Anda di halaman 1dari 62

PROPOSAL PENELITIAN

PROPOSAL PENELITIAN
EFEK SUHU DAN WAKTU CHARGING TERHADAP KINERJA REAKTOR
TERINTEGRASI PLASMA KATALITIK UNTUK KONVERSI LIMBAH PLASTIK
POLIPROPILEN (PP) MENJADI BAHAN BAKAR CAIR

Disusun Oleh:
Muhammad Khoirul Anam

L2C309034

Vidarti Dyah Atikayanti

L2C309037

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sekitar 80% konsumsi energi dunia diambil dari batu bara, minyak, dan gas alam. Dari
ketiganya, minyak berkontribusi paling besar ( 35% dari minyak, 23% dari batu bara, dan
21% dari gas)( Morten Bjrgen et al, 2008). Seperti yang diketahui bahwa konsumsi bahan
bakar dari tahun ketahun makin meningkat, sementara cadangan bahan bakar fosil yang ada
terbatas jumlahnya. Hal ini mendorong manusia untuk mencari bahan bakar alternatif.
Penelitian yang sekarang telah dilakukan untuk bahan bakar kebanyakan dari sumber alam
hayati dimana jika explorasi terlalu banyak akan menimbulkan ketidakseimbangan pada rantai
makanan. Tentu tidaklah mudah membuat suatu terobosan yang sempurna dalam
menghasilkan bahan bakar. Supaya keseimbangan pangan nasional maupun dunia tidak
terganggu, penelitian pada dekade ini lebih banyak menitik beratkan pada pengkonversian
bahan yang tidak bermanfaat untuk dikonversi menjadi produk yang bermanfaat.
Bahan yang tidak bermanfaat biasa disebut sampah. Sampah yang memungkinkan untuk
dikonversi menjadi bahan bakar diantaranya adalah plastik. Plastik merupakan material yang
baru secara luas dikembangkan dan digunakan sejak abad ke-20 yang berkembang secara luar
biasa penggunaannya dari hanya beberapa ratus ton pada tahun 1930-an, menjadi 150 juta
ton/tahun pada tahun 1990-an dan 220 juta ton/tahun pada tahun 2005. Saat ini penggunaan
material plastik di negara-negara Eropa Barat mencapai 60kg/orang/tahun, di Amerika Serikat
mencapai 80kg/orang/tahun, di India hanya 2kg/orang/tahun (Richardson, 2008). Penggunaan
plastik yang cukup tinggi juga menyebabkan persoalan tersendiri, mengingat sifat plastik
yang tidak mudah terdegradasi. Menurut data dari KLH (Kementerian Lingkungan Hidup)
volume timbunan sampah di 194 kabupaten dan kota di Indonesia mencapai 666 juta liter atau
setara 42 juta kilogram, dimana komposisi sampah plastik mencapai 14 persen atau 6 juta ton
(Junaedy, 2009). Dengan semakin meningkatnya penggunaan plastik dan tidak dapat
terdegradasinya secara alami, maka keberadaanya menjadi masalah lingkungan. Salah satu
jenis sampah plastik yang tidak mudah terdegradasi adalah kemasan minuman terutama cup
air mineral yang merupakan jenis plastik polipropilen (PP).

Metode konvensional yang biasa digunakan untuk pendegradasian plastik adalah


thermal cracking. Namun metode ini mempunyai kelemahan yaitu membutuhkan suhu operasi
yang relativ tinggi dan energi yang digunakan besar, sehingga diperlukan biaya operasi yang
relativ mahal. Untuk mengatasi kelemahan dari proses thermal cracking maka dapat
digunakan penambahan katalis untuk penurunan suhu operasi (Manos et al, 2002). Dari proses
tersebut akan dihasilkan suatu bahan bernilai jual tinggi yang berupa bahan bakar cair dan
gas.
Pada

beberapa

penelitian

terdahulu,

dijelaskan

proses

perengkahan

dengan

menggunakan bantuan katalis. Pinto et al (1999) memaparkan proses perengkahan katalitik


dengan menggunakan katalis Fe2O3 yang menghasilkan konversi mencapai 90% dengan suhu
operasi 415o C dan kisaran waktu 20 menit. Palafox et al (2001) masih menggunakan cara
konvensional tanpa katalis memerlukan suhu mencapai 500-700

C. Karagoz et al (2002)

menggunakan katalis Co-Ac, DHC-8, dan HZSM-5 untuk menghasilkan yield produk pada
kisaran 95-98%, dengan suhu operasi 425, 435, 450oC dan waktu 2 jam . Park et al (2003)
menggunakan katalis BaO untuk mengasilkan yield produk 73,2%, dengan suhu operasi
350oC. DP Serrano et al (2005) menggunakan katalis HZSM-5 untuk menghasilkan yield
produk 80% dengan suhu operasi 340o C dan waktu 2 jam. Dari beberapa penelitian tersebut
dapat diketahui bahwa konsumsi energi yang dibutuhkan untuk proses konvensional perengkahan katalitik polimer, adalah cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari suhu operasi
yang relatif tinggi. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu teknologi alternatif pendukung untuk
memperbaikinya. Teknologi plasma diharapkan dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Plasma terbentuk ketika suatu gas yang tidak bermuatan listrik diberi energi yang cukup
dari sumber listrik sehingga menjadi bermuatan dan bersifat radikal. Sumber elektron bebas
pada umumnya berupa elektroda bertegangan tinggi. Hal tersebut menimbulkan benturan
antara elektron dan molekul gas yang menghasilkan suatu keadaan metastabil dan ion yang
terenergi. Treatment polimer dengan teknologi plasma, menyebabkan perubahan struktur dan
sifat kimia dari lapisan polimer (Shikova et al, 2004) sehingga polimer lebih mudah terurai.
Keadaan seperti inilah yang kemudian dimanfaatkan lebih lanjut dalam proses perengkahan
katalitk. Efek waktu charging didalam reaktor plasma dan suhu reaktor konvensional-katalitik
terhadap kinerja reaktor terintegrasi plasma-katalitik belum pernah diteliti oleh peneliti
sebelumnya untuk konversi polipropilen menjadi bahan bakar cair.
Penelitian ini akan berfokus pada kajian reaktor plasma terintegrasi yang khusus
digunakan untuk perlakuan terhadap polipropilen sebelum dilakukan tahapan perengkahan
2

katalitik. Beberapa variabel yang akan dipelajari adalah pengaruh suhu reaktor konvensional
katalitik dan waktu charging reaktor plasma terhadap kinerja proses perengkahan katalitik
untuk konversi limbah plastik polipropilen (PP) menjadi bahan bakar cair.

1.2. Perumusan Masalah


Pengonversian polipropilen menjadi bahan bakar cair dan gas dapat dilakukan dengan
menggunakan proses perengkahan katalitik. Di dalam proses perengkahan katalitik, rantai
polipropilen yang panjang dapat mengalami pemutusan menjadi rantai pendek yang
mengakibatkan polimer tersebut mudah terurai. Reaktor plasma diharapkan dapat digunakan
sebagai alat untuk merusak struktur polipropilen sehingga dapat mempermudah dalam proses
cracking katalis. Proses perusakan struktur polimer dalam reaktor plasma merupakan tahapan
pre-treatment sebelum dilakukan proses perengkahan katalitik.
Penentuan waktu charging dalam reaktor plasma dan suhu reaktor konvensionalkatalitik yang optimal diharapkan dapat memperbaiki konversi plastik dan menurunkan
energinya. Kedua aspek tersebut perlu diketahui kondisi optimalnya supaya proses pretreatment polimer berjalan dengan maksimum.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui efek pretreatment plasma terhadap proses perengkahan katalitik untuk
konversi plastik polipropilen menjadi bahan bakar cair.
2. Mengetahui besarnya waktu charging dalam reaktor plasma dan suhu reaktor
konvensional - katalitik yang optimal yang memberikan produktifitas paling baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Plastik


Plastik merupakan salah satu bahan yang paling umum kita lihat, gunakan, dan
merupakan bahan yang dapat dirubah menjadi bermacam-macam bentuk. Plastik adalah
senyawa polimer yang terbentuk dari polimerisasi molekul- molekul kecil (monomer)
hidrokarbon yang membentuk rantai yang panjang dengan struktur yang kaku. Plastik
merupakan senyawa sintesis dari minyak bumi (terutama hidrokarbon rantai pendek) yang
dibuat dengan reaksi polimerisasi molekul- molekul kecil (monomer) yang sama , sehingga
membentuk rantai panjang dan kaku dan akan menjadi padat setelah temperatur pembentukan
nya. Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai
yang paling pendek. Polimer adalah suatu bahan yang terdiri dari unit molekul yang disebut
monomer, jika monomernya sejenis disebut homopolimer, dan jika monomernya berbeda
akan menghasilkan kopolimer. Plastik memiliki titik didih dan titik beku yang beragam ,
tergantung dari monomer pembentuknya. Monomer yang sering digunakan adalah etena
(C2H4), propena(C3H6), styrene(C8H8), vinil klorida, nylon dan karbonat(CO3). Plastik
merupakan senyawa polimer yang penamaan nya sesuai dengan nama monomer nya dan
diberi awalan poli-. Contohnya, Plastik yang terbentuk dari monomer- monomer propena,
namanya adalah polipropilena.
Secara garis besar, plastik dapat dikelompokkan berdasarkan :
1. Perubahan Suhu (Syarief et al., 1989):

Plastik thermoplast, yaitu plastik yang dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya
panas. Contoh plastik thermoplast diantaranya : PE, PP, PS, ABS, SAN, nylon, PET,
PC.

Plastik thermoset, yaitu plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak
dapat dicetak kembali karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi.
Contoh plastik thermoset diantaranya : PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde),
MF (Melamine Formaldehyde), polyester, epoksi.

Keterangan : a = Awal proses


b = Peleburan plastik
c = Plastik padat
2. Jumlah rantai karbonnya :

1-4 Gas (LPG, LNG)

5-11 Cair (bensin)

9-16 Cairan dengan viskositas rendah

16-25 Cairan dengan viskositas tinggi (oli,gemuk)

25-30 Padat (parafin)

1000-3000 Plastik (polistiren,polietilen)


Hampir semua plastik sulit untuk diuraikan. Plastik yang memiliki ikatan karbon

rantai panjang dan memiliki tingkat kestabilan yang tinggi, sama sekali tidak dapat diuraikan
oleh mikroorganisme. Karena itu, sampah plastik harus ditangani dengan baik. Kebanyakan
5

plastik termasuk dalam polimer termoplastik, yaitu polimer yang akan melunak apabila
dipanaskan dan dapat dicetak kembali ataupun didaur ulang.
Plastik mempunyai beberapa karakteristik, diantaranya :
1. Densitas
Plastik mempunyai densitas yang lebih rendah dari logam, sehingga plastik lebih ringan.
Kisaran densitas plastik adalah 0,9 g/cm3 sampai 2,2 g/cm3, dibandingkan dengan logam
yang mempunyai densitas 7,85 g/cm3.
2. Ketahanan dan Kekuatan
Beberapa jenis plastik memiliki resistensi yang tinggi terhadap reaksi kimia dan suhu,
kekuatan, kekakuan, dan tingkat kekerasan yang telah ditingkatkan sehingga menjadi
salah satu bahan yang sangat baik untuk digunakan dalam kemasan makanan ataupun
minuman.
3. Penghantar Listrik
Karena plastik merupakan penghantar listrik yang sangat buruk maka dapat digunakan
sebagai isolator atau penyekat listrik.
4. Penghantar Panas
Plastik digunakan sebagai penghambat panas karena memiliki daya penghantar panas
yang sangat rendah.
5. Daya Benturan
Plastik dapat dibuat keras seperti batu dan kuat seperti baja sehingga dapat digunakan
sebagai pelindung kepala bagi para pekerja bangunan, pekerja tambang, dan pekerja kuli
lainnya.
2.1.1 Polipropilen
Polipropilen adalah polimer dari propilen dan termasuk jenis plastik olefin, dengan
rumus bangun sebagai berikut :
(CH2 CH )nCH3
Polipropilen mempunyai nama dagang Bexophane, Dynafilm, Luparen, Escon, Olefane dan
Profax. Polipropilen merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses polimerisasi gas
propilena. Propilena mempunyai specific gravity rendah dibandingkan dengan jenis plastik
lain. Polipropilen mempunyai sifat sangat kaku, berat jenis rendah, tahan terhadap bahan
kimia, asam, basa, tahan terhadap panas, dan tidak mudah retak.
6

Tabel 2.1. Perbandinagan specific gravity dari berbagai material plastik.

