Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KELOMPOK 1D
Anggota :
Rahmi Sertiana N. A. 1111102000085
Ana Yuliana
1111102000109
Subhan Asfari
1111102000086
Hestiawati
1111102000110
Ambar Khaerinnisa
1111102000090
Niekha Zoelienna I.
1111102000111
Raaflyan Wahyu P.
1111102000112
Khairunnisa
1111102000113
1111102000097
Andis Saputra
1111102000119
M.A.W. Khairurrijal
1111102000102
Khairul Bahtiar A.
1111102000117
Landasan Teori
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
Kromatografi cair kinerja tinggi(KCKT) atau biasa disebut dengan HPLC(High Performance
Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini,
KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa
tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain farmasi, lingkungan, bioteknologi,
polimer, dan industri-industri makanan.
Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa-senyawa organik,
anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian(impuritis); analisis senyawa-senyawa
yang tidak menguap(non-volatil); penentuan molekul-molekul netral,ionik, maupun zwitter ion;
isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama;
pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan
dalam skala proses industri.
Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh
perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi.
Pemisahan solut-solut ini di atur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam.
Prinsip kerja instumentasi HPLC
HPLC menggunakan fasa gerak untuk memisahkan komponen dari sebuah campuran
komponen (analit). Prinsip keja HPLC adalah pemisahan setiap komponen dalam sampel
berdasarkan kepolarannya. Yang paling membedakan HPLC dengan kromatografi lainnya adalah
pada HPLC digunakan tekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak. Fasa diam yang biasa digunakan
(pada kolom) HPLC jenis fasa terbalik adalah RMe2SiCl, dimana R adalah rantai alkana C-18 atau C8.
Sementara fasa geraknya berupa larutan yang diatur komposisinya (gradien elusi), misalnya :
air:asetonitril (80:20), hal ini bergantung pada kepolaran analit yang akan dipisahkan. Campuran
analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya, dan waktu retensinya akan berbeda, hal ini akan
teramati pada spektrum yang punsak-puncaknya terpisah.
Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok, yaitu: wadah fase
gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasaukan sampel, kolom, detektor, wadah
penampung buangan fase gerak, tabung penghubung, dan suatu computer atau integrator atau
perekam.
dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan
fase normal ini kurang umum dibanding fase terbalik.
3. Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat
sebagaimana syarat wadah pelarut yakni pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang
umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang
digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan
fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan
dengan kecepatan 20mL/menit.
Tujuan pengggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah menjamin proses
penghantaraan fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari
pengguan. Ada 2 jenis pompa dalam KCKT yaitu: pompa dengan tekanan konstan dan pompa
dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan ini
lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan.
Dikenal 3 jenis pompa yang masing-masing memiliki keuntungan yaitu :
a) Pompa Reciprocating
Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang dipompa dengan cara
gerakan piston maju mundur yang dijalankan oleh motor. Gerakan piston memberikan aliran
eluen yang konstan, memiliki volume internal kecil (35-400 mL) menghasilkan tekanan tinggi
(sampai 10.000 psi). Piston berupa batang gelas dan berkontak lengsung dengan pelarut.
b) Pompa Displacement
Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik) tersiri dari tabung yang dilengkapi
pendorong yang digerakkan oleh motor. Menghasilkan aliran yang cenderung tidak
tergantung pada tekanan balik kolom dan viskositas pelarut. Memiliki keterbatasan kapasitas
pelarut ( 250 mL) dan tidak mudah untuk pergantian pelarut.
c)
Pompa Pneumatic
Dalam pompa ini pelarut didorong oleh gas bertekanan tinggi.Pompa jenis ini murah,
tetapi memiliki keterbatasan kapasitas dan tekanan yang dihasilkan (<2000 psi) kecepatan alir
bergantung pada viskositas pelarut dan tekanan balik kolom.
Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya
dikeluarkan ke pembuangan. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir
melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk
sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1%. Penyuntikan ini mudah digunakan untuk otomatisasi
dan sering digunakan untuk autosampler pada KCKT.
