Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

TATALAKSANA PENYAKIT MINERAL


TULANG PADA PENYAKIT GINJAL
KRONIK

Oleh
NOVALDI TRIBHEKTI, S. Ked.
I 11107029

Pembimbing
dr. IVAN LUMBAN TORUAN, Sp. PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT
DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RSUD DOKTER SOEDARSO
PONTIANAK

2014

LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Referat dengan judul :

TATALAKSANA PENYAKIT MINERAL TULANG DAN


PENYAKIT GINJAL KRONIK

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu Penyakit Dalam

Pontianak, 8 April 2014

Pembimbing Referat,

Disusun oleh :

dr. Ivan Lumban Toruan, Sp.PD


NIP. 197003221993031004

Novaldi Tribhekti, S.Ked


NIM. I11107029

BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan mineral dan tulang dari penyakit ginjal kronik atau yang
sering disebut CKD-MBD (Chronic Kidney Disease-Mineral Bone
Disorder) merupakan tema yang menarik sekaligus kontroversial.
Konferensi sering diadakan untuk membahas mengenai hal ini. CKD adalah
masalah kesehatan publik internasioanal yang terjadi pada 5- 10% populasi
dunia. Seiring menurunnya fungsi ginjal, terjadi kemerosotan dalam
homeostasis tulang, dengan terganggunya serum normal dan konsentrasi
jaringan dari fosfor dan kalsium dan perubahan dalam tingkat sirkulasi
hormon.1
Dalam beberapa dekade terakhir, gangguan metabolisme mineral pada
pasien dengan CKD tidak hanya meyebabkan penyakit pada tulang tetapi
juga meningkatkan resiko pada penyakit kardiovaskular dan mengurangi
kelangsungan hidup melalui adanya kalsifikasi vaskular. Hal ini mengarah
pada konsep baru CKD-MBD. CKD-MBD adalah kondisi sistemik yang
bermanifestasi pada abnormalitas PTH, kalsium, fosfor dan vitamin D;
kelainan tulang dan kalsifikasi ekstraskeletal. Sebagai penyakit sistemik,
tata laksana dari kelainan ini harus bertujuan untuk mengurangi resiko
kejadian kardiovaskular, patah tulang dan menambah kelangsungan hidup.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Definisi
CKD-MBD adalah suatu penyakit multisistem yang meliputi

abnormalitas dari metabolisme tulang, osteodistrofi ginjal, dan kalsifikasi


ekstraskeletal. Istilah CKD-MBD sendiri merupakan hal yang baru dalam
beberapa tahun terakhir. CKD-MBD digunakan untuk mendeskripsikan
suatu kondisi yang berkembang sebagai konsekuensi perubahan sistemik
yang terkait dengan CKD. Gangguan sistemik ini terdiri dari satu atau
kombinasi dari kondisi abnormalitas nilai laboratorium dari kalsium, fosfor
inorganik, PTH atau vitamin D; abnormalitas pergantian tulang,
mineralisasi, pertumbuhan volume, linear dan kekuatan tulang; dan
kalsifikasi dari vaskular atau jaringan lainnya.3

Gambar 2.1 CKD-MBD merupakan sinopsis dari tiga kondisi penyakit yang
berkaitan.3
B.

Fisiologi Metabolisme Mineral

B.1 Homeostasis kalsium

Ion kalsium penting dalam semua sistem biologis dari tubuh dan
terlibat dalam banyak proses termasuk pelepasan hormon, neurotransmisi,
kontraksi otot dan koagulasi. Kalsium juga dibutuhkan dalam reaksi
enzimatik dan mediator untuk efek hormonal dan ion mayoritas dari struktur
tulang dan gigi. Kebutuhan kalsium yang sangat krusial menyebabkan tubuh
mengatur kandungannya dalam plasma dengan ketat.4,5

Gambar 2.2 Gambaran dari regulasi normal kalsium4


B.2 Homeostasis fosfat
Fosfat penting dalam suatu sistem biologis dan berperan dalam
berbagai proses selular. Fosfar terintegrasi dalam senyawa glikolitik dan
senyawa transfer energi tinggi seperti ATP dan ada dalam serum atau
plasma sebagai fosfat atau fosfor inorganik. Fosfat juga terlibat dalam
aktivitas enzimatik tulang dan merupakan anion mayor dalam struktur
tulang. Normalnya fosfat dalam plasma adalah 0,8-1,5 mmol/L dan terutama
diserap dari makanan dan kebanyakan fosfat diekskresi oleh ginjal.
Penyerapan kembali oleh tubular ginjal diatur untuk nilai normal fisiologis
meskipun penyimpanan dijaringan banyak termasuk otot.4,5