Tabel 2.2. Temperature Leleh Proses termoplastik

Polipropilen mempunyai titik leleh yang cukup tinggi (190 - 200 oC), sedangkan titik
kristalisasinya antara 130 135o C. Polypropylene mempunyai ketahanan terhadap bahan
kimia (hemical Resistance) yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) nya rendah.
2.2 Konsep Perengkahan
2.2.1

Perengkahan Thermal
Perengkahan thermal merupakan suatu proses perengkahan pada suhu tinggi. Proses

perengkahan thermal bertujuan untuk memecah senyawa menjadi molekul yang lebih kecil
dengan cara pyrolisis atau thermolisis. Perengkahan thermal melibatkan radikal bebas (bukan
ion) dan reaksi rantai radikal bebas. Perengkahan plastik pada suhu tinggi adalah proses
paling sederhana untuk daur ulang plastik. Pada proses ini material polimer atau plastik
dipanaskan pada suhu sekitar 600 800 0C (Baggio,P et.al, 2009) dengan dialirkan udara.
Proses pemanasan ini menyebabkan struktur makro molekul dari plastik terurai menjadi
7

molekul yang lebih kecil dan hidrokarbon rantai pendek terbentuk. Produk yang dihasilkan
berupa fraksi gas, fraksi cair dan residu padat yang mengandung parafin,olefin, napthan, dan
aromatis.
2.2.2

Perengkahan katalitik
Perengkahan menggunakan katalis dijalankan pada suhu lebih rendah daripada

perengkahan thermal. Permulaan katalis yang digunakan adalah tanah liat (clay) dan silika
alumina amorpous yang kemudian berkembang ke zeolit.
Perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk menghasilkan bensin dan produk
ringan lain dari minyak bumi. Perbedaan sistem reaksi dipelajari pada skala laboratorium.
Ada tiga tipe reaktor katalitik yang biasa digunakan dalam evaluasi laboratorium pada
perengkahan katalitik. Klasifikasi reaktor tersebut adalah fix bed reaktor, fluidized bed
reaktor, dab entrained flow reaktor. Satu dari sistem yang umum digunakan untuk
perengkahan katalitik adalah fixed bed micro-activity test or MAT unit.(corma et al., 1990)
2.3 Konsep katalis

Katalis menurut Richardson diartikan sebagai suatu zat kimia yang dapat menaikkan
laju reaksi dan terlibat didalam reaksi kimia walaupun zat itu sendiri tidak ikut bereaksi secara
permanen. Adapun formulasi yang benar mengenai katalis adalah:
1. Aliran distribusi yang baik dan rendahnya pressure drop. Hal ini dapat dicapai dengan
pemilihan bentuk dan ukuran partiel katalis. Juga perlu diperhatikan mengenai kekuatan
mekanis dari katalis.
2. Aktifitas dan selektifitas yang tinggi: hal ini dilakuan dengan pemilihan komponen
kimia, pemilihan metode preparasi untuk surface area, juga formulasi pellet untuk
penyediaan situs aktif.
3. Kestabilan umur, yaitu ketahanan terhadap deaktifasi berupa sintering, poisoning, dan
fouling.
Kinerja suatu katalis dapat dimisalkan sebagai berikut: suatu reaktan A dan reaktan B
untuk membentuk produk C pada keadaan standar harus memiliki energi tertentu (energi
aktifasi). Penggunaan katalis dapat mencarikan mekanisme lain dimana energi yang
diperlukan lebih rendah.

Adapun fungsi katalis adalah :


1. Menyediakan situs aktif, untuk mengontakkan kedua reaktan dengan energi aktivasi
yang lebih rendah.
2. Menyumbangkan tenaga dalam bentuk panas sehingga kontribusi ini memudahkan
molekul reaktan untuk melewati energi aktivasi. Kontribusi panas ini adalah akibat dari
proses difusi dan adsorbsi.
3. Menurunkan temperatur operasi.
4. Mengurangi residu dan hasil samping serta meningkatkan selektivitas dan yield produk.
2.3.1. Zeolit
Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari mineral aluminosilikat terhidrasi yang
mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Struktur zeolit
terdiri dari unit-unit tetrahedral AlO4 dan SiO4 yang saling berhubungan melalui atom O dan
didalam struktur tersebut Si4+ dapat diganti dengan Al3+ sehingga Zeolit mempunyai rumus
(Szostak, 1989).
M2nO.Al2O3.xSiO2.yH2O
Dimana :

M = kation alkali atau alkali tanah


n = valensi logam alkali
x,y = bilangan tertentu

Zeolit secara umum berwarna kebiru-biruan, merupakan mineral berpori,mudah


melakukan pertukaran ion yaitu ion alkalinya dengan ion-ion yang lain, bersifat sebagai
adsorben ataupun penyaring molekul, merupakan kristal yang lunak, variasi berat jenis ratarata adalah 2-2,4 dan molekul air yang terkandung mudah dilepaskan dengan pemanasan.
Zeolit terdiri dari 3 komponen yaitu : kation yang dipertukarkan ,kerangka alumino silikat dan
kandungan air.
Komposisi kimia dari tiap zeolit akan mempengaruhi bentuk struktur zeolit,dengan
demikian untuk struktur zeolit yang berbeda akan memiliki struktur yang berbeda. Zeolit
terdiri dari 2 jenis yaitu zeolit alam dan sintetis. Zeolit alam diperoleh dengan penambangan
secara terbuka dan mekanis sehingga kemurniannya lebih rendah dibanding zeolit sintesis.
Zeolit sintesis dapat dikelompokkan menurut perbandingan komponen Si dan Al, yaitu :
a. Zeolit kadar Si rendah
Kadar maksimum Al dalam zeolit dicapai bila perbandingan Si/Al mendekati 1. Contoh
zeolit ini adalah zeolit A dan X
9

b. Zeolit kadar Si sedang


Kadar maksimum Al dalam zeolit dicapai bila perbandingan Si/Al antara lebih dari 1 5.
Contoh Zeolit omega dan zeolit Y.
c. Zeolit kadar Si tinggi
Kadar maksimum Al dalam zeolit dicapai bila perbandingan Si/Al mulai dari 10 - 100.
Contoh Zeolit ZSM-5, ZSM-11, ZSM-21.
d. Zeolit Si
Zeolit ini tidak mengandung Al sama sekali atau tidak mempunyai sisi kation. Sifat Zeolit
ini sangat hidrofilik-hidrofobik sehingga dapat memisahkan suatu molekul organik dari
campuran air. Contoh zeolit silika : silikalit
2.3.2 Zeolit Y
Struktur zeolit Y terdiri dari muatan negatif, kerangka 3 dimensi tetrahedral SiO4 dan
AlO4 yang bergabung membentuk oktahedral terpancung (sodalite). Jika 6 buah sodalite
terhubungkan oleh prisma heksagonal akan membentuk tumpukan tetrahidral. Jenis tumpukan
ini membentuk lubang besar (supercages). Lubang-lubang supercages dapat terbentuk dari 4
kristal tetrahedral yang besar, yang masing-masing mempunyai 12 cincin oksigen. Lubanglubang tersebut bila saling bersambung akan membentuk sistem pori-pori yang besar dari
zeolit. Setiap atom alumunium dikoordinat tetrahedral dalam kerangka membawa muatan
negatif. Muatan negatif ini digantikan oleh kation yang berada diposisi kerangka non spesifik
(Szostak, 1989).
2.4. Overview Teknologi Perengkahan Katalitik Untuk Konversi Plastik Menjadi Fuel
Proses perengkahan plastik telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini.
Berbagai penelitian tentang proses perengkahan berbahan baku plastik maupun sumber
hidrokarbon lain dilakukan untuk mendapatkan produk yang komposisinya sama atau
mendekati bensin. Dalam tabel 3 disajikan beberapa penelitian proses perengkahan yang telah
dilakukan.

10

Tabel 2.3 Overview Teknologi Perengkahan Katalitik Untuk Konversi Plastik Menjadi Fuel
NO. Bahan Baku

Kondisi Operasi

1.

XVR:PP:SC:CL
1:1:1:1

T = 460 0C

XVR+PP+CL = 87,4%

Yield/Konversi

2.

PP

T = 500-700 0C

XVR+PP+SC = 80,8%
Pirolisis = 82 wt%

3.

PS

T = 400-450 0C

4.

PE
PP
PS

T = 420-440 0C

5.

isobutyl
isoprene rubber

T = 500-700 0C

6.

PP

Power input = 35,2


kV.A

7.

Dry Methane

T=4000C

8.

PE

T=4000C

Konversi = 95%
Katalis MCM-41

9.

HDPE

T=4500C

Cair = 80% ; Gas= 2,9 %


Katalis FCC

10.

21 %wt PE,
24 %wt PP,
37 %wt PS,
5 %wt PVC,
6 %wt PET,
7 %wt dan lainlain

200 325 oC

Katalis (Si/Al) = 94 wt%


HY 2.7
Gas = 9,4% ; Cair = 83,3%
HUSY 5.1
Gas = 9,7% ; Cair = 76%
HUSY 6.7
Gas = 11,4% ; Cair = 73,3%
Dengan katalis Pt/Al2O3
PP
Cair = 96,7% ; Gas = 2,2%
PE
Cair = 84,5% ; Gas = 10,2%
PE+PP(1:1)
Cair = 90,5% ; Gas = 5,6%
PS
Cair = 95,7% ; Gas = 0,6%
Katalis ZnO
Cair = 47,61 % ; Gas = 12,74 %
Reaktor plasma nitrogen
Konversi = 96 %
Reaktor plasma DBD terintegrsi
dengan katalis Ni/Al2O3

