Anda di halaman 1dari 12

Kesalahan Prosedur Terapi yang Tidak Sesuai dengan Kebutuhan Pasien

khususnya pada Terapi Wicara

BAB I
PENDAHULUAN

Sehat, normal seperti orang lain yang mampu melakukan kegiatan yang
diinginkann sesuka hati. Itu adalah impian semua manusia yang ada di dunia ini,
tapi apa yang dapat dilakukan jika hal tersebut tidak terwujud. Marah ?
Mengakhiri hidup ? atau melakukan sesuatu yang kiranya tidak bermanfaat ?
seperti mencari jalan keluar ? memecahkan masalah ? itu tergantung idividu
masing-masing. Masyarakat yang memiliki pemikiran pendek, akan mengakhiri
hidup dan beranggapan bahwa tidak ada lagi artinya untuk hidup. Berbeda dengan
masyarakat yang memiliki pemikiran yang bijak yang beranggapan semuanya
belum berakhir masih banyak jalan menuju Roma.
Terbaik adalah sesuatu yang selalu didambakan setiap individu, karena
kata itu yang bisa membuat segalanya lebih mudah. Dalam dunia tenaga
kesehatan, selalu memberikan yang terbaik mulai dari pelayanan, sikap terhadap
pasien bahkan prosedur dalam penanganan pasien. Kepuasan pasien adalah harga
mati bagi tenaga kesehatn yang mengabdi untuk kemasyalatan masyarkat. Walau
menjadi harga mati, masih banyak terjadi kasus kelalaian terhadap penanganan
pasien. Jika hal ini terjadi, siapa yang akan disalahkan ? tenaga kesehatan ? pasien
? atau pemerintah ? pemerintah tidak dapat disalahkan, hanya mengawasi tetapi
jika hal tersebut ditutup-tutupi percuma. Begitu juga dengan pasien yang tidak tau
apa-apa. Seorang tenaga kesehatan harus extra hati-hati dalam penanganan
seorang pasien, terlebih lagi pasien yang harus penuh dengan perhatian khusus.
Sembuh, sehat kembali harpan seperti itu yang dinginkan masyarakat
ketika melangkahkan kaki masuk kedalam lingkungan tenaga kesehatan. Bayar
mahal, prosedur yang diberikan dilaksanakan,dan peraturan yang diberikan
dipatuhi tapi apa jadinya kalau itu semua tidak sesuai prosedur bahkan apayang
1

diberikan kepada pasien sebenarnya tidap perlu dan tidak bermanfaat bagi pasien.
Oleh karena itu, penulis mengangkat tema Kesalahan Prosedur Terapi yang Tidak
Sesuai dengan Kebutuhan Pasien khususnya pada Terapi Wicara dengan judul 1
+ 1 3. Its Not True !!! . Kejadian ini sangat sering terjadi tetapi jarang terexpose ke masyarakat, sehingga kitik yang membangun untu seorang terapis tidak
ditemukan. Hal ini seharunya mendapat prhatian besar oleh Pemerintah dalam
meningkatkan kinerja seorang terapi melihat masyarakat yang melakukan terapi
menginginkan yang terbaik setelah pelaksanaan terapi bukan tetap seperti
sebelumnya bahkan semkin parah. Apa yang menyebabkan semua ini ? apa
dampak jika hal ini terus terjadi ? apa sikap tegas terhadap terapis yang
melakukan kesalahan ini ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Prosedur Terapi


Prosedur terapi adalah suatu tindakan yang teratur yang dilakukan dalam
kurun waktu tertentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pasien. Hal ini
diperkuat oleh beberapa ahli. Mulyadi ( 2008 : 4 ) prosedur adalah suatu urutan
kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalm satu departemen atau
lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi
perusahsaan yang terjadi berulang-ulang. Menurut W Gerald Cole yang dikutip
Zaki Baridwan ( 1994 : 3 ) prosedur adalah suatu urut-urutan pekerjaan kerani
(clerical), biasanya satu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya
perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang terjadi.

