Anda di halaman 1dari 16

Makalah Analisis Terhadap Kebijakan Publik Mengenai

Kebijakan Bersama Tiga Menteri Mengenai Moratorium CPNS


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Hukum dan kebijaksanaan publik merupakan variabel yang memiliki keterkaitan yang
sangat erat, sehingga telaah tentang kebijaksanaan pemerintah semakin dibutuhkan untuk dapat
memahami peranan hukum saat ini. Kompleksnya persoalan ekonomi, sosial, dan
politik merupakan sebab kebutuhanya, serta sangat berperan bagi pemerintah dalam menemukan
alternatif kebijaksanaan dan bermanfaat bagi masyarakat. Perang pemerintah dapat semakin
menonjol jikalau kita pahami pembangunan itu adalah sesuatu kegiatan yang membawa
perubahan.
Peraturan hukum adalah salah satu tindak nyata dalam melakukan kebijaksanaan
pemerintah. Oleh karena itu setiap kebijaksanaan pemerintah di wujudkan dalam peraturan
hukum maka sangat diperlukan pemahaman fungsi hukum yang luas. Hal ini yang mengilhami
dibutuhkannya lawyers.
Fugsi sentral negara yang berusaha menyiapkan, menemukan dan mejalankan atas
nama dan untuk keseluruhan masyarakat di daerah kekuasaanya. Hukum memberikan legitimasi
bagi pelaksanaan kebijaksanaan publik dan alat untuk melaksanakan kebijaksanaan, agar rencana
pembangunan mendapat kekuatan dalam pelaksanaannya maka perlu mendapatkan status formal
atau dasar hukum tertentu.
Dari beberapa pendapat memdefinisikan kebijaksanaan tidak ada yang sama namundari
beberapa definisi maka dapat disimpulkan bahwa adanya beberapa unsur yang harus ada dalam
sebuah kebijaksanaan yaitu; Tujuan dalam arti keadaan seperti apakah yang diinginkan dan
telah ditetapkan. Sarana adalah sebagai sesuatu yang dapat dipakai dalam mencapai sarana
atau tujuan, termaksuk juga sesuatu yang dapat dipakai untuk jangka pendek. Salah satu sarana
yang banyak dipilih adalah peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pada hakekatnya
hukum pun mengandung nilai, konsep-konsep dan tujuan. Proses perwujudan ide dan tujuan itu
merupakan hakikat dari penegakan hukum. Sebagai contoh: Garis-Garis Besar Haluan Negara
merupakan salah satu bentuk kebijaksanaan publik yang dilegitimasi melalui Ketetapan MPR
mempunyai sifat mengikat bagi seluruh warga masyarakat.
Terkait pembahasan kebijakan publik dalam makalah ini penulis akan mencoba
mengambil salah satu kebijakan yang telah di keluarkan atau diputuskan oleh pejabat publik,
seperti Moratorium Pegawai Negeri sipil, berdasarkan Peraturan
Bersama Menteri NegaraPemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Keuangan. Nomor 02/SPB/M.PAN-RB/8/2011, Nomor 800-632
Tahun 2011, Nomor 141/PMK.01/2011. Tentang Penundaan Sementara Penerimaan Pegawai
Negri Sipil.
Pelaksanaan moratorium penerimaan CPNS ini dilakukan pada tanggal 1 September
2011 sampai dengan 31 Desember 2012. Tentunya berdasarkan Peraturan Bersama tentang
Penundaan Sementara Penerimaan CPNS. Namun tidak menutup kemungkinan bagi daerah yang
mempunyai peluang menerima pegaiwai karena alasan pertimbangan bahwa kebijakan ini
dianggap kurang adail karena ada daerah yang jumlah pegawainya gemuk sekali dan ada daerah
yang sangat kurang sekali, maka dari itu daerah yang diberikan kemungkinan juga harus
melengkapi beberapa persyaratan diantaranya melakukan perhitungan kebutuhan pegawai,

analisis jabatan serta analisis beban kerja sesuai dengan Permenpan-RB No. 26 Tahun 2011
tentang Pedoman Perhitungan Jumlah Kebutuhan PNS yang tepat untuk daerah, yang apabila
daerah yang bersangkutan tidak melakukannya maka tidak akan diberikan formasi.
Kebijakan Moratorium penerimaan CPNS ini adalah upaya pemerintah dalam melakukan
penataan pegawai di instansi-instansi pemerintah dan bukan sekadar penundaaan penerimaan
CPNS. Banyak hal yang mendasari dikeluarkannya kebijakan ini oleh pihak pejabat terkait,
antara lain dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi mengoptimalkan kinerja sumber daya
manusia serta efesiensi anggaran belanja pegawai yang telah ada perlu dilakukan penataan
oraganisasi serata penataan pegawai negeri sispil. Maka untuk mewujudkan hal demikian maka
berdasarkan kebijakan bersama tiga menteri mesti dilakukan penundaan sementara pengadaan
Pegawai Negeri sipil.
Dengan sehubungan dikeluarkannya moratorium CPNS bukan akan menimbulkan
masalah baru yang dianggap penulis sekiranya dapat dijadikan pertimbangan atau dapat
diantisiapasi oleh pejabat publik terkait diantaranya nasib pegawai honorer serta akan
menunpuknya jumlah Penganguran dimana setiap tahun akan meningkan dan pada dasarnya
banyak hal yang perlu lagi di analisis dalam kebijakan moratorium CPNS ini.
Dengan demikian kebijakan pemerintah dalam hal ini menteri terkait dengan kebijakan
bersama mengeluarakaa Moratorium CPNS dapat kita cermati sebagai kebijakan yang
menpunyai nilai-nilai serta tujuan yang tepat dan baik, progran dalam praktek dan
evaluasinya, serta informasi dan monitoring, adalah unsur-unsur yang dapat mnguji kebijakan
ini. Maka makalah yang berjudul Analisis Terhadap Kebijakan Publik Mengenai Kebijakan
Bersama Tiga Menteri Mengenai Moratorium CPNS diharapkan mampu menjelaskan suatu
keadaan di mana dalam proses kebijaksanaan selalu akan terbuka kemungkinan terjadinya
perbedaan antara apa yang diharapkan oleh pembuat kebijaksanaan dengan apa yang senyatanya
dicapai.
B. Fokus Studi dan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang ada di atas maka ada beberapa poin yang menjadi fokus
analisis yakni:
1. Kebijakan pemerintah dalam upaya melakukan penataan pegawai di instansi-instansi
pemerintah.
2. Pelaksanaan reformasi birokrasi mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia.
Sehubungan dengan permasalahan atau upaya yang ingin diwujudkan pemerintah tersebut,
dapat diajukan pertanyaan yaitu bagaimanakah anakah analisis kebijakan Pemerintah dalam
melakukan Moratorium CPNS ?