5. Kolom
Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor.
Parameter
Kolom konvensional
Kolom mikrobor
Tabung kolom
Stenless steel
Stanless steel
Panjang 3, 10, 15, 20, dan 25 cm
Panjang 25 dan 50 cm
Diameter luar 0,25 inci
Diameter luar 0,25 inci
Diameter dalam 4,6 mm
Diameter dalam 1 tau 2 mm
Fase diam
Porous, silika ukuran kecil, silika Porous, silika ukuran kecil, silika
yang dimodifikasi secara kimiawi, yang dimodifikasi secara kimiawi,
atau polimer-polimer stiren/divinil atau polimer-polimer stiren/divinil
benzen.
benzen.
Rata-rata diameter partikel 3,5 Rata-rata diameter partikel 3,5
atau 10 m dengan kisaran sempit
atau 10 m dengan kisaran ukuran
partikel yang sempit
Tekanan operasional 500-3000 psi
1000-5000 psi
(35-215 bar)
(70-350 bar)
Fase gerak
Hidrokarbon+pelarut-pelarut
Hidrokarbon+pelarut-pelarut
terklorinasi atau alcohol untuk fase terklorinasi atau alcohol untuk fase
normal. Untuk fase terbalik normal. Untuk fase terbalik
digunakan
metanol
atau digunakan
metanol
atau
asetonitril+air atau buffer.
asetonitril+air atau buffer.
Kecepatan alir : 1-3 mL/menit
Kecepatan alir : 10-100 L/menit.
Modifikasi instrumen
Sistem penghantaran pelarut yang
mempu memberikan control aliran
di bawah 10 L/menit. Katup
injeksi sampel bervolume kecil; sel
detector bervolume kecil.
Kinerja
Efisiensi
meningkat
dengan Sangat efisien dan sensitif, akan
berkurangnya ukuran partikel fase tetapi lambat. Konsumsi fase gerak
diam, akan tetapi umur kolom hanya dari kolom konvensional.
dengan ukuran partikel 3 m lebih
pendek.
6. Fase diam
Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang
tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzene. Permukaan silika adalah
polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol(Si-OH).
Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti
klorosilan. Reagen-reagen ini berekasi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugusgugus fungsional yang lainnya.
Oktadesil silika(ODS atau C18 ) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena
mampu memisahkan senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau
rantai alkil yang lebih pendek lebih sesuai untuk solute yang polar.
7. Detektor KCKT
Detektor pada KCKT dikelompokan menjadi 2 golongan yaitu: detector universal(yang mampu
mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor
indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya
akan mendeteksi analit secara spesifik dan slektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi,
dan elektrokimia.
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel
Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat
kecil
Stabil pada pengoprasiannya
Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mempu meminimalkan pelebaran pita. Untuk
kolom konvensional, selnya bervolume 8 l atau lebih kecil, sementara kolom mikrobor
selnya bervolume 1 l atau lebih kecil lagi.
Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang
luas(kisaran dinamis linier)
Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.
8. Rekorder
Rekorder adalah alat untuk mencetak hasil percobaan pada lembar berupa kumpulan puncak
(kromatogram). Kromatogram HPLC yang didapat berguna untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif. Luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran dan jumlah peak
menyatakan jumlah komponen. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan cara membandingkan
waktu retensi (rt) analit atau sampel dengan waktu retensi standar. Sedangkan analisis
kuantitatif depat dilakukan dengan didasarkan pada luas peak atau tinggi peak dengan metode
standar kalibrasi.
JENIS-JENIS HPLC
Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya lebih polar
dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya kurang non polar dibanding
dengan fase geraknya). Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali HPLC dikelompokkan
menjadi HPLC fase normal dan HPLC fase terbalik.
