PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Toxoplasma serebri adalah infeksi pada otak yang disebabkan oleh parasit
Toxoplasma gondii yang dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat
ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging
mentah atau kurang matang.3
2.2. Etiologi
Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, begitu parasit masuk ke dalam
sistem kekebalan, ia menetap di sana, tetapi sistem kekebalan pada orang yang sehat
dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, mencegah penyakit. Transmisi pada
manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba yang mentah yang
mengandung oocyst (bentuk infektif dari T.gondii). Bisa juga dari sayur yang
terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi
transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. 4
Terdapat 2 macam bentuk dari Toxoplasma yaitu bentuk intraseluler dan
bentuk ekstraseluler. Bentuk intraseluler berbentuk bulat atau lonjong menempel di
leukosit dan bersikulasi dalam aliran darah dan menuju jaringan, sedang bentuk
ekstraseluler bebas dalam aliran darah berbentuk seperti bulan sabit yang langsing,
dengan ujung yang satu runcing sedang lainnya tumpul. Ukuran parasit micron 4-6
mikron, dengan inti terletak di ujung yang tumpul.4
Jumlah parasit dalam darah akan menurun dengan terbentuknya antibodi
namun kista Toxoplasma yang ada dalam jaringan tetap masih hidup. Tissue cyst ini
akan reaktif jika terjadi penurunan kekebalan tubuh. 4
setelah menelan daging yang mengandung tissue cyst. Ekskresi oocysts berakhir
selama 7-20 hari dan jarang berulang. Oocyst menjadi infeksius setelah diekskresikan
dan terjadi sporulasi. Lamanya proses ini tergantung dari kondisi lingkungan, tapi
biasanya 2-3 hari setelah diekskresi. Oocysts menjadi infeksius di lingkungan selama
lebih dari 1 tahun. 5
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba
yang mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau
kontak langsung dengan Feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat
transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu
yang imunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh
yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. yang akan mengakibatkan
timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di otak.5
Tissue cyst menjadi ruptur dan melepaskan invasive tropozoit (thachyzoite).
thachyzoite ini akan menghancurkan sel dan menyebabkan focus nekrosis.5
2.4. Patofisiologi
Imunitas seluler yang diperantarai oleh sel T, makrofag dan aktivitas dari
sitokin tipe 1 (interleukin [IL]-12 dan interferon [IFN]-gamma) berperan penting
dalam infeksi T gondii. Interleukin 12 diproduksi oleh antigen presenting cells seperti
sel dendrit dan makrofag. IL-12 akan menstimulasi produksi dari IFN-gamma, suatu
mediator mayor untuk proteksi pejamu melawan intraseluler patogen. IFN-gamma
kemudian akan menstimulasi anti aktivitas T-gondii, tidak hanya dari makrofag tapi
juga dari sel nonfagositosis. Produksi dari IL-12 dan IFN-gamma distimulasi oleh
CD-154 (juga dikenal sebagai ligand CD40) pada infeksi T.gondii pada manusia. CD
154 (primer diekspresi pada aktivasi CD4 T sel) bekerja dengan diperantarai oleh sel
dendrit dan makrofag untuk mengsekresi IL-12, yang akan kembali meningkatkan
produksi dari IFN-gamma oleh sel T. TNF-alfa adalah sitokin esensial lain untuk
mengendalikan infeksi kronis T gondii. 7
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor untuk validasi kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien
dengan CD4< 200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat
tinggi.4
Jumlah sel CD4
200 500 /mcL
100-200 /mcL
50 - 100 /mcL
<50 mcL
Patogen
S. pneumoniae, Hinfluenzae
Manifestasi
Community aquired pneumonia(
M. tuberculosis
C. Albicans
HSV 1& 2
CAP )
TB paru
Sariawan, candida vagina
Herpes
orolabial,
genital,
Virus varicela-zoster
Virus epstein-barr
Human herpesvirus B
Semua di atas ditambah :
P. carinii
C. parvum
Semua di atas ditambah :
T. gondii
C. albacans
C. Neoformans
C. Capsulatum
Microsporidia
M. tuberculosis
R. equi
HSV 1 & 2
Virus varicela-zoster
Virus epstein-barr
Semua di atas ditambah :
M. avium complex
cytomegalovirus
perirectal
Ruam pada saraf
Oral hairy lukoplakia
Sarkoma Kaposi
Pneumonia
Diare kronik
Ensefalitis
Ensefalitis
Meningitis
Penyakit diseminata
Diare kronik
TB ekstrapulmoner
Pneumonia
HSV diseminata
VZV diseminata
Limfoma primer SSP
MAC diseminata
Retinitis, diare, ensefalitis
2.6. Diagnosis
2.6.1. Pemeriksaan Serologi