B. Penyebab Kesalahan Prosedur Terapis


Berbicara meggunakan bahasa verbal, seperti manusia normal. Tetapi
masih banyak masyarakat yang memiliki gangguan dalam berbicara, baik dari segi
kelancaran, bahasa ataupun suara. Dalam dunia kesehatan, hal ini masuk ke dalam
bidang terapi wicara. Terapi wicara adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang
komunikasi normal atau abnormal untuk digunakan dalam terapi pada penderita
yang memiliki gangguan pada komunikasi, bahasa, bicara, suara dan
kelancaran/irama. Tenaga kesehatan yang menangani terapi wicara disebut terapis
wicara. Terapi wicara merupaka pekerjaan yang sangat membutuhkan ketelitian
dam pemahaman yang tinggi. Hal ini dikarenakan terapi wicara memiliki ruang
lingkup bicara yang merupakan alat komunikasi dengan orang lain.
Profesi menjadi seorang terapis wicara bukanlah hal yang mudah
walaupun dari pandangan masyarakat terapis sangatlah mudah karena hanya
bersangkutan atau melatih bagaiman pasien dapat berbicara dengan baik dan
benar. Padahal bukan hanya itu, banyak kasus yang ditangani oleh terapis wicara
tetapi belum tentu masyarakat biasa bisa dan mampu melakukan hal tersebu

dianttaranya gangguan menelan dimana kasus ini sangat membutuhkan


penanganan dengan ketelitan yang tinggi. Jika salah dalam proses terapi, dapat
membuat bagian kartilago arytenid melakukaan hyper adduksi yang membuat
pasien tidak dapat bernapas. Terapis yang baik adalah terapis yang selalu
senangtiasa melakukan pekerjannya dengan senang hati tanpa terbebani dan sesuai
kebutuhan pasien/sesuai prosedur.. Berikut beberapa penyebab terjadinya
kesalahan dalam penanganan pasien terapi wicara.
1. Pemberian Prosedur oleh Dokter
Sebelum terapis melakukan terapi terhadap pasien/client, terlebih dahulu
terapis mendapat prosedur dari Dokter di rawat jalan. Dengan prosedur ini, terapis
akan melakukan tindakan apa yang akan dilakukan sesuai dengan kasus pasien
tetapi terkadang prosedur dari Dokter salah atau tidak sesuai dengan keadaan
pasien. Hal ini disebabkan pada saat Dokter melakukan observasi hanya sebentar
sekitar 15 menit, padahal observasi dapat dilakukan 2-3 kali pertemuan. Apabila
seorang terapis tidak membaca terlebih dahulu prosedur yang diberikan oleh
dokter, kemungkinan besar kesalahan dalam pemberian terapi akan terjadi. Tetapi
jika seorang terapis memahami prosedur tersebut dan menyelaraskannya dengan
kondisi pasien, terkadang dikembalikan lagi kepada dokter. Contoh pada kasus
disfagia ( gangguan menelan yang membuat komunikasi verbal terganggu ) yang
diberikan adalah stimulus oral padahal sebenarnya dalam fase esophageal. Jika hal
ini terjadi terus menerus, kepercayaan pasien dan keluarga pasien terhadap
seorang terapis akan berkurang. Padahal telah diketahui sendiri, secara
keseluruhan bukan kesalahan seorang terapis melainkan prosedur awal dari
Dokter yang menangani pasien pada saat rawat jalan
2. Diagnosis Dokter
Telah disampaikan sebelumnya, sebelum ditangani oleh terapis, pasien
akan diobservasi terlebih dahulu oleh dokter. Setelah di observasi, dokter akan
meng-diagnosis pasien tetapi terkadang dokter salah melakukan diagnosis. Hal ini
sering terjadi pada kasus HDHD, ADD dan Autis. Dokter men-diagnosis pasien
sesuai hasil observasi kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada terapis dan
terapis harus melakukan apapun yang sesuai dokter katakan tetapi seharusnya