Selain klasifikasi di atas, HPLC juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase diam dan
atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis HPLC sebagai berikut:
1. Kromatografi Adsorbsi
Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi kolom dan
kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal
dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi
ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan
berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya
solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor. (Kealey and
Haines, 2002)
Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran yang sangat
kompleks. (Meyer, 2004)
PARACETAMOL (ACETAMINOPHEN)
Paracetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2,
dihitung terhadap zat anhidrat
BM
: 151,16
Pemeriaan
: Serbuk hablur, putih, tak berbau, rasa sedikit pahit
Kelarutan
: Larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N, mudah larut dalam etanol
Titik lebur
: 168-172oC
Penyimpanan : disimpan di dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya
(anonym, 1995)
Acetaminophen atau Parasetamol adalah obat analgetik dan antipiretik yang digunakan untuk
melegakan sakit kepala, sengal-sengal atau sakit ringan dan demam. Parasetamol digunakan dalam
sebagian resep obat analgetik selesma dan flu. Berbeda dengan obat analgetik yang lain seperti
aspirin dan ibuprofen, parastamol tidak memiliki sifat antiradang.
Parasetamol merupakan derivate dari asetanilida yang efek enalgetiknnya dapat diperkuat
dengan koffein dengan kira-kira 50% dan codein. Overdose dapat menimbulkan antara lain mual,
muntah dan anoreksia. Penanggulangannya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat
penawar (asam amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya 8-10 jam setelah
intoksikasi. Penggunaan parasetamol dalam dosis besar dan dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan kerusakan pada hati, untuk itu parasetamol dikontraindikasikan untuk pasien dengan
gangguan fungsi hati berat. Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga
selama laktasi walaupun mencapai susu ibu. Interaksi dengan dosis tinggi memperkuat efek
antikoagulansia dan pada dosis biasa tidak interaktif ( Tjay, 2000). Parasetamol adalah senyawa yang
memiliki sifat polar dan gugus kromofor yang dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat menyerap
sinar UV. (Sani Ali, 2012)
Metode Kerja
A. Judul Praktikum
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) / kromatografi cair kinerja tinggi
B. Tempat dan tanggal praktikum
Laboratorium PNA, 1 dan 8 Oktober 2013
C. Alat dan Bahan
- Beker glass
- HPLC
- Labu erlenmeyer
- Aquadest
- Labu ukur
- Paracetamol
- Mikropipet
- Coffein
- Membran filter
- KPOH4
- Syringe
- Dapar fosfat
- Pipet tetes
- Etanol
- Gelas vial
D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan larutan standar campuran kafein dan parasetamol
- Buat pengenceran dari larutan induk masing-masing larutan parasetamol dan kafein.
- Labu ukur 10 ml disiapkan sebanyak dua buah. Lakukan pengenceran untuk
mendapatkan 6 ppm kafein dan 10 ppm parasetamol.
- Lalu kedua larutan dicampur hingga homogen.
- Larutan campuran dianalisis menggunakan HPLC, dengan optimasi yang sesuai.
- Diamati waktu retensi standar dan luas area dibawah kurva kromatogram.
2. Analisis kualitatif larutan kafein dan parasetamol
- Ditimbang masing-masing 5,0 mg kafein dan parasetamol
- Dimasukkan ke dalam labu terukur 50 mL
- Ditambahkan aquadest hingga batas tanda, sehingga didapat larutan kafein dan
larutan parasetamol dengan konsentrasi 100 g/mL (larutan induk)
- Encerkan masing-masing larutan induk, hingga diperoleh larutan dengan konsentrasi
10 g/mL.
- Lalu masing-masing larutan dianalisis menggunakan HPLC, dengan optimasi yang
sesuai.
- Diamati waktu retensi standar dan luas area dibawah kurva kromatogram.
3. Pembuatan larutan standar Kafein dan Parasetamol untuk kurva kalibrasi
- Buat 5 seri standar yang terdiri dari campuran parasetamol dan kafein dengan
konsentrasi tertentu.
Larutan standar
Parasetamol
Kafein
1
10
6
2
12
8
3
14
10
4
16
12
5
18
14
4. Penetapan kadar sampel dalam sediaan yang beredar
- Ditimbang satu tablet sediaan yang mengandung paracetamol dan kafein. Lalu
digerus.