Gambar 2.3 Gambaran dari regulasi normal fosfor4


B.3

Fibroblast Growth Factor 23 (FGF23) dan klotho


FGF23 adalah protein 32-Kda yang disekresi oleh osteosit ditulang

dan awalnya diidentifikasi sebagai faktor penyebab rakhitis autosomal


dominan hipofosfat. Saat ini FGF23 memegang peran fisiologis penting
dalam mengatur nilai fosfat normal dan dilepaskan dari tulang dalam respon
meningkatkan nilai fosfat. Aksi FGF23 ini bergantung dari adanya klotho
sebagai kofaktor untuk berinteraksi dengan reseptor FGF. Mayoritas dari
kompleks reseptor FGF-klotho di ginjal ditemukan di tubulus distal dimana
mayoritas ekskresi fosfat terjadi di tubulus proksimal. Mekanisme aksinya
tidak diketahui dengan jelas namun hipotesisnya adanya jalur parakrin yang
tak diketahui, secara potensial bersama klotho yang larut dilepaskan ketika
diaktifkan di tubulus distal dan beraksi di tubulus proksimal. FGF23 juga
menghambat aktifitas dari 1-hydroxylase sehingga mengurangi jumlah
aktif dari 1,25(OH)2 vitamin D dalam sirkulasi. Aksi ini akan mengarah
pada pengurangan fosfat dengan mengurangi absorpsi di traktus gastrointestinal.4,5

B.4 Regulasi normal paratiroid


Aksi utama dari hormon paratiroid (PTH) adalah meningkatkan
kalsium dalam plasma dan mengurangi fosfat dalam plasma yang terjadi
dalam tulang, ginjal dan traktus gastrointestinal walaupun merupakan efek
yang tidak langsung. Pada ginjal PTH menstimulasi peningkatan ekskresi
fosfat dengan memblok reabsorpsi fosfat ditubulus proksimal. PTH juga
meningkatkan reabsorpsi kalsium ditubulus distal. Di ginjal juga PTH
menstimulasi 1-hydroxylation dari 25 hydroxy-vitamin D (25(OH) vitamin
D) untuk memproduksi 1,25(OH)2 vitamin D aktif. 1,25(OH)2 vitamin D
aktif nantinya beraksi di traktus gastrointestinal untuk meningkatkan
absorpsi dari kalsium dan fosfat. Dengan meningkatnya nilai kalsium dan
vitamin D aktif, nilai fosfat akan turun dan hal ini bersifat negatif feedback
pada kelenjar PTH sehingga homeostasis tercapai.4,5

Gambar 2.4 Cara kerja PTH di tubuh4


B.5 Vitamin D
Seperti yang didisukusikan sebelumbya bahwa aktifitas ginjal 1
hydroxylase adalah meningkatkan PTH dan menginhibisi FGF23.

1,25(OH)2 Vitamin D yang dilepaskan diketahui beraksi di traktus


gastrointestinal untuk meningkatkan absorpsi fosfat dan kalsium dan juga
ditulang menstimulasi resorpsi. 1,25(OH)2 Vitamin D meningkatkan FGF23
dan dibutuhkan untuk mineralisasi tulang normal. Vitamin D adalah
inhibitor sekresi PTH dan diinhibisi oleh FGF23 dan hal tersebut merupakan
dua feedback negatif yang membantu mengatur nilai normal.4,5

Gambar 2.5 Diagram yang menunjukkan alur vitamin D dan feedback


negatif PTH dan FGF23 4
C.