Sumber Referensi
Ahmamzzaman,m
et.al,2008
Kodera et.al 2006

Won Tae et.al, 2005

Walendziewski,J. 2005

Jan Rasul et,al. 2009


Tang,Lan et,al. 2003
Wang,Qi et,al.2009

Gaca,P. et,al. 2008

Konversi = 90%
Non-pretreatment
Oil: 8,03%
Residu karbon: 4,77%

Ali,Salmiaton et,al.
2006
Akimoto et al, 2004

Pretreatment dengan 0,.2N NaOH


(200325 oC)
Oil: 9,39 % 9,8 %
Residu karbon: 1,24 % 2,22 %

Keterangan :
XRV

: petroleum vacuum residue

PET

: Poletilen Terephtalat

SC

: Samla coal

PVC

: Polvinilklorida

CL

: Calotropis procera

PS

: Polistiren

PP

: Polipropilen

LDPE : Low Density Polyethylene


11

PE

: Polietilen

HDPE : High Density Polyethylene

Dari tabel tersebut terlihat bahwa proses perengkahan katalitik menggunakan berbagai
jenis katalis membutuhkan kondisi suhu yang lebih rendah daripada perengkahan termal.
Penggunaan reaktor plasma untuk pretreatment plastik sebelum proses perengkahan katalitik
merupakan metode yang relatif baru sehingga perlu dikembangkan.
2.5 Konsep Dasar Teknologi Plasma
2.5.1 Pengertian Plasma
Plasma dalam teknologi plasma dapat didefinisikan sebagai gas yang terionisasi,
terdiri dari partikel neutron, ion positif, ion negatif dan elektron yang merespon secara kuat
medan magnetik. Plasma juga dapat dikatakan sebagai atom yang kehilangan elektron karena
beberapa atau semua elektron di orbit atom terluar telah terpisah dari atom atau molekul.
Hasilnya adalah sebuah koleksi ion dan elektron yang tidak lagi terikat satu sama lain. Untuk
menghilangkan elektron dari atom dibutukakan suatu energi, energi tersebut berasal dari
panas, listrik ataupun cahaya. Partikel-partikel ini terionisasi (bermuatan) sehingga
terbentuklah plasma.
Berdasarkan temperaturnya, plasma dapat dikategorikan menjadi:
1. Plasma termal : Telektron ~ Tgas
Suhu elektron dan gas berada dalam keadaan kesetimbangan (quasi-equilibrium)
akibat pemanasan Joule (Joule heating).
Contoh: plasma matahari
2. Plasma non-termal: Telektron > Tgas
Telektron ~ 1 eV (~ 10000 K); T ~ suhu ruang
Contoh: Aurora borealis
Teknologi plasma memiliki beberapa keunggulan diantaranya: plasma merupakan
teknologi yang ramah lingkungan, murah, mudah, dan merupakan teknologi reaktor plasma
yang dapat digunakan untuk konversi kimia pada temperatur rendah bahkan temperatur
ruangan.

12

2.5.2 Konsep Reaktor Plasma


Teknologi reaktor kimia merupakan disiplin ilmu yang sangat penting dalam teknik
proses kimia. Perkembangan teknologi fisika dalam bidang plasma juga mempunyai
kontribusi yang besar untuk memajukan teknologi reaktor kimia. Reaktor plasma ternyata
sangat menjanjikan dari sudut pandang tingkat konversi, energi pemanasan yang rendah, dan
tekanan yang digunakan biasanya pada tekanan atmosferik. Sumber-sumber yang biasa
dipakai dalam reaktor plasma ada beberapa,diantaranya yang biasa dipakai yaitu voltase
listrik,dan korona. Reaktor plasma yang potensial untuk reaksi kimia senyawa organik dan
anorganik diantaranya adalah korona.
Korona biasa diaplikasikan untuk memproduksi ion atau elektron terenergi pada
plasma. Ciri dari ion lebih tergantung pada polaritas discharge dan karakteristik dari
campuran gas, khususnya pada elektron yang berikatan. Energi dari sebuah elektron
dipengaruhi oleh karakterisasi gas dan metode pembangkitan korona. Umumnya, pada
aplikasi penggunaan ion, korona memasuki zona plasma dan menempati pada sebuah fraksi
kecil dari total volum proses. Sehingga saat proses berlangsung, elektron akan banyak
mengisi volume dengan plasma.
Plasma korona ada beberapa tipe, dan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
tipe planar. Korona planar ini terdiri dari lempengan elektroda, ground dan penutup yang
biasa dibuat dari materi dielektrik seperti kaca,kuarsa,atau keramik. Elektroda ditempatkan
pada bagian yang dapat diatur mendekati atau menjauhi groundnya.
2.5.2.1 Prinsip-Prinsip Dasar Reaktor Plasma Tipe Planar
Reaktor plasma tipe planar sangat potensial untuk reaksi-reaksi kimia organik maupun
anorganik karena sifat-sifat non-equilibrium, tenaga input rendah, serta kemampuan
mempengaruhi reaksi kimia dan fisika pada temperatur yang relatif rendah. Plasma tak panas
(non-thermal) didefinisikan sebagai sebuah fasa/gas yang berisi elektron, atom-atom dan
molekul-molekul tereksitasi, ion, radikal, foton, dan partikel netral dimana elektron-elektron
mempunyai energi yang sangat tinggi dibandingkan dengan partikel gas netral. Plasma ini
disebut juga non-equilibrium plasma karena terdapat perbedaan temperature dan energi
kinetik yang signifikan antara elektron dan partikel netral. Temperatur gas adalah temperatur
13

kamar sedangkan temperature elektron dapat mencapai 104 105 K dalam ruang discharge.
Pemecahan gas (gas breakdown) menghasilkan elektron-elektron yang terpercepatkan oleh
medan listrik membentuk plasma. Discas elektrik dapat dihasilkan dengan beberapa cara
tergantung kepada jenis voltase dan spesifikasi reaktor yang digunakan.
Dalam reaktor plasma elektron berenergi tinggi bertumbukan dengan molekul-molekul
gas menghasilkan eksitasi, ionisasi, pelipatgandaan elektron, dan pembentukan atom-atom
dan senyawa metastabil. Jika medan listrik di dalam zona discas adalah cukup untuk
memecahkan ikatan kimia gas maka akan terlihat discas mikro-discas mikro dalam jumlah
yang banyak. Selanjutnya atom-atom aktif dan senyawa metastabil akan bertumbukan dengan
molekul-molekul sehingga akan terjadi reaksi kimia. Tumbukan antara elektron- elektron
berenergi tinggi dengan molekul-molekul gas menghasilkan eksitasi, disosiasi, atau ionisasi
tanpa menyebabkan pemanasan terhadap gas, sehingga temperature bulk gas tidak
berkeseimbangan dengan elektron dan selalu rendah .
Konfigurasi dasar reaktor plasma tipe planar dapat dilihat di Gambar 3, sedangkan
karakteristik- karakteristik discas non-thermal dapat dilihat di Tabel 4.

Gambar 2.3. Prinsip-prinsip dasar reaktor plasma Corona planar


Ketebalan dan besarnya konstanta elektrikal menentukan jumlah arus listrik yang
dapat dilewatkan melalui elektrikal. Dalam beberapa aplikasi, elektrikal tersebut membatasi
densitas arus rata-rata di dalam ruang gas. elektrikal tersebut mendistribusikan discas mikro
ke seluruh permukaan elektroda disamping untuk menjamin tidak ada spark atau arc di dalam
ruang discas. Salah satu keuntungan plasma reaktor tipe planar adalah bahwa energi rata-rata
elektron dapat diatur dengan mengubah jarak antar elektroda.

14

Tabel 2.4. Karakteristik-karakteristik non-thermal discharge

2.5.2.2 Efek-Efek yang Berpengaruh dalam Reaktor Plasma Planar


Hal-hal yang berpengaruh pada Reaktor Plasma Planar yaitu:
1.Sifat material Dielektrik
Material dielektrik bisa terbuat dari kaca, kuarsa, keramik. Pemilihan material tersebut
disesuaikan dengan bahan baku yang digunakan.
2.Power Discharge
Sumber power yang biasa digunakan pada raktor plasma dapat berupa arus AC , DC,
Microwave, atau getaran.
3.Voltase yang digunakan
Reaksi kimia terjadi secara instan ketika voltase tinggi digunakan. Penggunaan tinggi
rendahnya voltase disesuaikan dengan maksud dan tujuan reaksi.
4.Waktu charging
Waktu charging merupakan lama waktu reaktor plasma diberi tegangan listrik.
2.5.3 Konsep Reaktor Plasma dalam Proses Perengkahan Plastik Menjadi Bahan Bakar
Cair
Plasma pyrolisis merupakan teknologi yang baru. Teknologi ini memiliki beberapa
keuntungan, diantaranya operasi penggunaannya mempunyai rentang suhu yang besar, dan
konversi hasil lebih tinggi dari cracking konvensional. Konsep dasar reaktor plasma
merupakan penggunaan elektron berenergi tinggi yang dihasilkannya. Elektron berenergi
15

tinggi ditumbukkan dengan molekul dalam gas, sehingga menghasilkan ion yang tereksitasi,
ion bebas, elektron multiplikasi, pembentukan atom dan komponen metastabil. Ketika bidang
elektrik dalam gap discharge cukup tinggi sehingga menyebabkan penguraian molekulmolekul gas, yang bila diamati bahwa atom aktif dan komponen metastabil bertubrukan
dengan molekul-molekul sehingga reaksi perengkahan itu terjadi.
2.6. Pemodelan dan Optimalisasi dengan Metode Response Surface Methodology
(RSM)
Metodologi Respon Surface merupakan Penggabungan teknik matematika dan
statistika yg berguna untuk pemodelan dan analisis problem yang mana respon yang diamati
dipengaruhi oleh beberapa variabel dan bertujuan untuk mengoptimalkan respon ini. Respon :
Parameter terukur atau karakteristik kualitas.
Untuk merancang jumlah run percobaan total digunakan persamaan sebagai berukut :
R = 2k + 2k + no
Dimana :

k = jumlah variavel bebas


no = jumlah percobaan yang diulangi pada titik pusat/tengah.
(di dalam kasus ini harga no=2)

Suku 2k : untuk faktorial/variabel


2k : pada sumbu aksial dr faktor/variabel (pd sumbu x,y,z)
Persamaan polynomial sebagai berikut.
Yu=o + i xui + ii x2ui + ij xui xuj +
xi = [ Xi-(Xit+Xib)/2 ]

i=1,2,3......k

[(Xit-Xib)/2]
Dimana :
Yu = respon yang diprediksi ke u

, u : 1, 2, 3, .., n

o = suku ke 0 (rata-rata)
i : suku linier , ii: suku kuadrat,

ij :suku interaksi,

xi : bilangan tdk berdimensi dari sebuah variabel bebas


Xi : harga nyata dari sebuah variabel bebas

16

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Konsep Dasar Penyelesaian Masalah
Adapun tahapan penyelesaian masalah dalam penelitian ini dapat dibuatkan alur
sebagai berikut:

Penelitian yang pernah dilakukan

Studi Literatur

Diskusi dengan Pakar

Permasalahan:
Efek teknologi plasma pada proses perengkahan katalitik
Pengaruh waktu charging pada saat pretreatment polipropilen dalam reaktor plasma
terhadap produktifitas akhir
Pengaruh suhu reaktor konvensional katalitik terhadap produktifitas akhir
Jumlah yield bahan bakar cair yang didapatkan

Analisa Permasalahan:
Waktu charging optimal pada reaktor plasma
Suhu optimum pada proses perengkahan katalitik

Hipotesis:
- penggunaan teknologi plasma dalam proses perengkahan
katalitik, dapat menurunkan konsumsi energi proses

Identifikasi respon
variabel

Penelitian (pengumpulan,
analisa, dan interpretasi data)

Identifiasi variabel bebas


dan variabel bergantung

Luaran Penelitian

Laporan Skripsi

Makalah jurnal

17

Gambar 3.1. Gambar kerangka pemecahan masalah


3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian
3.2.1. Bahan yang digunakan
Penelitian ini menggunakan plastik jenis polipropilen sebagai bahan yang akan
dilakukan perengkahan katalitik dengan pretreatment pada reaktor plasma, sedangkan
katalis yang digunakan adalah katalis bekas jenis Zeolit HY.
3.2.2. Gambar bahan yang digunakan

