Oleh
NOVALDI TRIBHEKTI, S. Ked.
I 11107029
Pembimbing
dr. IVAN LUMBAN TORUAN, Sp. PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT
DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RSUD DOKTER SOEDARSO
PONTIANAK
2014
LEMBAR PERSETUJUAN
Pembimbing Referat,
Disusun oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan mineral dan tulang dari penyakit ginjal kronik atau yang
sering disebut CKD-MBD (Chronic Kidney Disease-Mineral Bone
Disorder) merupakan tema yang menarik sekaligus kontroversial.
Konferensi sering diadakan untuk membahas mengenai hal ini. CKD adalah
masalah kesehatan publik internasioanal yang terjadi pada 5- 10% populasi
dunia. Seiring menurunnya fungsi ginjal, terjadi kemerosotan dalam
homeostasis tulang, dengan terganggunya serum normal dan konsentrasi
jaringan dari fosfor dan kalsium dan perubahan dalam tingkat sirkulasi
hormon.1
Dalam beberapa dekade terakhir, gangguan metabolisme mineral pada
pasien dengan CKD tidak hanya meyebabkan penyakit pada tulang tetapi
juga meningkatkan resiko pada penyakit kardiovaskular dan mengurangi
kelangsungan hidup melalui adanya kalsifikasi vaskular. Hal ini mengarah
pada konsep baru CKD-MBD. CKD-MBD adalah kondisi sistemik yang
bermanifestasi pada abnormalitas PTH, kalsium, fosfor dan vitamin D;
kelainan tulang dan kalsifikasi ekstraskeletal. Sebagai penyakit sistemik,
tata laksana dari kelainan ini harus bertujuan untuk mengurangi resiko
kejadian kardiovaskular, patah tulang dan menambah kelangsungan hidup.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi
CKD-MBD adalah suatu penyakit multisistem yang meliputi
Gambar 2.1 CKD-MBD merupakan sinopsis dari tiga kondisi penyakit yang
berkaitan.3
B.
Ion kalsium penting dalam semua sistem biologis dari tubuh dan
terlibat dalam banyak proses termasuk pelepasan hormon, neurotransmisi,
kontraksi otot dan koagulasi. Kalsium juga dibutuhkan dalam reaksi
enzimatik dan mediator untuk efek hormonal dan ion mayoritas dari struktur
tulang dan gigi. Kebutuhan kalsium yang sangat krusial menyebabkan tubuh
mengatur kandungannya dalam plasma dengan ketat.4,5
Patofisiologi CKD-MBD
Abnormalitas dari metabolisme mineral mengarah pada hipertiroid
sekunder
yang
merupakan
komplikasi
dari
penyakit
ginjal
dan
Akhirnya terjadi penurunan pada nilai kalsium. Hal ini terjadi karena
rendahnya diet kalsium, rendahnya nilai 1,25(OH)2 vitamin D yang
mengarah pada kurangnya absorpsi kalsium dan clearance ginjal yang
berkurang. Hal ini menyebabkan stimulasi kelenjar paratiroid melepas PTH
lebih banyak untuk mengatur konsentrasi kalsium. Kelenjar paratiroid
efeknya beraksi melalui ginjal sehingga efeknya terganggu pada CKD. Hal
ini terjadi karena down regulation dari reseptor PTH pada CKD
mengarahkan pada resistensi skeletal terhadap PTH.9,10
D.
Gejala klinis
Penyakit tulang awal pada pasien dengan CKD biasanya asimtomatik.
Diagnosis CKD-MBD
Biopsi tulang masih menjadi gold standard untuk diagnosis definitif
dari CKD-MBD, walaupun hal ini tidak dilakukan pada rutinitas praktek
klinik di kebanyakan pusat kesehatan dan diagnosis dilakukan berdasarkan
parameter biokimia. Berikut contoh dari patohistologi yang terlihat ditulang
dengan CKD-MBD.14,15
Gambar 2.7 Biopsi tulang yang didapat dari pasien dengan hiperparatiroid
sekunder-tampak zona dekalsifikasi dan meningkatnya jumlah osteoklas.16
Nilai PTH yang lebih besar dari 50 pcmol/L adalah indikasi tinggi dari
osteitis fibrosa yang mana lesi adinamik dicurigai ada pada nilain dibawah
10 pcmol/L. Nilai serum alkalin fosfatase mungkin meningkat pada
hiperparatiroid mengindikasikan bertambahnya aktifitas osteoblastik.16
F.
