Anda di halaman 1dari 20

ALAM DAN ZAT ALLAH

S.W.T.
Untuk pembahasan ini perlu rasanya dijelaskan istilah dan pengertian sekedarnya,
meskipun penjelasan penjelasan yang ada sebenarnya sudah cukup memadai .
Alam yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah sesuatu yang lain daripada
Allah, yang diadakan atau yang diciptakan, umumnya juga dikatakan dengan
aghyar. Jadi jelas sekali bahwa alam bukanlah Zat Allah.
Dari sinilah sebenarnya patokan kita untuk memahami setiap masalah yang
menyangkut Tasawuf yang membicarakan tentang Ketuhanan.
Didalam pembahasan ini ada kata kata sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Alam Nuskhatul Haqqi = Alam adalah naskah Tuhan


Alam Cermin Tuhan = Dalam istilah Alam Miratul Haqqi.
Alam Mazhar Wujudullah = Alam,pembuktian ujud Allah.
Alam Ainul Haqqi = Alam adalah kenyataan Tuhan.

Kata-kata yang seperti ini tidak bisa hanya dilihat dan dibaca menurut bunyi katakata itu semata-mata (leterjik), sehingga aosiasi tertuju kepada arti dari kat-kata.
Kata-kata dan ungkapan dari kalangan Sufi pada umumnya adalah berupa rumusrumus, gambaran-gambran sebagai pelampisan kata hati dan perasaan.
Sebagimana kita maklum, bahwa kata-kata adlah suatu alat komunikasi antara satu
pihak dengan pihak yang lainsehingga terjadi hubungan pengertian dari kedua
belah pihak.
Dapat pula dimengerti, bahwa kata-kata itu sendiri dapat pula menimbulkan
perkiraan yang salah terhadap mereka yang melahirkan kata-kata itu.
Akan tetapi bila kita kembali kepada suatu ungkapan bahwa kata-kta hanyalah
sekedar isyarat dan gambaran belaka, lebih lagi bila kata-kata itu ada hubungannya
dengan perasaan, maka seharusnya tidaklah perlu ada prasangka buruk (negatif)
terhadap mereka yang melahirkan kata-kata dan ucapan itu.
Lebih ngeri lagi kalau kita bandingkan dngan sebuah sabda Rasulullah s.a.w.

Khalaqa Aadama Kashuuratihi


Artinya : Allah Ciptakan Adam seperti rupaNya
Kata-kata demikian ini sukar untuk menolaknya, lebih bila di ingat datang dari
lidah Rasullah sendiri yang di riwayatkan oleh Imam Hadist terkenal ketelitiannya
dalam merawih hadist.
Sabda Rasulullah itu tetap akan kita terima dan kita yakini, namun pasti ada
pengertian yang lbih mendalam dibalik Lafaz dan kata-kata tersebut.
Begitu pula Hadist Rasulullah berupa Hadist Kudsi yang mana Allah berfirman :

Aku jadi penglihatannya, Aku jadi kakinya, Tangannya dan


seterusnya dan sebagainya
Alangkah hebatnya kata-kata itu.
Adakah yang bertanya dan membantah?
Kenapa Allah mau jadi tangan dan kaki hamba?
Dan kenapa jadi begitu?
Tidak ada tanya dan bantah.
Masya Allah hebat sekali.
Kalau demikian,apakah salahnya Ahlul Arifin Billah melahirkan kata-kata
gambaran diatas? Kalau mereka nyata-nyata tenggelam dalam lautan rasa
akhirnya mereka tidak dapat berkata, bingung, nanar, dan ssar, apakah ini harus
dipersalahkan pula?
Apabila mereka berkata tak dapat lagi membedakan antra hamaba engan Tuhan,
apakah tepat bila kita secara langsung menuduh mereka mempersamakan hamba
dengan Tuhan?
Tuduhan demikian adalah keliru.

Apakah sebabnya? Jawabnya mudah saja. Tidak aa seorang hambapun yang


dahulunya dapat membedakan antara hamba dengan Tuhan kecuali asalnya Allah
sendiri. Para Rasulpun tidak. Para Rasul hanya menyampaikan apa-apa yang di
firmankan Allah kepada mereka.
Tidak ada seorang manusiapun tadinya yang mengetahui bahwa Allah itu hidup
dan sebagainya, semua itu adalah pemberitahuan Allah.
Setelah Allah memberi tahu semua itu melewati Para Rasul dan Nabi, barulah
manusia ini tahu keadaan Allah s.w.t. dan barulah manusia dapat membedakan
antara hamba dengan Tuhan.
Karena pembicaraan ini menyangkut masalah Hakekat dan yang sebenar benarnya,
maka pantas kalau mereka berkata dengan kata-kata tersebut itu.
Oleh sebab itu, maka diharapkan jangn sampai ada tuduhan yang mengerikan
kepada mereka (Arif Billah) yang hanya dengan kata-kata nuskhatul haqqi, ainul
haqqi, atau miratul haqqi lalu langsung menuduh mereka berfaham sesat atau
dengan lain perkataan berupa gelar-gelar yang cukup menyinggung perasaan,
malah hanya membawa perpecahan dan pemisahan yang tajam di dalam Ummat
Islam sendiri.
Untuk menjaga kemurnian dan kelanggengan ajaran Islam memang seharusnya
kita berusaha mempertahankan kebenaran Islam. Menolak ajaran yang nyata
kekafirannya, nyata pla kesesatannya, penolakan ini tergantung dengan kekuatan
Dawah sampai dimana kita bisa memikat dengan mengemukakan cara berfikir
yang benar dan sehat sebagai yang dia jarkan oleh Allah sendiri :
Udu Ila Sabiili Rabbika Bil Hiikmati Wal Mau Iazhotil Haasanati
Wajaadilhum Billatii Hia Aahsanu
Arinya :

Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik dan
bantalah keterangan mereka dengan cara yang baik.
Metoda yang demikian saya kira tidaklah berarti merusakkan kerukunan beragama
dalam Negar Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Mengembalikan Tasawuf kepangkalnya, sebagaimana anjuran Buya Prof. Dr.