Serbuk dilarutkan menggunakan pelarut yang sesuai (air), cukupkan hingga 100mL.
Dibuat larutan dengan konsentrasi 14 ppm untuk mengukur kadar PCT
Dibuat larutan dengan konsentrasi 10 ppm untuk mengukur kadar kafein
Lalu masing-masing larutan dianalisis menggunakan HPLC, dengan optimasi yang
sesuai.
Hasil kromatorgram berupa waktu retensi dan luas area dibawah kurva diamati.
Nama Peak
Standar Parasetamol (10 ppm)
Standar Kofein (10 ppm)
Waktu Retensi
(menit)
Tinggi
(mAU)
Area
(mAU x menit)
1,63
4,34
27,942
46,713
2,463
9,372
Sampel Campuran
No
Nama Peak
Waktu Retensi
(menit)
Tinggi
(mAU)
Area
(mAU x menit)
1
2
Senyawa 1
Senyawa 2
1,72
3.73
37,602
47,751
3,232
15,231
Perhitungan Kadar
Karena waktu retensi senyawa 1 hampir sama dengan parasetamol, maka senyawa 1
dianggap parasetamol.
Serta karena waktu retensi senyawa 2 hampir sama dengan kofein, maka senyawa 2
dianggap dianggap.
Pembahasan
Pada praktikum ini digunakan HPLC/KCKT untuk analisis paracetamol, coffein, serta sampel
campuran dari paracetamol dan coffein secara kualitatif. Fase gerak yang digunakan adalah
campuran KH2PO4, metanol, dan asetonitril dengan perbandingan 90 ml: 6 ml : 4 ml. Sedangkan Okta
Desil Silan (C18) digunakan sebagai fase diam. Penggunaan campuran eluen atau fase gerak yang
sedemikian rupa merupakan hasil dari pengalaman pemisahan campuran parasetamol dengan
kofein. Dapar fosfat (KH2PO4) pH 4,5 digunakan karena kedua senyawa tersebut stabil dalam kondisi
yang sedikit asam. Campuran metanol dengan asetontril akan mengkondisikan sistem eluen bersifat
semi polar, hal tersebut terkait sifat kepolaran senyawa yang dianalisis. Parasetamol dan kofein
bersifat semi polar karena mengandung gugus yang memiliki elektron bebas (sehingga bersifat
polar), sekaligus memiliki struktur siklik yang bersifat nonpolar. Fase diam yang berupa okta desil
silan (C18) bersifat nonpolar. Kombinasi dari sistem eluent dan adsorban (fase diam) akan
menimbulkan proses tarik menarik solute pada sampel diantara keduanya sehubungan dengan
kemiripan dari sifat kepolaran solute dengan eluent dan adsorben. Hasilnya berupa waktu retensi
yang bersifat khas dari senyawa tertentu dalam solute terhadap sistem KCKT yang digunakan.
Parasetam
Kofein
standar, dihasilkan bentuk kromatogram berbahu (shoulder) dengan sedikit tailing. Hal ini
disebabkan oleh terlalu banyak pengotor yang ikutserta dalam proses analisis dengan KCKT.
Selanjutnya dilakuan analisis sampel campuran parasetamol. Waktu retensi yang dihasilkan
pada peak 1 adalah 1.72 menit dengan luas area di bawah kurva 3.232 (mAU*min) dan peak 2
adalah 3.73 (menit) dengan luas area dibawah kurva 15.231 (mAU*min). Bentuk kromatogram yang
dihasilkan adalah bentuk berbahu (shoulder) dengan sedikit tailing. Kemudian dibandingkan waktu
retensi standar dengan waktu retensi sampel. Dilihat dari kedekatan nilai (waktu retensi), diputuskan
bahwa peak 1 merupakan parasetamol dan peak 2 merupakan kofein. Dilihat dari perbandingan
waktu retensi standard dan sampel, terjadi perubahan yang cukup signifikan. Perubahan ini mungkin
terjadi karena terjadi reaksi antara komponen sampel dengan campuran eluen yang didukung
dengan kondisi sistem saat analisis. Reaksi tersebut mungkin menghasilkan produk yang secara
struktur kimia berbeda dengan senyawa sampel yang selanjutnya berimplikasi pada perubahan
waktu retensi. Selain itu ketidakstabilan temperature kolom meningkatkan viskositas eluent serta
kelarutan senyawa dalam sampel. Perubahan viskositas eluent serta kelarutan senyawa sampel
mendukung perubahan waktu retensi pada setiap kali analisis.