terapis tidak boleh mealakukan terapi begitu saja karena mugkin saja dokter
mengalami kesalahan men-diagosis perihal waktu dalam melakukan observasi
singkat. Jika ini terjadi yang mejadi kambing hitam adalah terapis karena yang
menangani dalam skala lama adalah terapis padahal jika diungkap secara
mendalam Dokter yang mendiagnosis sebelumnya sangat terlibat.
3. Kurangnya Pemahaman Terapis terhadap Pasien
Pasien yang siap diterapi adalah pasien yang telah diobservasi oleh Dokter
sebelumnya. Terapis hanya akan melakukan terapi jika prosedur dari Dokter
benar-benar siap di terapi. Jika terapis melakukan observasi lagi terhadap pasien
ataupun terhadap keluaga pasien untuk menambah atau menggali lagi informasi
tentang pasien sangat dianjurkan. Walaupun tidak dilakukan, tidak menjadi
masalah asal terapis membaca/memahami dengan seksama rekam medik pasien.
Kurangnya pemahaman terapis terhadap pasien ini sering terjadi pada
terapis yang baru memulai atau bekerja di suatu Rumah Sakit atau Klinik tetapi
tidak menutup kemungkina terapis seniorpun sering melakukan kesalahan
tersebut. Contoh terapis yang memberikan pemahaman bahasa reseptif ( Bahasa
reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang
didengar ) ke pasien padahal pasien sudah menguasai. Pemahaman lebih lanjut
tentang kondisi pasien sangat penting, dikarenakan sangat membantu dalam
proses terapis, yaitu :
a.

Meminimailisir terjadinya kecerobohan seorang terapis

b.

Membantu dalam proses penyembuhan

c.

Membuat terapis benar-benar mengerti tentang kasus yang dialami oleh


pasien
Secara garis besar, point utama dari penyebab kesalahan prosedur terapis

hanya ada tiga tetapi jika diuraikan secara rinci akan menghasilkan anak/cabang
penyebab yang banyak dan saling berkaitan satu sama lain. Bukan hanya terapis
yang melakukan kesalahan in tetapi secara keseluruhan/ seperangkat mulai ketika
pasien masih ditangani oleh dokter di rawat jalan sampai di rujuk kepada terapis
wicara. Sikap hati-hati, teliti dan tidak tergesa-gesa harus senangtiasa diterapkan
dalam diri terapis karena hal tersebut sangat penting bukan untuk kepentingan

terapis saja tetapi untuk kelancaran dalam proses terapi mengingat objek yang
ditangani oleh terapis adalah seorang manusia. Bukan hanya itu, kesalahan sekecil
apapun itu sangat fatal sebab semua kasus yang ditangani oleh terapis menyangkut
hidup mati pasien.

C. Dampak Pemberian Terapi tidak Sesuai Prosedur

Pemberian terapi tidak sesuai prosedur merupakan kesalahan yang sangat


berbahaya bagi proses kesembuha pasien. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya
bagi pasien tetapi terapis juga mendapakan dampak dari kesalahan yang dilakuan.

1. Terhadap Pasien
Pasien yang mengalami kesalahan dalam proses terapi akan membuat
pasien semakin lama dalam proses penyembuhan. Apabila kesalaha yang
dilakukan terapis tidaklah begitu fatal, mungkin tidak terlalu berpengaruh
terhadap proses terapis. Yang menjadi masalah jika kesalahan pemberian terapi
yang begtu fatal yang membuat pasien semakin jauh dari kata sembuh.
Pasien akan rugi waktu, tenaga dan ekonomi melihat terapi yang diberikan
tidak sesuai kebutuhan pasien. Dan sebaliknya, hal yang sudah dikuasai atau
materi yang tidak perlu malah diberikan. Kesalahan pemberian terapis dapat
menimbulkan kematian bagi pasien jika itu benar-benar fatal. Tetapi sampai
belum ada pasien yang meninggal karena kesalahan prosedur oleh terapis.
Pasien akan melakukan aduan kepada atasan terapis. Bagi pasien yang
merasa sangat dirugikan akan melakukan hal ini tetap terkadang yang melakuka
aduhan adalah keluarga pasien yang setiap kali terapi melihat proses terapi dan
tahu jika terapi yang diakukan tdak bermanfaat melihat sejak melakukan terapi
tidak ada perubahan yang berarti.
2. Terhadap Terapis
Selama ini banyak kesalahan dalam pemberian prosedur terapi oleh
terapis, tidak terkadang tidak ter-expose ke publik. Padahal jika dibiarkan terus

menerus, ditakutkan kinerja seorang terapis baik ketelitian atau pemahaman


sebelum melakukan terapi tidak diindahkan lagi.
Kehilagan pekerjaan bisa saja dialami oleh terapis, tergantung dari
seberapa fatal kesalahan prosedur yang dilakukan. Jika sampai menyebabkan
kematian, hal tersebut sudah masuk dalam ranah hokum.
Seara garis besar, jika kesalahan pemberian terapi oleh terapis merupakan
pelanggaran kode etik Terapi Wicara. Sebagaimana yang tercantum pada pasal 8
tentang Sikap Profesional dan Perlakuan terhadap Pasien atau Klien
baggian c dan d. Kode etik ini diatur oleh IKATWI ( Ikatan Terapi Wicara ) dan
disepakati bersama oleh seluruh anggota pada MUNAS 1 IKATWI di Jakarta.