Pada pemeriksaan serologi didapatkan seropositif dari anti-T gondii IgG dan
IgM. Pemeriksaan yang sudah menjadi standar emas untuk mendeteksi titer IgG dan
IgM T gondii yang biasa dilakukan adalah dengan Sabin-Feldman dye test, tapi
pemeriksaan ini tidak tersedia di Indonesia. Deteksi antibodi juga dapat dilakukan
dengan indirect fluorescent antibody (IFA), agglutinasi, atau enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah
infeksi kemudian bertahan seumur hidup. Anti bodi IgM hilang dalam beberapa
minggu setelah infeksi. 8
2.6.4. CT scan
Pemeriksaan CT scan menunjukkan adanya lesi hipodens, multiple, bilateral
dan menyangat setelah pemberian kontras, seperti ringlike pattern pada 70-80%
kasus7. Lesi ini berpredileksi di ganglia basalis dan hemispheric corticomedullary
junction. Pemeriksaan MRI lebih sensitif dibanding CT Scan. Ditemukannya lesi
pada pemeriksaan CT Scan ataupun MRI tidak patognomonik untuk ensefalitis
toxoplasma. Lesi ini harus didiagnosis banding dengan limfoma SSP dan
criptococcus.9
8
2.7 Penatalaksanaan
AAN Quality Standards subcommittee (1998) merekomendasikan penggunaan
terapi empirik pada pasien yang diduga ensefalitis toxoplasma selama 2 minggu,
kemudian dimonitor lagi setelah 2 minggu, bila ada perbaikan secara klinis maupun
radiologi, diagnosis adanya ensefalitis toxoplasma dapat ditegakkan dan terapi ini
dapat di teruskan.10 Lebih dari 90% pasien menunjukkan perbaikan klinis dan
radiologik setelah diberikan terapi inisial selama 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan
lesi setelah 2 minggu, diindikasikan untuk dilakukan biopsi otak.9,10
a. Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin.
Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak.910
b. Toxoplasma Gondii, membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin
menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat
penggunaannya. 9,10
c. Kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari yang dikombinasikan dengan
sulfadiazin 1-2 g tiap 6 jam. 9,10
d. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50100 mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam. 9,10
e. Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum
tulang. 9,10
f. Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan
Azitromycin 1200 mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau
10
atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3
minggu setelah perbaikan gejala klinis. 10
g. Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi
HIV dengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau
limfosit total kurang dari 1200. 9,10
Tindak lanjut CT scan / MRI harus dilakukan sekitar 2 minggu setelah mulai
pengobatan untuk memastikan respon pengobatan, dilakukam setiap 4-6 minggu
sampai terdapat penyelesaian massa lesi. 9,10
Pasien dengan tanda-tanda klnis dan gambaran pemeriksaan penunjang
menunjukan diagnosis toksoplasmosis jarang gagal pengobatan anti-toksoplasmosis
klasik. Jika memang terjadi kegagalan, penggunaan terapi pengganti, misalnya
azitromisin, klaritromisin, atovakuon, trimetreksat, doksisiklin. Harus diingat bahwa
pasien yang gagal merespon pengobatan anti-toksoplasmosis mungkin memiliki
patologi lain atau bersamaan, misalnya limfoma, tuberculoma, atau progresif multifocal leucoencephalopathy. biopsi otak dapat membantu untuk memperoleh diagnosis
dan memudahkan pengobatan. 10
11
12
2.8. Pencegahan
Pencegahan (Profilaksis primer)
Profilaksis primer terhadap toksoplasmosis dianjurkan dalam T gondiiseropositif pasien dengan sel T CD4 jumlah <100/L terlepas dari status klinis, dan
pada pasien dengan CD4 T-sel yang rendah <200/L jika infeksi oportunistik atau
keganasan berkembang. Trimethoprim-sulfamethoxazole, pirimetamin-dapson, dan
pirimetamin-sulfadoksin efektif dalam pencegahan ensefalitis toksoplasma di pasien
terinfeksi.10
Profilaksis skunder
Sebuah studi prospektif acak menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam hasil klinis pasien yang diobati dengan terapi pemeliharaan terdiri
dari pirimetamin ditambah sulfadiazin dibandingkan pirimetamin ditambah
clindamycin. Namun, studi lain melaporkan tingkat yang lebih tinggi dari
kekambuhan pada pasien yang menerima terapi pemeliharaan dengan pirimetamin
ditambah klindamisin. dengan catatan, pasien dalam studi kedua menerima dosis
rendah klindamisin (1.200 mg / hari). Pirimetamin ditambah sulfadiazine (tapi tidak
pirimetamin
ditambah
klindamisin)
juga
menyediakan
profilaksis
terhadap
pneumonia Pneumocystis.10
13
DAFTAR PUSTAKA
14