C. Manfaat dan Tujuan


1. Tujuan
Berdasarkan pertanyaan rumusan masalah tersebut di ataas, maka makalah ini
mempunyai tujuan sebagai berikut:
a. Dapat mengetahui bagaiamanakah analisis kebijakan pemerintah dalam melakukanmoratorium
CPNS.
2. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi baik secara teoritis
maupun secara praktis

a.
D.

1.
2.
3.

1.
2.

Kontribusi praktis, sebagai bahan informasi kepada masyarakat dan penentu kebijakan dalam
pelayanan publik.
Kerangka Pemikiran Hukum dan Kebijaksanaan Publik
Hukum dalam perkembangannya tidak hanya dipergunakan untuk mengatur tingkah laku
yang sudah ada di dalam masyarakat dan mempertahankan pola-pola kebiasaan yang telah ada,
namun juga dipakai sarana untuk merealisasi kebijaksanaan negara dalam bidang-bidang
ekonomi, sosial, budaya, politik, dan sebagainya. Fungsi hukum sebagai suatu mekanisme
pengendalian sosial merupakan suatu proses yang telah direncanakan lebih dahulu dan bertujuan
untuk menganjurkan, mengajak, mempengaruhi atau bahkan memaksa anggota-anggota
masyarakat agar supaya mematuhi norma-norma hukum atau tertib hukum yang sedang berlaku.
Pengendalian sosial dapat dibedakan menjadi pengendalian sosial preventif dan
pengendalian sosial yang bersifat represif, bahkan ada pengendalian sosial yang bersifat
preventif-represif. Pengendalian sosial yang bersifat perventif berupa pencegahan terhadap
gangguan pada keseimbangan antara stabilitas dan fleksibilitas masyarakat. Pengendalian sosial
yang bersifat represif bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan yang mengalami gangguan.
Hukum sebagai perwujudan dari kebijaksanaan politik adalah peraturan, karenanya
peraturan itu sangat dipengaruhi oleh cara pandang penguasa terhadap hukum. Ketika penguasa
memandang hukum sebagai alat rekayasa sosial, maka penguasa akan mengambil kebijaksanaan
publik yang kemudian menjadi peraturan-peraturan yang dapat digunakan untuk menciptakan
sistem sosial yang dapat mengatur dan mengendalikan masyarakat. Pandangan hukum penguasa
ini akan cenderung dilaksanakan secara represif, hukum yang represif tersebut tidak memperhatikan
kepentingan masyarakat atau dengan kata lain mengingkari legitimasi masyarakat.
Sepintas hukum nampak diikuti oleh kepatuhan masyarakat, tetapi nilai kepatuhan
masyarakat yang timbul adalah semua karena nilai kepatuhan masyarakat dilandasi oleh rasa
takut akan sanksi hukum yang berat. kebijaksanaan negara tidak berisi pendapat para pejabat
negara yang mewakili rakyat, tetapi juga berisi tentang opini politik. Setiap kebjaksanaan negara
harus selalu bertujuan pada kepentingan publik (public interest) Pengertian kebijaksanaan
(policy) punya arti yang bermacam-macam.
Menurut Afrizal Woyla kebijakan kebijakan merupakan aturan-atauran yang dibuat oleh
pemerintah dan merupakan bagian dari kuputusan politik untuk mengatasi persoalan dengan isuisu yang ada dan berkembang di masyarakat. Kebijakan publik juga merupakan keputusan yang
dibuat oleh pemerintah untuk melakukan pilihan tindakan tertentu untuk tidak melakukan
sesutau maupun untuk melakukan tindakan tertentu.
Sedangkan Antara Rasastaya mengemukakan kebijaksanaan sebagai taktik dan strategi
yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijaksanaan memuat 3
(tiga) elemen yaitu:
Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai;
Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan;
Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau
strategi.
Sedangkan proses formulasi kebijakan dapat dilakukan melalui tujuh tahapan sebgai
berikut:
Pengkajian Persoalan. Tujuannya adalah untuk menemukan dan memahami hakekat persoalan
dari suatu permasalahan dan kemudian merumuskannya dalam hubungan sebab akibat.
Penetuan Tujuan. Adalah tahapan untuk menemukan tujuan yang hendak dicapai melaui
kebijakan publik yang segera akan diformulasikan.

3. Perumusan Alternatif. Alternatif adalah sejumlah solusi pemecahan masalah yang mungkin
diaplikasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
4. Penyusunan Model. Model adalah penyederhanaan dan kenyataan persoalan yang dihadapi yang
diwujudkan dalam hubungan kausal. Model dapat dibangun dalam berbagai bentuk, misalnya
model skematik, model matematik, model fisik, model simbolik, dan lain-lain.
5. Penentuan Kriteria. Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk
bernilai alternatif kebijakan yang ditawarkan. Kreteria yang dapatdipergunakan antara lain
kriterian ekonomi, hukum, politik, teknis, administrasi, peserta masyarakat dan lain-lain.
6. Penilaian Alternatif. Penilaian alternatif dilakukan dengan mengunakan kriteriadengan tujuan
untuk mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektifitas dan kelayakan setiap
alternatif dalam pencapaian tujuan.
7. Perumusan Rekomendasi. Rekomendasi disusun berdasarkan hasil penilaianalternatif kebijakan
yang diperkirakan akan dapat mencapai tujuan secara optimaldengan kemungkinan dampak yang
sekecil-kecilnya.
Dengan demikian kesimpulanya adalah kebijaksanaan publik adalah dibuat oleh
pemerintah yang berupa tindakan-tindakan pemerintah, baik untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu itu mempunyai tujuan tertentu yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Publik
1. Pengertian Kebijakan Publik
Istilah kebijakan dalam bahasa Inggris policy yang dibedakan dari kata wisdom yang
berarti kebijaksanaan atau kearifan. Kebijakan merupakan pernyataan umum perilaku daripada
organisasi. Menurut pendapat Alfonsus Sirait dalam bukunya Manajemenmendefinisikan
kebijakan, sebagai berikut: Kebijakan merupakan garis pedoman untuk pengambilan
keputusan (Sirait, 1991:115). Kebijakan merupakan sesuatu yang bermanfaat dan juga
merupakan penyederhanaan system yang dapat membantu dan mengurangi masalah-masalah dan
serangkaian tindakan untuk memecahkan masalah tertentu, oleh sebab itu suatu kebijakan
dianggap sangat penting.
Wiliiam N. Dunn menyebut istilah kebijakan publik dalam bukunya yang
berjudulAnalisis Kebijakan Publik, pengertiannya sebagai berikut:
Kebijakan Publik (Public Policy) adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihanpilihan kolektif yang saling bergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak,
yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah (Dunn, 2003:132).
Kebijakan publik sesuai apa yang dikemukakan oleh Dunn mengisyaratkan adanya
pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung satu dengan yang lainnya, dimana didalamnya
keputusan-keputusan untuk melakukan tindakan. Kebijakan publik yang dimaksud dibuat oleh
badan atau kantor pemerintah. Suatu kebijakan apabila telah dibuat, maka harus
diimplementasikan untuk dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber
daya finansial dan manusia, serta dievaluasikan agar dapat dijadikan sebagai mekanisme
pengawasan terhadap kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.
Edward III dan Sharkansky mengemukakan kebijakan publik adalah:
What government say and do, or not to do, it is the goals or purpose of government
programs. (apa yang dikatakan dan dilakukan, atau tidak dilakukan. Kebijakan

merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah) (Dalam


Widodo, 2001:190).
Pendapat Edward III dan Sharkansky mengisyaratkan adanya apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan. Hal ini berkaitan dengan tujuan dan sasaran uang termuat dalam programprogram yang telah dibuat oleh pemerintah. Miriam Budiarjo mengemukakan pengertian
kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau oleh
kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan itu
(Budiardjo, 2000:56). Berdasarkan pengertian di atas, kebijakan merupakan suatu kumpulan
keputusan. Keputusan tersebut diambil oleh seorang pelaku atau oleh kelompok politik yaitu
pemerintah. Keputusan tersebut berusaha untuk memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan
yang ingin dicapai.
Inu Kencana Syafie dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu
Pemerintahanmengutip pendapat Harold Laswell, kebijakan adalah:
Tugas intelektual pembuatan keputusan meliputi penjelasan tujuan, penguraian
kecenderungan, penganalisaan keadaan, proyeksi pengembangan masa depan dan
penelitian, penilaian dan penelitian, serta penilaian dan pemilihan kemungkinan (Dalam
Syafie, 1992:35).
Menurut pendapat Harold Laswell tersebut, kebijakan diartikannya sebagai tugas
intelektual pembuatan keputusan yang meliputi berbagai hal yaitu penjelasan mengenai tujuan
yang ingin dicapai dari suatu kebijakan yang telah dibuat, penguraian kecenderungan untuk
memilih beberapa tujuan yang sesuai dengan keadaan, pengembangan dampak dan kinerja
kebijakan di masa depan, serta melakukan penelitian dan evaluasi. Adapun David Easton,
sebagaimana yang dikutip oleh Muchsin dan Fadillah Putra dalam buku Hukum dan Kebijakan
Publik, mendefinisikan kebijakan publik adalah sebuah proses pengalokasian nilai-nilai secara
paksa kepada seluruh masyarakat yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang seperti
pemerintah (Dalam Muchsin dan Fadillah, 2002:23).
Kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai sifat paksaan yang secara potensial sah
dilakukan. Sifat memaksa ini tidak dimiliki oleh kebijakan yang diambil oleh organisasiorganisasi swasta. Hal ini berarti bahwa kebijakan publik menuntut ketaatan yang luas dari
masyarakat. Sifat inilah yang membedakan kebijakan publik dengan kebijakan lainnya.
Pemahaman ini, pada sebuah kebijakan umumnya harus dilegalisasikan dalam bentuk hukum,
dalam bentuk Peraturan Daerah misalnya. Sebab, sebuah proses kebijakan tanpa adanya
legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi operasionalisasi dari kebijakan publik
tersebut. Perlu diperhatikan, kebijakan publik tidaklah sama dengan hukum, walaupun dalam
sasaran praktis di lapangan kedua-duanya sulit dipisah-pisahkan.
2. Perumusan Kebijakan Publik
Perumusan masalah merupakan langkah awal dalam pembuatan suatu kebijakan publik.
Menurut William N. Dunn suatu perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah dan
memasuki proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan agenda (agenda setting) (Dunn,
2003: 26). Hal tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan publik dibuat dikarenakan adanya
masalah publik yang terjadi, sehingga permasalahan tersebut dapat diantisipasi dan mencapai
tujuan yang diharapkan. Dunn pun menjelaskan bahwa:
Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi,
mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan

1.
2.
3.
4.

3.

memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang


kebijakan yang baru (Dunn, 1993: 26).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah awal dari pembuatan
kebijakan publik adalah perumusan kebijakan publik dengan menyusun setiap permasalahan
publik yang terjadi seperti suatu agenda. Contohnya Rancangan Undang-Undang. Merumuskan
masalah publik yang benar dan tepat dapat didasarkan atau melihat dari karakteristik masalah
publik, yaitu:
Saling ketergantungan (interdependence) antara berbagai masalah.
Subyektivitas dari masalah kebijakan.
Artificiality masalah.
Dinamika masalah kebijakan
(Subarsono, 2005: 24 dan 25).
Merumuskan masalah dapat dikatakan tidaklah mudah karena sifat dari masalah publik
bersifat kompleks. Oleh sebab itu lebih baik dalam merumuskan masalah mengetahui lebih dulu
karakteristik permasalahannya. Pertama, suatu masalah tidak dapat berdiri sendiri oleh sebab itu,
selalu ada keterkaitan antara masalah yang satu dengan yang lain. Sehingga dari hal tersebut
mengharuskan dalam analisis kebijakan untuk menggunakan pendekatan holistik dalam
memecahkan masalah dan dapat mengetahui akar dari permasalahan tersebut.
Kedua, masalah kebijakan haruslah bersifat subyektif, dimana masalah tersebut
merupakan hasil dari pemikiran dalam lingkungan tertentu. Ketiga, yaitu suatu fenomena yang
dianggap sebagai masalah karena adanya keinginan manusia untuk mengubah situasi. Keempat,
suatu masalah kebijakan solusinya dapat berubah-ubah. Maksudnya adalah kebijakan yang sama
untuk masalah yang sama belum tentu solusinya sama, karena mungkin dari waktunya yang
berbeda atau lingkungannya yang berbeda.
Implementasi Kebijakan Publik
Program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus
diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen
pemerintah di tingkat bawah. Hersel Nogi S. Tangkilisan mengutip pengertian implementasi
menurut Patton dan Sawicki dalam buku yang berjudul Kebijakan Publik yang Membumibahwa:
Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan
program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir,
menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi (Dalam Tangkilisan,
2003:9).
Berdasarkan pengertian di atas, implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang
diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk
mengorganisir. Seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unitunit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi
terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi
relisasi program yang dilaksanakan. Dunn mengistilahkan implementasi dengan lebih khusus
dengan menyebutnya implementasi kebijakan (policy implemtation) adalah pelaksanaan
pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu (Dunn, 2003:132).
Pengertian di atas dapat disimpulakan bahwa implementasi kebijakan merupakan
pelaksanaan dari pengendalian aksi kebijakan dalam kurun waktu tertentu. Pendapat Riant
Nugroho D. dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan
Evaluasi. Ia mengemukakan bahwa:

1.
2.