Patofisiologi CKD-MBD
Abnormalitas dari metabolisme mineral mengarah pada hipertiroid

sekunder

yang

merupakan

komplikasi

dari

penyakit

ginjal

dan

patogenesisnya multifaktorial. Fungsi ginjal menurun pada tiga perubahan


pada CKD yang terjadi6,7,8:

Kehilangan fungsi ginjal yang mengarah pada kurangnya 25(OH)


vitamin D yang dikonversi oleh 1-hydroxylase menyebabkan
penurunan nilai 1,25(OH)2 vitamin D. Vitamin D aktif ini telah

menunjukkan penurunan linear pada awal CKD; 13% pasien telah


memiliki nilai vitamin D yang rendah dengan perkiraan GFR
>80ml/min. Penurunan ini berlanjut dan terjadi sebelum peningkatan
PTH terjadi.

Peningkatan beban fosfat berkembang sesuai dengan penurunan


perkiraan GFR dan mengurangi ekskresi fosfat melalui urin.

Akhirnya terjadi penurunan pada nilai kalsium. Hal ini terjadi karena
rendahnya diet kalsium, rendahnya nilai 1,25(OH)2 vitamin D yang
mengarah pada kurangnya absorpsi kalsium dan clearance ginjal yang
berkurang. Hal ini menyebabkan stimulasi kelenjar paratiroid melepas PTH
lebih banyak untuk mengatur konsentrasi kalsium. Kelenjar paratiroid
efeknya beraksi melalui ginjal sehingga efeknya terganggu pada CKD. Hal
ini terjadi karena down regulation dari reseptor PTH pada CKD
mengarahkan pada resistensi skeletal terhadap PTH.9,10

Gambar 2.6 Ilustrasi perubahan stimulasi kelenjar paratiroid pada penyakit


ginjal4

Gambar 2.7 Peran dari FGF23 terhadap hipertiroid sekunder4

Gambar 2.8 Patofisiologi dari CKD-MBD11


.

D.

Gejala klinis
Penyakit tulang awal pada pasien dengan CKD biasanya asimtomatik.

Gejala muskuloskeletal biasanya muncul belakangan dalam CKD-MBD.


Gejala pada kulit juga penting pada pasien CKD-MBD yang menerima
pengobatan dengan dialisis; dimana pruritus sangat sering. Gejala klinis dan
kerusakan organ berhubungan dengan penyakit tulang dan kardiovaskular.
Kalsifilaksis jarang terjadi namun komplikasi kulit yang penting pada CKDMBD.12,13
Gejala dan tanda muskuloskeletal. Kebanyakan darah diambil dari
pasien dialisis. Nyeri tulang belakang, pinggang dan kaki diperberat dengan
berat badan yang bertumpu di bagian tersebut. Deformitas tulang biasa pada
pasien dengan hiperparatiroid.13
Kalsifikasi kardiovaskular. Arteri koroner yang mengalami kalsifikasi
biasa terjadi dan semakin berat pada pasien dengan hemodialisis daripada
orang tanpa gagal ginjal dan mungkin terjadi karena penggunaan berlebihan
dari pengikat kalsium-berisi fosfat dan analog vitamin D.13
Pruritus. Pruritus terjadi pada CKD tahap lanjut terutama pada pasien
dengan dialisi dan memiliki pengaruh yang besar terhadap kualitas hidup
pasien dengan dialisis. Hal ini mungkin terkait dengan deposisi kalsium dan
fosfat di kulit.13
Kalsifilaksis. Komplikasi serius yang lain dari hiperparatiroid
sekunder adalah kalsifikasi jaringan lunak. Merupakan sindrom kalsifikasi
dari arteriol kecil dan venula dengan hiperplasia yang berat. Sering juga
disertai trombosis dan rekanalisasi yang menghasilkan nekrosis kulit yang
menghasilkan. Hal ini menyebabkan tingkat mortalitas yang tinggi oleh
karena infeksi sekunder, sepsis dan iskemi.13
E.

Diagnosis CKD-MBD
Biopsi tulang masih menjadi gold standard untuk diagnosis definitif

dari CKD-MBD, walaupun hal ini tidak dilakukan pada rutinitas praktek
klinik di kebanyakan pusat kesehatan dan diagnosis dilakukan berdasarkan
parameter biokimia. Berikut contoh dari patohistologi yang terlihat ditulang
dengan CKD-MBD.14,15

Gambar 2.7 Biopsi tulang yang didapat dari pasien dengan hiperparatiroid
sekunder-tampak zona dekalsifikasi dan meningkatnya jumlah osteoklas.16
Nilai PTH yang lebih besar dari 50 pcmol/L adalah indikasi tinggi dari
osteitis fibrosa yang mana lesi adinamik dicurigai ada pada nilain dibawah
10 pcmol/L. Nilai serum alkalin fosfatase mungkin meningkat pada
hiperparatiroid mengindikasikan bertambahnya aktifitas osteoblastik.16

Gambar 2.8 Penyakit tulang adinamik pada pasien hemodialisa16

F.