Hamka pada pidato Dies Natalis PTAIN di Jogjakata tahun 1959 merupakan suatu
anjuran yang beralasan, mengingat banyaknya gerakan kebatinan yang tumbuh
laksana cendawan di musim hujan, tidak sedikit diantaranya yang lepas dari dasardasar Iman sepanjang ajaran Islam.
Saya beranggapan dan berharap bahwa dengan penyempurnaan Tulisan ini, kita
kaum Muslimin yang berpegang teguh pendirian Ahlus-Sunnah Wal Jamaah masih
tetap mempunyai kekuatan dan senjata ampuh ialah Doa dan harap kepada Allah
s.w.t. agar tetap memelihara keagungan Agama Islam dimanapun juga serta
memelihara Agama Islam dan Kaum Muslimin dari segala cobaan-cobaan.
Kita tetap menginginkan peratun bangsa dan keutuhan Negara Republik Indonesia
yang kita intai ini sesuai engan azas Pancasila, dengan adanya suatu jaminan untuk
tidak membiarkn tumbuhnya bermacam-macam kepercayaan dan iktikad yang
memanggil-manggil orang-orang Muslim agar mengikuti ajaran mereka, dimana
akhirnya selembar demi selembar daun-daun Muslim beterbangan dari pohonnya.
Berpanjan kata tentang salah ini, hnya dengan suatu maksud agar Kaum Muslimin
dan Ulama Islam yang ada kini, tidak begitu mudah melontarkan kata-kata,
mengucilkan sesama umat yang bernabikan Muhammad s.a.w. dan berkitab
sucikan Al Quran, umat yang masih percaya kepada hari kebangkitan, karena
dengan demikian akan menghancurkan barisan Umat Islam sendiri pada akhirnya.

Pengertian Kalimat Nuskhatul Haqqi

Sebagaimana dijelaskan pada bagian muka naskah ketuhanan, karena alam ini
adalah laksana naskah atau kitab yang semuanya dapat dibaca dan dipelajari untuk
mencari kebenaran hakiki ialah Allah s.w.t.
Allah banyak sekali berfirman dan berseru kepada manusia yang berakal agar
membaca dan mempelajarinya, karena apapun yang terpampang dipermukaan alam
ini adalah ayat-ayat yang harus difikirkan, Kumpulan ayat-ayat itu dapat pula
dikatakan suatu naskah atau kitab.
Ibnu Athoillah r.a mengungkapkan dalam rangka membaca semua ini, janganlah
laksana seekor sapi yang bekerja menggiling padi di penggilingan, karena
bagaimanapun tidak akan sampai kepada titik tujuan yang sebenarnya.
Seorng manusia berfikir : Hidup perlu Kerja, Kerja perlu Makan, Makan untuk
tambah Tenaga, Tenaga untuk dapat Kerja, Kerja Untuk Makan dan seterusnya

dan seterusnyaAkhirnya hanya laksana bulatan (sirkel) yang terus menerus


berputar dalam lingkaran itu saja, tidak bedanya dengan se ekor sapi di
penggilingan padi.
Kapan waktunya dia mencari kebenaran hakiki? Kalau dia tetap disibukkan dalam
suatu sirkulasi demikian, kenapa dia tidk mau membaca naskah berupa dirinya
dalam alam ini?.
Apabila seseorang mau menggunakan waktu untuk membaca naskah dirinya dan
alam ini, dia pasti akan sampai kepada tujuan hidup yang sebenarnya, akan dapat
mengenal dengan pengenalan sempurna kepada Maha Pencipta Naskah yang
berupa dirinya dan Alam.
Maka misal dan ungkapan bahwa alam ini adalah Naskah Ketuhanan sebenarnya
dapat kita terima.

Pengertian kata Cermin Tuhan

Pada umumnya kita menyebut kata-kata cermin hanyalah dalam arti kanta
pinjaman. Untuk mengenal keadaan tubuh kita, sudah rapi atau belum, apa dan
bagaimana rupa dan bentuk mata, sipit ataukah tidak, kita ingin tahu lidah atau
gigi, hal mana tidak dapat dilihat langsung oleh mata, umumnya semua itu kita
pergunakan cermin.
Tetapi mata yang terlihat dalam cermin, gigi dan lidah hanyalah sekedar bayangan,
bukan keadaan yang sebenarnya.
Tiap-tiap yang bernama bayangan tidak mungkin dapat dipegang, kiata hanya
menemukan suatu permukaan yang rata dari kaca cermin.
Alam adalah Cermin Tuhan, karena diri atau Kunhi Zat (keadaan Diri) Allah
s.w.t. tidak bisa dilihat oleh mata kepala ini. Yang dapat dilihat engan mata kepala
hanyalah Alam dan segala peristiwa yang terjadi di dalam Alam.
Alam ini dapat dimisalkan Cermin Tuhan untuk setidak tidaknya dapat melihat
bayangan Tuhan di dalam cermin namun apa yang terpampang di dalam cermin
bukanlah dia Tuhan yang kita cari.
Maha sucilah Allah dari pada mempunyai bayangan.

Menurut ungkapan dikalangan Sufi, alam ini adalah dua macam. Pertama Alam
Kabir dan kedua Alam Shoghir. Alam Kabir atau alam besar ialah alam semesta
ini, sedangkan Alam Shoghir atau alam kecil adalah diri manusia ini sendiri.
Kalangan Ahli Filsafat menyebutkan Mikro Kosmos (kecil) dan Makro Kosmos
(besar) Alam kecil ini adalah sebagai bayangan Alam Besar karena hampir seluruh
macam dan jenis Alam Besar tergambar dan terbayang pada diri manusia.
Tanah, Air, Api dan Udara merupakan unsur-unsur yang ada pada alam besar yang
smuanya terbayang pada diri manusia, tumbuh-tumbuhan, dan binatang, langit an
bumi juga ada bayangannya dan gambarannya pada diri manusia kita ini. Tetapi
yang jelas, diri manusia bukanlah alam semesta dan alam semesta bukanlah diri
manusia. Ungkapan akal ini boleh dan dapat diterima menurut pendapat akal sehat.
Diri manusia dikatakan oleh Allah adalah KhalifahNya di muka bumi, yang
menurut arti bahasa adalah PenggantiNya di muka bumi ini. Tapi haruslah di
ingat bahwa manusia bukanlah Tuhan di muka Bumi.
Man Arafa Nafsahu Faqad Arafa Rabbahu
Artinya :
Siapa yang mengenal dirinya, pasti dia dapat mengenal TuhanNya
Hadist Rsulullah ini sebagai patokan dasar makrifat kepada Allah s.w.t.
Dari ungkapan ini kita dapat merumuskan dengan suatu rangkain.
Insan Alam Tuhan.
Insan adalah bayangan dan cermin Alam, Alam juga merupakan bayangan dan
cermin Tuhan. Tetapi Insan dan Alam adalah Maujud (diadakan) sedang Allah
adalah Zat Wajibul Wujud.
Insan dan Alam yang kita lihat bukanlah rupa dan bentuknya, tetapi kita melihat
adanya Adanya Insan dan Alam adalah fana didalam lautan Wujudullah.
Adanya Insan dan Alam hanyalah sekedar majas semata.
Wujud yang Hak adalah Wujud Allah

Akhirnya nyatalah dan kita dapat menerima ungkapan kata Alam Adalah Cermin
Tuhan.