Selain melakukan uji kualitatif terhadap sampel, dilakukan pula uji kuantitatif terhadap kadar
komponen dalam sampel campuran. Penghitungan kadar dapat dilakukan dengan membandingkan
luas area dibawah kurva pada komponen sampel terhadap luas area kurva pada standar, dikali
dengan konsentrasi standar. Dengan cara tersebut, diperoleh kadar parasetamol pada sampel
campuran sebesar 13,122 ppm dan kofein sebesar 16,252. Untuk memastikan tingkat kepercayaan
analisis, perlu dilakukan uji validasi terhadap data hasil analisis.
KUANTITATIF
A. Pembuatan seri standar
Larutan induk 1000 ppm
1. Konsentrasi 4 ppm
M1 X V1 = M2 X V2
100 ppm X V1 = 4 ppm X 5 mL
V1 = 0,2 mL = 200 L
2. Konsentrasi 6 ppm
M1 X V1 = M2 X V2
100 ppm X V1 = 6 ppm X 5 mL
V1 = 0,3 mL = 300 L
3. Konsentrasi 8 ppm
M1 X V1 = M2 X V2
100 ppm X V1 = 8 ppm X 5 mL
V1 = 0,4 mL = 400 L
4. Konsentrasi 10 ppm
M1 X V1 = M2 X V2
100 ppm X V1 = 10 ppm X 5 mL
V1 = 0,5 mL = 500 L
5. Konsentrasi 12 ppm
M1 X V1 = M2 X V2
100 ppm X V1 = 12 ppm X 5 mL
V1 = 0,6 mL = 600 L
Hasil Kromatogram
1. Optimasi
Volume injection : 10
Run time
: 7 menit
Panjang gelombang : 215 nm
Dtektor
: Uv-Vis
Jenis kolom
: Silika C18
Jenis pelarut
: - Kalium dihidrogen fosfat 90%
- Methanol 4%
- Asetonitril 6%
2. Uji Kualitatif (Data terlampir)
a. Parasetamol
Ret. Time Height
Area
(min)
(MAU) MAU*min
1.63
27.942
2.463
Rel.Area%
Type
66.69
BMB
b. Kafein
Ret. Time
(min)
4.34
Height
(MAU)
46.731
Area
MAU*min
9.372
Rel.Area%
Type
74.91
BM
c. Campuran
Ret. Time
(min)
1.72
3.73
Height
(MAU)
37.602
47.751
Area
MAU*min
3.232
15.231
Rel.Area%
Type
15.89
74.89
M
MB
Asym
PCT
2,97
3,10
3,30
3,44
3,33
Kafein
2,41
3,31
1,44
3,33
2,50
Resolusi
PCT
9,12
9.58
10,50
9,74
9,84
Cafeiin
-
30.000
25.000
y = 2.3967x - 13.701
R = 0.9844
20.000
15.000
10.000
5.000
0.000
0
10
12
14
16
18
20
Konsentrasi (g/mL)
14.000
12.000
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0.000
0
10
12
14
Konsentrasi (g/mL)
16
= 21677,5 ppm
Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan analisis kuantitatif kadar paracetamol dan coffein
pada sampel obat yang beredar yaitu Panadol dan Bodrex dengan instrument analisis
HPLC. Sebelum masuk tahap pengujian terhadap kadar paracetamol dan coffein, dilakukan
optimasi instrument analisis yang digunakan. HPLC/KCKT dioptimasi melalui studi
literature analisis sampel campuran paracetamol dan coffein. Berdasarkan hasil studi,
ditentukan bahwa fase gerak yang digunakan adalah campuran KH2PO4, metanol, dan
asetonitril dengan perbandingan 90 ml: 6 ml : 4 ml. Sedangkan Okta Desil Silan (C18)
digunakan sebagai fase diam. Detektor yang digunakan berupa detektor UV-Vis dengan
pertimbangan bahwa senyawa yang dianalisis memiliki gugus kromofor. Panjang gelombang
yang digunakan adalah 215 nm, suhu 27.30C-27.50C, dan volume alir 0,7 ml/menit.