Pasal 8
SIKAP PROFESIONAL DAN
PERLAKUAN TERHADAP PASIEN ATAU KLIEN

Dalam memberikan jasa/praktik Terapi Wicara kepada pemakai jasa atau klien,
baik yang bersifat perorangan atau kelompok sesuai dengan keahlian dan
kewenangannya, Terapis Wicara berkewajiban untuk:
a.

Mengutamakan dasar-dasar profesional.

b.

Memberikan jasa/praktik kepada semua pihak yang membutuhkannya.

c.

Melindungi pasien atau klien dari akibat yang merugikan sebagai


dampak jasa/praktik yang diterimanya.

d.

Mengutamakan ketidak berpihakan dalam kepentingan pemakai jasa


atau klien dan pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan
tersebut.

e.

Dalam hal dimana pasien atau klien yang menghadapi kemungkinan akan
terkena dampak negatif yang tidak dapat dihindari akibat pemberian Terapi
Wicara yang dilakukan oleh Terapis Wicara maka pasien atau klien tersebut
harus diberitahu

Di dalam kode etik IKATWI juga tercantum bahwa setiap terapis yang
melanggar kode etik tersebut akan menerima sanksi dari IKTATWI pusat.
Pernyataan tersebut tercantum pada BAB VI Pengawasan Pelaksanaan Kode
Etik Pasal 17 Pelanggaran.
Pasal 17
PELANGGARAN
Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian Terapi Wicara dan setiap
pelanggaran terhadap Kode Etik Terapi Wicara Indonesia dapat dikenakan sanksi
organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang sebagaimana diatur dalam
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Ikatan Terapis Wicara Indonesia
(IKATWI).
Kesalahan prosedur yang dilakukan oleh terapis wicara akan mendapatkan
sanksi sesuai dengan peraturan kode etik IKATWI tetapi sedikit yang terungkap
sehingga para terapis yang melakukan kesalahan iibelum mendapatkan sanksi
yang setimpal.
D. Tindakan bagi Terapis yang Menyalahi Prosedur Terapi
Terapis yang memberikan prosedur terapi benar benar fatal atau semakin
membuat pasien parah akan diporoses lebih lanjut oleh IKATWI sesuai dengan
kode etik yang telah djelaskan sebelumnya. Jika kesalahan pemberian prosedur
masih dalam kata ringan, hal tersebut masih dapat diatasi oleh terapis sendiri. Ada
beberapa tindakan yang kiranya dapat dilakukan oleh terapis jika telah melakukan
kesalahan prosedur :
1. Konsultasi dengan atasan
Konsultasi dengan pihak atasan merupakan tindakan yang tepat jika terapis
menyadarri ada salah dari proses terapi yang diakukan. Sejauh terapis belum
terlalu jauh dalam melakukan kesalahn. Dengan melakukan konsultasi kepada

pihak atasan atau yang paham dengan semua gangguan dari Terapi Wicara,
kesalahan dalam prosedur pemberian terapi tidak semakin parah atau fatal.
2. Melakukan Observasi Ulang
Sebagai terapis yang professional, akan tau perbedaan jika terapi yang
dilakukan benar atau salah. Tetapi terkadang terapis sudah sangat percaya akan
observasi dan diagnosis dari dokter. Sebenenarnya terapis tidak seharusnya
mempercayai 100% dari apa yang telah diobservasi oleh dokter. Jika selama
berbulan-bulan melakukan terapi, tetapi tidak ada perubahan itu termasuk sudah
melakukan kesalahan dalam pemberian terapi. Terapis harus melakukan observasi
ulang terhadap pasien dan memastikan secara benar apakah gangguan yang
dialami oleh pasien dan apa penanganan atau pemberian terapi yang benar untuk
pasien.