Gambar 3.2. Plastik bekas jenis propilen


3.2.3. Peralatan yang digunakan
Dalam penelitian ini digunakan reaktor plasma corona jenis planar dengan dimensi,
panjang 30 cm, lebar 15 cm, dan tinggi 10 cm. Di dalamnya diletakkan sebuah ground
diam atau stator (5) dan ground yang dapat digerakan (6), untuk membantu pergerakan
ground maka dipasang secrup pada sudut-sudut atasnya.
Reaktor konvensional yang digunakan adalah

jenis stainless tube reactor (6)

berukuran panjang 50 cm dengan diameter 3 cm sedangkan di dalamnya diletakkan


crucible sebagai penyangga sampel. Setelah itu, reaktor tersebut dimasukkan dalam
furnace electric yang telah dilengkapi dengan klem, statif, serta pengontrol suhu
(temperature control).
Di ujung atas reaktor dihubungkan dengan selang tahan panas (2) dimana gas hasil
reaksi nanti akan dialirkan menuju pendingin liebig (3) untuk dikondensasikan. Air pada
pendingin liebig berasal dari waterbath yang airnya dipompakan melalui selang silikon
menuju pendingin liebig. Setelah itu, gas yang dapat terkondensasi ditampung dalam
18

erlenmeyer vacuum (4) dalam bentuk cairan sedangkan gas yang lolos akan dialirkan
menuju gas sampling bag. Cairan dan gas hasil reaksi akan dianalisa dengan GC-MS (GCMass Spectrometer)
3.2.4 Gambar Rangkaian Alat

Gas
N2

V-3

Gambar 3.3. Peralatan perengkahan katalitik

19

Gambar 3.4. Peralatan reaktor corona plasma

3.5. Reaktor plasma corona planar


Dari gambar alat di atas, secara garis besar dapat digolongkan menjadi 2 bagian,
yaitu gambar rangkaian peralatan reaktor konvensional dan reaktor plasma. Secara
berturut-turut, gambar rangkaian alat tersebut terdiri dari frame penyangga, selang tahan
panas, erlenmeyer, pendingin (water bath), furnace electric, stainless tube reactor,
pengatur suhu, reaktor plasma, ground elektrode, dan high voltage electrode.
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Penanganan Katalis
Katalis yang akan digunakan diberi penanganan terlebih dahulu (regenerasi) agar
nilai fungsi dari katalis dapat naik. Regenerasi katalis dilakukan dengan drying, kalsinasi
dan crushing. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan air dan sisa-sisa karbon (Coke) yang
terperangkap dalam pori-pori katalis.
3.3.2. Perengkahan Katalitik Plastik
Proses pengkonversian limbah plastik polipropilen menjadi bahan bakar cair dengan
reaktor terintegrasi plasma - katalitik melibatkan beberapa tahapan proses dari penyiapan
20

bahan dan alat, hingga dihasilkan tiga jenis produk yaitu cair, gas, dan residu. Produk cair
dan gas tersebut akan dianalisa dengan menggunakan GC-MS dan digunakan metode RSM
dalam analisa datanya.
Plastik yang akan digunakan menjadi bahan percobaan dilakukan pre-treatmen
dalam reaktor plasma dengan perbedaan perlakuan waktu charging, yaitu pada rentang
waktu 10-30 menit . Hal ini diharapkan supaya plastik terdegradasi awal, sehingga
memudahkan dalam proses perengkahan katalitik. Reaksi perengkahan katalitik dalam
reaktor katalitik fixed bed konvensional dilakukan pada range suhu antara 325-475 0C.
Suhu yang dijadikan variabel merupakan suhu dinding dari reaktor katalitik konvensional.
Secara garis besar proses tersebut dapat digambarkan dengan skema berikut :
Penyiapan bahan dan alat
Pre-treatment plastik dalam reaktor plasma
Proses catalytic cracking dalam reactor fixed

Produk gas

Residu

Produk cair

Gas Chromatography Mass


Spectrometer( GC-MS)
Optimasi dengan RSM (Response
Surface Methodology)
- Model empiris: ANOVA (Analysis of Variance)
- Kondisi operasi optimal:
WaktuChargingReaktorPlasma(menit)
SuhuReaktorKatalitik(Celcius)

Gambar 3.6. Prosedur percobaan


Adapun detail urutan prosedur percobaan sesuai skema di atas dapat dijabarkan
sebagai berikut. Mula-mula menyiapkan alat dan bahan yang akan dipergunakan.
Kemudian merangkai reaktor terintegrasi plasma - katalitik sesuai dengan gambar
rangkaian alat dimana lama waktu charging reaktor plasma dan penetapan suhu reaktor
21

katalitik merupakan variabel berubah yang digunakan. Selanjutnya adalah memasukkan


plastik yang telah dipotong kecil-kecil pada ruang antara elektroda dan ground untuk
selanjutnya dilakukan proses pre-treatment plastik dalam reaktor plasma. Plastik yang
telah dikenai tahapan pre-treatment dalam reaktor plasma, kemudian digunakan sebagai
sampel untuk proses perangkahan katalitik dalam reaktor fixed bed konvensional.
Langkah selanjutnya meregenerasi katalis bekas sebelum dipakai

dengan cara

mengeringkan (drying) pada suhu 110oC selama 24 jam (overnight) di dalam oven.
Setelah itu baru dilanjutkan dengan kalsinasi katalis pada suhu 550oC di dalam furnace
selama 3 jam dan proses penghancuran (crushing).
Kemudian merangkai peralatan yang digunakan untuk proses perengkahan katalitik.
Peralatan disusun sesuai dengan gambar rangkaian alat dimana reaktor dimasukkan dalam
furnace electric yang dilengkapi dengan alat pengontrol suhu. Ujung bagian atas reaktor
dihubungkan dengan selang tahan panas untuk mengalirkan uap ke dalam pendingin, dan
dari pendingin dihubungkan ke erlenmeyer vakum sebagai penampung cairan. Ujung
bagian atas dan bawah reaktor diberi glasswool secukupnya. Kemudian bahan baku
dimasukkan ke dalam reaktor dengan susunan sebagai berikut : katalis di bagian bawah
reaktor, raw material (plastik PP), katalis di bagian atasnya.
Setelah tercapai suhu dan waktu reaksi optimal akan didapatkan 2 produk. Produk
yang keluar berupa gas, setelah dikondensasikan akan berupa cairan yang kemudian
ditampung dalam erlenmeyer vakum, diukur volumenya dan ditimbang beratnya. Produk
gas yang tidak terkondensasi akan disalurkan ke gas sampling bag. Sedangkan padatannya
yang merupakan sisa reaktan ditimbang. Selanjutnya produk cairan dan gas dianalisa
menggunakan GC-MS (GC-Mass Spectrometer)
3.4. Analisis Hasil dan Karakteristik Produk
Analisis hasil dari proses perengkahan yang berupa produk cair dan gas dilakukan
dengan menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrofotometry (GC-MS). Analisis ini
untuk mengetahui komposisi dari produk perengkahan yang didapat.
3.5. Desain Eksperiment
3.5.1. Variabel Tetap
22

Variabel tetap yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbandingan massa
plastik PP dengan massa katalis, besar tegangan yang digunakan pada reaktor plasma.
Perbandingan massa plastik dengan katalis yang akan dipakai adalah 1:2, tegangan dipakai
9 kV, suhu kalsinasi dilakukan pada 550 0C, sedangkan tekanan pada keadaan atmosferik.
3.5.2. Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah waktu charging reaktor
plasma dan suhu reaktor katalitik konvensional. Variabel bebas waktu charging dipilih
pada rentang waktu antara 10 - 30 menit, karena diharapkan dengan rentang waktu
charging tersebut telah dapat mendegradasi awal plastik PP. Kemudian pengaturan suhu
reaktor katalitik adalah pada range 325-475 0C, karena bila hanya dengan katalis perolehan
pyrolisis pada suhu sekitar 450 0C,maka diharapkan dengan integrasi reaktor plasma dapat
menurunkan suhu pyrolisis.
3.5.3. Rancangan Percobaan dan Optimasi Response Surface Methodology (RSM)
RSM (Response Surface Methodology) adalah suatu metode statistik untuk
perancangan percobaan, pemodelan matematik, optimasi dan analisis statistik dalam
penelitian. Dengan menggunakan RSM, sebuah persamaan polinomial kuadratik
dikembangkan untuk memperkirakan hasil percobaan sebagai fungsi dari interaksi antara
variabel bebas. Koefisien dari model empirik diestimasi dengan menggunakan teknik
analisa regresi multiarah yang ada dalam RSM. Secara umum persamaan empirik yang
akan digunakan adalah:
2

j 1

j 1

Y 0 jXj jjXj 2 ijXiXj


i j

dimana Y = hasil yang diperkirakan, 0 = koefisien intercept, j = koefisien linier Xj ,jj=


koefisien kuadrat Xj, ij = koefisien interaksi, Xi dan Xj = variabel bebas.
Adapun rentang variabel bebas dan levelnya ditunjukan di Tabel 3.1, sedangkan
rancangan percobaan berdasarkan metode Central Composite Design ditunjukan pada
Tabel 3.1.

23

Tabel 3.1. Rentang dan level variabel bebas di dalam reaktor plasma
Range and Levels
Variabel Bebas

Low level

Center level

High level

(-1)

(0)

(+1)

Waktu Charging (menit)

10

25

30

34

Suhu reaktor katalitik (0C)

294

325

400

475

506

Kurva tiga dimensi (Three dimensional response surface and Contour plot)
digunakan untuk menguji kebenaran pengaruh variabel percobaan pada hasil yang
diperoleh. Koefisien-koefisien pada model empirik diestimasi dengan menggunakan
analisis regresi multiarah. Kesesuaian model empirik dengan data eksperimen dapat
ditentukan dari koefisien determinasi (R2). Untuk menguji signifikan atau tidaknya model
empirik yang hasilkan digunakan ANOVA (Analysis of Variance).

24

BAB IV
HASIL YANG DIHARAPKAN
4.1. Rancangan Hasil Penelitian
Rancangan hasil penelitian yang meliputi run percobaan, variabel bebas, dan variabel
bergantung dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Rancangan Hasil Penelitian
RUN

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Variabel Bebas
Suhu Reaktor
Waktu
Konvensional
Charging
katalitik, X2
Reaktor
Plasma, X1
(Celcius)
(menit)
10
325
10
475
30
325
30
475
6
400
34
400
20
294
20
506
20
400
20
400

Yield produk
cair, Y1 ( % )

Keterangan Parameter Operasi:


Tekanan
= 1 atmosfer
Suhu Kalsinasi
= 550 0C

Variabel Bergantung
Yield residu,
Yield produk gas,
Y2 ( % )
Y3( % )

....
....
....
....
....
....
....
....
....
....

....
....
....
....
....
....
....
....
....
....

....
....
....
....
....
....
....
....
....
....

Rasio berat sampel/katalis = 1:2


Tegangan Listrik
= 9 kV

4.2. Rancangan Representasi Hasil Penelitian


Rancangan representasi hasil penelitian merupakan gambaran analisa dari hasil
penelitian yang dilakukan. Reprentasi hasil penelitian ini meliputi optimasi produk
hidrokarbon cair, karakterisasi produk hidrokarbon cair, optimasi produk gas, dan minimasi
produk padat (residu) yang ditunjukkan pada tabel berikut ini:

25

4.2.1. Optimasi Produk Hidrokarbon Cair


Tabel 4.2 Optimasi Produk Hidrokarbon Cair
Sumber variasi

SS

df

MS

F-value

SS regresi

....
....

....
....

....

SS error

....
....

SS total

....

....

....

....

....

....

....

....

....

4.2.2. Karakterisasi Produk Hidrokarbon Cair


Tabel 4.3 Identifikasi dan komposisi produk cair dengan GC-MS
Peak

Retention time
(menit)

Senyawa

Komposisi (%)

....
....
....
....
....
....

....
....
....
....
....
....

....
....
....
....
....
....

....
....
....
....
....
....

