PENDAHULUAN
SKENARIO 2
NGOMPOL LAGI-NGOMPOL LAGI
Eyang Karto, usia 75 tahun, dibawa ke dokter oleh putrinya, karena
ngompol sejak 3 bulan, dan diikuti ngbrok selama 2 minggu. Sering marahmarah, dan tidak bisa tidur, sehingga sering minum obat tidur. Sejak istri
penderita wafat, dia tinggal dengan putrinya. Dalam melakukan aktivitas
sehari-hari harus dibantu
Dua tahun yang lalu, penederita dirawat akibat stroke. Pemeriksaan
neurologi ekstremitas superior dan inferior sinistra kekuatanya menurun (3+/3+).
Hasil rectal toucher dan USG didapatkan prostat tidak membesar. Dokter
melakukan pemeriksaan indeks barthel. Penderita juga dilakukan pemeriksaan
psikiatri
BAB 2
DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA
A. DISKUSI
1. Klarifikasi Istilah
a. Ngobrok
tanpa disadari
b. Ngompol
tanpa disadari
c. Indeks Barthel
Pengukuran
untuk
mengetahui
dengan
pembebanan
g. Stroke
pemeriksaan neuromuskular?
Apa tujuan dilakukan pemeriksaan psikiatri?
Apa pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan pasien?
Apa hubungan stroke dengan penyakit yang diderita pasien?
Apa faktor risiko inkontinesia urin dan alvi?
Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis pada kasus ini?
Apa pengaruh pemberian obat tidur terhadap kondisi pasien?
Apa hubungan usia dengan gejala yang dialami pasien?
3. Brainstorming
a. Fisiologi berkemih dan Inkontinensia urin
detrusor
juga
dipengaruhi
oleh
kalsium
dan
mandi, berjalan, buang air besar, buang air kecil, naik turun tangga,
dan berpakaian.
Interpretasi pemriksaan barthel dinilai dengan skoring 0-100,
dengan perincian:
1) 0-20
:ketergantungan total
2) 21-60 :ketergantungan berat
3) 61-90 :ketergantungan sedang
4) 91-99 :ketergantungan ringan
5) 100
:mandiri
c. Insomnia
Insomnia adalah kurangnya waktu yang dihabiskan untuk tidur.
Etiologi insomnia meliputi susah masuk fase tidur, mudah
terbangnu saat malam, dan bangun terlalu pagi.
Pada geriatri penyebab tersering insomnia disebabkan depresi.
Pada skenario didapatkan pasien kehilangan istri yang merupakan
stressor psikis yang akan merangsang HPA aksis untuk
mengeluarkan kortisol. Kortsol merusak triptophan yang berfungsi
sebagai
prekursor
serotonin.
Kekurangan
serotonin
akan
penurunan.
Sehingga
pasien
dapat
mengalami
inkontinensia
B. STUDI PUSTAKA
1. Fisiologi Tidur
1.
Tahapan tidur
Tidur terjadi hanya
ini,
EEG
memperlihatkan
hanya
irama
2.
Siklus Tidur
Irama sirkadian (siklus tidur dan bangun), polanya adalah
bangun sepanjang hari saat cahaya terang dan tidur sepanjang
malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya perubahan
gelap dan terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui
mata dan mempengaruhi suatu bagian di hipotalamus yang
disebut
nucleus
mengeluarkan
supra-chiasmatic
neurotransmitter
(NSC).
yang
NSC
akan
mempengaruhi
1. Insomnia Primer
Ditandai dengan:
- Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau
tetap tidak segar meskipun sudah tidur. Keadaan ini
berlangsung paling sedikit satu bulan
- Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau
impairment sosial, okupasional, atau fungsi penting lainnya.
- Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada
gangguan mental lainnya.
- Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi
medik umum atau zat.
2. Insomnia kronik
Disebut juga insomnia psikofisiologik persisten. Insomnia
ini dapat disebabkan oleh kecemasan; selain itu, dapat pula terjadi
akibat kebiasaan atau pembelajaran atau perilaku maladaptif di
tempat tidur. Misalnya, pemecahan masalah serius di tempat tidur,
kekhawatiran, atau pikiran negatif terhadap tidur ( sudah berpikir
tidak akan bisa tidur). Adanya kecemasan yang berlebihan karena
tidak bisa tidur menyebabkan seseorang berusaha keras untuk
tidur tetapi ia semakin tidak bisa tidur.
3. Insomnia idiopatik
Insomnia idiopatik adalah insomnia yang sudah terjadi sejak
kehidupan dini. Kadang-kadang insomnia ini sudah terjadi sejak
lahir dan dapat berlanjut selama hidup. Penyebabnya tidak jelas,
ada dugaan disebabkan oleh ketidakseimbangan neurokimia otak
di formasio retikularis batang otak atau disfungsi forebrain.