Tatalaksana CKD-MBD

F.1

Diet rendah fosfat


Kontrol hiperfosfatemia telah diterima oleh nefrologis sebagai salah

satu target yang paling relevan untuk dicapai pada CKD. Seiring dengan
fungsi ginjal yang menurun, ekskresi fosfat urin menjadi tidak efektif dan
hiperfosfatemia terjadi jika masukan fosfat tetap konstan. Masukan fosfat
yang rendah bisa dicapai melalui restriksi protein. Metode memasak dan
penyedap rasa makanan adalah dua faktor yang secara signifikan
mempengaruhi masukan fosfor.17,18, 19

Gambar 2.9 Keseimbangan fosfor tercapai dari pertukaran masukan


makanan dengan tulang dan keluaran sisa metabolisme (feses dan urin)19
Diet rendah fosfat dan protein juga berhubungan dengan menurunnya
proteinuria dan progresi CKD. Penyedap makanan merupakan sumber lain
dari fosfor. Hal ini diperkirakan sebanyak 90% berbanding 60% pada fosfor
bahan inorganik (penyedap makanan) dan fosfor organik (sayur dan protein
daging).19
F.2

Pengikat fosfat
Pengikat fosfat adalah strategi lain untuk mengurangi masukan fosfat.

Komposisinya bisa mengikat fosfor di lumen intestinal, cegah absorpsinya


dan menambah ekskresi pada feses. Komposisi ini bisa dibagi dua grup
berbeda: pengikat fosfat kalsium dan pengikat fosfat bebas kalsium.
Pembagian yang lain berdasarkan pengikat kalsium yang bisa diserap dan
tidak bisa diserap di traktus gastrointestinal.19

Tabel 2.1 Komposisi pengikat fosfat1

F.3

Vitamin D alami
Vitamin D alami telah menarik perhatian dalam 10 tahun terakhir.

Setiap tahun penelitian mengenai vitamin D alami berhubungan dengan


banyak penyakit telah diterbitkan. Kata alami vitamin D mengarah pada
bentuk 25 hydroxlate vitamin D (25(OH)D). Prekursor vitamin D
ergocalciferol (vitamin D2) dan kolekalsiferol disinteis melalui radiasi
ultraviolet pada ragi dan binatang dimulai dari ergosterol dan 7dehidrokolesterol. Prekursor vitamin D dihidroksilasi di hati untuk
membentuk 25(OH)D2 dan 25(OH)D3. Zat-zat tersebut adalah substrat
yang diaktifkan menjadi 1-25(OH)2D (kalsitriol) oleh ginjal. Vitamin D

alami sangat tinggi prevalensinya pada populasi umum, begitu pula pada
CKD dan hampir selalu ada pada pasien dengan dialisis.19
F.4

Analog vitamin D
Data observasional yang berulang menunjukkan hubungan independen

antara tingkat PTH dan hasil yang buruk pada CKD tahap 3-5 dan ESRD.
Walaupun begitu belum ada penelitian yang membuktikan pengurangan
aktif dari nilai PTH meningkatkan hasil baik yang pasien seperti
hospitalisasi, kejadian kardiovaskular, progresifitas CKD dan kelangsungan
hidup. Target nilai optimal PTH juga belum jelas pada CKD dan ESRD.
Berkurangnya

kalsitriol,

bersamaan

dengan

hipokalsemia

dan

hiperfosfatemia mengarah pada penyebab meningkatnya nilai PTH. Resiko


yang berhubungan dengan

tingginya dosis vitamin D terutama karena

kalsium dan fosfat yang berlebihan yang berkontribusi pada tingkat


pencapaian target rekomendasi yang rendah dari kalsium dan fosfat dan
kelangsungan hidup yang buruk pada pasien dengan dialisis. Aktivator
reseptor vitamin D selektif (VDRA) memiliki efek yang kuat pada PTH dan
sedikit pengaruh pada simpanan kalsium dan fosfat, mungkin meningkatkan
pencapaian target global PTH, kalsium, dan fosfatase mengurangi toksisitas
vitamin D. 19
F.5