3.

4.

B.
1.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat
mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplemntasikan
kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi
kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut (Nugroho, 2004:158).
Implementasi kebijakan menurut pendapat di atas, tidak lain berkaitan dengan cara agar
kebijakan dapat mencapai tujuan. Kebijakan publik tersebut diimplementasikan melalui bentuk
program-program serta melalui turunan. Turunan yang dimaksud adalah dengan melalui proyek
intervensi dan kegiatan intervensi. Menurut Darwin terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam persiapan proses implementasi yang perlu dilakukan, setidaknya terdapat
empat hal penting dalam proses implementasi kebijakan, yaitu pendayagunaan sumber, pelibatan
orang atau sekelompok orang dalam implementasi, interpretasi, manajemen program, dan
penyediaan layanan dan manfaat pada publik (Widodo, 2001:194).
Persiapan proses implementasi kebijakan agar suatu kebijakan dapat mewujudkan tujuan
yang diinginkan harus mendayagunakan sumber yang ada, melibatkan orang atau sekelompok
orang dalam implementasi, menginterprestasikan kebijakan, program yang dilaksanakan harus
direncanakan dengan manajemen yang baik, dan menyediakan layanan dan manfaat pada
masyarakat. Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan suatu
program, Subarsono mengutip pendapat G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli dalam
bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi), mengemukakan
bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program-program
pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor-faktor tersebut adalah:
Kondisi lingkungan. Lingkungan sangat mempengaruhi implementasi kebijakan, lingkungan
tersebut mencakup lingkungan sosio cultural serta keterlibatan penerima program.
Hubungan antar organisasi. Implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi
dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
Sumberdaya organisasi untuk implementasi program. Implementasi kebijakan perlu disukung
sumberdaya, baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya nonmanusia (non human resources).
Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana. Maksudnya adalah mencakup struktur birokrasi,
norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi dimana semua itu akan
mempengaruhi implementasi suatu program
(Dalam Subarsono, 2005:101).
Berdasarkan faktor di atas, yaitu kondisi lingkungan, hubungan antar organisasi,
sumberdaya organisasi untuk mengimplementasi program, karakteristik dan kemampuan agen
pelaksana merupakan hal penting dalam mempengaruhi suatu implementasi program. Sehingga
faktor-faktor tersebut menghasilkan kinerja dan dampak dari suatu program yaitu sejauh mana
program tersebut dapat mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi Kebijakan Publik
Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik
Evaluasi merupakan salah satu tingkatan di dalam proses kebijakan publik, evaluasi
adalah suatu cara untuk menilai apakah suatu kebijakan atau program itu berjalan dengan baik
atau tidak. Evaluasi mempunyai definisi yang beragam, William N. Dunn, memberikan arti pada
istilah evaluasi bahwa:

1.
2.
3.

2.

Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran(appraisal), pemberian


angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk
menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik,
evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil
kebijakan (Dunn, 2003:608).
Pengertian di atas menjelaskan bahwa evaluasi kebijakan merupakan hasil kebijakan
dimana pada kenyataannya mempunyai nilai dari hasil tujuan atau sasaran kebijakan. Bagian
akhir dari suatu proses kebijakan adalah evaluasi kebijakan. Menurut Lester dan Stewart yang
dikutip oleh Leo Agustino dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Kebijakan Publikbahwa
evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijakan dan untuk
mengetahui apakah kebijakan telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak
yang diinginkan (Dalam Leo, 2006:186). Jadi, evaluasi dilakukan karena tidak semua program
kebijakan publik dapat meraih hasil yang diinginkan.
Adapun menurut Taliziduhu Ndraha dalam buku Konsep Administrasi dan Administrasi
di Indonesia berpendapat bahwa evaluasi merupakan proses perbandingan antara standar dengan
fakta dan analisa hasilnya (Ndraha, 1989:201). Kesimpulannya adalah perbandingan antara
tujuan yang hendak dicapai dalam penyelesaian masalah dengan kejadian yang sebenarnya,
sehingga dapat disimpulkan dengan analisa akhir apakah suatu kebijakan harus direvisi atau
dilanjutkan. Sudarwan Danim mengemukakan definisi penilaian (evaluating) adalah:
Proses pengukuran dan perbandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan
hasil-hasil yang seharusnya. Ada beberapa hal yang penting diperhatikan dalam definisi tersebut,
yaitu:
Bahwa penilaian merupakan fungsi organik karena pelaksanaan fungsi tersebut turut
menentukan mati hidupnya suatu organisasi.
Bahwa penilaiaan itu adalah suatu proses yang berarti bahwa penilaian adalah kegiatan yang
terus menerus dilakukan oleh administrasi dan manajemen
Bahwa penilaian menunjukkan jurang pemisah antara hasil pelaksanaan yang sesungguhnya
dengan hasil yang seharusnya dicapai
(Danim, 2000:14).
Pendapat di atas dapat diperoleh gambaran bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mengukur serta membandingkan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan yang telah
dicapai dengan hasil yang seharusnya menurut rencana. Sehingga diperoleh informasi mengenai
nilai atau manfaat hasil kebijakan, serta dapat dilakukan perbaikan bila terjadi penyimpangan di
dalamnya. Menurut Muchsin, evaluasi kebijakan pemerintah adalah sebagai hakim yang
menentukan kebijakan yang ada telah sukses atau gagal mencapai tujuan dan dampakdampaknya (Muchsin dan Fadillah, 2002:110). Evaluasi kebijakan pemerintah dapat dikatakan
sebagai dasar apakah kebijakan yang ada layak untuk dilanjutkan, direvisi atau bahkan
dihentikan sama sekali.
Fungsi dan Karakteristik Evaluasi Kebijakan Publik
Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. Menurut William
N. Dunn fungsi evaluasi, yaitu:
Pertama, dan yang paling penting, evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai kinerja kebijakan. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada
klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.
Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan
lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi (Dunn, 2003:609 dan 610).

