Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
HYPOSPADIA
DEPARTEMEN SURGICAL
Oleh:
BAB II
KONSEP DASAR HIPOSPADIA
A. Pengertian
Hipospadia adalah kelainan kongetinal berupa kelainan letak lubang uretra
pada pria dari ujung penis ke sisi ventral (Corwin, 2009).
Hipospadia adalah kegagalan meatus urinarius meluas ke ujung penis,
lubang uretra terletak dibagian bawah batang penis, skrotum atau perineum
(Barbara J. Gruendemann & Billie Fernsebner, 2005).
Dan menurut (Muscari, 2005) Hipospadia adalah suatu kondisi letak lubang
uretra berada di bawah glans penis atau di bagian mana saja sepanjang
permukaan ventral batang penis. Kulit prepusium ventral sedikit, dan bagian distal
tampak terselubung.
Klasifikasi hipospadia menurut letak orifisium uretra eksternum :
Tipe sederhana adalah tipe grandular, disini meatus terletak pada pangkal
glands penis. Pada kelainan ini secara klinis umumnya bersifat asimtomatik.
Tipe penil, meatus terletak antara glands penis dan skrotum
Tipe penoskrotal dan tipe perineal, kelainan cukup besar, umumnya
pertumbuhan penis akan terganggu.
Derajat keparahan hipospadia :
Ditentukan oleh satu posisi meatus uretra : glands, korona, batang penis
sambungan dari batang penis dan skrotum dan perineum
Lokasinya
Derajat chordee (Anak-hipospadia)
B.
Etiologi
Penyebab sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun ada beberapa faktor yang oleh
para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1.
Secara embriologis, hipospadia disebabkan oleh kegagalan penutupan yang
sempurna pada bagian ventral lekuk uretra (Heffiner, 2005).
2.
Diferensiasi uretra pada penis bergantung androgen dihidrotestoteron (DHT).
Defisiensi produksi testoteron (T), konversi T menjadi DHT yang tidak adekuat
atau defisiensi lokal pada pengenalan androgen (kekurangan jumlah atau
fungsi reseptor androgen) (Heffiner, 2005).
3.
Terdapat presdisposisi genetik non-Mendelian pada hipospadia, jika salah
satu saudara kandung mengalami hipospadia, resiko kejadian berulang pada
keluarga tersebut adalah 12%, jika bapak dan anak laki-lakinya terkena, maka
resiko untuk anak laki-laki berikutnya adalah 25% (Heffiner, 2005).
4.
5.
6.
C.
Patofisiologi
Repair hipospadia
Usia
Tipe hipospadia
Chorde /
Ukuran penis
Tehnik operasi
Hasil
Satu tahap
Dua tahap
Malformasi congenital
Hipospadia
grandular
perineal
Pengelolaan
Pembedahan
Kombinasi
Eksisi chordee
Pembedahan
Urethroplasty
Radio diagnosis
Proses pembedahan
Pemasangan kateter
inwhelling
Kecemasan
Nyeri
Efek anestesi
Hipersalivasi
entry
Gangguan
Penumpukan
rasa nyamanSekret
gangguan aktivitas
Resiko
Obstruksi
Tinggi
Jalan nafas
Infeksi
D.
Manifestasi Klinik
Gambaran klinis Hipospadia :
1. Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi
berdiri
2. Chordee (melengkungnya penis) dapat menyertai hipospadia
3. Hernia inguinalis (testis tidak turun) dapat menyertai hipospadia (Corwin,
2009).
4. Lokasi meatus urine yang tidak tepat dapat terlihat pada saat lahir (Muscari,
2005).
F.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dilakukan dengan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir
atau bayi. Karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan
pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromososm (Corwin, 2009).
Rontgen
USG sistem kemih kelamin
BNO IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal
Kultur urine (Anak-hipospadia)
G.
Komplikasi
Komplikasi dari hipospadia antara lain :
Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee nya parah,
maka penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan (Corwin, 2009)
Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam
1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri seksual tertentu) (Ramali,
Ahmad & K. St. Pamoentjak, 2005)
Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
Kesukaran saat berhubungan saat, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
(Anak-hipospadia)
Komplikasi pascaoperasi yang terjadi :
Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah di bawah kulit, yang
H.
Penatalaksanaan
Tujuan
utama
dari
penatalaksanaan
bedah
hipospadia
adalah
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal
atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan
coitus dengan normal (Anak-hipospadia).
1. Koreksi bedah mungkin perlu dilakukan sebelum usia anak 1 atau 2 tahun.
Sirkumsisi harus dihindari pada bayi baru lahir agar kulup dapat dapat
digunakan untuk perbaikan dimasa mendatang (Corwin, 2009).
2. Informasikan orang tua bahwa pengenalan lebih dini adalah penting
sehingga sirkumsisi dapat dihindari, kulit prepusium digunakan untuk bedah
perbaikan (Muscari, 2005).
3. Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari :
Operasi hipospadia satu tahap (One stage urethroplasty) adalah teknik
operasi sederhana yang sering digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal.
Tipe distal inimeatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya
kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter lebih
memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai
dengan kelainan yang lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris dapat
dilakukan. Tipe annghipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan kelainankelainan yang berat seperti chordee yang berat, globuler glands yang bengkok ke
arah ventral (bawah) dengan dorsal : skin hood dan propenil bifid scrotum. Intinya
tipe hipospadia yang letak lubang air seninya lebih ke arah proksimal (jauh dari
tempat semestinya) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di
scrotum
I.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
a.
b.
J.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
Pengkajian fokus
Kaji biodata pasien
Kaji riwayat masa lalu : antenatal, natal
Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil
Kaji keluhan utama
Kaji skala nyeri (post op.)
Pemeriksaan fisik :
Inspeksi kelainan letak meatus uretra
Palpasi adanya distensi kandung kemih
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa pasien pre operasi :
Managemen regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan keluarga
Perubahan eliminasi (retensi urine) b.d obstruksi mekanik
Kecemasan b.d akan dilakukan tindakan operasi
Diagnosa pasien post operasi :
Kesiapan dalam peningkatan managemen regimen terapeutik b.d petunjuk
aktifitas adekuat
Nyeri b.d prosedur post operasi
Resiko tinggi infeksi b.d invasi kateter
Perubahan eliminasi urine b.d trauma operasi
K.
1.
a.
Intervensi
Managemen regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan keluarga
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan managemen
regimen terapeutik kembali efektif
b.
Intervensi
Jadilah pendengar yang baik untuk anggota keluarga
Diskusikan kekuatan keluarga sebagai pendukung
Kaji pengaruh budaya keluarga
Monitor situasi keluarga
Ajarkan perawatan dirumah tentang terapi pasien
.Kaji efek kebiasaan pasien untuk keluarga
Dukung keluarga dalam merencanakan dan melakukan terapi pasien dan
perubahan gaya hidup.
Identifikasi perlindungan yang dapat digunakan keluarga dalam menjaga status
kesehatan
2.
a.
4.
5.
a.