Cinacalcet
Bukti menunjukkan bahwa cinacalcet secara efektif menurunkan

serum PTH, fosfor dan kalsium pada ESRD memodulasi afinitas reseptor
paratiroid kalsium terhadap serum kalsium. Apakah kalsimimetik lebih
tinggi dalam mengontrol CKD-MBD dibandingkan VDRA masih
merupakan pertanyaan yang belum terjawab.19

G.

Penuntun dari KDIGO

Tabel 2.2 Tahapan CKD1,21,22

Tabel 2.3 Kekuatan pembuktian1,21,22

F.1

Pengobatan CKD-MBD yang bertujuan mengurangi serum fosfor

yang tinggi dan mengatur serum kalsium1,23,24


a.

Pada pasien denga CKD tahap 3-5, kami sarankan mengatur serum
fosfatase dalam jangka normal (2C). Pada pasien dengan CKD tahap
5D kami menyarankan menurunkan nilai fosfat yang naik kembali ke
jangka normal (2C).

b.

Pada pasien dengan CKD tahap 3-5D, kami sarankan mengatur serum
kalsium dalam jangka normal (2D).

c.

Pada pasien dengan CKD tahap 5D, kami menyarankan menggunakan


konsentrasi kalsium antara 1,25 dan 1,50 mmol (2D).

d.

Pada pasien dengan CKD 3-5 (2D) dan 5D (2B) disarankan


menggunakan agen pengikat fosfat untuk mengobati hiperparatiroid.

e.

Pasien

dengan

CKD

tahap

3-5D

dan

hiperfosfaemia,

kami

menganjurkan dosis yang ketat dari pengikat kalsium fosfatase atau


kalsitriol bila ada hiperkalsemia rekuren atau persisten. Pada pasien
dengan CKD tahap 3-5D dan hiperfosfatemia kami menyarankan
mengetatkan dosis dari pengikat fosfat berdasar kalsium bila terdpaat
kalsifikasi arterial (2C) dan penyakit tulang adinamis (2C) dan bila
serum PTH rendah persisten.
f.

Pada pasien dengan CKD tahap 3-5D, kami menyarankan menghindari


penggunakan jangka panjang dari pengikat fosfat yang mengandung
aluminium pada pasien dengan CKD tahap 5D, hindari kontaminasi
aluminium dialisata untuk menghindari intoksikasi aluminium (1C).

g.

Pada pasien dengan CKD tahap 3-5D, kami menyarankan pembatasan


diet fosfat dalam pengobatan hiperfosfatemia sendiri atau kombinasi
dengan pengobatan lain (2D).

h.

Pada pasien dengan CKD tahap 5D, kami menyarankan menambah


pembuang fosfat dialitik dalam pengobatan hiperfosfatemia persisten
(2C).

Gambar 2.9 Target terapi dari pengikat fosfat dan kalsitriol25

F.2

Pengobatan PTH abnormal pada CKD-MBD1,23,24

a.

Pada pasien dengan CKD tahap 3-5 yang tidak dalam dialisis, nilai
optimal PTH tidak diketahui. Bagaimanapun, kami menyarankan
pasien dengan nilai intak PTH diatas batas normal pada penilaian
pertama dievaluasi sebagai hiperfosfatemia, hipokalsemia dan
defisiensi vitamin D (2C).

b.

Pada pasien dengan CKD tahap 3-5 yang tidak dalam dialisis yang
serum PTH naik secara progesif dan tetap persisten di atas batas
normal untuk penilaian dengan koreksi faktor yang bisa dimodifikasi,
kami menyarankan pengobatan dengan kalsitriol dan analog vitamin D
(2C).

c.

Pada pasien dengan CKD tahap 5d kami menyarankan mengatur nilai


intak PTH dalam jarak kira-kira dua sampai sembilan kali di atas batas
normal untuk penilaian (2C). Kami menyarankan perubahan marka
pada nilai PTH pad kedua arah dalam jarak ini langsung inisiasi atau
mengubah terapi untuk menghindari progressifitas diluar jarak ini.

d.