Pengertian kata Ainul Hak (kenyataan Tuhan)

Insan ainul Hakki atau alam Ainul Hakki kata-kata inilah yang menghebohkan,
sehingga timbul tuduhan buruk kepada mereka. Sepanjang kita kaji, tidak ada yang
berkata misalnya al insan Huwallah atau Al alam Huwallah (manusia atau
alam itu Allah) atau kata-kata Insan atau alam sama dengan Allah tidak ada katakata demikian yang lahir dari mulut Sufi yang benar.
Kalimat atau kata-kata yang nyata dari mereka ialah Insan / Alam Ainul Hakki
Ibnu Araby berkata :
Al Abdu Rabbun, Warrabbu Abdun.
Ya Laita Syiri, Manil Mukallaf ?
Ya Laita Syiri, Manil Mukallaf ?
In Qulta Abdun Fadzaka Rabbun.
Aw Qulta Rabbun Anna Yukallaf ?
Artinya :
Hamba Adalah Tuhan, Tuhan Adalah Hamba, betapa syuurku. Siapakah yang
dibebani?, kalau anda berkata Hamba, maka itulah Tuhan, atau anda Tuhan,
betapakah dia dibebani?
Maka rangkuman kata dari Ibnu Araby ini merupakan sajak/puisi. Puisi suatu
ungkapan kata menggambarkan cetusa perasaan seorang pengarang. Diterima atau
tidak oleh orang lain bukanlah soal yang penting, namun ia merasa puas dengan
apa yang ia ungkapkan dalam bentuk pusi ini, yang mengambarkan
kebingungannya sendiri (tahayyur)
Oleh sajak itu terlihat jelas tentang rasa bingunggnya, apa dan bagaimana.
Biarkanlah dia tenggelam dalam kebingunngan demikian, itu adalah urusannya
sendiri.

Ibnu Araby r.a. sebagai seorang Sufi besar pada zamannya, tercatat sebagai
seorang yang taat melaksanakan perintah agama, apakah kita harus menuduhnya
sebagai seorang yang kafir? Sedangkan rangkuman sajaknya adalah perasaannya,
getaran hatinya sendiri, bukankah dia tidak ingin melibatkan orang lain dalam
cetusan perasaannya itu?
Kalau Ibnu Araby r.a berada di zaman ini mungkin kita akan berkata padanya :
Silahkan tuan dengan serba bingung,
Tuan puas dengan merenung,
Aku diam seribu bahasa,
Kelu lidahku tiada kata,
Engkau adalah engkau,
Aku adalah aku,
Aku dan engkau datang dari satu rumpun,
Kesanalah kita kembali.
Kesimpulan adalah, kata-kata Alam ainul Hakki atau alam Mazhhar
wujudullah adalah dua kalimat yang sama maksud dan tujuannya.

Allah bertahwil (berubah keadaan) dalam segala rupa.

Salah seorang guru saya membuka masalah ini dengan kata-kata tidak mustahil
bagi Allah mewujudkan sifatNya dalam rupa mahkluk, tetapi mustahil mahkluk
sama dengan Allah .
Zat dan sifat Allah tidak pernah dan tidak kan berubah-rubah. Namun bertahwilnya
Allah s.w.t. adalah urusan Allah sendiri dan kehendaknya sendiri.
Maa Syaallahu Kaana Wamaa Lam Yasya Lam Yakun
Artinya :
Apa saja yang Allah kehendaki jadi, dan apa saja yang tidak dikehendaki
Allah tak akan jadi .

Mungkin kata Tahwil ini yang diartikan oleh Buya Hamka dengan kata jelma
dalam tulisan beliau yang menyangkut faham Ibnu Araby, halaman 146 Tasauf
Perkembangan dan Pemurniannya.
Andai kata Allah itu bertahwil pada segala rupa dan keadaan sebagaimana akan
terjadi di hari Kiamat, kemudian kita tidak mengkuinya sebagai Tuhan dengan
ucapan Audzubillahi Minka (Aku berlindung kepada Allah dari pada engkau)
maka hal tersebut tidaklah dipersalahkan. Yang tidak diterima itu adalah rupa dan
bentuknya bukan ain wujudnya.
Dunia sebagai sesuatu sedikit dari yang sedikit, orang yang mengasyikinya
adalah hina dari segala hina
Yang paling ramai dibicarakan golongan Sufi adalah masalah dunia dan sikap
hidup terhadapnya. Hampir semufakat mereka untuk menolak dunia dan keduniaan
ini dengan bermacam-macam cara dan laku, dengan riyadhoh dan latihan, uzlah
dan zuhud, berhaus berlapar perut, bertongkat mata diwaktu malam.
Apabila kita bertanya kepada mereka kenapa anda berbuat emikian, berpayahpayah berlemas badan, cekung mata karena begadang, kapan lagi anda berjuang ?.
Mereka menjawab dengan pandangan mata lurus kedepan inilah namanya
perjuangan payah kami ini, namun segar nyaman pasti mendatang Inna maal
usri yusran dibalik kepayahan mengiringi kesenangan, lapar kami hari ini, besok
kami akan kenyang, cekung mata hari ini, besok ia bertambah terang dan
cemerlang, biarlah kami biarlah kami..
Menurut adat dan kebiasaan, dipandang dari segi lahir dan kenyataan, bagaimana
nanti nasib umat jika mrek terus menerus demikian. Mana lagi orang berzakat,
mana lagi kegiatan membangun masjid, mana lagi perjuangan, dan bermacam
tanya yang diajukan.
Ada yang mencela sikap mereka, dianggap hanya mengurus dirinya sendiri tidak
lagi menghiraukan perjuangan dan kepentingan masyarakat banyak. Namun
mereka tetap begitu dan terus begitu.
Tapi ada yang ganjil dan istimewanya. Sepatah kata dari mereka yang keluar dari
mulut mereka untuk membangun jiwa ummat, ternyata lebih berharga dari seribu
ucapan dan pidato seribu pejabat negeri.