4.2.3. Optimasi Produk Gas


Tabel 4.4 Optimasi Produk Hidrokarbon Gas
Sumber variasi

SS

df

MS

F-value

SS regresi

....
....

....
....

....

SS error

....
....

SS total

....

....

....

....

....

....

....

....

....

4.2.4. Minimasi Produk Padat (residu)


Tabel 4.5 Minimasi Produk Padat (residu)
Sumber variasi

SS

Df

MS

F-value

SS regresi

....
....

....
....

....

SS error

....
....

SS total

....

....

....

....

....

....

....

....

....

26

BAB V
KESIMPULAN

Dari proposal penelitian yang telah dibuat dapat ditarik kesimpulan seperti berikut:
1. Proses pre-treatment pilopropilen di dalam reaktor plasma diharapkan dapat
mendegradasi awal struktur polipropilen sehingga dapat mempermudah proses
perengkahan katalitik.
2. Besarnya waktu charging pada reaktor plasma dan suhu reaktor konvensional katalitik
perlu dioptikasi agar memberikan produktifitas palig baik.

27

PROPOSAL PENELITIAN

EFEK SUHU DAN WAKTU CHARGING TERHADAP KINERJA REAKTOR


TERINTEGRASI PLASMA KATALITIK UNTUK KONVERSI LIMBAH PLASTIK
POLIPROPILEN (PP) MENJADI BAHAN BAKAR CAIR

Disusun Oleh:
Muhammad Khoirul Anam

L2C309034

Vidarti Dyah Atikayanti

L2C309037

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sekitar 80% konsumsi energi dunia diambil dari batu bara, minyak, dan gas alam. Dari
ketiganya, minyak berkontribusi paling besar ( 35% dari minyak, 23% dari batu bara, dan
21% dari gas)( Morten Bjrgen et al, 2008). Seperti yang diketahui bahwa konsumsi bahan
bakar dari tahun ketahun makin meningkat, sementara cadangan bahan bakar fosil yang ada
terbatas jumlahnya. Hal ini mendorong manusia untuk mencari bahan bakar alternatif.
Penelitian yang sekarang telah dilakukan untuk bahan bakar kebanyakan dari sumber alam
hayati dimana jika explorasi terlalu banyak akan menimbulkan ketidakseimbangan pada rantai
makanan. Tentu tidaklah mudah membuat suatu terobosan yang sempurna dalam
menghasilkan bahan bakar. Supaya keseimbangan pangan nasional maupun dunia tidak
terganggu, penelitian pada dekade ini lebih banyak menitik beratkan pada pengkonversian
bahan yang tidak bermanfaat untuk dikonversi menjadi produk yang bermanfaat.
Bahan yang tidak bermanfaat biasa disebut sampah. Sampah yang memungkinkan untuk
dikonversi menjadi bahan bakar diantaranya adalah plastik. Plastik merupakan material yang
baru secara luas dikembangkan dan digunakan sejak abad ke-20 yang berkembang secara luar
biasa penggunaannya dari hanya beberapa ratus ton pada tahun 1930-an, menjadi 150 juta
ton/tahun pada tahun 1990-an dan 220 juta ton/tahun pada tahun 2005. Saat ini penggunaan
material plastik di negara-negara Eropa Barat mencapai 60kg/orang/tahun, di Amerika Serikat
mencapai 80kg/orang/tahun, di India hanya 2kg/orang/tahun (Richardson, 2008). Penggunaan
plastik yang cukup tinggi juga menyebabkan persoalan tersendiri, mengingat sifat plastik
yang tidak mudah terdegradasi. Menurut data dari KLH (Kementerian Lingkungan Hidup)
volume timbunan sampah di 194 kabupaten dan kota di Indonesia mencapai 666 juta liter atau
setara 42 juta kilogram, dimana komposisi sampah plastik mencapai 14 persen atau 6 juta ton
(Junaedy, 2009). Dengan semakin meningkatnya penggunaan plastik dan tidak dapat
terdegradasinya secara alami, maka keberadaanya menjadi masalah lingkungan. Salah satu
jenis sampah plastik yang tidak mudah terdegradasi adalah kemasan minuman terutama cup
air mineral yang merupakan jenis plastik polipropilen (PP).
Metode konvensional yang biasa digunakan untuk pendegradasian plastik adalah
thermal cracking. Namun metode ini mempunyai kelemahan yaitu membutuhkan suhu operasi
yang relativ tinggi dan energi yang digunakan besar, sehingga diperlukan biaya operasi yang

relativ mahal. Untuk mengatasi kelemahan dari proses thermal cracking maka dapat
digunakan penambahan katalis untuk penurunan suhu operasi (Manos et al, 2002). Dari proses
tersebut akan dihasilkan suatu bahan bernilai jual tinggi yang berupa bahan bakar cair dan
gas.
Pada

beberapa

penelitian

terdahulu,

dijelaskan

proses

perengkahan

dengan

menggunakan bantuan katalis. Pinto et al (1999) memaparkan proses perengkahan katalitik


dengan menggunakan katalis Fe2O3 yang menghasilkan konversi mencapai 90% dengan suhu
operasi 415o C dan kisaran waktu 20 menit. Palafox et al (2001) masih menggunakan cara
konvensional tanpa katalis memerlukan suhu mencapai 500-700

C. Karagoz et al (2002)

menggunakan katalis Co-Ac, DHC-8, dan HZSM-5 untuk menghasilkan yield produk pada
kisaran 95-98%, dengan suhu operasi 425, 435, 450oC dan waktu 2 jam . Park et al (2003)
menggunakan katalis BaO untuk mengasilkan yield produk 73,2%, dengan suhu operasi
350oC. DP Serrano et al (2005) menggunakan katalis HZSM-5 untuk menghasilkan yield
produk 80% dengan suhu operasi 340o C dan waktu 2 jam. Dari beberapa penelitian tersebut
dapat diketahui bahwa konsumsi energi yang dibutuhkan untuk proses konvensional perengkahan katalitik polimer, adalah cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari suhu operasi
yang relatif tinggi. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu teknologi alternatif pendukung untuk
memperbaikinya. Teknologi plasma diharapkan dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Plasma terbentuk ketika suatu gas yang tidak bermuatan listrik diberi energi yang cukup
dari sumber listrik sehingga menjadi bermuatan dan bersifat radikal. Sumber elektron bebas
pada umumnya berupa elektroda bertegangan tinggi. Hal tersebut menimbulkan benturan
antara elektron dan molekul gas yang menghasilkan suatu keadaan metastabil dan ion yang
terenergi. Treatment polimer dengan teknologi plasma, menyebabkan perubahan struktur dan
sifat kimia dari lapisan polimer (Shikova et al, 2004) sehingga polimer lebih mudah terurai.
Keadaan seperti inilah yang kemudian dimanfaatkan lebih lanjut dalam proses perengkahan
katalitk. Efek waktu charging didalam reaktor plasma dan suhu reaktor konvensional-katalitik
terhadap kinerja reaktor terintegrasi plasma-katalitik belum pernah diteliti oleh peneliti
sebelumnya untuk konversi polipropilen menjadi bahan bakar cair.
Penelitian ini akan berfokus pada kajian reaktor plasma terintegrasi yang khusus
digunakan untuk perlakuan terhadap polipropilen sebelum dilakukan tahapan perengkahan
katalitik. Beberapa variabel yang akan dipelajari adalah pengaruh suhu reaktor konvensional
katalitik dan waktu charging reaktor plasma terhadap kinerja proses perengkahan katalitik
untuk konversi limbah plastik polipropilen (PP) menjadi bahan bakar cair.

1.2. Perumusan Masalah


Pengonversian polipropilen menjadi bahan bakar cair dan gas dapat dilakukan dengan
menggunakan proses perengkahan katalitik. Di dalam proses perengkahan katalitik, rantai
polipropilen yang panjang dapat mengalami pemutusan menjadi rantai pendek yang
mengakibatkan polimer tersebut mudah terurai. Reaktor plasma diharapkan dapat digunakan
sebagai alat untuk merusak struktur polipropilen sehingga dapat mempermudah dalam proses
cracking katalis. Proses perusakan struktur polimer dalam reaktor plasma merupakan tahapan
pre-treatment sebelum dilakukan proses perengkahan katalitik.
Penentuan waktu charging dalam reaktor plasma dan suhu reaktor konvensionalkatalitik yang optimal diharapkan dapat memperbaiki konversi plastik dan menurunkan
energinya. Kedua aspek tersebut perlu diketahui kondisi optimalnya supaya proses pretreatment polimer berjalan dengan maksimum.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui efek pretreatment plasma terhadap proses perengkahan katalitik untuk
konversi plastik polipropilen menjadi bahan bakar cair.
2. Mengetahui besarnya waktu charging dalam reaktor plasma dan suhu reaktor
konvensional - katalitik yang optimal yang memberikan produktifitas paling baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Plastik


Plastik merupakan salah satu bahan yang paling umum kita lihat, gunakan, dan
merupakan bahan yang dapat dirubah menjadi bermacam-macam bentuk. Plastik adalah senyawa
polimer yang terbentuk dari polimerisasi molekul- molekul kecil (monomer) hidrokarbon yang
membentuk rantai yang panjang dengan struktur yang kaku. Plastik merupakan senyawa sintesis
dari minyak bumi (terutama hidrokarbon rantai pendek) yang dibuat dengan reaksi polimerisasi
molekul- molekul kecil (monomer) yang sama , sehingga membentuk rantai panjang dan kaku
dan akan menjadi padat setelah temperatur pembentukan nya. Komponen utama plastik sebelum
membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang paling pendek. Polimer adalah suatu
bahan yang terdiri dari unit molekul yang disebut monomer, jika monomernya sejenis disebut
homopolimer, dan jika monomernya berbeda akan menghasilkan kopolimer. Plastik memiliki
titik didih dan titik beku yang beragam , tergantung dari monomer pembentuknya. Monomer
yang sering digunakan adalah etena (C2H4), propena(C3H6), styrene(C8H8), vinil klorida, nylon
dan karbonat(CO3). Plastik merupakan senyawa polimer yang penamaan nya sesuai dengan
nama monomer nya dan diberi awalan poli-. Contohnya, Plastik yang terbentuk dari monomermonomer propena, namanya adalah polipropilena.
Secara garis besar, plastik dapat dikelompokkan berdasarkan :
1. Perubahan Suhu (Syarief et al., 1989):

Plastik thermoplast, yaitu plastik yang dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya
panas. Contoh plastik thermoplast diantaranya : PE, PP, PS, ABS, SAN, nylon, PET, PC.

Plastik thermoset, yaitu plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak dapat
dicetak kembali karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi. Contoh
plastik thermoset diantaranya : PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF
(Melamine Formaldehyde), polyester, epoksi.