Lansia yang tinggal sendiri atau adanya rasa ketakutan yang
dieksaserbasi pada malam hari dapat menyebabkan tidak bisa
tidur. Insomnia kronik dapat menyebabkan penurunan mood
(risiko depresi dan anxietas), menurunkan motivasi, atensi, energi,
dan konsentrasi, serta menimbulkan rasa malas. Kualitas hidup
4. Indeks Barthel
Indeks Barthel adalah alat untuk menilai perawatan diri dan
mengukur harian seseorang yang berfungsi secara khusus aktivitas
sehari hari dan mobilitas. Penilaian ini dapat digunakan untuk
menentukan tingkat dasar dari fungsi dan dapat digunakan untuk
memantau perbaikan dalam aktivitas sehari hari dari waktu ke
waktu. Indeks Barthel terdiri dari 10 item yaitu transfer, mobilisasi,
penggunaan toilet, membersihkan diri, mengontrol BAB, BAK,
mandi, berpakaian, makan, dan naik turun tangga (Luecknotte, 2010).
No
1
Aktivitas
Transfer (tidur
duduk)
Mobilisasi
Penggunaan toilet
Membersihkan diri
Mengontrol BAB
Kemampuan
Mandiri
Dibantu satu orang
Dibantu dua orang
Tidak mampu
Mandiri
Dibantu satu orang
Dibantu dua orang
Tergantung orang lain
Mandiri
Perlu pertolongan orang lain
Tergantung orang lain
Mandiri
Perlu pertolongan orang lain
Kontinen teratur
Kadang kadang inkontinen
Inkontinen
Mandiri
Kadang kadang inkontinen
Skor
15
10
5
0
15
10
5
0
10
5
0
5
0
10
5
0
10
5
6
7
Mengontrol BAK
Mandi
Berpakaian
Makan
10
Inkontinen / kateter
Mandiri
Tergantung orang lain
Mandiri
Sebagian dibantu
Tergantung orang lain
Mandiri
Perlu pertolongan orang lain
Tergantung pertolongan
0
5
0
10
5
0
10
5
0
orang lain
Mandiri
10
Perlu pertolongan
5
Tak mampu
0
Skor total maksimal 100
Sumber: Luecknotte, 2010
1. Pemeriksaan laboratorium
Kultur urin
Sitologi urin
Gula darah
Kalsium darah
Uji fungsi ginjal
USG ginjal
2. Pemeriksaan ginekologik
3. Pemeriksaan urologik
4. Cystouretroskopi
5. Uji urodinamik
Observasi proses pengosongan vesica urinaria
Uji batuk
Urine flowmetry
Multichannel cystometrogram
Pressure-flow study
Leak-point pressure
Urethral pressure profilometry
Sphincter electromyography
Video urodynamics
7. Inkontinensia Alvi
Inkontinensia alvi merupakan salah satu kelainan pada usia
lanjut dimana pasien pasien tidak mampu melakukan regulasi
pengeluaran feses dengan baik. Inkontinensia ini lebih jarang
ditemukan dibandingkan inkontinensia urin dan 30 hingga 50% pasien
yang mengalami inkontinensia urin juga menderita inkontinensia alvi.
Hal ini disebabkan disebabkan karena kedua keadaan tesebut memiliki
patofisiologi yang sama. Pada defekasi normal, proses fisiologis yang
terlibat adalah sebagai berikut:
1.
2.
reflex.
Kontraksi yang baik dari otot-otot polos dan serat lintang
3.
yang terlibat.
Kesadaran dan kemampuan mencapai tempat buang air
besar.
sumbatan
sehingga
mengubah
sudut
3.
menyebabkan inkontinensia.
Inkontinensia alvi neurogenik
Inkontinensia ini disebabkan adanya gangguan pada
4.
aktivitas
kolinergik
saraf
pelvis
menyebabkan
kontraksi otot dasar pelvis yang dipersarafi oleh saraf pudendus. Otak
menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna
diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya
dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini menaikkan
tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot levator ani. Baik
persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB
(Pranarka dan Andayani, 2007).
Obat hipnotik sedatif dapat mempengaruhi sistem saraf yang
mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi menghambat dari korteks
serebri saat terjadi regangan atau distensi rektum. Proses normal dari
defekasi melalui reflek gastro-kolon. Beberapa menit setelah makanan
sampai di lambung/gaster, akan menyebabkan pergerakan feses dari
kolon desenden ke arah rekum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi
sfingter interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak terjadi
kontraksi intrinsik dari rektum pada orang dewasa normal, karena ada
inbisi atau hambatan dari pusat di korteks serebri (Pranaka, 2009).