Terdengar kabar dan berita, raja dan menteri datang bersujud dan sungkem kepada
mereka memohon restu dan doa, apa katanya takut dilanggar, apa nasehatnya
disimak dan didengar. Ini suatu kenyataan.
Betapa pengaruhnya ucapan dan kata panggilan Yang Mulia Tuan Guru H.Anang
Ilmi Martapura terhadap gerombolan Ibnu Hajar, sewaktu beliau hidup,
tanyakanlah kepada bekas pengikutnya Ibnu Hajar yang masih ada sekarang ini.
Sebelum ada panggilan Tuan Guru, beribu kata dan himbauan, ratusan motir dan
ribuan peluru yang dilepaskan, mereka tetap bertahan, Si Tuan Guru yang
sederhana itu, berdoa dengan khusuk kepada Allah agar mereka kembali ke
pangkuan Ibu Pertiwi, Doa Yang Mulia Tuan Guru berhasil, kesatuan gerombolan
datang berbondong-bondong kembali kekampung halaman dan keluarga.
Tapi sayang sungguh sayang. Masih ada yang mencemoohkan, apalah artinya
panggilan dari seorang sederhana demikian, memanggil dan beroa tidak
menghabiskan sepiring nasi, yang berhasil itu hanyalah usaha lahir jua.
Sekarang timbul pertanyaan pada diri, apakah harus mengikuti jejak mereka
dengan cara dan latihan yang demikian beratnya namun besar manfaatnya
ataukah ada suatu sistem lain dengan tidak meninggalkan prinsip bahwa kehidupan
akhirat jauh lebih berharga dari pada kehidupan dunia ?
Untuk menjawab pertanyaan itu, kita hendak melihat dahulu ciri-ciri khas hidup
keduniaan dan ciri-ciri khas hidup keakhiratan atau kemalaikatan . Laksana
tanda tanda lalu lintas mana tanda yang harus kekanan, mana pula tanda yang
harus kekiri, mana tanda boleh parkir kendaraan dan mana yang tidak.
Sesuai dengan ajaan Rasulullah, bahwa selama hidup di dunia, banyak tuntutannya
untuk dapat menerapkan kehidupan keakhiratan, bahkan prnah beliau berpesan
kepada dua sahabat beliau tersayang ( S. Umar dan S. Ali r.anhuma) agar kelak
menemui seorang yang bernama Uwais Al-Qarni, seorang yang diberi gelar oleh
Rasulullah, seorang manusia penduduk langit.
Arti pesan itu jelaslah bahwa ada jalan menempuh hidup keakhiratan selagi
masih hidup dan di permukaan bumi ini.
Hidup keakhiratan yang kita maksudkan dapat pula sidebutkan kehidupan alam
malakut yang dengan sendirinya memperhatikan bagaimana hidupnya para
malaikat.

Ciri-ciri khas hidup keakhiratan/alam malakut.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Selalu zikir, tasbih, tahmid dan takbir.


Selalu taat terhadap perintah Allah.
Tidak pernah makan dan minum.
Tidak berumah tangga.
Tidak pernah sakit atau berobat.
Tidak pernah sibuk/disibukkan mencari dan mengeluarkan biaya hidup.
Tidak pernah tidur dan beristirahat.
Menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah untuk manusia.
Dan lain-lain yang bersifat kerohanian.

Ciri-ciri khas hidup keduniaan.

1. Sibuk mancari dan mengeluarkan biaya hidup.


2. Mementingkan dan mengutamakan kepentingan
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

perut, pakaian dan

perumahan.
Sibuk dengan kepentingan jasani.
Sibuk dengan urusan rumah tangga atau masyarakat yang semata-mata
duniawi.
Lebih mementingkan diri pribadi.
Berusaha sekuatnya mempertahankan hidup.
Memerlukan waktu istrahat dan tidur.
Sering menunjukkan permusuhan.
Dan lain-lain yang bersifat jasmaniah serupa hayawaniah.

Sementara kalangan filsafat menyatakan pendapatnya, bahwa manusia ini adalah


hayawanun nathiq (binatang yang mampu berbicara dan berakal)
Manusia menghimpun dua unsur yang berlawanan, yaitu unsur malakiyah
(kemalaikatan) dan Hayawaniah (kebinatangan) atau juga disebut unsur samawi
(langit) dan unsur ardli (bumi).
Kedua unsur ini ada pada diri manusia saling tarik menarik siapa yang menang
dalam pergulatan itu, maka si sanalah manusia ini akhirnya. Apabila dia tertarik
oleh unsur malakiyah atau samawi maka beruntunglah manusia itu. Tetapi
sebaliknya bila tarikan unsur hayawani atau ardli lebih kuat, maka rugilah manusia
itu.

Maka untuk menjawab pertanyaan diatas, ambillah contoh Nabi Sulaiman a.s. yang
kaya raya tapi tidak tersangkut hati dengan kekayaan, hatinya bener-benar rumah
Allah, selalu dzikir dan puji kepada Allah, kekayaan dan harta bukan tempatnya
dihati.
Ambillah pula contoh Nabi Yusuf a.s. berpangkat dan rebutan wanita, Tanda
pangkat hanya sekeping perak atau tembaga atau sekedar emas sepuhan, bukan
letaknya di hati, tetapi terletak di bahu kanan atau kiri, bisa dilepas bisa di pasang,
tidak pula beliau trsangkut hati pada wanita dalam hatinya, karena hati ini mutlak
sepenuhnya tempat zikir kepada Allah.
Inilah jawaban atas pertanyaan diatas, suatu cara yang mudah, hati dan roh adalah
unsur langit, janganlah dia dijatuhkan ke bumi menjadi makanan binatang, cara ini
adalah cara yang selamat. Ikutilah ajaran Allah dan Rasul dan ikutilah jejak Arif
Billah, sediakan hati sepenuhnya untuk Allah, karena allah dengan Allah dan dari
pada Allah.

Hakikat Dzat pada Sifat Allah. Setelah pada posting


sebelumnya telah disampaikan tentang sifat Sifat Nafsiah dan Sifat Salbiyah, pada posting ini
kita akan mencoba melakukan kajian tentang Sifat Maani dan Sifat Manawiyah sebagai
berikut :
3. Sifat Maani
Sifat Maani cendrung dikatakan sebagai sifat yag absatrak tetapi saya lebih memahaminya
sebagai sifat yang membuktikan atau pembuktian ujud Allah, karena dengan sifat maani ini
Allah membuktikan sifat ujudnya yang dijelaskan dengan sifat salbiyah ( Qidam, Baqa,
Mukhalifatu lil hawaditsi, Qiyamuhu binafsihi, Wahdaniyah ) yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Hayat berarti Allah itu bersifat hidup