Keterangan : a = Awal proses


b = Peleburan plastik
c = Plastik padat
2. Jumlah rantai karbonnya :

1-4 Gas (LPG, LNG)

5-11 Cair (bensin)

9-16 Cairan dengan viskositas rendah

16-25 Cairan dengan viskositas tinggi (oli,gemuk)

25-30 Padat (parafin)

1000-3000 Plastik (polistiren,polietilen)

Hampir semua plastik sulit untuk diuraikan. Plastik yang memiliki ikatan karbon rantai
panjang dan memiliki tingkat kestabilan yang tinggi, sama sekali tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme. Karena itu, sampah plastik harus ditangani dengan baik. Kebanyakan plastik
termasuk dalam polimer termoplastik, yaitu polimer yang akan melunak apabila dipanaskan dan
dapat dicetak kembali ataupun didaur ulang.
Plastik mempunyai beberapa karakteristik, diantaranya :
1. Densitas
Plastik mempunyai densitas yang lebih rendah dari logam, sehingga plastik lebih ringan.
Kisaran densitas plastik adalah 0,9 g/cm3 sampai 2,2 g/cm3, dibandingkan dengan logam
yang mempunyai densitas 7,85 g/cm3.
2. Ketahanan dan Kekuatan
Beberapa jenis plastik memiliki resistensi yang tinggi terhadap reaksi kimia dan suhu,
kekuatan, kekakuan, dan tingkat kekerasan yang telah ditingkatkan sehingga menjadi salah
satu bahan yang sangat baik untuk digunakan dalam kemasan makanan ataupun minuman.
3. Penghantar Listrik
Karena plastik merupakan penghantar listrik yang sangat buruk maka dapat digunakan
sebagai isolator atau penyekat listrik.
4. Penghantar Panas
Plastik digunakan sebagai penghambat panas karena memiliki daya penghantar panas yang
sangat rendah.
5. Daya Benturan
Plastik dapat dibuat keras seperti batu dan kuat seperti baja sehingga dapat digunakan
sebagai pelindung kepala bagi para pekerja bangunan, pekerja tambang, dan pekerja kuli
lainnya.
2.1.1 Polipropilen
Polipropilen adalah polimer dari propilen dan termasuk jenis plastik olefin, dengan rumus
bangun sebagai berikut :
(CH2 CH )nCH3

Polipropilen mempunyai nama dagang Bexophane, Dynafilm, Luparen, Escon, Olefane dan
Profax. Polipropilen merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses polimerisasi gas
propilena. Propilena mempunyai specific gravity rendah dibandingkan dengan jenis plastik lain.
Polipropilen mempunyai sifat sangat kaku, berat jenis rendah, tahan terhadap bahan kimia, asam,
basa, tahan terhadap panas, dan tidak mudah retak.
Tabel 1. Perbandinagan specific gravity dari berbagai material plastik.

Tabel 2. Temperature Leleh Proses termoplastik

Polipropilen mempunyai titik leleh yang cukup tinggi (190 - 200 oC), sedangkan titik
kristalisasinya antara 130 135o C. Polypropylene mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia
(hemical Resistance) yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) nya rendah.

2.2 Konsep Perengkahan


2.2.1

Perengkahan Thermal
Perengkahan thermal merupakan suatu proses perengkahan pada suhu tinggi. Proses

perengkahan thermal bertujuan untuk memecah senyawa menjadi molekul yang lebih kecil
dengan cara pyrolisis atau thermolisis. Perengkahan thermal melibatkan radikal bebas (bukan
ion) dan reaksi rantai radikal bebas. Perengkahan plastik pada suhu tinggi adalah proses paling
sederhana untuk daur ulang plastik. Pada proses ini material polimer atau plastik dipanaskan
pada suhu sekitar 600 800 0C (Baggio,P et.al, 2009) dengan dialirkan udara. Proses pemanasan
ini menyebabkan struktur makro molekul dari plastik terurai menjadi molekul yang lebih kecil
dan hidrokarbon rantai pendek terbentuk. Produk yang dihasilkan berupa fraksi gas, fraksi cair
dan residu padat yang mengandung parafin,olefin, napthan, dan aromatis.
2.2.2

Perengkahan katalitik
Perengkahan menggunakan katalis dijalankan pada suhu lebih rendah daripada

perengkahan thermal. Permulaan katalis yang digunakan adalah tanah liat (clay) dan silika
alumina amorpous yang kemudian berkembang ke zeolit.
Perengkahan katalitik merupakan suatu cara untuk menghasilkan bensin dan produk
ringan lain dari minyak bumi. Perbedaan sistem reaksi dipelajari pada skala laboratorium. Ada
tiga tipe reaktor katalitik yang biasa digunakan dalam evaluasi laboratorium pada perengkahan
katalitik. Klasifikasi reaktor tersebut adalah fix bed reaktor, fluidized bed reaktor, dab entrained
flow reaktor. Satu dari sistem yang umum digunakan untuk perengkahan katalitik adalah fixed
bed micro-activity test or MAT unit.(corma et al., 1990)
2.3 Konsep katalis

Katalis menurut Richardson diartikan sebagai suatu zat kimia yang dapat menaikkan laju
reaksi dan terlibat didalam reaksi kimia walaupun zat itu sendiri tidak ikut bereaksi secara
permanen. Adapun formulasi yang benar mengenai katalis adalah:
1. Aliran distribusi yang baik dan rendahnya pressure drop. Hal ini dapat dicapai dengan
pemilihan bentuk dan ukuran partiel katalis. Juga perlu diperhatikan mengenai kekuatan
mekanis dari katalis.

2. Aktifitas dan selektifitas yang tinggi: hal ini dilakuan dengan pemilihan komponen kimia,
pemilihan metode preparasi untuk surface area, juga formulasi pellet untuk penyediaan situs
aktif.
3. Kestabilan umur, yaitu ketahanan terhadap deaktifasi berupa sintering, poisoning, dan
fouling.
Kinerja suatu katalis dapat dimisalkan sebagai berikut: suatu reaktan A dan reaktan B
untuk membentuk prtoduk C pada keadaan standar harus memiliki

energi tertentu (energi

aktifasi). Penggunaan katalis dapat mencarikan mekanisme lain dimana energi yang diperlukan
lebih rendah.
Adapun fungsi katalis adalah :
1. Menyediakan situs aktif, untuk mengontakkan kedua reaktan dengan energi aktivasi yang
lebih rendah.
2. Menyumbangkan tenaga dalam bentuk panas sehingga kontribusi ini memudahkan molekul
reaktan untuk melewati energi aktivasi. Kontribusi panas ini adalah akibat dari proses
difusi dan adsorbsi.
3. Menurunkan temperatur operasi.
4. Mengurangi residu dan hasil samping serta meningkatkan selektivitas dan yield produk.
2.3.1. Zeolit
Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari mineral aluminosilikat terhidrasi yang
mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Struktur zeolit terdiri
dari unit-unit tetrahedral AlO4 dan SiO4 yang saling berhubungan melalui atom O dan didalam
struktur tersebut Si4+ dapat diganti dengan Al3+ sehingga Zeolit mempunyai rumus (Szostak,
1989).
M2nO.Al2O3.xSiO2.yH2O
Dimana :

M = kation alkali atau alkali tanah


n = valensi logam alkali
x,y = bilangan tertentu

Zeolit secara umum berwarna kebiru-biruan, merupakan mineral berpori,mudah


melakukan pertukaran ion yaitu ion alkalinya dengan ion-ion yang lain, bersifat sebagai adsorben
ataupun penyaring molekul, merupakan kristal yang lunak, variasi berat jenis rata-rata adalah 2-

2,4 dan molekul air yang terkandung mudah dilepaskan dengan pemanasan. Zeolit terdiri dari 3
komponen yaitu : kation yang dipertukarkan ,kerangka alumino silikat dan kandungan air.
Komposisi kimia dari tiap zeolit akan mempengaruhi bentuk struktur zeolit,dengan
demikian untuk struktur zeolit yang berbeda akan memiliki struktur yang berbeda. Zeolit terdiri
dari 2 jenis yaitu zeolit alam dan sintetis. Zeolit alam diperoleh dengan penambangan secara
terbuka dan mekanis sehingga kemurniannya lebih rendah dibanding zeolit sintesis. Zeolit
sintesis dapat dikelompokkan menurut perbandingan komponen Si dan Al, yaitu :
a. Zeolit kadar Si rendah
Kadar maksimum Al dalam zeolit dicapai bila perbandingan Si/Al mendekati 1. Contoh
zeolit ini adalah zeolit A dan X
b. Zeolit kadar Si sedang
Kadar maksimum Al dalam zeolit dicapai bila perbandingan Si/Al antara lebih dari 1 5.
Contoh Zeolit omega dan zeolit Y.
c. Zeolit kadar Si tinggi
Kadar maksimum Al dalam zeolit dicapai bila perbandingan Si/Al mulai dari 10 - 100.
Contoh Zeolit ZSM-5, ZSM-11, ZSM-21.
d. Zeolit Si
Zeolit ini tidak mengandung Al sama sekali atau tidak mempunyai sisi kation. Sifat Zeolit ini
sangat hidrofilik-hidrofobik sehingga dapat memisahkan suatu molekul organik dari
campuran air. Contoh zeolit silika : silikalit
2.3.2 Zeolit Y
Struktur zeolit Y terdiri dari muatan negatif, kerangka 3 dimensi tetrahedral SiO4 dan AlO4
yang bergabung membentuk oktahedral terpancung (sodalite). Jika 6 buah sodalite terhubungkan
oleh prisma heksagonal akan membentuk tumpukan tetrahidral. Jenis tumpukan ini membentuk
lubang besar (supercages). Lubang-lubang supercages dapat terbentuk dari 4 kristal tetrahedral
yang besar, yang masing-masing mempunyai 12 cincin oksigen. Lubang-lubang tersebut bila
saling bersambung akan membentuk sistem pori-pori yang besar dari zeolit. Setiap atom
alumunium dikoordinat tetrahedral dalam kerangka membawa muatan negatif. Muatan negatif
ini digantikan oleh kation yang berada diposisi kerangka non spesifik (Szostak, 1989).

2.4. Overview Teknologi Perengkahan Katalitik Untuk Konversi Plastik Menjadi Fuel
Proses perengkahan plastik telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini.
Berbagai penelitian tentang proses perengkahan berbahan baku plastik maupun sumber
hidrokarbon lain dilakukan untuk mendapatkan produk yang komposisinya sama atau mendekati
bensin. Dalam tabel 3 disajikan beberapa penelitian proses perengkahan yang telah dilakukan.
Tabel 3 Overview Teknologi Perengkahan Katalitik Untuk Konversi Plastik Menjadi Fuel

NO. Bahan Baku

Kondisi Operasi

1.

T = 460 0C

XVR:PP:SC:CL
1:1:1:1

2.

PP

Yield
XVR+PP+CL = 87,4

Sumber Referensi
Ahmamzzaman,m
et.al,2008

XVR+PP+SC = 80,8
T = 500-700 0C

Pirolisis = 82 wt%

Kodera et.al 2006

Katalis (Si/Al) = 94 wt%

3.

PS

T = 400-450 0C

HY 2.7

Won Tae et.al, 2005

Gas = 9,4% ; Cair = 83,3%


HUSY 5.1
Gas = 9,7% ; Cair = 76%
HUSY 6.7
Gas = 11,4% ; Cair = 73,3%

4.