Penggunaan campuran eluen atau fase gerak yang sedemikian rupa merupakan hasil
dari hasil uji peneliti lain terhadap campuran parasetamol dengan kofein. Dapar fosfat
(KH2PO4) pH 4,5 digunakan karena kedua senyawa tersebut stabil dalam kondisi yang sedikit
asam. Campuran metanol dengan asetontril akan mengkondisikan sistem eluen bersifat semi
polar, hal tersebut terkait sifat kepolaran senyawa yang dianalisis. Parasetamol dan kofein
bersifat semi polar karena mengandung gugus yang memiliki elektron bebas (sehingga
bersifat polar), sekaligus memiliki struktur siklik yang bersifat nonpolar. Fase diam yang
berupa okta desil silan (C18) bersifat nonpolar. Kombinasi dari sistem eluent dan adsorban
(fase diam) akan menimbulkan proses tarik menarik solute pada sampel diantara keduanya
sehubungan dengan kemiripan dari sifat kepolaran solute dengan eluent dan adsorben.
Hasilnya berupa waktu retensi yang bersifat khas dari senyawa tertentu dalam solute terhadap
sistem KCKT yang digunakan.
Setelah instrument analisis dioptimasi, dilakukan praperlakuan terhadap sampel.
Kedua jenis sampel digerus dalam lumpang yang berbeda, selanjutnya di larutkan dalam fase
gerak sampai 100 mL. Selanjutnya disaring dengan penyaring mikro untuk meminimalisasi
terbawanya esksipien yang tidak larut. Diprediksi bahwa kadar dalam larutan uji masih
terlalu tinggi untuk dilakukan analisis kadarnya dengan HPLC/KCKT, dan sehingga
diperlukan pengenceran. Prediksi kadar dilakukan dengan melihat komposisi sediaan yang
tertera pada brosur. Rata-rata, kedua sediaan tersebut mengandung 500 mg parasetamol dan
50 mg kafein. Pengenceran dilakukan dengan menambah sejumlah larutan fase gerak pada
sejumlah sampel uji. Karena kafein memiliki kadar yang paling kecil, maka pengenceran
dilakukan dengan bertolak pada kadar kaffein pada sediaan.
Sebelum dilakukan pengujan terhadap sampel, dibuat larutan standar dari komponen
sampel tersebut. Metode analisis ini menggunakan kruva standar yang berisi campuran
parasetamol dan kaffein dalam rentang tertentu. Digunakan larutan standar yang berisi
campuran senyawa komponen sampel karena kemungkinan pergeseran waktu retensi dapat
terjadi jika komponen standar dibuat dalam masig-masing larutan. Medium pelarut yang
digunakan untuk pembuatan standar adalah fase greak yang digunakan. Untuk
meminimalisasi keikutsertaan pengotor saat analisis, standar disaring terlebih dahulu dengan
penyaring mikro. Selanjutnya standar dianalisis menggunakan KCKT dengan sistem
instrument yang telah dipersiapkan sebelumnya, untuk menentukan waktu retensi masingmasing senyawa. Waktu retensi akan menjadi acuan untuk menentukan identitas peak yang
dihasilkan pada kromatogram hasil analisis sampel campuran. Dari hasil analisis larutan
standar, dihasilkan bentuk kromatogram berbahu (shoulder) dengan sedikit tailing. Hal ini
disebabkan oleh terlalu banyak pengotor yang ikutserta dalam proses analisis dengan KCKT.