Pada pasien dengan CKD tahap 5D dan peningkatan PTH, disarankan


menggunakan kalsitriol atau analog vitamin D, atau kalsimimietik
atau kombinasi dari kalsimimetik dan kalsitriol atau analog vitamin D
untuk menurunkan PTH (2B).
-

Kami menganjurkan pasien dengan hiperkalsemia, kalsitriol dan


sterol vitamin D yang lain dikurangi atau dihentikan (1B).

Kami menyarankan pasien dengan hiperfosfatemia, kalsitriol atau


sterol vitamin D lain dikurangi dan dihentikan.

Kami menyarankan pasien dengan hipokalsemia, kalsimimetik


bisa dikurangi atau dihentikan tergantung dari keparahannya dan
gejala klinis (2D).

Kami menyarankan, bila intak PTH turun dua kali di bawah batas
dari normal pada penilaian, kalsitriol, analog vitamin D dan
kalsimimetik dikurangi atau dihentikan (2C).

e.

Pada pasien dengan CKD tahap 3-5D dengan hiperparatiroid parah


yang

respon

terhadap

medikasi/farmakologikal

gagal,

kami

menyarankan parathyroidectomy (2B).


F.3

Pengobatan tulang dengan bifosfonat, medikasi osteoporosis lain, dan

hormon pertumbuhan. 1,23,24


a.

Pada pasien dengan CKD tahap 1-2 dengan osteoporosis dan/atau


resiko tinggi fraktur sesuai kriteria WHO, kami menganjurkan
manajemen seperti populasi pada umumya (1A).

b.

Pada pasien dengan CKD tahap 3 dengan PTH normal dan


osteoporosis dan/atau resiko tinggi fraktur sesuai kriteria WHO, kami
menyarankan pengobatan seperti populasi pada umumnya (2B).

c.

Pada pasien dengan CKD tahap 3 dengan abnormalitas biokimia dari


CKD-MBD dan densitas mineral tulang yang rendah dan/atau
kerapuhan untuk fraktur, kami menganjurkan pemilihan pengobatan
memperhitungkan besarnya dan reverbilitas dari abnormalitas
biokimia dengan mempertimbangkan biopsi tulang (2D).

d.

Pada pasien dengan CKD tahap 4-5D memiliki abnormalitas biokimia


dari CKD-MBD dan densitas mineral tulang yang rendah dan/atau
kerapuhan untuk fraktur, kami menyarankan investigasi tambahan
dengan biopsi tulang terlebih dahulu untuk terapi agen antiresorptif
(2C).

e.

Pada anak-anak dan remaja dengan CKD tahap 2-5D dan


berhubungan dengan rendahnya tinggi badan kami menganjurkan
pengobatan dengan rekombinan hormon pertumbuhan manusia ketika
pertumbuhan

diinginkan

setelah

mengobati

abnormalitas biokimia dari CKD-MBD (1A).

malnutrisi

dan

BAB III
KESIMPULAN

CKD-MBD adalah suatu penyakit multi sistem yang meliputi


abnormalitas dari metabolisme tulang, osteodistrofi ginjal, dan kalsifikasi
ekstraskeletal. CKD-MBD berawal dari abnormalitas metabolisme mineral
yang berupa kalsium, fosfat, dan vitamin D. Abnormalitas dari metabolisme
mineral mengarah pada hipertiroid sekunder yang merupakan komplikasi
dari penyakit ginjal dan patogenesisnya multifaktorial. Penyakit tulang awal
pada pasien dengan CKD biasanya asimtomatik. Biopsi tulang masih
menjadi gold standard untuk diagnosis definitif dari CKD-MBD, walaupun
hal ini tidak dilakukan pada rutinitas praktek klinik di kebanyakan pusat
kesehatan dan diagnosis dilakukan berdasarkan parameter biokimia.
Penanganan untuk CKD-MBD berupa pemberian pengikat fosfat, kalsitriol,
ataupun analog vitamin D bahkan tiroidektomi tergantung pada keadaan
pasien dan tahapan CKD yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1.

2.

3.
4.

5.
6.
7.

8.
9.

10.

11.

12.
13.
14.
15.

16.

