Identitas Pasien
Nama : Tn. NA
Usia
: 25 Tahun
Pasien laki-laki usia 25 tahun dating ke IGD RSUD AW Sjahranie dengan luka tusuk
terbuka pada dada bangian belakang sejak 15 menit sebelum masuk RS.
1. Primary Survey
A : Tulang belakang dalam batas normal, tidak ada suara napas tambahan (stridor,
wheezing)
B : Gerak dinding dada simetris kanan-kiri, respiratory rate 35 kali/menit
C : Nadi teraba di A.radialis, CRT <2detik, akral hangat
D : GCS
E4V5M6
E : Terdapat luka terbuka dengan lebar luka 2 cm pada daerah dada kanan belakang
setinggi ICS 4 sejajar scapula.
2. Secondary Survey
- Keluhan Utama
Nyeri bekas tusukan di bagian dada kanan belakang
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri dibagian dada kanan belakang. Nyeri luka tusuk pisau pada
dada kanan belakang sejak kurang lebih 15 menit sebelum masuk rumah sakit. Pasien
sadar (+), pasien mengeluhkan sakit kepala (+), sesak napas (+).
- Riwayat Penyakit Dahulu
1
3. Pemeriksaan Fisik
- Status Generalisata
Kesadaran : E4V5M6. KomposMentis
Tanda Vital : TD : 100/60 mmHg
N
: 104 x/menit
RR : 35x/menit
Kepala, Leher : Anemis -- , Ikterik -- , Sianosis - , Normocephali, Pembesaran KGB -,
Peningkatan JVP
Thorax
: Status Lokalis
Abdomen
: Flat, Bising usus (+) normal, Nyeri Tekan (-), Organomegali (-),
Timpani (+)
Ekstremitas
- Status Lokalis
Luka tusukkan merupakan tusukkan pisau, dengan lebar luka 2 cm pada daerah
dada kanan belakang setinggi ICS 4 sejajar scapula. Ketika dilakukan pemeriksaan
pisau sudah terlepas dari tempat tusukkan dan terdapat darah pada sekitar tempat tusukan.
Auskultasi : Suara napas hemithorax kanan lebih redup dari hemithorax kiri, Ronki (-),
Wheezing (-)
4. Pemeriksaan Penunjang
- Foto thorax PA
- Darah lengkap
Leukosit : 13.300
CT : 9
Hb
: 16,2 g/dl
BT : 3
Hct
: 43, 6%
Plt
: 300.000
Ureum : 27,5mg/dl
6. Penatalaksanaan
- Tube Thoracostomy + Debridement
- Rl 20tpm
- Inj ceftriaxone 2x1g
- Inj tramadol 3x100g dalam NaCl
- Inj Ranitidin 2x50mg
PNEUMOTHORAKS
A. Definisi
Pneumothoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara di rongga pleura (rongga
potensial antara pleura visecal dan pleura parietal paru). Manifestasi klinis tergantung pada
derajat kolaps paru pada sisi yang terkena. Pneumothoraks dapat menurunkan ventilasi dan
atau oksigenasi. udara dapat memasuki rongga pleura melalui hubungan dari dinding
thoraks akibat trauma atau melalui parenkim paru yang melewati pleura viseral (1).
B. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) (2):
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat
diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
pada orang yang tidak memiliki penyakit paru dan tidak adanya riwayat trauma
sebelumnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari
oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik,
penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik, ,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
5
C. Etiologi
6
D. Patofisiologi
Pneumothoraks dapat terjadi pada kasus trauma maupun spontan. Pada kasus
trauma dapat diakibatkan oleh trauma tumpul, trauma tembus maupun trauma pada
trakeobronkial. Pada kasus pneumothoraks spontan sering diakibatkan oleh bleb akibat.
Pneumothoraks iatrogenic dapat terjadi akibat intervensi medic seperti prosedur biopsy
thoraks, insersi kateter vena sentral, ventilasi mekanik tekanan positif, mediastinostomi dan
pencabutan selang dada (3).
Pada respirasi yang normal, rongga pleura memiliki tekanan yang negatif. Saat
dinding dada mengembang, tekanan permukaan antara pleura parietal dan pleura visceral
mengembangkan paru-paru. Secara intrinsik jaringan paru-paru memiliki kemampuan recoil
elastic, sehingga cenderung kolaps ke dalam (4). Sehingga adanya defek pada parenkim
paru atau dinding dada dapat menyebabkan
mengakibatkan perubahan tekanan dalam pleura yang semula negative menjadi lebih positif
atau sama dengan tekanan atmosfir udara luar, sehingga paru tidak dapat mengembang dan
7
terjadi kolaps jaringan paru sehingga kapasitas vital menurun. Pada pneumothoraks juga
terjadi Gangguan ventilasi-perfusi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami
ventilasi sehingga tidak terjadi oksigenasi (perfusi tanpa ventilasi atau shunting) (5).
Kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau dinding dada dapat masuk ke dalam
rongga pleura melalui mekanisme berikut (3):
1. Tension Pneumothoraks
Udara dari luar masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi karena
adanya mekanisme one way
interpleura meningkat dan paru-paru menjadi kolaps. Selain itu hal ini juga
menyebabkan mediastinum terdorong ke sisi yang paru sehat dan penghambatan
pengembalian darah vena ke jantung.
2. Simple/ Close Pneumothoraks
Terdapat dua mekanisme terjadinya simple/close pneumothoraks. Mekanisme
pertama udara masuk melalui defek pada dinding dada yang pernah terbuka, namun saat
ini defek tersebut telah tertutup. Mekanisme kedua yaitu perubahan tekanan rongga
pleura akibat defek pada pleura parietalis. Sehingga tekanan dalam rongga pleura
meningkat dan paru-paru menjadi kolaps. Simple pneumothoraks ringan harus tetap di
waspadai karena dapar berubah menjadi tension pneumothoraks yang merupkan suatu
kegawatan yang dapat mengancam nyawa
3. Open Pneumothoraks
Pneumothoraks jenis ini diakibatkan oleh defek atau kebocoran yang besar pada
dinding dada. Hal ini menyebabkan tekanan di rongga pleura menjadi sama dengan
tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada diameternya mendekati 2/3 diameter
trakea maka udara akan cenderung mengalir melalui defek tersebut karena memiliki
tahanan yang kurang atau lebih kecil dari trakea.
E. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala yang sering muncul pada pneumothoraks adalah (1) (5):
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 64-85% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, Nyeri dirasakan tajam pada terasa berat, menjalar ke bahu ipsilateral dan
meningkat pada inspirasi
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis
pneumotoraks spontan primer.
Gejala klinis pada tension pneumothoraks biasanya lebih berat dibandingkan gejala pada
pneumothoraks jenis lain. Secara klasik tension pneumothoraks ditandai dengan hypotensi,
hypoxia, dan takikardi (1)
F. Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik Thoraks didapatkan (6) :
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper-ekspansi dinding dada)
b.
b. Suara napas melemah atau menghilang. Dapat disertai dengan suara napas
tambahan seperti rhonki atau wheezing pada sisi kontralateral
b. Pemeriksaan Penunjang
i. Foto Thoraks
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus pneumotoraks antara
lain (1):
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak
garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk
garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada
di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar
kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut (1):
1)
Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai
dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah
mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2)
Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal
ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang
tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah
yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan
ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang
terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan
sampai ke daerah dada depan dan belakang.
10
3)
Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
ii.
iii.
CT Scan Thoraks
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrboraks. CT Scan
merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya namun tidak direkomendasikan untuk
mendiagnosis pneumothoraks. CT scan thoraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk mendeteksi pneumothoraks yang ukurannya kecil. (1)
c. Pulmonary infarction.
d. Perforated peptic ulcer.
e. Extensive bullous emphysema (vanishing lung).
f.
Pneumomediastinum.
g. Pneumopericardium.
F. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pneumothoraks (5) :
a. Mempertahankan airway
b. Mempertahankan ventilasi yang adekuat
c. Terapi oksigen
d. Terapi penyebab, mengeluarkan udara dari pneumothoraks
e. Jika ventilasi masih inadekuat penggunaan endotracheal tube atau tracheostomy
mungkin dibutuhkan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga
pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan
pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup,
maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi
tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam
beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan
ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (1)
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2)
:
1)
Torakosintesis jarum
Prosedur ini dilakukan pada tension pneumothoraks. Jika tindakan ini dilakuakan
pada pneumothoraks non-tension dapat terjadi kerusakan parenkim paru.
Prosedur torakosintesis jarum ini dilakuakn dengan menginsersi jarum kateter
12
(panjang 3-6 cm) ke kulit secara langsung tepat diatas sela iga II di linea
midklavikula pada sisi yang mengalami tension pneumothoraks. Jarum
ditusukkan hingga menembus pleura parietal, jika berhasil maka akan terdengar
keluarnya udara yang menandakakna pneumothoraks telah diatasi. Komplikasi
dari prosedur ini adalah hematom local, infeksi pleura dan empyema (6).
2)
13
Tempat insersi tube biasanya setinggi ICS V anterior linea mid aksilaris
pada hemitoraks yang terkena. Untuk menginsersi tube dilakukan insisi
horizontal 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan diseksi tumpul
melalui jaringan sub kutan tepat di atas iga. Kemudia tusuk pleura parietal
dengan ujung klem dan masukkan jari untuk mencegah melukai organ lain
dan melepaskan perlekatan. Klem ujung proksimal tube torakostomi dan
dorong tube ke dalam rongga pleura sesuai panjang yang diingnkan.
Kemudian sambungkan torakostomy ke WSD dan jahit tube di tempatnya.
Untuk evaluasi segera lakukan pemeriksaan foto rontgen dan analisis gas
darah
D. Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis
dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator (9).
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (9).
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan,
untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema (9).
14
15