Dengan memplot luas area dibawah kurva pada masing-masing larutan standar sebagai y, dan
konsentrasi yang dibuat sebagai x, didapatkan persamaan regresi linier untuk parasetamol y =
2.3967x - 13.701 dengan nilai R = 0.99217 dan koffein y = 1.1624x - 2.7643 dengan nilai R =
0.909945. Dapat dilihat dari nilai R bahwa kurva regresi linier untuk kaffein tidak terlalu
linier.
Kemudian dilakukan pengujian terhadap kedua larutan sampel pada HPLC/KCKT.
Dari hasil pengujian, didapatkan luas area permukaan masing-masing komponen larutan uji.
Dengan mensubstitusi luas area permukaan sebagai y pada masing-masing persamaan linier,
maka didapat konsentrasi komponen tertentu dalam larutan. Lalu masing-masing kadar yang
diperoleh dikalikan faktor pengenceran dan volume pengenceran awal untuk mengetahui
jumlah masing-masing komponen. Diketahui dari larutan uji Panadol terdapat paracetamol
2167.75 mg dan koffein 71,683 mg, dan pada bodrex mengandung parasetamol 694,58 mg
dan kaffein 44,732 mg. Setiap komponen hasil uji memiliki jumlah berbeda dengan yang
tertera pada etiket. Hal ini mungkin terjadi karena masih terdapat pengotor yang ikut terbaca
pada HPLC/KCKT.
Kesimpulan
Waktu retensi parasetamol pada sistem KCKT menurut percobaan kali ini adalah 1,63 menit
dengan luas area di bawah kurva 2,463 mAU*menit, sedangkan waktu retensi kofein adalah 4,34
menit dengan luas area di bawah kurva 9,372 mAU*menit. Sementara itu waktu retensi yang
dihasilkan pada sampel campuran adalah peak 1 adalah 1.72 menit dengan luas area di bawah kurva
3.232 (mAU*min) dan peak 2 adalah 3.73 (menit) dengan luas area dibawah kurva 15.231
(mAU*min), dengan bentuk kromatogram yang dihasilkan adalah bentuk berbahu (shoulder) dengan
sedikit tailing. Menurut kami peak 1 merupakan parasetamol dan peak 2 merupakan kofein.
Sedangkan untuk uji kuantitatifnya, kadar parasetamol pada sampel campuran didapat sebesar
13,122 ppm dan kofein sebesar 16,252 ppm. Pada percobaan kali ini masih terdapat perbedaan
waktu retensi standard yang diperoleh dengan waktu retensi sampel, hal ini kemungkinan terjadi
karena adanya reaksi antara komponen sampel dengan campuran eluen yang didukung dengan
kondisi sistem saat dilakukan analisis, selain itu ketidakstabilan temperature kolom juga dapat
mempengaruhi waktu retensi, dan begitupula halnya dengan terjadinya human error.
Saran
Lakukanlah pengoptimalan instrumen terlebih dahulu sebelum melakukan percobaan, dan
lakukanlah percobaan secara hati-hati dan teliti untuk menghindari terjadinya human error.
Daftar Pustaka
th
Meyer, F.R., 2004, Practical High-Performance Liquid Chromatography, 4 Ed., John Wiley & Sons, New York.
Kealey, D and Haines, P.J., 2002, Instant Notes: Analytical Chemistry, BIOS Scientific Publishers Limited, New York.
Sani Ali, Audu. et all 2012. Analysis of Different Brands of Paracetamol 500mg Tablets Used
In Maiduguri,. Using Ultra Violet Spectrophotometric and High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) Methods. Nigeria ; IRJP
Tjay, T.H. 2000. Obat-obat Penting. Edisi kelima. Cetakan Pertama. Jakarta ; PT. Elex Media
Computindo
Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta ; Departemen Kesehatan Republik
Indonesia