3. Membaca Buku Kembali


Menurut ( PERMENKES RI No. : 867 / MENKES / PER / VIII / 2004 )
terapis wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapis wicara baik di
dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketenuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Selama menempuh jenjang pendidikan, tentunya terapis
memiliki buku pegangan selama pendidikan. Apabila telah melakukan kesalahan
membuka buku dan mencari serta memahami dari kondisi pasien merupakan
tindakan yang dianjurkan.

BAB III
PENUTUP

A. Implikasi
Terapis wicara tidak diperkenankan melakukan kesalahan prosedur terapi
meskipun dalam skala kecil. Menjadi terapis tidaklah mudah, harus menempuh 34 tahun jenjang pendidikan yang telah diberi semua pemahaman tentang terapi
wicara. Jika melakukan kesalahan, tentu akan mempermalukan nama institusi
yang mendidik terapis tersebut dan mempengerahui citra Terapis Wicara di mata
pasien. Terapis harus meminimalisir kesalahan-kesalahan prosedur terapi yang
terjadi. Apabila telah terlanjur, tidak ada salahnya jika belajar lagi.Terapi harus
benar-benar konsisten untuk tidak melakukan kesalahan prosedur terapi demi
kesembuhan pasien.

B. Kesimpulan
Walaupun terlihat mudah, tetapi profesi Terapi Wicara merupakan profesi
yang penuh tantangan. Kesalahan prosedur sangat sering terjadi mengingat begitu
banyak penyebab yang membuat terjadinya kesalahan tersebut. Tetapi secara garis
besar kesalahan ini terjadi bukan karna ketidaktelitian dari seorang terapis bahkan
dari dokter yang mendiagnosis pun terkadang salah yang membuat terapis
melakukan apa yang sesuai dokter serukan. Pemahaman terapis terhadap pasien
pun terkadang kurang padahal itu sangat pentig.
Dampak yang ditimbulkan akibat kesalahan ini berraneka ragam mulai
dari pasien maupun terapis itu sendiri. Dari pasien, dampak yang diterima
diataranya tidak sembuh, lebih parah bahkan menyebabkan kematian jika benarbenar fatal. Bagi terapis, akan kehilangan pekerjaan tetapi semua kesalahan kode
etik akan di proses lebih lajut lagi oleh Majelis Terapi Wicara ( IKATWI : Kode
Etik Terapi Wicara / G. Pengawasan Pelaksanaan Kode Etik / 2. Penyelesaian
Masalah Kode Etik Terap Wicara Indonesi ). Tetapi jika pemberian terapi
menimbulkan kematian, akan diproes lebih lanjut melalui hokum.

10

Terapis yang melakukan kesalahan pemberian prosedur harus memahami


dengan benar kesalahan yang dilakukan. Mengulang dan memahami kembali apa
yang menjadi kasus oleh pasien justru lebih baik lagi. Konsultasi dengan atasan
atau yang lebih paham akan kasus yang sedang dialami oleh pasien sangat
dianjurkan. Menjadi terapis yang baik dan professional adalah dapat
meminimalisir segala kesalahan yang dapat merugikan pasiens serta menjungjung
tinggi sikap senangtiasa belajar kembali jika apa yang telah ditempuh dan
dipahami di jenjang pendidikan telah pudar.

11

DAFTAR PUSTAKA

Bariadwan Zaki 2008, Sistem Akuntansi, edisi ke-5, Yogyakarta, BPPE

Mulyadi 2008, Sistem Akuntansi, Jakarta, Salemba Empat

Perkins, W.H, Kent, R.D, 1986, Functional Anatomy of Speech, Language, and
Hearing A primer, USA, Pro-Ed

Sabir, Evi dan Gitwan, 2010, Kewirausahaan Terapiis Wicara, Solo, IKATWI

IKATWI, Kode Etik Terapis Wicara Indonesia, melihat 15 Desember 2014,


http://www.ikatwipusat.tripod.com

Suatu artikel tentang pengertian prosedur ( Mulyadi : 2008 ), Mulyadi 2008,


Sistem Akuntansi, melihat 12 Desember 2014 http://mychocochips.blogspot.in

12

Anda mungkin juga menyukai