Tatalaksana CKD-MBD
F.1
satu target yang paling relevan untuk dicapai pada CKD. Seiring dengan
fungsi ginjal yang menurun, ekskresi fosfat urin menjadi tidak efektif dan
hiperfosfatemia terjadi jika masukan fosfat tetap konstan. Masukan fosfat
yang rendah bisa dicapai melalui restriksi protein. Metode memasak dan
penyedap rasa makanan adalah dua faktor yang secara signifikan
mempengaruhi masukan fosfor.17,18, 19
Pengikat fosfat
Pengikat fosfat adalah strategi lain untuk mengurangi masukan fosfat.
F.3
Vitamin D alami
Vitamin D alami telah menarik perhatian dalam 10 tahun terakhir.
alami sangat tinggi prevalensinya pada populasi umum, begitu pula pada
CKD dan hampir selalu ada pada pasien dengan dialisis.19
F.4
Analog vitamin D
Data observasional yang berulang menunjukkan hubungan independen
antara tingkat PTH dan hasil yang buruk pada CKD tahap 3-5 dan ESRD.
Walaupun begitu belum ada penelitian yang membuktikan pengurangan
aktif dari nilai PTH meningkatkan hasil baik yang pasien seperti
hospitalisasi, kejadian kardiovaskular, progresifitas CKD dan kelangsungan
hidup. Target nilai optimal PTH juga belum jelas pada CKD dan ESRD.
Berkurangnya
kalsitriol,
bersamaan
dengan
hipokalsemia
dan
Cinacalcet
Bukti menunjukkan bahwa cinacalcet secara efektif menurunkan
serum PTH, fosfor dan kalsium pada ESRD memodulasi afinitas reseptor
paratiroid kalsium terhadap serum kalsium. Apakah kalsimimetik lebih
tinggi dalam mengontrol CKD-MBD dibandingkan VDRA masih
merupakan pertanyaan yang belum terjawab.19
G.
F.1
Pada pasien denga CKD tahap 3-5, kami sarankan mengatur serum
fosfatase dalam jangka normal (2C). Pada pasien dengan CKD tahap
5D kami menyarankan menurunkan nilai fosfat yang naik kembali ke
jangka normal (2C).
b.
Pada pasien dengan CKD tahap 3-5D, kami sarankan mengatur serum
kalsium dalam jangka normal (2D).
c.
d.
e.
Pasien
dengan
CKD
tahap
3-5D
dan
hiperfosfaemia,
kami
g.
h.
F.2
a.
Pada pasien dengan CKD tahap 3-5 yang tidak dalam dialisis, nilai
optimal PTH tidak diketahui. Bagaimanapun, kami menyarankan
pasien dengan nilai intak PTH diatas batas normal pada penilaian
pertama dievaluasi sebagai hiperfosfatemia, hipokalsemia dan
defisiensi vitamin D (2C).
b.
Pada pasien dengan CKD tahap 3-5 yang tidak dalam dialisis yang
serum PTH naik secara progesif dan tetap persisten di atas batas
normal untuk penilaian dengan koreksi faktor yang bisa dimodifikasi,
kami menyarankan pengobatan dengan kalsitriol dan analog vitamin D
(2C).
c.
d.
Kami menyarankan, bila intak PTH turun dua kali di bawah batas
dari normal pada penilaian, kalsitriol, analog vitamin D dan
kalsimimetik dikurangi atau dihentikan (2C).
e.
respon
terhadap
medikasi/farmakologikal
gagal,
kami
b.
c.
d.
e.
diinginkan
setelah
mengobati
malnutrisi
dan
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.