Berdasarkan pendapat William N. Dunn di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu
proses kebijakan yang paling penting karena dengan evaluasi kita dapat menilai seberapa jauh
kebutuhan, nilai dan kesempatan dengan melalui tindakan publik, dimana tujuan-tujuan tertentu dapat
dicapai. Sehingga kepantasan dari kebijakan dapat dipastikan dengan alternatif kebijakan yang baru
atau merevisi kebijakan. Evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakannya dari metode-metode
analisis kebijakan lainnya yaitu:

1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut
keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program.
2. Interdependensi Fakta-Nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik fakta maupun nilai.
3. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan
advokat, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan.
4. Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena
mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara.
(Dunn, 2003:608-609)
Berdasarkan penjelasan di atas, karakteristik evaluasi terdiri dari empat karakter. Yang
pertama yaitu fokus nilai, karena evaluasi adalah penilaian dari suatu kebijakan dalam ketepatan
pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. Kedua yaitu interdependensi fakta-nilai, karena untuk
menentukan nilai dari suatu kebijakan bukan hanya dilihat dari tingkat kinerja tetapi juga dilihat
dari bukti atau fakta bahwa kebijakan dapat memecahkan masalah tertentu. Ketiga yaitu orientasi
masa kini dan masa lampau, karena tuntutan evaluatif diarahkan pada hasil sekarang dan masa
lalu sehingga hasil evaluasi dapat dibandingkan nilai dari kebijakan tersebut. Keempat yaitu
dualitas nilai, karena nilai-nilai dari evaluasi mempunyai arti ganda baik rekomendasi sejauh
berkenaan dengan nilai yang ada maupun nilai yang diperlukan dalam mempengaruhi
pencapaian tujuan-tujuan lain.

BAB III
PEMBAHASAN
Pemerintah sebagai kebijakan untuk mengatur laju pertumbuhan PNS. Moratorium CPNS
menjadi terobosan yang berani, meskipun disisi lain cukup banyak juga yang merasa kecewa
dengan moratorium CPNS. Pegawai honorer daerah, fresh graduate yang ingin jadi PNS
terpaksa harus mengurungkan kembali niatnya karena moratorium CPNS. Meski demikian, ada
perkecualian dalam moratorium CPNS yaitu untuk tenaga pendidik, dokter, bidan, perawat dan
jabatan yang bersifat khusus dan mendesak.
Tingginya animo masyarakat untuk menjadi PNS, dan sejarah kebijakan rekrutmen CPNS
yang tidak konsisten membuat moratorium CPNS ini menjadi perdebatan. Padaperiode 19992004, Menpan Faisal Tamim sudah melakukan kebijakan moratorium, namun penerusnya
Menpan Taufiq Effendi justru membuka keran pengangkatan CPNS lebar-lebar. Sekarang
Menpan dan reformasi birokrasi, EE. Mangindaan per 24 Agustus 2011 yang lalu bersama
Kemendagri dan Kemenkeu mengeluarkan kembali kebijakan Moratorium PNS.

Keluarnya Moratorium CPNS ini dilatarbelakangi oleh kurang efektifnya kebijakanzero


growth CPNS/kebijakan pertumbuhan nol CPNS, membengkaknya jumlah PNS dan tersedotnya
anggaran Negara untuk membiayai belanja pegawai. Kebijakan zero growth CPNS dengan
hanya merekrut CPNS baru untuk menggantikan PNS yang pensiun, dipecat, atau mengundurkan
diri, selama ini dipandang belum memberi dampak yang berarti untuk merampingkan jumlah
PNS. Meskipun diberlakukan zero growth , namun sebenarnya pertumbuhan PNS tidak pernah
benar-benar nol persen.
Hal ini dapat dilihat dari terus adanya formasi CPNS yang ada pada setiap tahun selalu
melebihi jumlahnya dari PNS yang pensiun, dipecat atau mengundurkan diri. Proses rekrutmen
CPNS yang ditengarai kurang mengacu pada merit system atau system yang mengedepankan
profesionalisme dan kompetensi pegawai menjadi gejala umum dalam rekrutmen dan
pengangkatan CPNS. Birokrasi menjadi sering tidak berdaya dan sangat lemah ketika
diintervensi oleh kepentingan politik dalam pengangkatan CPNS. Analisis jabatan dan
analisis beban kerja pegawai selama ini lebih banyak berhenti sebagai dokumenkepegawaian di
Baperjakat, dan seringkali kurang mendapat perhatian dari yang berwenang membina pegawai.
Data membengkaknya jumlah PNS menurut Menpan per Mei 2011 ada 4.708.330 orang.
Dari data tersebut 19,5 persen atau 916.493 PNS Pusat, sedangkan 80,5 persen atau sekitar
3.791.837 adalah PNS Daerah. Bagi Daerah, konsekuensi dari besarnya jumlah PNS yang
dimiliki adalah besarnya anggaran yang harus disediakan untuk belanja pegawai,
yang dianggarkan dari Dana Alokasi Umum. Dalam rancangan Nota KeuanganRAPBN 2012,
DAU telah dianggarkan sejumlah 269,5 trilyun, sedangkan belanja pegawai mencapai 215,7
trilyun. Ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar DAU dialokasikan untuk belanja
pegawai. Tersedotnya Dana Alokasi Umum diberbagai daerah untuk belanja pegawai memang
menjadi fenomena yang mengarah pada kurang sehatnya anggaran,terutama anggaran Daerah.
Disisi lain telah ditentukan bahwa anggrang belanja untuk pegawai tidak boleh melebihi dari
50% APBD.
Dana Alokasi Umum ditujukan untuk pemerataan kemampuan keuangan antara daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. hanya ironisnya,
tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah ini sendiri kurang tercapai.
Daerah lebih banyak mengalokasikan DAU untuk belanja pegawai. Bahkan ada daerah
yang juga kurang bijaksana yaitu menambah jumlah PNS Daerah untuk mendapatkan DAU yang
lebih besar. Data lain yang dapat dicermati dari pengamatan APBD adalah besaran persentase
belanja pegawai dalam APBD yang masih melebihi 50 persen.
Belanja pegawai ada dalam jenis belanja tidak langsung seperti gaji pokok,tunjangan,
kenaikan gaji berkala. Sedangkan belanja pegawai yang masuk dalam belanja langsung seperti
untuk honor. Dapat kita bayangkan, betapa kurang idealnya APBD bila separohnya lebih sudah
habis untuk belanja pegawai. Tingginya belanja pegawai tentu saja membawa konsekuensi
logis kurang dapat dipenuhinya belanja modal yang notabene membawa manfaat yang lebih
besar bagi masyarakat.
Dapat kita bayangkan bagaimana Daerah mampu membiayai pembangunan dan
pelayanan publik untuk menyediakan pelayanan dasar masyarakat bila sebagian anggarannya
sudah terkuras untuk belanja pegawai. Dari aspek penataan kelembagaan, moratorium CPNS
dalam kerangka Reformasi Birokrasi, perlu didukung dengan pelaksanaan analisis
jabatan (anjab) dan analisis beban kerja (ABK) secara tegas sebagai dasar pengadaan formasi
dan rangka ian siklus manajemen kepegawaian. Formasi dan pengangkatan CPNS harus benar-