Ilmu berarti Allah itu bersifat tahu
Qudrat berarti Allah itu bersifat kuasa
Irodat berarti Allah itu bersifat berkehendak
Sama berarti Allah itu bersifat mendengar
Bashor berarti Allah itu bersifat melihat
Kalam berarti Allah itu bersifat berkata-kataPembuktian sifat maani sebagai sifat
yang melekat pada ujud Allah dapat dibuktikan melalui metoda pemahaman Tauhid
Rububiyah yang berarti menyakini keberadaan Allah melalui ciptaan-Nya yaitu :

Karena Allah mempunyai sifat hayat, maka kita bisa membuktikannya pada hidupnya
tubuh kita, jika tidak hidup tubuh kita itu, maka tidak terbukti hayatnya Allah,
karena hidup tubuh kita itu dengan hayatnya Allah

Karena Allah mempunyai sifat ilmu, maka kita bisa membuktikannya pada tahunya hati
kita, jika tidak tahu hati kita itu, maka tidak terbukti ilmunya Allah, karena tahu hati
kita itu dengan ilmunya Allah

Karena Allah mempunyai sifat qudrat, maka kita bisa membuktikannya pada kuasanya
tulang kita, jika tidak kuasa tulang kita itu, maka tidak terbukti qudratnya Allah,
karena kuasa tulang kita itu dengan qudratnya Allah

Karena Allah mempunyai sifat iradat, maka kita bisa membuktikannya pada
berkehendaknya nafsu kita, jika tidak berkehendak nafsu kita itu, maka tidak
terbukti iradatnya Allah, karena berkehendak nafsu kita itu dengan iradatnya Allah

Karena Allah mempunyai sifat sama, maka kita bisa membuktikannya pada
mendengarnya telinga kita, jika tidak mendengat telinga kita itu, maka tidak terbukti
samanya Allah, karena mendengar telinga kita dengan samanya Allah

Karena Allah mempunyai sifat bashor, maka kita bisa membuktikannya pada melihatnya
mata kita, jika tidak melihat mata kita itu, maka tidak terbukti bashornya Allah,
karena mendengan telinga kita dengan bashornya Allah

Karena Allah mempunyai sifat kalam, maka kita bisa membuktikannya pada berkatakatanya lidah kita, jika tidak berkata-kata lidah kita itu, maka tidak terbukti
kalamnya Allah, karena berkata lidah kita dengan kalamnya Allah

Dengan pembuktian ujud Allah melalui sifat maani ini memberikan pemahaman kepada kita
bahwa sifat hayat merupakan pokok atau ibu dari sifat yang menjelaskan tentang zat Allah,
sehingga tanpa sifat hayat, sifat ujud tidak berarti apa-apa. 4. Sifat Manawiyah Sifat
manawiyah merupakan sifat penegasan dari sifat maani dengan pemahaman sebagai
berikut :

Karena Allah bersifat hayat, maka wajib Zat Allah bersifat Hayun berarti maha hidup

Karena Allah bersifat ilmu, maka wajib Zat Allah bersifat Aliman berarti maha
mengetahui

Karena Allah bersifat qudrat, maka wajib Zat Allah bersifat Qodiron berarti maha
kuasa

Karena Allah bersifat Iradat, maka wajib Zat Allah bersifat Muridan berarti maha
berkehendak

Karena Allah bersifat sama, maka wajib Zat Allah bersifat Samian berarti maha
mendengar

Karena Allah bersifat bashor, maka wajib Zat Allah bersifat Bashiron berarti maha
melihat

Karena Allah bersifat kalam, maka wajib Zat Allah bersifat Mutakalliman berarti maha
berkata-kata

Itulah sifat-sifat yang wajib ada pada Zat Allah. Hanya Pada Zat Allah. Selain Allah tidak ada
yang memiliki sifat ini, sedangkan sifat-sifat yang mustahil pada Allah adalah kebalikan dari
sifat yang wajib ini. ( saya tidak membahas sifat yang mustahil ini )
Sebelum melanjutkan dengan hakikat sifat yang mungkin pada Allah, kembali saya
menyampaikan bahwa apabila sampai kajian ini terdapat hal-hal yang kurang bisa difahami
dengan baik silahkan penyampaikan pertanyaan melalui kotak komentar yang tersedia,
termasuk bantahan, sanggahan atau apapun yang ingin disampaikan, mohon disampikan
secara santun dan jangan menyebut nama orang lain yang tidak berhubungan dengan SAYA.
Seluruh pertanyaan, tanggapan, bantahan, sanggahan atau sekedar komentar yang
disampaikan, Insya Allah, saya akan berusaha menjawab dan menjelaskannya sesuai dengan
segenap kemampuan. Karena ilmu Allah itu maha luas dan tanpa batas.

Hakikat Dzat pada Sifat Allah .Sebelum melanjutkan


membaca dan memahami kajian Hakikat Zat Pada Sifat Allah pada bagian ini, perlu
disampaikan bahwa mulai dari kajian ketiga ini dan kajian-kajian selanjutnya, lebih bersifat
pemahaman dan sangat membutuhkan kemurnian pemikiran dari pengararuh nafsu yang
menyesatkan. Karena pada kajian ini dan kajian selanjutnya merupakan salah satu kajian inti
dari faham tariqat sattariyah yang mengklaim bahwa, pemahaman tauhid dari faham satariyah
merupakan satu-satunya cara tercepat atau jalan pintas untuk bertemu Allah swt. ( faham tauhid
satariyah tidak menyatakan dirinya sebagai bagian dari aliran tariqat yang ada karena sangat
bersifat logika dan pemahamannya timbul dari proses pembelajaran sedangkan faham tauhid
dari faham tariqat lainnya pemahamannya timbul dari pengamalan ; Kedua metoda ini sah
dan sama benarnya, tergantung kesanggupan untuk mengikuti metoda pembelajaran dan
pembetukan faham tauhidnya ), sehingga saya sangat menyarankan untuk terlebih dahulu atau
kembali membaca dan mempelajari serta memahami kajian-kajian sebelumnya yang
berhubungan dengan alasan :
1. Kajian ini sangat membutuhkan pemahaman sehingga apabila hanya sekali baca saja
diyakini bahwa pembaca tidak akan mendapatkan apa-apa dari kajian ini, bahkan mungkin saja
menyesatkan Aqidah ( bukan alasan Page View atau Alexa Rank).
2. Untuk Hal-Hal yang kurang difahami dan meragukan jangan difahami sendiri, tapi
disarankan untuk bertanya kepada para guru di majelis taklim / pengajian masing-masing
dan atau sampaikan pertanyaan langsung di kotak komentar sebagai alternatif solusi ( solusi
pertama tetap para guru / point pertama )
3. Yang lebih penting dari pada itu adalah, bahwa yang difahami dalam kajian ini ada sifat
Allah swt, bukan zat Allah swt atau hubungan antara sifat dengan zat-Nya. Apabila salah
dalam memahami ini, maka akan jatuh kepada pemahaman tauhid sesat yang menyakini