PE
PP
PS

T = 420-440 0C

Dengan katalis Pt/Al2O3


PP
Cair = 96,7% ; Gas = 2,2%
PE
Cair = 84,5% ; Gas = 10,2%
PE+PP(1:1)
Cair = 90,5% ; Gas = 5,6%
PS
Cair = 95,7% ; Gas = 0,6%

Walendziewski,J. 2005

Keterangan :
XRV

: petroleum vacuum residue

SC

: Samla coal

CL

: Calotropis procera

PP

: Polipropilen

PE

: Polietilen

PS

: Polistiren

LDPE

: Low Density Polyethylene

HDPE

: High Density Polyethylene

Dari tabel tersebut terlihat bahwa proses perengkahan katalitik menggunakan berbagai
jenis katalis membutuhkan kondisi suhu yang lebih rendah daripada perengkahan termal.
Penggunaan reaktor plasma untuk pretreatment plastik sebelum proses perengkahan katalitik
merupakan metode yang relatif baru sehingga perlu dikembangkan.
2.5 Konsep Dasar Teknologi Plasma
2.5.1 Pengertian Plasma
Plasma dalam teknologi plasma dapat didefinisikan sebagai gas yang terionisasi, terdiri
dari partikel neutron, ion positif, ion negatif dan elektron yang merespon secara kuat medan
magnetik. Plasma juga dapat dikatakan sebagai atom yang kehilangan elektron karena beberapa
atau semua elektron di orbit atom terluar telah terpisah dari atom atau molekul. Hasilnya adalah
sebuah koleksi ion dan elektron yang tidak lagi terikat satu sama lain. Untuk menghilangkan
elektron dari atom dibutukakan suatu energi, energi tersebut berasal dari panas, listrik ataupun
cahaya. Partikel-partikel ini terionisasi (bermuatan) sehingga terbentuklah plasma.
Berdasarkan temperaturnya, plasma dapat dikategorikan menjadi:
1. Plasma termal : Telektron ~ Tgas
Suhu elektron dan gas berada dalam keadaan kesetimbangan (quasi-equilibrium) akibat
pemanasan Joule (Joule heating).
Contoh: plasma matahari

2. Plasma non-termal: Telektron > Tgas


Telektron ~ 1 eV (~ 10000 K); T ~ suhu ruang
Contoh: Aurora borealis
Teknologi plasma memiliki beberapa keunggulan diantaranya: plasma merupakan teknologi
yang ramah lingkungan, murah, mudah, dan merupakan teknologi reaktor plasma yang dapat
digunakan untuk konversi kimia pada temperatur rendah bahkan temperatur ruangan.
2.5.2 Konsep Reaktor Plasma
Teknologi reaktor kimia merupakan disiplin ilmu yang sangat penting dalam teknik proses
kimia. Perkembangan teknologi fisika dalam bidang plasma juga mempunyai kontribusi yang
besar untuk memajukan teknologi reaktor kimia. Reaktor plasma ternyata sangat menjanjikan
dari sudut pandang tingkat konversi dan energi pemanasan yang rendah, walaupun
selektifitasnya masih rendah. Sumber-sumber yang biasa dipakai dalam reaktor plasma ada
beberapa,diantaranya yang biasa dipakai yaitu voltase listrik,dan korona. Reaktor plasma yang
potensial untuk reaksi kimia senyawa organik dan anorganik adalah tipe DBD (Dielectric Barrier
Discharge).
DBD disebut juga silent discharge, yang terdiri dari planar atau tabung dengan paling
sedikit satu elektroda yang ditutupi dengan material dielektrik seperti kaca, kuarsa dan keramik.
Konstanta dielektrik dan ketebalan menentukan jumlah penggantian arus yang dapat dilalui oleh
dielektrik. Dielektrik terbatas terhadap densitas arus rata-rata dalam ruang gas. Dielektrik juga
dapat ditempatkan diantara elektrode untuk memisahkan 2 lapisan gas.

2.5.2.1 Prinsip-Prinsip Dasar Reaktor Plasma Jenis DBD (Dielectric Barrier Discharge)
Reaktor plasma jenis DBD sangat potensial untuk reaksi-reaksi kimia organik maupun
anorganik karena sifat-sifat non-equilibrium, tenaga input rendah, serta kemampuan
mempengaruhi reaksi kimia dan fisika pada temperatur yang relatif rendah. Plasma tak panas
(non-thermal) didefinisikan sebagai sebuah fasa/gas yang berisi elektron, atom-atom dan
molekul-molekul tereksitasi, ion, radikal, foton, dan partikel netral dimana elektron-elektron
mempunyai energi yang sangat tinggi dibandingkan dengan partikel gas netral. Plasma ini
disebut juga non-equilibrium plasma karena terdapat perbedaan temperature dan energi kinetik

yang signifikan antara electron dan partikel netral. Temperatur gas adalah temperatur kamar
sedangkan temperature elektron dapat mencapai 104 105 K dalam dielectric- barrier
discharge. Pemecahan gas (gas breakdown) menghasilkan elektron-elektron yang terpercepatkan
oleh medan listrik membentuk plasma. Discas elektrik dapat dihasilkan dengan beberapa cara
tergantung kepada jenis voltase dan spesifikasi reaktor yang digunakan.
Dalam reaktor plasma elektron berenergi tinggi bertumbukan dengan molekul-molekul
gas menghasilkan eksitasi, ionisasi, pelipatgandaan elektron, dan pembentukan atom-atom dan
senyawa metastabil . Jika medan listrik di dalam zona discas adalah cukup untuk memecahkan
ikatan kimia gas maka akan terlihat discas mikro-discas mikro dalam jumlah yang banyak.
Selanjutnya atom-atom aktif dan senyawa metastabil akan bertumbukan dengan molekulmolekul sehingga akan terjadi reaksi kimia. Tumbukan antara electron- elektron berenergi tinggi
dengan molekulmolekul gas menghasilkan eksitasi, disosiasi, atau ionisasi tanpa menyebabkan
pemanasan terhadap gas, sehingga temperature bulk gas tidak berkeseimbangan dengan electron
dan selalu rendah .
Konfigurasi dasar reaktor plasma jenis DBD dapat dilihat di Gambar 3, sedangkan
karakteristik- karakteristik discas tak panas dapat dilihat di Tabel 4.

Gambar 3. Prinsip-prinsip dasar reaktor plasma DBD

Ketebalan dan besarnya konstanta dielektrik menentukan jumlah arus listrik yang dapat
dilewatkan melalui dielektrik. Dalam beberapa aplikasi, dielektrik tersebut membatasi densitas
arus rata-rata di dalam ruang gas. Dielektrik tersebut mendistribusikan discas mikro ke seluruh

permukaan elektroda disamping untuk menjamin tidak ada spark atau arc di dalam ruang discas.
Salah satu keuntungan plasma reactor jenis DBD adalah bahwa energi rata-rata electron dapat
diatur dengan mengubah densitas gas dan jarak antar elektroda.
Tabel 4. Karakteristik-karakteristik non-thermal discharge

2.5.2.2 Efek-Efek yang Berpengaruh dalam Reaktor Plasma DBD


Hal-hal yang berpengaruh pada Reaktor Plasma DBD (Istadi, Nor Aishah S.A, 2005)
yaitu:
1.Sifat material Dielektrik
Material dielektrik bisa terbuat dari kaca, kuarsa, keramik. Pemilihan material tersebut
disesuaikan dengan bahan baku yang digunakan.
2.Power Discharge
Sumber power yang biasa digunakan pada raktor plasma dapat berupa arus AC , DC,
Microwave, atau getaran.
3.Voltase yang digunakan
Reaksi kimia terjadi secara instan ketika voltase tinggi digunakan. Penggunaan tinggi
rendahnya voltase disesuaikan dengan maksud dan tujuan reaksi.
4.Tekanan sistem reaktor
Tekanan merupakan parameter penting yang mempengaruhi karakteristik reaktor DBD
sehingga mempengaruhi discharge gap dan pemakaian power.

5.Suhu dinding reaktor


Suhu juga merupakan parameter penting yang mempengaruhi keadaan reaksi dalam reaksi
kimia konvensional pada reaktor. Pada umumnya jika reaksi bersifat endothermis, suhu
tinggi sangat diinginkan untuk meningkatkan enthalpi.
6. Waktu charging

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Konsep Dasar Penyelesaian Masalah
Adapun tahapan penyelesaian masalah dalam penelitian ini dapat dibuatkan alur
sebagai berikut:
Penelitian yang pernah dilakukan

Studi Literatur

Diskusi dengan Pakar

Permasalahan:
Efek teknologi plasma pada proses perengkahan katalitik
Pengaruh waktu charging pada saat pretreatment polipropilen dalam reaktor plasma
terhadap produktifitas akhir
Pengaruh suhu reaktor konvensional katalitik terhadap produktifitas akhir
Jumlah yield bahan bakar cair yang didapatkan
Analisa Permasalahan:
Waktu charging optimal pada reaktor plasma
Suhu optimum pada proses perengkahan katalitik

Hipotesis:
- penggunaan teknologi plasma dalam proses perengkahan
katalitik, dapat menurunkan konsumsi energi proses

Identifikasi respon
variabel

Penelitian (pengumpulan,
analisa, dan interpretasi data)

Identifiasi variabel bebas


dan variabel bergantung

Luaran Penelitian

Laporan Skripsi

Makalah jurnal

Gambar 3.1. Gambar kerangka pemecahan masalah

3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian


3.2.1. Bahan yang digunakan
Penelitian ini menggunakan plastik jenis polipropilen sebagai bahan yang akan
dilakukan perengkahan katalitik dengan pretreatment pada reaktor plasma, sedangkan katalis
yang digunakan adalah katalis bekas jenis Zeolit HY.
3.2.2. Gambar bahan yang digunakan

Gambar 3.2. Plastik bekas jenis propilen


3.2.3. Peralatan yang digunakan
Dalam penelitian ini digunakan reaktor plasma corona jenis planar dengan dimensi,
panjang 30 cm, lebar 15 cm, dan tinggi 10 cm. Di dalamnya diletakkan sebuah ground diam
atau stator (5) dan ground yang dapat digerakan (6), untuk membantu pergerakan ground
maka dipasang secrup pada sudut-sudut atasnya.
Reaktor konvensional yang digunakan adalah jenis stainless tube reactor (6) berukuran
panjang 50 cm dengan diameter 3 cm sedangkan di dalamnya diletakkan crucible sebagai
penyangga sampel. Setelah itu, reaktor tersebut dimasukkan dalam furnace electric yang telah
dilengkapi dengan klem, statif, serta pengontrol suhu (temperature control).
Di ujung atas reaktor dihubungkan dengan selang tahan panas (2) dimana gas hasil
reaksi nanti akan dialirkan menuju pendingin liebig (3) untuk dikondensasikan. Air pada
pendingin liebig berasal dari waterbath yang airnya dipompakan melalui selang silikon
menuju pendingin liebig. Setelah itu, gas yang dapat terkondensasi ditampung dalam
erlenmeyer vacuum (4) dalam bentuk cairan sedangkan gas yang lolos akan dialirkan menuju
gas sampling bag. Cairan dan gas hasil reaksi akan dianalisa dengan GC-MS (GC-Mass
Spectrometer)

3.2.3 Gambar Rangkaian Alat

Gas
N2

V-3

Gambar 3.3. Peralatan perengkahan katalitik

Gambar 3.4. Peralatan reaktor corona plasma

3.5. Reaktor plasma corona planar


Dari gambar alat di atas, secara garis besar dapat digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu
gambar rangkaian peralatan reaktor konvensional dan reaktor plasma. Secara berturut-turut,
gambar rangkaian alat tersebut terdiri dari frame penyangga, selang tahan panas, erlenmeyer,
pendingin (water bath), furnace electric, stainless tube reactor, pengatur suhu, reaktor
plasma, ground elektrode, dan high voltage electrode.
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Penanganan Katalis
Katalis yang akan digunakan diberi penanganan terlebih dahulu (regenerasi) agar nilai
fungsi dari katalis dapat naik. Regenerasi katalis dilakukan dengan drying, kalsinasi dan
crushing. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan air dan sisa-sisa karbon (Coke) yang
terperangkap dalam pori-pori katalis.
3.3.2. Perengkahan Katalitik Plastik
Proses pengkonversian limbah plastik polipropilen menjadi bahan bakar cair dengan
reaktor terintegrasi plasma - katalitik melibatkan beberapa tahapan proses dari penyiapan
bahan dan alat, hingga dihasilkan tiga jenis produk yaitu cair, gas, dan residu. Produk cair dan

gas tersebut akan dianalisa dengan menggunakan GC-MS dan digunakan metode RSM dalam
analisa datanya.
Plastik yang akan digunakan menjadi bahan percobaan dilakukan pre-treatmen dalam
reaktor plasma dengan perbedaan perlakuan waktu charging, yaitu pada rentang waktu 10-30
menit . Hal ini diharapkan supaya plastik terdegradasi awal, sehingga memudahkan dalam
proses perengkahan katalitik. Reaksi perengkahan katalitik dalam reaktor katalitik fixed bed
konvensional dilakukan pada range suhu antara 325-475 0C. Suhu yang dijadikan variabel
merupakan suhu dinding dari reaktor katalitik konvensional.
Secara garis besar proses tersebut dapat digambarkan dengan skema berikut :
Penyiapan bahan dan alat
Pre-treatment plastik dalam reaktor plasma
Proses catalytic cracking dalam reactor fixed