benar bebas dari intervensi politik serta harus menerapkan merit system. Baperjakat juga perlu
berperan secara lebih signifikan.
Dari aspek anggaran, Pemda perlu membatasi besaran DAU yang digunakan untuk
belanja pegawai sekaligus membatasi besaran proporsi belanja pegawai dalam APBD.
Pembatasan tersebut memberi ruang APBD dimanfaatkan oleh masyarakat. APBD perlu
berorientasi pada belanja modal ataupun belanja barang dan jasa, yang manfaatnya dapat
dinikmati masyarakat secara langsung. APBD yang lebih banyak berorientasi untuk belanja
langsung menunjukkan komitmen Pemda untuk mensejahterakan rakyatnya.
Namun seperti yang telah disinggung sebelumnya pada latar belakang, bahwa ada daerah
yang sangat kurang jumlah pegawainya dan akhirnya dengan dikeluarkanya kebijakan
moratorium berdampak buruk bagi pelayanan pemerintah daerah kepada masyrakat seperti di
akui oleh Kepala BKD Gunung Mas Henuh H Luhing.
Menurut dia, kebijakan moratorium telah secara otomatis berpengaruh terhadap basicilmu
pegawai yang bersangkutan, sehingga tidak mustahil di dalam satu dinas atau badan akan terjadi
penumpukan jumlah tenaga dengan basic ilmu yang sama. Akibatnya, ucap Henuh, dinas lain
mengalami kekurangan pegawai. "Hal ini apabila menyesuaikan dengan kebijakan atau aturan
yang dikeluarkan pemerintah pusat, kebijakan tersebut membawa dampak negatif. Tetapi bukan
berarti tidak berdampak positif bagi pemerintah daerah," jelas Henuh. Lebih lanjut dijelaskan
Henuh, sebelum dikeluarkan kebijakan moratorium oleh KemenPAN dan RB, jumlah PNS yang
ada di Kabupaten Gumas belum mencukupi untuk mengisi semua jabatan yang tersedia.
Akibatnya, pelayanan kepada masyarakat belum maksimal.
Karena jumlah PNS tidak sebading dengan jumlah masyarakat yang memiliki hak sama
mendapatkan pelayanan dari pemerintah. "Memang saat ini masih ada beberapa pegawai yang
menduduki jabatan belum sesuai dengan basic ilmu yang dimiliki. Namun kendala yang kita
hadapi apabila kita menyesuaikan dengan basic ilmu, tentunya sejumlah jabatan tidak akan terisi
menunggu tenaga pegawai yang sesuai basic ilmu," ucapnya. Meski ia merasa berdampak negatif
dengan kebijakan moratorium. Namun ia juga mengakui kebijakan tersebut membawa positif.
Pasalnya, dengan adanya kebijakan tersebut secara otomatis akan terjadi pemerataan penempatan
pegawai. Seperti yang dilakukan pemerintah daerah saat ini. "Saat ini, pemerintah daerah secara
bertahap akan melakukan pemerataan pegawai yang ada. Diharapkan pelayanan kepada
masyarakat dapat berjalan dengan baik, asalkan kebijakan moratorium yang diberlakukan tidak
sampai menghambat pelayanan kepada masyarakat,"
Seperti yang telah di bahas pada halaman sebelunya banyak pertimbangan tentunya maka
analaisis kebijakan public yakni moratorium CPNS dapat kita lanjutkan analisis dengan melihat
indikator sebagai berikut:
A. Nilai
Penataan, Efesiensi, dan Reformasi birokrasi demi mewujudkan Proposional dan
Profesional pelayanan serta kinerja PNS, dapat dianggap sebagai nilai dilakukannya kebijakan
ini.
Penjelasan sebelumnya, Moratorium CPNS menjadi terobosan yang berani, meskipun
disisi lain cukup banyak juga yang merasa kecewa dengan moratorium CPNS. Pegawai honorer
daerah, fresh graduate yang ingin jadi PNS terpaksa harus mengurungkan kembali niatnya
karena moratorium CPNS. Meski demikian,ada perkecualian dalam moratorium CPNS yaitu
untuk tenaga pendidik, dokter, bidan, perawat dan jabatan yang bersifat khusus dan mendesak.
Seperti yang di ucapkan oleh Menpan pada pidato di kotaMedan;

Moratorium penerimaan CPNS hendaknya dipahami dengan menyeluruh oleh pihakpihak yang berkepentingan. Kebijakan Moratorium penerimaan CPNS ini adalah upaya
pemerintah dalam melakukan penataan pegawai di instansi-instansi pemerintah dan
bukan sekadar penundaaan penerimaan CPNS. Pelaksanaan moratorium penerimaan CPNS
ini dilakukan pada tanggal 1 September 2011 sampai dengan 31 Desember 2012. Berdasarkan
Peraturan Bersama tentang Penundaan Sementara penerimaan CPNS, tenaga honorer merupakan
salah satu unsur yang dikecualikan dalam pelaksanaan moratorium. Pengecualian terhadap
moratorium ini juga berlaku pada kementerian/lembaga yang membutuhkan beberapa formasi
seperti: tenaga pendidik, tenaga dokter dan perawat pada UPT Kesehatan, dan jabatan yang
bersifat khusus dan mendesak, serta Pemerintah Daerah yang belanja pegawai-nya di
bawah/kurang dari 50% dari APBD.
Pengecualain yang mana tertera pada pasal 2 ayat 1 pada bagian a, b, dan c, ini bisa
dianggap sebagai sebuah kebijakan yang bernilai, karena sangat peka terhadap kebutuhan sosial
masyarakat saat ini, kebutuah tenga kesehatan dan tenaga pendidik adalah salah satumasalah
yang masih besar di negeri ini. Dan ini tidak boleh di hentikan dengan adanya kebijakan
moratorium CPNS, pengecucualian inilah yang di anggap sebuah nilai dalam kebijaksanaan
tentunya selain tujuan utamanya yakni demi reformasi dan efektifnya PNS serta birokrasi
di negeri ini.
B. Tujuan
Tujuan dari moratorium ini secara singkat dapat kita lihat jikalau kita mengkaji dari
konsep sebab akibat maka kita mencari sebab di keluatkanya kebijakan ini.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Keluarnya Moratorium CPNS ini
dilatarbelakangi oleh kurang efektifnya kebijakan zero growth CPNS/ kebijakan pertumbuhan
nol CPNS, membengkaknya jumlah PNS dan tersedotnya anggaran Negara untuk membiayai
belanja pegawai. Kebijakan zero growth CPNS dengan hanya merekrut CPNS baru untuk
menggantikan PNS yang pensiun, dipecat, atau mengundurkan diri, selama ini dipandang belum
memberi dampak yang berarti untuk merampingkan jumlah PNS. Meskipun diberlakukan zero
growth , namun sebenarnya pertumbuhan PNS tidak pernah benar-benar nol persen.
Maka melakukan penataan pegawai di instansi-instansi pemerintah juga bukan sekadar
penundaaan penerimaan CPNS. Banyak hal yang menjadi tujuan dikeluarkannya kebijakan ini
oleh pihak pejabat terkait, antara lain untuk rangka pelaksanaan reformasi birokrasi
mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia serta efesiensi anggaran belanja pegawai yang
telah ada perlu dilakukan penataan oraganisasi serata penataan pegawai negeri sispil. Maka
untuk mewujudkan hal demikian maka berdasarkan bijakan bersama tiga menteri mesti
dilakukan penundaan sementara pengadaan Pegawai Negeri Sipil.
C. Praktek
Dengan dikeluarkanya keputusan bersama Moratorium Pegawai Negeri sipil, berdasarkan
Peraturan Bersama Mentri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan. Nomor 02/SPB/M.PAN-RB/8/2011, Nomor 800632 Tahun 2011, Nomor 141/PMK.01/2011. Tentang Penundaan Sementara Penerimaan
Pegawai Negeri Sipil. Pelaksanaan moratorium penerimaan CPNS ini dilakukan pada tanggal 1
September 2011 sampai dengan 31 Desember 2012. Tentunya berdasarkan Peraturan Bersama
tentang Penundaan Sementara penerimaan CPNS.
Prakteknya sampai hari ini berdasarkan penamatan semenjak tanggal 1 september 2011
hingga oktober 2012 memang tdak ada lagi instansi-instansi daerah manapun yang membuka