KDIGO. KDIGO Clinical Practice Guideline for The Diagnosis,


Evaluation, Prevention, and Treatment of Chronic Kidney DiseaseMineral and Bone Disease (CKD-MBD). Kidney International. 2009.
76 (113)
Uhlig et al. KDOQI US Commentary on the 2009 KDIGO Clinical
Practice Guideline for the Diagnosis, Evaluation, and Treatment of
CKDMineral and Bone Disorder (CKD-MBD). American Journal
of Kidney Diseases. 2010. 55 (5) pp 773-779
Cozzolino M et al. Is chronic kidney disease-mineral bone disorder
(CKD-MBD) really a syndrome? Nephrol Dial Transplant. 2014.
Eddington H. Improving the Outcomes of Patients with Chronic
Kidney Disease Mineral Bone Disorder. Thesis submitted to
University of Manchester. 2012
NKDEP. Chronic Kidney Disease (CKD) and Diet: Assesment,
Management and Treatment. 2011
Ho LT. CKD-MBD. Henry Ford Health System. 2011. pp 31-38
Fang Y et al. Early chronic kidney diseasemineral bone disorder
stimulates vascular calcification. Kidney International. 2014. 85 pp
142-150
Brancaccio D and Cozzolino M. CKD-MBD: an Endless Story.
Jnephrol. 2011. 24 (S18) pp 42-28
Kiss I et al. Age-dependent parathormone levels and different CKDMBD treatment practices of dialysis patients in Hungary - results from
a nationwide clinical audit. BMC Nephrology. 2013. 14 (155)
Wesseling-Perry K and Salusky IB. Redefining the pathogenesis of
CKD-MBD: the critical role of FGF-23. Boletin de la sociedad de
pediatria de asturias, cantabria, castilla y leon. 2010. 50 (1)
Chauhan V et al. Current Concepts and Management Strategies in
Chronic Kidney Disease-Mineral and Bone Disorder. Southern
Medical Journal. 2012. 105 (9) pp 479-485
NICE. Hyperphosphataemia in chronic kidney disease. NICE clinical
guidance. 2013
Gordon LP et al. Management in osteoporosis in CKD stages 3 to 5.
American Journal of Kidney Diseases. 2010. 55 (5) pp 941-956.
Nicolov IG et al. The new kidney and bone disease: CKD-MBD,
Chronic Kidney Disease. In-tech. 2012
Jimbo R et al. Cardiovascular risk factor and chronic kidney diseaseFGF23: a key moleculein the cardiovascular disease. International
Journal of Hypertension. 2014
Longo DL, et al. Diseases of esophagus. Longo DL, et al. Harrisons
principles of internal medicine. 18th editon. New York: The McGrawHill Companies. 2012

17.
18.

19.
20.
21.

22.
23.
24.
25.

Gallasi A et al. Which vitamin D in CKD-MBD? The time of burning


question. Biomed Research International. 2013
Fukagawa M et al. Guidelines Clinical Practice Guideline for the
Management of Chronic Kidney Disease-Mineral and Bone Disorder.
Therapeutic Apheresis and Dialysis. 2013. 17(3) pp 247288
Bellasi A et al. The evolving world of chronic kidney disease mineral
bone disorder. EMJ Neph. 2013. 1 pp20-31.
Wesseling-Perry K and Bacchetta J. CKD-MBD after kidney
transplantation. Pediatr Nephrol. 2011.
SLANH. Clinical Practice Guidelines for the Prevention, Diagnosis,
Evaluation and Treatment of Mineral and Bone Disorders in Chronic
Kidney Disease (CKD-MBD) in Adults. Nefrologia. 2013.
33(Suppl.1):1-28
Fernandez-Martin JL et al. COSMOS: the dialysis scenario of CKDMBD in Europe. Nephrol Dial Transplant. 2012
Daugirdas JT et al. The phospatase binder equivalent dose. Seminars
in Dialysis. 2011. 24(1) pp. 4149
Steddon S et al. Clinical practice guideline CKD-MBD. UK Renal
Ascociation, 5th ed. 2010
Carillo-Lopez N et al. The role of calcium, calcitriol and its receptors
in parathyroid regulation. Nefrologia. 2009. 29(2) pp103-108

Anda mungkin juga menyukai