Produk gas

Residu

Gas Chromatography Mass


Spectrometer( GC-MS)
Optimasi dengan RSM (Response
Surface Methodology)
- Model empiris: ANOVA (Analysis of Variance)
- Kondisi operasi optimal:

Waktu Charging Reaktor Plasma (menit)


Suhu Reaktor Katalitik (Celcius)
Gambar 3.6. Prosedur percobaan

Produk cair

Adapun detail urutan prosedur percobaan sesuai skema di atas dapat dijabarkan sebagai
berikut. Mula-mula menyiapkan alat dan bahan yang akan dipergunakan. Kemudian
merangkai reaktor terintegrasi plasma - katalitik sesuai dengan gambar rangkaian alat dimana
lama waktu charging reaktor plasma dan penetapan suhu reaktor katalitik merupakan variabel
berubah yang digunakan. Selanjutnya adalah memasukkan plastik yang telah dipotong kecilkecil pada ruang antara elektroda dan ground untuk selanjutnya dilakukan proses pretreatment plastik dalam reaktor plasma. Plastik yang telah dikenai tahapan pre-treatment
dalam reaktor plasma, kemudian digunakan sebagai sampel untuk proses perangkahan
katalitik dalam reaktor fixed bed konvensional.
Langkah selanjutnya meregenerasi katalis bekas sebelum dipakai

dengan cara

mengeringkan (drying) pada suhu 110oC selama 24 jam (overnight) di dalam oven. Setelah
itu baru dilanjutkan dengan kalsinasi katalis pada suhu 550oC di dalam furnace selama 3 jam
dan proses penghancuran (crushing).
Kemudian merangkai peralatan yang digunakan untuk proses perengkahan katalitik.
Peralatan disusun sesuai dengan gambar rangkaian alat dimana reaktor dimasukkan dalam
furnace electric yang dilengkapi dengan alat pengontrol suhu. Ujung bagian atas reaktor
dihubungkan dengan selang tahan panas untuk mengalirkan uap ke dalam pendingin, dan dari
pendingin dihubungkan ke erlenmeyer vakum sebagai penampung cairan. Ujung bagian atas
dan bawah reaktor diberi glasswool secukupnya. Kemudian bahan baku dimasukkan ke dalam
reaktor dengan susunan sebagai berikut : katalis di bagian bawah reaktor, raw material
(plastik PP), katalis di bagian atasnya.
Setelah tercapai suhu dan waktu reaksi optimal akan didapatkan 2 produk. Produk yang
keluar berupa gas, setelah dikondensasikan akan berupa cairan yang kemudian ditampung
dalam erlenmeyer vakum, diukur volumenya dan ditimbang beratnya. Produk gas yang tidak
terkondensasi akan disalurkan ke gas sampling bag. Sedangkan padatannya yang merupakan
sisa reaktan ditimbang. Selanjutnya produk cairan dan gas dianalisa menggunakan GC-MS
(GC-Mass Spectrometer)

3.4. Analisis Hasil dan Karakteristik Produk


Analisis hasil dari proses perengkahan yang berupa produk cair dan gas dilakukan
dengan menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrofotometry (GC-MS). Analisis ini
untuk mengetahui komposisi dari produk perengkahan yang didapat.
3.5. Desain Eksperiment
3.5.1. Variabel Tetap
Variabel tetap yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbandingan massa plastik
PP dengan massa katalis, besar tegangan yang digunakan pada reaktor plasma. Perbandingan
massa plastik dengan katalis yang akan dipakai adalah 1:2, tegangan dipakai 9 kV, suhu
kalsinasi dilakukan pada 550 0C, sedangkan tekanan pada keadaan atmosferik.
3.5.2. Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah waktu charging reaktor
plasma dan suhu reaktor katalitik konvensional. Variabel bebas waktu charging dipilih pada
rentang waktu antara 10 - 30 menit, karena diharapkan dengan rentang waktu charging
tersebut telah dapat mendegradasi awal plastik PP. Kemudian pengaturan suhu reaktor
katalitik adalah pada range 325-475 0C, karena bila hanya dengan katalis perolehan pyrolisis
pada suhu sekitar 450 0C,maka diharapkan dengan integrasi reaktor plasma dapat menurunkan
suhu pyrolisis.
3.5.3. Rancangan Percobaan dan Optimasi Response Surface Methodology (RSM)
RSM (Response Surface Methodology) adalah suatu metode statistik untuk perancangan
percobaan, pemodelan matematik, optimasi dan analisis statistik dalam penelitian. Dengan
menggunakan RSM, sebuah persamaan polinomial kuadratik dikembangkan untuk
memperkirakan hasil percobaan sebagai fungsi dari interaksi antara variabel bebas. Koefisien
dari model empirik diestimasi dengan menggunakan teknik analisa regresi multiarah yang ada
dalam RSM. Secara umum persamaan empirik yang akan digunakan adalah:

j 1

j 1

Y 0 jXj jjXj 2 ijXiXj


i j

dimana Y = hasil yang diperkirakan, 0 = koefisien intercept, j = koefisien linier Xj ,jj=


koefisien kuadrat Xj, ij = koefisien interaksi, Xi dan Xj = variabel bebas.
Adapun rentang variabel bebas dan levelnya ditunjukan di Tabel 3.1, sedangkan
rancangan percobaan berdasarkan metode Central Composite Design ditunjukan pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Rentang dan level variabel bebas di dalam reaktor plasma
Variabel Bebas
Waktu Charging (menit)
Suhu reaktor katalitik (0C)

6
294

Range and Levels


Low level Center level
High level
(-1)
(0)
(+1)
10
25
30
325
400
475

34
506

Kurva tiga dimensi (Three dimensional response surface and Contour plot) digunakan
untuk menguji kebenaran pengaruh variabel percobaan pada hasil yang diperoleh. Koefisienkoefisien pada model empirik diestimasi dengan menggunakan analisis regresi multiarah.
Kesesuaian model empirik dengan data eksperimen dapat ditentukan dari koefisien
determinasi (R2). Untuk menguji signifikan atau tidaknya model empirik yang hasilkan
digunakan ANOVA (Analysis of Variance).

BAB IV
HASIL YANG DIHARAPKAN
4.1. Rancangan Hasil Penelitian
Rancangan hasil penelitian yang meliputi run percobaan, variabel bebas, dan variabel
bergantung dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Rancangan Hasil Penelitian
RUN

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Variabel Bebas
Suhu Reaktor
Waktu
Konvensional
Charging
katalitik, X2
Reaktor
Plasma, X1
(Celcius)
(menit)
10
325
10
475
30
325
30
475
6
400
34
400
20
294
20
506
20
400
20
400

Yield produk
cair, Y1 ( % )

Keterangan Parameter Operasi:


Tekanan
= 1 atmosfer
Suhu Kalsinasi
= 550 0C

....
....
....
....
....
....
....
....
....
....

Variabel Bergantung
Yield residu,
Yield produk gas,
Y2 ( % )
Y3( % )

....
....
....
....
....
....
....
....
....
....

....
....
....
....
....
....
....
....
....
....

Rasio berat sampel/katalis = 1:2


Tegangan Listrik
= 9 kV

4.2. Rancangan Representasi Hasil Penelitian


Rancangan representasi hasil penelitian merupakan gambaran analisa dari hasil penelitian
yang dilakukan. Reprentasi hasil penelitian ini meliputi optimasi produk hidrokarbon cair,
karakterisasi produk hidrokarbon cair, optimasi produk gas, dan minimasi produk padat (residu)
yang ditunjukkan pada tabel berikut ini:

4.2.1. Optimasi Produk Hidrokarbon Cair


Tabel 4.2 Optimasi Produk Hidrokarbon Cair
Sumber variasi

SS

df

MS

F-value

SS regresi

....
....

....
....

....

SS error

....
....

SS total

....

....

....

....

....

....

....

....

....

4.2.2. Karakterisasi Produk Hidrokarbon Cair


Tabel 4.3 Identifikasi dan komposisi produk cair dengan GC-MS
Peak

Retention time
(menit)

Senyawa

Komposisi (%)

....
....
....
....
....
....

....
....
....
....
....
....

....
....
....
....
....
....

....
....
....
....
....
....

4.2.3. Optimasi Produk Gas


Tabel 4.4 Optimasi Produk Hidrokarbon Gas
Sumber variasi

SS

df

MS

F-value

SS regresi

....
....

....
....

....

SS error

....
....

SS total

....

....

....

....

R2

....

....

....

....

....

4.2.4. Minimasi Produk Padat (residu)


Tabel 4.5 Minimasi Produk Padat (residu)
Sumber variasi

SS

Df

MS

F-value

SS regresi

....
....

....
....

....

SS error

....
....

SS total

....

....

....

....

....

....

....

....

....

BAB V
KESIMPULAN

Dari proposal penelitian yang telah dibuat dapat ditarik kesimpulan seperti berikut:
1. Proses pre-treatment polipropilen di dalam reaktor plasma diharapkan dapat
mendegradasi awal struktur polipropilen sehingga dapat mempermudah proses
perengkahan katalitik.
2. Besarnya waktu charging pada reaktor plasma dan suhu reaktor konvensional katalitik
perlu dioptimasi agar memberikan produktifitas paling baik.

BAB VI
JADWAL PELAKSANAAN
Tabel 6.1 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
BENTUK KEGIATAN

Bulan 1

Bulan 2

Bulan 3

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Studi literatur

Penyiapan bahan, peralatan, dan


perancangan
Preparasi Zeolit HY bekas

Konversi limbah plastik polipropilen


menjadi bahan bakar cair
menggunakan reaktor terintegrasi
plasma-konvensional katalitik.

Analisa Data

Pembuatan laporan

28

LEMBAR KONSULTASI
Proposal Penelitian

Nama

: 1. M. Khoirul Anam
2. Vidiarti Dyah Atikayanti

Judul Penelitian

( NIM. L2C309034 )
( NIM. L2C309037 )

Efek Suhu dan Waktu Charging Terhadap Kinerja Reaktor Terintegrasi


Plasma Katalitik untuk Konversi Limbah Plastik Polipropilen (PP)
Menjadi Bahan Bakar Cair.

Tanggal Mulai
Pembimbing
No

:
: Dr.Istadi,S.T.,M.T.
Tanggal

Konsultasi
Mhs.

Paraf
Dosen

Keterangan

No

Tanggal

Konsultasi

Paraf
Mhs.
Dosen

Keterangan

Dinyatakan selesai
Tanggal :
Dosen Pembimbing,

Dr. Istadi, S.T., M.T.


NIP. 19710301 199702 1 001

BUKU KONSULTASI
PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Oleh:
Nama

: 1. M. Khoirul Anam
2. Vidiarti Dyah A

Judul Penelitian

( NIM. L2C309012 )
( NIM. L2C309042 )

: Efek Suhu dan Waktu Charging Terhadap Kinerja Reaktor


Terintegrasi Plasma Katalitik untuk Konversi Limbah
Plastik Polipropilen (PP) Menjadi Bahan Bakar Cair.

Pembimbing

: Dr.Istadi,S.T.,M.T.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010

Anda mungkin juga menyukai