a.
1.
2.
3.
4.
5.
b.
1.
2.

3.
4.

D.
1.
a.
b.
c.
2.

lagi penerimaan CPNS. Terkecuali yang telah disampaikan sebelumnya yaitu untu Tenga
Pengajar, Kesehatan, tentunya dengan alasan-alasan tertentu.
Namun dalam masa penundaan demi tercapainya tujuan maka dilakukan penghitungan
jumlah kebutuhan PNS yang tepat berdasarkan analisis jabatan dan beban kerja yang diperlukan
melalui langkah-langkah analisi sebagai berikut :
Penghitungan jumlah kebutuhan PNS yang tepat berdasarkan analisis jabatan dan beban kerja
pada Pemerintah Daerah, Mentri Negara Pemberdayaan Paratur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Menugaskan Gubernur dan Bupati/walikota menghitung jumlah kebutuhan PNS dilingkungan
masing-masing;
Bersama Kepala Badan Kepegawaian Nasional supervisi penghitungan jumlah kebutuhan PNS
yang tepat pada pemerintah provinsi;
Bersama Kepala Badan Kepegawaian Nasional dan Gubernur, supervisi perhitungan jumlah
kebutuhan PNS berdasarkan Kelompok jabatan pada Pemerintah Kabupaten/Kota;
Lalu disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah melalui penghitungan yang dilakukan
oleh kepala Badan Kepegawaian Negara dan Menteri Keuangan;
Dan bersama menteri dalam negeri menghitung jumlah PNS yang tepat dalam rangka penentuan
struktur oraganisasi Perangkat Daerah.
Penghitungan jumlah kebutuhan PNS yang tepat berdasarkan analisis jabatan dan beban kerja
pada Pemerintah Pusat, Mentri Negara Pemberdayaan Paratur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Meminta para menteri dan pimpinan lembaga untuk menghitung jumlah kebutuhan PNS
di lingkungan masing-masing;
Hasil penghitungan jumlah kebutuhan PNS berdasarkan kelompok jabatan disampaikan kepada
Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kepala
Kepegawaian Nasional, paling lambat akhir bulan Desember 2011;
Bersama Kepala Badan Kepegawaian Nasional menilai penghitungan kebutuhan jumlah PNS
yang tepat;
Bersama Kepala Badan Kepegawaian Nasional dan Menteri Keuangan melakukan validasi hasil
penghitungan kebutuhan PNS untuk kementrian dan lembaga sesuai keuangan Negara.
Dan pada akhirnya hasil perhitungan ini dilaporkan kepada Komite Pengarah Reformasi
Birokrasi Nasional.
Program dan Evaluasi
Secara khusus pelaksanaan evalusi sebagai berikut :
Bersama dengan pelaksanaan evaluasi perhitungan jumlah kebutuhan PNS pada pemerintah
daerah, dan Menteri Dalam Negeri melkasnakan langkah-langkah berikut :
Menugaskan Gubernur melakukan evaluasi dan penataan struktur organisasi perangkat daerah
Kabupaten/Kota secara proporsional dan sesuai ciri-ciri dan karakteristik.
Melakukan evalusi dan penataan struktur organisasi perangkat daerah provinsi, secara
proposional sesuai ciri-ciri karakteristik daerah.
Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengevalusi
parameter dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007.
Hasil Evaluasi dan penataan ini dilaporkan kepada Komite Pengarah Reformasi Birokrasi.
Secara gambaran umum mengenai kebijakan moratorium CPNS tahun 2011 hingga 2012,
adalah program nasional yang dilaksanakan secara serentak
di seluruhNegara Kesatuan Republik Indonesia, setelah di evaluasi dampak yang mungkin tidak
diperhitungkan sebelumnya.