bahwa makhluk bisa menyatu dengan zat Allah swt (salah satu keyakinan tauhid dari
faham syiah )
4. Ikuti point pertama, point kedua dan point ketiga
5. Mari Kita lanjutkan Kajian Hakikat Zat Pada Sifat Allah ( 3 )
Setelah pada kajian yang lalu difahami bahwa melalui sifat-sifat yang diperkenalkan Allah swt
kepada manusia sebagai makhluk, berarti Allah swt telah membukakan satu celah yang sangat
lebar bagi kita untuk mengenal zat-Nya secara lebih terang dan nyata, karena melalui sifat.-sifat
Allah tersebutlah kita mengenal hakikat zat itu dengan sesungguhnya.
Diantara dua puluh sifat yang difahami dalam keyakinan Ahlul sunnah wal jamah terdapat dua
sifat utama yang sangat menentukan keberadaan sifat-sifat yang lain. Tanpa dua sifat tersebut,
maka keberadaan sifat-sifat yang lain akan tidak berarti, bahkan bisa meniadakan sifat yang lain.
Pada kajian ini kita akan melakukan pembahasan tentang sifat yang pertama dari sifat yang
menentukan itu, yaitu sifat ujud. Sebagai beriku :
Sifat Ujud
Ujud adalah sifat yang menandakan keberadaan zat. Tanpa sifat ujud ini, sifat-sifat yang lain
akan menjadi tidak berarti bahkan bisa jadi menjadi tidak ada. Sifat ujud difahami melalui sifatsifat maani, sehingga untuk menjawab bagaimana ujud-Nya Allah ?. sudah bisa dijelaskan
melalui sifat-sifat maani ( baca kajian yang lalu ) yang dikelompokkan sebagai berikut :

Ujud Zat. Yaitu ujud yang melekat pada zat difahami dengan zat Allah yaitu ujud
yang sebenar-benarnya zat pada Allah. Merupakan suatu yang tidak bisa diucapkan
tapi secara nyata bisa dirasakan. Seperti rasa manis pada gula, seperti rasa asin pada
garam. Hanya bisa dirasakan tanpa bisa terkatakan.

Ujud Sifat. Yaitu ujud yang melekat pada sifat zat difahami dengan sifat Allah yaitu
terhimpunnya sekalian sifat. Ujud ini dinamakan juga Nur muhammad. Merupakan
nyawa atau roh pada diri kita

Ujud Afaal. Yaitu ujud yang melekat pada perbuatan zat difahami dengan perbuatan
Allah yaitu ujud yang keberadaannya disebabkan oleh suatu sebab sehingga tidak
terjadi dengan sendirinya. Ujud ini dinamakan juga Ujud Adam. Merupakan tubuh
pada diri kita

Ujud Asma. Yaitu ujud yang melekat pada keimanan difahami dengan beriman
kepada Allah yaitu ujud terdapat dalam keyakinan setiap makhluk yang memahami
tentang zat Allah. Ujud ini dinamakan juga Ujud iman. Merupakan hati pada diri kita

Sehingga pemahaman tentang ujud Allah ini adalah Zat Allah jadi rahasia pada diri Aku.
Sifat Allah jadi Nur Muhammad jadi nyawa atau roh pada diri Aku. Perbuatan Allah jadi
tubuh pada diri Aku. Nama Allah jadi hati atau iman pada diri Aku.
Jadi Bukan Zat melainkan Rahasia Pada Diri Aku. Bukan Sifat melainkan Nur Muhammad
Nyawa atau Roh Aku, Bukan Perbuatan melainkan Batang Tubuh Aku. Bukan Asma atau
Nama melainkan Keyakinan atau Keimanan Hati Aku.
Catatan :
Rahasia Diri Insya Allah Akan Disampaikan Pada Kajian-Kajian Selanjutnya Terutama Pada
Kajian Hakikat Diri
Nur Muhammad Insya Allah Akan Disampaikan Pada Kajian-Kajian Selanjutnya Terutama
Pada Kajian Awal Muhammad
Demikian kajian tentang Sifat Ujud yang merupakan sifat yang utama dan terutama pada Allah
swt. Tanpa bosan untuk menghimbau kepada pengunjung blog Kajian ini Belajarlah Melalui
Guru . Kajian Blog ini hanyalah sebagai pelengkap dan sarana pembantu pendalaman materi dan
pemahaman.
Jika ada yang dirasa kurang jelas karena keterbatasan kemampuan. Silahkan menyampaikan
pertanyaan atau sanggahan, bantahan atau apa saja pada kotak komentar yang tersedia. Insya
Allah semua pertanyaan tentang kajian ini, saya akan mengusahan untuk menjawab dan
menjelaskan sesuai dengan ilmu Allah yang tiada batas yang dilahirkan pada hamba-hamba yang
dikehendakinya.

Hakikat Dzat pada Sifat Allah .Sekarang kita sudah


memasuki kajian ke empat dari Hakikat Zat Pada Sifat Allah, tapi kalau dilihat dari awal,
kajian keempat ini sudah merupakan kajian keenam yang saling berhubungan dimana
sebelumnya telah dibahas Mengenal Allah .
Seluruh tanggapan dan komentar tersebut akan kita coba, insya Allah membahasnya satu per satu
setelah kajian Hakikat Zat Pada Sifat Allah ini selesai secara tuntas yaitu berhasil
mengantarkan seluruh pembaca dan pengunjung blog ini menemui tuhannya masing-masing.
Insya Allah
Selanjunya dari awal SAYA selalu dan tidak akan pernah bosan mengingatkan bahwa, Kajian
Hakikat Zat Pada Sifat Allah ini adalah sebuah kajian yang bersifat pendalaman dari ilmu tauhid
yang sangat membutuhkan pemahaman, maka bacalah setiap postingan ini secara berulangulang karena kalau hanya sekali baca saja dijamin tidak akan mendapatkan pemahaman
apa-apa.
Beberapa istilah yang dipakai, mungkin kelihatan asing bagi sebagian orang, karena kajian ini
adalah kajian yang sebelumnya bersifat terutup dan dipelajari secara exclusive di berbagai