10. Interpretasi Pemeriksaan Neurologi Ekstremitas
Pada pemeriksaan motorik, dilakukan pemeriksaan terhadap setiap
kelompok otot dengan melawan tahanan yang diberikan pemeriksa,
dicari adakah kontraksi otot atau gerakan tendon. Kontraksi otot atau
gerakan tendon dicatat dengan kriteria MRC Grade (Medical
Research Council):
0 = tidak ada kontraksi
1 = flicker of contraction
2 = bergerak dengan gravitasi terbatas
3 = bergerak dengan melawan gravitasi
4 = aktif bergerak dengan melawan gravitasi dan tahanan
5 = normal
(Hancoro, 2010)
cabang
ilmu
kedokteran
yang
memperhatikan
a.
b.
c.
d.
e.
tipe
ini
umumnya
terlihat
sengsara,
karena
kelamin,status
perkawinan),keluhan
,aktivitas
psikomotorik,sikap
terhadap
adalah
termasuk
makanan,berpakaian
,berdandan
ke
toilet,menyiapkan
dan
makan.Derajat
pada
golongan
usia
lanjut.Oleh
karenanya
e. Gangguan persepsi .
Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena
yang
disebabkan
sensorik.Pemeriksa
oleh
harus
penurunan
mencatat
ketajaman
apakah
penderita
kata,
sirkumstansialitas,
asosiasi
longgar,asosiasi
mempermasalhkan
fungsi
dari
indra
ditemukan
pada
kecemasan,gangguan
gangguan
kognitif,gangguan
buatan,gangguan
konversi
dan
terhadap
tempat
dengan
meminta
penderita
dinilai
penderita,mengenali
dengan
namnya
dua
sendiri,dan
cara
:apakah
apakah
juga
ingat
dinilai
dalam
hal
daya
ingat
jangka
pengetahuan
umum
dan
fungsi
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Eyang Karto berusia 75 tahun yang merupakan pasien post stroke
pada skenario mengalami inkontinensia urin dan inkontinensia alvi. Ada
beberapa etiologi dari gangguan pada pasien tersebut. Pertama akibat dari
stroke yang dialaminya 2 tahun lalu. Kedua akibat dari depresi yang
dialami pasien. Ketiga akibat dari lemahnya kekuatan fisik atau kognitif.
Dari hasil rectal toucher dan USG menunjukkan bahwa inkontinensia urin
yang dialami pasien bukan karena sumbatan dari prostat (tipe overflow).
Seringnya marah-marah dan adanya gangguan tidur merupakan salah satu
tanda dari depresi. Hal ini didukung dengan wafatnya istri pasien sehingga
pasien merasa kesepian, dimana kesepian merupakan faktor pemicu
munculnya depresi pada orang usia lanjut. Dari hasil pemeriksaan
neurologi menunjukkan bahwa adanya kelemahan pada tubuh bagian kiri
pasien. Hal ini kemungkinan ada masalah pada otak hemisfer kanan pasien
akibat stroke. Pemeriksaan indeks barthel bertujuan untuk mengetahui
kemampuan aktifitas sehari-hari dan mobilisasi pasien. Pemeriksaan
psikiatri digunakan untuk mengetahui tingkat depresi yang dialami pasien.
LO yang didapatkan pada diskusi tutorial skenario ini adalah
sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu memperoleh informasi yang akurat tentang
status kesehatan geriatri.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan klinis pada
geriatri.
3. Mahasiswa mampu menyusun data dari pemeriksaan fisik,
prosedur klinis dan pemeriksaan penunjang pada geriatri.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan kasus penyakit
geriatri.
5. Mahasiswa mampu merancang manajemen penyakit geriatri.
6. Mahasiswa mampu merancang tindakan preventif penyakit
geriatri dengan mempertimbangkan faktor pencetus.
7. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari gejala yang
dialami pasien dalam sekenario.
8. Mahasiswa dapat mengetahui
pemeriksaan
neurologi,
DAFTAR PUSTAKA
Hancoro, U.H. 2010. Pemeriksaan Muskuloskeletal dalam Laboratorium
Keterampilan Klinis. Buku Pedoman Keterampilan Klinis. Surakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Luecknote, Geisler A (2000). Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek
Maryunani. Jakarta: EGC.
Edisi
ke-4.
Lippincott
Williams
&
wilkins,
Philadelphia,359-369,1998.
Setiati S. dan Pramantara I.D.P. 2007. Inkontinensia Urin dan Kandung
Kemih Hiperaktif dalam Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I.,
Simadibrata K M., Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Ed.IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. hal: 1392-9.
Siti S, Pramantara IDP (2009). Inkontinensia urin dan kandung kemih
hiperaktif. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiadi S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.