Maka dari itu evaluasi program ini sangat diperlukan, sebagai dampak bulanSeptember
2012 beberapa lembaga negara membuka peluang untuk menerima pegawai dilembaganya
masing-masing.
Perlu diketahui bahwa Pemerintah telah menyiapkan alokasi anggaran seleksi CPNS 2012
senilai Rp 37,8 miliar untuk 14 kementerian atau lembaga negara yang mengadakan penerimaan
CPNS. Angka ini masih lebih kecil dari alokasi yang disediakan pemerintah pada tahun 2011
yakni sebesar Rp 80, 1 miliar untuk 24 kementerian atau lembaga negara. Anggaran ini lebih
kecil dari tahun sebelumnya karena memang penerimaan yang diberlakukan tahun ini adalah
untuk memenuhi kebutuhan SDM yang mendesak, bukan seluruh kementerian dan lembaga.
E. Informasi
Informasi mengenai moratorium ini pada dasarnya sangat dibutuhkan oleh para pencari
kerja, apa awalnya informasi tentang dikeluarkanya keputusan bersama tiga menteri mengenai
kebijakan Moratorium CPNS, bergulir hanya pada lingkup instasi-instasi di daerahdaerah.Namun dengan jenis kebijakan ini juga yang bisa dikatakan tidak membutuhkan
informasi yang segera kepada informer yang dituju maka mengenai informasi tidaklah menjadi
sesuatumasalah.
F. Monitoring
Monitorng oleh kebijakan moratorium dapat dilakukan oleh laporan pengusulan
kebutuhan pegawai dari instansi-instasi daerah, lalu apakah pengecualian yang telah dibahas
pada dilakukan. Serta efektifitas dari monitoring dapat dilakukan dengan memonitor efesiensi
serta penataan pegawai di instansi-instansi pemerintah pusat ataupun daerah, sebagai tujuan dari
moratorium, pada dasarnya peraktek dari moratorium atau reformasi birokrasi diawali dengan
monitoring, dalam hal ini adalah penghitungan kebutuhan jumlah PNS dimasing-masing tempat
baik daerah ataupun pusat demi penataan birokrasi.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai sifat paksaan yang secara potensial sah
dilakukan. Sifat memaksa ini tidak dimiliki oleh kebijakan yang diambil oleh organisasiorganisasi swasta. Hal ini berarti bahwa kebijakan publik menuntut ketaatan yang luas dari
masyarakat. Sifat inilah yang membedakan kebijakan publik dengan kebijakan lainnya.
Pemahaman ini, pada sebuah kebijakan umumnya harus dilegalisasikan dalam bentuk hukum,
dalam bentuk Peraturan Daerah misalnya. Sebab, sebuah proses kebijakan tanpa adanya
legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi operasionalisasi dari kebijakan publik
tersebut. Perlu diperhatikan, kebijakan publik tidaklah sama dengan hukum, walaupun dalam
sasaran praktis di lapangan kedua-duanya sulit dipisah-pisahkan.
Pemerintah sebagai kebijakan untuk mengatur laju pertumbuhan PNS. Moratorium CPNS
menjadi terobosan yang berani, meskipun disisi lain cukup banyak juga yang merasa kecewa
dengan moratorium CPNS. Pegawai honorer daerah, fresh graduate yang ingin jadi PNS
terpaksa harus mengurungkan kembali niatnya karena moratorium CPNS. Meski demikian, ada

perkecualian dalam moratorium CPNS yaitu untuk tenaga pendidik, dokter, bidan, perawat dan
jabatan yang bersifat khusus dan mendesak
Dari pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa, Kebijakan Moratorium
penerimaan CPNS ini adalah upaya pemerintah dalam melakukan efesiensi serta penataan
pegawai di instansi-instansi pemerintah dan bukan sekedar penundaaan penerimaan CPNS.
Banyak hal yang mendasari dikeluarkannya kebijakan ini oleh pihak pejabat terkait, antara lain
dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia
serta efesiensi anggaran belanja pegawai yang telah ada perlu dilakukan penataan oraganisasi
serata penataan pegawai negeri sipil. Maka untuk mewujudkan hal demikian maka
berdasarkan kebijakan bersama tiga menteri mesti dilakukan penundaan sementara pengadaan
Pegawai Negeri sipil. Moratorium ini pula tidak sepenuhnya berdampak baik bagi kondisi
aparatur negara dalam hal ini adalah PNS, ada dampak-dampak buruk yang tidak
bisaterhindarkan.
Namun dapat disimpulkan pula kebijakan ini bukanlah kebijakan yang bersifat mutlak
berlaku, karena adanya pengecualian untuk tenaga-tenaga tertentu yang sangat dibutuhkan,
bahkan apabila ada daerah yang memang membutuhkan pegawai diberikan peluang dengan
mengusulkan penerimaan pegawainya tentunya dengan alasan yang tepat.
Selanjutnya analisisnya adalah, bahwa tujuan dikeluarkannya kebijakan
moratorium dapat disimpulkan untuk mereformasi pegawai negeri sispil yang dianggap
berlebihan dan kurang efektif.
Namun tidak melupakan nilai atau kebutuhan yang di miliki oleh publik Indonesia yaitu
kebutuhan akan tenaga kesehatan dan tenaga pendidik demi terjaganya kesehatan dan sumber
daya manusia serta generasi pelanjut bangsa ini.
B. Rekomendasi
Sebagai rekomendasi dan sebagai bahan evalusi kebijakan ini sebagai berikut:
1. Memperbaiki postur birokrasi PNS. Saat ini yang terjadi adalah ketimpangan jumlah pegawai
antarinstansi/daerah dan juga ketimpangan formasi pegawai. Pemerintah harus
mempertimbangkan melakukan mutasi di lingkungan Kementerian Lembaga dan perangkat
daerah yang memiliki jumlah pegawai berlebih atau yang masih belum mencukupi.
2. Apabila kebijakan ini berhasil secara tidak langsung akan meningkatkan alokasi belanja modal
di APBD. Peningkatan belanja ini untuk pembenahan dan pembangunan sarana infrastruktur
dasar di daerah. Untuk itu, perlu dilakukan revisi UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang mewajibkan agar Pemda
mengalokasikan belanja modal mencapai 20 persen APBD atau belanja pegawai tidak melebihi
50 persen.
3. Menuntaskan permasalahan pengangkatan tenaga honorer. Sudah menjadi rahasia umum bahwa
banyak tenaga honorer yang yang telah diangkat berdasarkan PP 48 tahun 2005, basic
pekerjaannya kebanyakan berasal dari tenaga honorer administrasi, petugas, keamanan, petugas
kebersihan, supir, dan sebagian besar diangkat berdasarkan kedekatan dengan pejabat setempat
merupakan hasil nepotisme.
Yang hampir telupakan juga adalah dengan dikeluarkanya kebijakan moratorium, dengan
begitu angka pengangguran akan melonjak. Bagi kami pemerintah dapat dianggap
menyelesaikan masalah dengan masalah. Pertumbuhan ekonomi negara yang berujung
terserapnya tenaga kerja ini belum siap mencai second coice bagi para pencari kerja.

Jadi sebagai bahan rekomendasi bahwa pemerintah mesti mengevaluasi ulang kebijakan
ini atau oleh pemerintah terkait mengembangkan minat ataupun peluang kerja disub-sub lain
contohnya swasta. Agar PNS tidak lagi menjadi rebutan para pencari kerja kita dari sabang
sampai merauke.karena pada dasarnya jaminan pekerjaan di jamin olehUndang-Undang Dasar.
Dan yang terakhir Profesionalisme PNS sangat penting guna menunjang suksesnya
pembangunan dan penggunaan anggaran belanja negara. Transparansi dan akuntabilitas serta
integritas harus dijunjung tinggi.

Anda mungkin juga menyukai