tempat. Itu pun murid-muridnya kebanyakan sudah berusia lanjut. Sehingga belum tentu
semua orang pernah belajar dan mempelajari ilmu ini. Sehingga untuk hal-hal yang kurang
dimengerti dan difahami sangat disarankan untuk mendiskusikannya di majelis taklim dan
pegajian masing-masing dibawah bimbingan para guru yang memahami ilmu taswauf
secara baik agar jangan tersesat.
Mari Kita lanjutkan kajian kita.
Sifat Hayat
Sebagaimana yang telah disampikan pada kajian sebelumnya bahwa diantara dua puluh sifat
yang difahami dalam keyakinan Ahlul sunnah wal jamah terdapat dua sifat utama yang sangat
menentukan keberadaan sifat-sifat yang lain. Tanpa dua sifat tersebut, maka keberadaan sifatsifat yang lain akan tidak berarti, bahkan bisa meniadakan sifat yang lain.
Diantara Dua sifat Allah swt tersebut yang pertama telah disampaikan pada kajian sebelunya
yaitu sifat ujud. Pada kajian ini kata akan memahami sifat kedua yaitu sifat Hayat yang berarti
hidup. Sifat hayat ini sering juga dinyatakan sebagai ibu dari segala sifat Allah, karena tanpa
sifat hayat ini sifat ujud pada zat Allah swt menjadi tidak berati sama sekali, sehingga mustahil
sifat-sifat yang lain pada Allah swt bisa dibuktikan.
Allah Bersifat Hayat. Artinya Hidup. Allah hidup dengan sifat hayat-Nya. Sehingga dengan
sifat hayat itu Allah maha hidup dan wajib bagi Allah untuk selalu hidup ( Hayun / Hayan ).
Karena bukti hayat Allah swt tersebut pada hidupnya tubuh kita, maka hakikatnya bukan hidup
kita, melainkan hayatnya Allah swt. Pemahamanya adalah Bukan hidup aku melainkan hidupNya Allah
Allah Bersifat Ilmu. Artinya Mengetahui. Allah tahu dengan sifat ilmu-Nya. Sehingga dengan
sifat ilmu itu Allah maha mengetahui dan wajib bagi Allah untuk selalu mengetahui ( Alimun
/ Aliman ). Karena bukti ilmu Allah swt tersebut pada tahunya hati kita, maka hakikatnya bukan
tahu kita, melainkan ilmunya Allah swt. Pemahamanya adalah Bukan ilmu aku melainkan
ilmu-Nya Allah
Allah Bersifat Kudrat. Artinya Kuasa. Allah berkuasa dengan sifat kudrad-Nya. Sehinga
dengan sifat kudrat itu Allah maha kuasa dan wajib bagi Allah untuk selalu berkuasa (
Kadirun / Kadiran ). Karena bukti kudrat Allah swt tersebut pada kuasanya tulang kita, maka
hakikatnya bukan kuasa kita, melainkan kudratnya Allah swt. Pemahamanya adalah Bukan
kuasa aku melainkan kuasa-Nya Allah
Allah Bersifat Iradat. Artinya Berkehendak. Allah berkehendak dengan sifat iradat-Nya (
Maridun / Muridan ). Sehingga dengan sifat iradat itu Allah maha berkehendak dan wajib bagi
Allah untuk selalu menghendaki. Karena bukti iradat Allah swt tersebut pada kehendaknya
nafsu kita, maka hakikatnya bukan kehendak kita, melainkan iradatnya Allah swt. Pemahamanya
adalah Bukan kehendak aku melainkan kehendak-Nya Allah

Allah Bersifat Basyar. Artinya Melihat. Allah melihat dengan sifat basyar-Nya. Sehingga
dengan sifat basyar itu Allah maha melihat dan wajib bagi Allah untuk selalu melihat (
Basyirun / Basyiran ). Karena bukti basyar Allah swt tersebut pada melihatnya mata kita, maka
hakikatnya bukan penglihatan kita, melainkan basyarnya Allah swt. Pemahamanya adalah
Bukan penglihatan aku melainkan penglihatan-Nya Allah
Allah Bersifat Samik. Artinya Mendengar. Allah mendengar dengan sifat samik-Nya. Sehingga
dengan sifat samik itu Allah maha mendengar dan wajib bagi Allah untuk selalu mendegar (
Samiun / Samian ). Karena bukti samik Allah swt tersebut pada mendengarnya telinga kita,
maka hakikatnya bukan pendengaran kita, melainkan samiknya Allah swt. Pemahamanya adalah
Bukan pendengaran aku melainkan pendengaran-Nya Allah
Allah Bersifat Kalam. Artinya Berkata-kata. Allah berkata dengan sifat kalam-Nya. Sehingga
dengan sifat kalam itu Allah maha berkata-kata dan wajib bagi Allah untuk selalu berkatakata ( Mutakalimun / Mutakaliman ). Karena bukti kalam Allah swt tersebut pada berkatanya
lidah kita, maka hakikatnya bukan perkataan kita, melainkan kalamnya Allah swt. Pemahamanya
adalah Bukan perkataan aku melainkan perkataan-Nya Allah
Jadi sampai dengan kajian keempat atau kajian keenam tentang Hakikat Zat Pada Sifat Allah
ini sudah bisa sedikit dirasakan bahwa Tidak satu pun yang ada pada diri kita, melainkan
hanyalah sifat Allah swt . Dengan pemahaman bahwa Bukan aku melainkan sifat Allah
semata-mata
Terakhir, sebelum memasuki kajian selanjutnya, saya kembali mengingatkan untuk menanyakan
hal-hal yang kurang difahami kepada para guru kita, dan sebagai solusi alternafif, silahkan
menyampaikan pertanyaan, saran, tanggapan, kritikan, batahan terhadap seluruh kajian ini pada
kotak komentar yang tersedia. atau kirim via email Insya Allah saya akan berusaha menjawab
dan menjelaskannya sesuai dengan segenap kemampuan yang ada. [ Annafiz ]

Hakikat Dzat pada Sifat Allah .Setelah menyelesaikan kajian


tentang sifat ujud dan sifat hayat yang merupakan dua sifat yang utama bagi Allah swt, maka
mulai dari kajian ke lima Hakikat Zat Pada Zat Allah ini sesungguhnya kita sudah memasuki
kajian kesimpulan dan aplikasi dari pemahaman yang sudah dibahas dalam aktivitas kehidupan
kita sehari-hari dan ritualitas ibadah wajib dan ibadah sunnah sebagai pengamalan syariat ajaran
agama islam sebagai agama tauhid terakhir.
Sebagaimana yang telah disampaikan dalam kajian-kajian sebelumnya bahwa sifat-sifat yang
dimiliki oleh Allah swt sebagai tuhan adalah sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh Allah swt saja.
Tidak dimiliki oleh makhluknya. Apabila sifat-sifat tersebut terdapat pada makhluk, maka berarti
sifat tersebut bukan sifat Allah swt karena Allah swt sebagai tuhan tidak bisa disamakan, tidak
bisa disetarakan dengan apapun juga baik itu zat, sifat ataupun perbuatannya. Itulah tauhid yang
benar lagi lurus yang kita tidak boleh tersesat didalamnya.
Pada kajian sebelumnya juga telah difahami bahwa, dengan pendevinisian dari sifat-sifat Allah
swt yang telah dilakukan oleh ulama-ulama Ahlul Sunna Wal Jamaah sebelumnya sesungguhnya

telah membuka satu celah kepada kita sebagai makhluk yang berakal untuk mengungkap tentang
hakikat dari Allah swt itu secara nyata, karena hubungan antara zat dan sifat adalah hubungan
yang saling terkait, dimana keberadaan suatu zat akan bisa diketahui dan dijelaskan melalui sifatsifatnya dan sifat-sifat yang dikandung oleh zat adalah penggambaran dari zat itu sendiri.
Dengan logika sederhana dapat dinyatakan bahwa, dimana ada zat, maka disitulah sifatnya
berada dan dimana sifat terlahir, maka disitu juga sesungguhnya zatnya berada
Ungkapan atau contoh yang sangat logis dan gampang untuk difahami tentang hubungan antara
zat dan sifat adalah dengan memahami sifat dari api. Yaitu Panas, panas merupakan sifat yang
dikandung oleh api, dimana panas itu terasa, maka disitulah api itu berada. Apabila semakin
panas kita rasakan, maka sesungguhnya semakin dekat kita dengan sumber panas itu yaitu api,
sehingga semakin dekat kita dengan api maka kita akan semakin merasakan panasnya api itu.
Dan sebaliknya, apabila semakin jauh kita dari api, maka panasnya api akan semakin berkurang
kita rasakan. Dimana ada panas disitulah ada api. Panas adalah sifat dan api adalah zatnya.
Akibat dari panas yang ditimbulkan akan berbanding lurus dengan jarak yang berhasil dicapai
oleh suatu benda dengan sumber panas atau api tersebut.
Semakin dekat keberadaan suatu benda dengan sumber panas, maka akan semakin besar panas
yang diserap benda dan semakin besar juga panas yang disalurkan benda tersebut kepada bendabenda disekitarnya
Semakin jauh keberadaan suatu benda dengan sumber panas, maka akan semakin kecil panas
yang diserap benda itu dan semakin kecil juga panas yang disalurkan benda tersebut kepada
benda-benda disekitarnya
Sehingga ketika tidak ada lagi jarak yang tersisa antara suatu benda dengan sumber panas, maka
benda itu dinyatakan berada dalam sumber panas itu, maka benda itu akan terbakar, menjadi
bagian bahan bakar yang menyalakan atau menghidupkankan api. Bukan Menjadi Api
Kedekatan Allah swt sebagai Tuhan dengan Makhluk pada hakikatnya tidak merubah makhluk
menjadi tuhan. Tetapi hanya mempertegas pembuktian atau memperjelas keberadaan sifat Allah
swt saja.
Pada tataran inilah sebetulnya faham tauhid lebih banyak disesatkan oleh iblis dari
golongan jin sehingga terbentuk pemahaman bahwa makhluk bisa menyatu dengan
Tuhannya ( untuk yang memahami jin adalah bagian dari iblis )
Dan pada tataran ini jugalah sebagian ahli sihir yang mengaku menguasi atau memiliki
ilmu putih
( padahal itu adalah sihir juga ) menekankan pemahamannya, sehingga
para iblis yang telah menguasi sihir tertentu menyakinkan kepada para budaknya itu ( tukang
sihir ), seolah-olah kehendak penyihir tersebut merupakan iradat-Nya Allah swt, padahal
semua itu hanyalah tipuan iblis dari kelompok jin belaka.
Telah banyak para alim dan orang-orang yang mengaku sebagai ahli tariqat dan ahli
tasawuf terjebak dalam pemahaman ini, sehingga banyak sekali ditemui kelompok-kelopok

tariqat dan pengajian tasawuf yang sesat dan menyesatkan pengikutnya seperti pemahaman
bahwa, pencapaian maqam tertentu pada keyakinan tauhid yang difahami, telah menggugurkan
ikatan hukum syariat padanya. Setiap yang dilakukan adalah Haq atas kehendak Allah
swt.
Sesungguhnya pemahaman tauhid seperti itu ( dan masih banyak lagi pemahaman tauhid yang
tersesat dan atau dianggap sesat ) lebih banyak disebabkan oleh kurang lengkapnya dan tidak
sempurnanya pemahaman tauhid yang diyakininya. Sebagian lagi disebabkan dorongan nafsu
yang dikendalikan oleh jin yang memang bertugas dan telah mendapat izin resmi dari Allah swt
untuk menyesatkan umat manusia yang tidak mampu menguasai dan mengendalikan nafsunya
dengan baik.
Pada bagian akhir dari kajian Hakikat Zat Pada Sifat Allah pada kajian kelima atau ketujuh ini
kembali saya mengingatkan jangan berhenti memahami kajian hakikat zat Allah swt melalui
sifat-sifat Allah sampai pada kajian ini saja. Pada kajian selanjutnya kita akan mencoba
melanjutkan Hakikat Zat Pada Sifat Allah secara lebih mendalam dan mengaplikasikannya
dalam kehidupan dan ibadah. Insya Allah.
Fahamilah kembali kajian ini dari awal dari secara berulang-ulang. materi kajian yang sudah
disampaikan merupakan kajian bersambung dalam satu rangkaian. Kalau hanya memahami satu
bagian saja justru bisa menimbulkan kebingungan dan keraguan atau melahirkan pemahaman
tanpa dasar yang pada akhirnya menimbulkan fanatisme yang sombong, yang selalu merasa
paling benar. Selain dari pemahaman yang diyakininya adalah salah atau dianggap bidaah.
Padahal Kebenaran Yang Sesungguhnya Hanya Milik Allah swt saja. Tugas kita hanya meyakini
sebanyak yang kita fahami saja
Pahami semua kajian ini secara utuh dan konprehensif dan tanyakan apa-apa yang tidak jelas
atau kurang difahami kepada para guru kita yang ada dimajelis masing-masing atau sebagai
solusi pertama sampaikan pertanyaan, kritikan, saran, bantahan, sanggahan pada kotak komentar
yang tersedia. Insya Allah saya akan mencoba menjelaskan setiap pertanyaan yang timbul dari
kajian ini. [ Annafiz ]

Anda mungkin juga menyukai