya kandungan H2S, CO2, HCl, mud-acid
atau perbedaan potensial/kontak dua macam fluida yang berbeda kegaramannya,
sehingga menyebabkan pengikisan kimiawi (non abrasi) pada dinding casing
terutama bagian dalamnya, sehingga makin lama makin tipis dan akhirnya bocor.
17 | P a g e

Kebocoran casing tesebut dapat mengakibatkan terjadinya komunikasi zona-zona


lain dengan zona produktif dan mengakibatkan laju produksi minyak turun.
b. Keruskan primary cementing
Primary cementing adalah penyemenan pertama yang dilakukan langsung setelah
casing dipasang begitu selesai pemboran .
Tujuan primary cementing adalah :
Memisahkan lapisan yang akan diproduksi dengan yang tidak
Mencegah mengalirnya fluida dari satu lapisan ke lapisan yang lain
Melindungi pipa dari tekanan formasi
Menutup zona loss circulation
Mencegah proses korosi pada casing oleh fluida formasi
Sebab-sebab terjadinya kerusakan primary cementing adalah adanya tekanan yang
besar pada operasi kerja ulang atau kualitas semen dan pengrejaannya yang tidak
baik.
c. Keruskan peralatan produksi bawah permukaan
Keruskan peralatan produksi bawah permukaan antara lain :
Tubing atau packer bocor
Keruskan pada casing atau tubing
Kesalahan atau kerusakan pada artificial lift
Keruskan pada plug
Adapun problem di atas harus ditangani sejak dini dengan melakukan recompletion
(komplesi kembali secara keseluruhan sehingga baik/sempurna).

6. Coning
Water dan Gas coning merupakan permasalahan yang serius pada banyak
aplikasi dilapangan. Gejala ini ditandai oleh breakthtrough air atau gas yang terlalu
dini. Penyebab timbulnya gejala coning pada sumur-sumur minyak pada dasarnya
disebabkan oleh laju produksi yang berlebihan.
Water coning bisa terjadi bersama-sama dengan gas coning atau trjadi
sendiri-sendiri, tergantung pada reservoarnya. Jika reservoarnya memiliki lapisan ga
diatas lapisan minyak dan atau lapisan air dibawahnya, maka kemungkinan terjadi
gejala coning ada.
Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan
produksi minyak , tetapi juga dapat mengakibatkan sumur di tutup atau ditinggalkan
sebelum waktunya.
Berbeda dengan fingering, coning terjadi akibat aliran air dan atau gas yang
melintasi bidang batas dari arah vertikal. Sedangkan pada fingering air dan atau gas
mengalir melewati atau sepanjang bidang batas. Bidang batas yang dimaksud

18 | P a g e

adalah oil water contac atau gas oil contact yang berbeda dalam kondisi statis, yaitu
ketika belum terjadi aliran didalam reservoar.
A.Faktor Penyebab Water/Gas Coning
Water coning didefinisikan sebagai gerakkan vertikal dari air yang memotong
bidang perlapisan didalam formasi produktif. Terproduksinya air yang berlebihan
dapat terjadi sebagai akibat dari beberapa hal dibawah ini : Perembesan air
umumnya terjadi pada mekanisme pendororng water drive, water coning, water
fingering, dan terjadinya kerusakan primary cementing atau kebocoran casing.
Water fingering didefinisikan sebagai gerakan air menuju ke atas dalam zona
yang lebih permeabel dari multi zona. Didalam reservoar yang berlapis-lapis gas
fingering dapat terjadi lebih awal pada lubang bor dengan perbedaan tekanan yang
tinggi. Gas fingering lebih umum terjadi di dalam reservoar dimana permeabilitas
antar zona cukup besar perbedaannya.
Gambar 3.16. merupakan bentuk kerucut air yang telah mencapai lubang
perforasi, sedangkan gambar 3.17. merupakan bentuk kerucut gas.
B. Cara Menangulangi Water/GasConing
Produksi air yang berbentuk kerucut atau gas dapat mengurangi produksi
secara signifikan. Oleh karena itu penting untuk memperkecil atau paling tidak
menunda terjadinya coning. Beberapa metode yang dilakukan untuk menanggulangi
terjadinya coning yaitu :
Menrunkan laju produksi dibawah laju alir kritis (qo < qc)
Jika mungkin mematikan sumur, selama waktu tertentu sehingga diperkirakan
akan mengembalikan batas air-minyak kekondisi awal.
Menjalankan program kerja ulang, untuk menutup lubang perforasi awal dan
melakukan perforasi dengan interval yang baru.
Analisa Kerusakan Formasi
Untuk mengidentifikasi adanya indikasi kerusakan pada formasi dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa cara yang ada. Seperti Presure Build-Up Test dan
Pressure Drawdown Test.

19 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai