Anda di halaman 1dari 28

I.

A.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sistem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa segala upaya dalam
pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai derajat
kesehatan yang lebih tinggi yang memungkinkan orang hidup lebih
produktif baik sosial maupun ekonomi. Dengan meningkatnya status sosial
dan ekonomi, pelayanan kesehatan masyarakat, perubahan gaya hidup,
bertambahnya umur harapan hidup, maka di Indonesia mengalami
pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak
menular, hal ini di kenal dengan transisi epidemiologi. Kecenderungan
meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular salah satunya adalah
diabetes melitus.1
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.1,2
Jumlah penderita diabetes melitus di dunia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan, hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang
meningkat, life expectancy bertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup
tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan
kegiatan fisik kurang. Kurang lebih 220 juta manusia di dunia menderita
diabetes, 80% diantaranya berada di negara berkembang dan negara miskin
(lebih dari 80 juta penderita diabetes berada di wilayah Pasifik Barat dan
Asia Tenggara).3
Indonesia merupakan negara keempat terbesar di dunia untuk prevalensi
diabetes setelah India, China, dan USA. Jumlah penderita bertambah 150200 orang setiap hari. Itu artinya, setiap enam menit, jumlah penderita
diabetes bertambah satu orang. Hampir 90% penyandang diabetes adalah
kelompok DM tipe-2. Penderita diabetes sebanyak 8,4 juta pada tahun 2000

menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Hingga akhir tahun 2010
penderita diabetes diperkirakan mencapai 12,7 juta.1
Penderita diabetes yang mempunyai kadar gula tidak terkontrol
memiliki risiko mengalami berbagai komplikasi, salah satunya ulkus
diabetik. Penderita diabetes melitus berisiko 29 X terjadi komplikasi ulkus
diabetika. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit
yang disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati. Ulkus diabetika mudah berkembang menjadi
infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang
tinggi menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman. Di RSUD
DR. Moewardi Surakarta pada tahun 2005 terdapat penderita Diabetes
mellitus sebesar 13.968 dan meningkat tahun 2006 menjadi 15.365
penderita, diantaranya menderita ulkus diabetika pada tahun 2005 sebesar
362 penderita dan meningkat pada tahun 2006 menjadi 487 penderita.4
B. Rumusan Masalah
Sebagai rumusan masalah dari referat ini adalah bagaimanakah
karakteristik penderita dan kadar gula darah penderita ulkus diabetik di
RSUD. Prof. dr. Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010 ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita dan kadar gula
darah penderita ulkus diabetik di RSUD. Prof. dr. Margono Soekardjo
Purwokerto selama tahun 2005-2010.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui jumlah penderita ulkus diabetik di RSUD. Prof. dr.
Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010.
b. Mengetahui distribusi penderita ulkus diabetik di RSUD. Prof. dr.
Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010 menurut
umur.

c. Mengetahui distribusi penderita ulkus diabetik di RSUD. Prof. dr.


Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010 menurut jenis
kelamin.
d. Mengetahui profil kadar gula darah penderita ulkus diabetik di RSUD.
Prof. dr. Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010.
D. Manfaat
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi data bagi RSUD.
Prof. dr. Margono Soekardjo Purwokerto.
2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan masukan bagi
instansi kesehatan dalam rangka meningkatan pelayanan kesehatan di
masa mendatang.
3. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu data awal bagi
penelitian selanjutnya.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus (DM)


1. Definisi
Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.1,2,5
Menurut Hadisaputro (2007) diabetes mellitus adalah kelainan yang
ditandai

dengan

kadar

glukosa

darah

yang

melebihi

normal

(hiperglikemia) dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein


yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun
absolut, apabila dibiarkan tidak terkendali menyebabkan terjadinya
komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang
yaitu mikroangiopati dan makroangiopati.
2. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat
mirip dengan struktur kelenjar lidah. Panjangnya kira-kira 15 cm, mulai
dari duodenum sampai limpa. Pankreas terdiri atas 3 bagian yaitu kepala
(caput), badan (corpus) dan ekor (cauda). Kepala pankreas terletak di
dalam lekukan duodenum, badan pankreas merupakan bagian terpenting
organ tersebut, terletak di belakang lambung dan di depan vertebra lumbal
1, dan ekor pankreas adalah bagian paling runcing dari pankreas, terletak
di abdomen bagian kiri, dekat dengan organ limpa. Saluran besar utama
pada pankreas disebut pembuluh Wirsungi (pancreatic duct), dan yang
lebih kecil disebut pembuluh Santorini. Kedua saluran ini bermuara pada
duodenum.6
Pankreas terdiri atas 2 jaringan utama yaitu asini (kelenjar eksokrin)
dan pulau Langerhans (kelenjar endokrin). Sel asini berfungsi untuk
mensekresikan enzim-enzim pencernaan yang dikeluarkan ke dalam
duodenum untuk membantu proses pencernaan makanan, sedangkan pulau

Langerhans berfungsi untuk mensekresi hormon insulin dan glukagon.


Dua hormon ini berperan penting dalam metabolisme karbohidrat (gula).
Langerhans adalah nama seorang dokter berkebangsaan Jerman bernama
Paul Langerhans. Ialah yang pertama kali pada tahun 1869 menjelaskan
fungsi dan keberadaan bagian ini. Dalam pankreas manusia normal
terdapat 1.000.000 pulau Langerhans.1,7
Ada lima jenis sel yang berbeda dalam pulau Langerhans, dimana tiga
diantaranya (sel alpha, sel beta dan sel delta) menghasilkan hormon
penting. Sel Alpha menghasilkan glukagon, sel Beta menghasilkan insulin;
dan sel Delta yang membuat somatostatin. Jenis sel keempat dan kelima
yaitu sel D1 dan sel PP belum diketahui secara pasti fungsinya. Rusaknya
sel beta sebagai penghasil insulin merupakan penyebab diabetes melitus
tipe 1 /tergantung insulin.7

Gambar 1. Anatomi Pankreas

Pulau-pulau Langerhans dalam pankreas mensekresi hormon insulin


dan glukagon, untuk mengendalikan kadar gula dalam darah. Insulin
merupakan protein sederhana dimana rantai dari dua polipeptid asam
amino terhubung dengan ikatan disulfida. Insulin membantu pemindahan
glukosa kedalam sel sehingga sel-sel itu dapat mengoksidasi glukosa untuk
menghasilkan energi bagi tubuh. Insulin dikeluarkan ketika kadar gula
dalam darah meningkat-terutama setelah makan.6
Pada jaringan lemak, insulin memfasilitasi penyimpanan glukosa dan
konversinya menjadi asam lemak. Insulin juga memperlambat penguraian
asam lemak. Pada otot, insulin membantu penyerapan asam amino untuk
membentuk protein. Insulin juga membantukmerubah glukosa menjadi
glikogen dalam liver dan mengurangi glukoneogenesis (pembentukan
glukosa dari sumber nonkarbohidrat). Produksi hormon insulin yang tidak
memadai adalah penyebab diabetes melitus.1,7
Glukagon memiliki efek yang berlawanan, dimana hormon ini
merangsang liver untuk melepaskan gula yang disimpannya (glikogen)
kedalam aliran darah. Hal ini dilakukan jika kadar gula dalam darah terlalu
rendah atau terlalu banyak insulin dihasilkan oleh tubuh sehingga kadar
gula dalam darah menurun. Mekanisme inilah yang mengatur kadar gula
dalam darah pada manusia. Pulau Langerhans juga mensekresi, dalam
jumlah yang jauh lebih sedikit, somastostatin, yang menghambat
dihasilkannya hormon insulin dan glukagon.7
3. Patofisiologi DM
Menurut PERKENI (2006), defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan,
yaitu:
a. Rusaknya sel-sel pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia
tertentu, dll).
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.

c. Desensitas/kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan


perifer.

Gambar 2. Patofisiologi Diabetes Mellitus


4. Gejala dan Tanda
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi
bahkan, mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.
Menurut Tjokroprawiro (2006), gejala DM yaitu:
1). Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli),
yaitu:
a. Banyak makan (poliphagia).
b. Banyak minum (polidipsia).
c. Banyak kencing (poliuria).
d. Berat badan turun dengan cepat (turun 5 10 kg dalam waktu 2 -4
minggu).
e. Mudah lelah.
2). Gejala lebih lanjut yang sering dialami oleh penderita diabetes mellitus
adalah sebagai berikut:
a. Kesemutan.
b. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
c. Rasa tebal di kulit.
d. Kram.
e. Mudah lelah.
f. Mudah mengantuk.
g. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.
h. Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
i. Gigi mudah goyah dan mudah lepas.
j. Kemampuan seksual menurun,bahkan impotensi.
k. Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan, atau melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari
4 kg.
5. Klasifikasi DM

Ada beberapa tipe diabetes melitus antara lain DM tipe 1 (dependent


insulin), DM tipe 2 (non dependent insulin), diabetes yang berhubungan
dengan sindrom tertentu dan diabetes gestasional.
1. DM tipe 1 yaitu diabetes melitus yang tergantung insulin.
Kurang lebih 5%-10% penderita penyakit mengalami DM tipe 1.
Pada tubuh yang sehat, pankreas menghasilkan hormon insulin yang
bertugas mengangkut gula melalui darah ke otot-otot dan jaringan lain
untuk memasok energi. Pada DM tipe 1, sel-sel beta pankreas dari
pulau Langerhans telah mengalami kerusakan sehingga pankreas
berhenti memproduksi insulin, sebagai akibatnya perlu adanya
penyuntikan insulin dari luar untuk dapat mengendalikan peningkatan
kadar gula darah dalam tubuh.4,5
Gangguan produksi insulin pada DM tipe 1 umumnya terjadi
karena kerusakan sel pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi
autoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam
virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMV, Herpes, dan lain
sebagainya. Ada beberapa tipe autoantibodi yang dihubungkan dengan
DM tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies),
ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD
(glutamic acid decarboxylase). Destruksi autoimun dari sel pulau
Langerhans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan defisiensi
sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan
metabolisme penderita DM tipe 1.9
Selain defisiensi insulin, fungsi sel kelenjar pankreas pada
penderita DM tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM
tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel pulau
Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi
glukagon, namun pada penderita DM tipe 1 hal ini tidak terjadi,
sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia.
Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia.1,2,5
2.

DM tipe 2 yaitu diabetes melitus yang tidak tergantung insulin.

Kurang lebih 90%-95% penderita penyakit mengalami DM tipe 2,


umumnya berusia diatas 45 tahun. Etiologi DM tipe 2 merupakan
multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor
genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan
terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan
rendah serat, serta kurang gerak badan. Patofisiologis DM tipe 2
bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel
sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal.
Keadaan ini lazim disebut sebagai Resistensi Insulin.8,9
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga
timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang
berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel
Langerhans secara autoimun sebagaimana yang terjadi pada DM tipe
1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe
2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam
penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.
3.

DM yang berhubungan dengan sindrom tertentu.


Diabetes yang berhubungan dengan sindrom tertentu seperti
penyakit pankreas, kelainan hormonal, obat/bahan kimis tertentu.5

4.

DM gestasional.
Diabetes Mellitus Gestasional (GDM) adalah keadaan diabetes
atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan
biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5%
wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi
pada atau setelah trimester kedua. Diabetes dalam masa kehamilan,
walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat setelah
melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang
dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi
kongenital,

peningkatan

berat

badan

bayi

ketika

lahir

dan

meningkatnya risiko mortalitas perinatal.10


6. Diagnosis DM

10

Kriteria Diagnostik Diabetes mellitus menurut ADA 2007 adalah:


1.

Gejala klasik DM dengan glukosa darah sewaktu 200 mg/ dl (11.1


mmol/L). Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Gejala
klasik adalah: poliuria, polidipsia dan berat badan turun tanpa sebab.

2.

Kadar glukosa darah puasa 126 mg/ dl (7.0 mmol/L). Puasa adalah
pasien tak mendapat kalori sedikitnya 8 jam.

3.

Kadar glukosa darah 2 jam PP 200 mg/ dl (11,1 mmol/L) TTGO


dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDT tergantung dari
hasil yang diperoleh : TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban
antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/L) GDPT : glukosa darah puasa
antara 100 125 mg/dl(5,6-6,9 mmol/L).
7. Faktor Risiko DM
Menurut PERKENI (2006), faktor risiko DM dibedakan menjadi 2
yaitu faktor risiko yang bisa dimodifikasi, tidak bisa dimodifikasi dan
faktor risiko lain. Faktor-faktor risiko tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
a.

Ras dan etnik.

b.

Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes).

c.

Umur, risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring


dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan
pemeriksaan DM.

d.

Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau
riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG). Riwayat lahir
dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.Bayi yang lahir dengan
BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi
lahir dengan BB normal.

2. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi.


a. Berat badan lebih (IMT>23kg/m2).
11

b. Kurangnya aktivitas fisik.


c. Hipertensi(TD>140/90mmHg).
d. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserid >250 mg/dL).
e. Diet tak sehat (tinggi gula dan rendah serat).
3. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes.
a.

Penderita Polikistik Ovarian Sindrom atau keadaan klinis lain yang


terkait dengan resistensi insulin.

b.

Penderita sindrom metabolik.

c.

Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa


darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.

d.

Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular seperti stroke/PJK.

8. Penatalaksanaan DM
a.

Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi
meliputi perjalanan penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian
dan pemantauan DM, penyulit DM dan risikonya, intervensi
farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan, interaksi
antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral
atau insulin serta obat-obatan lain, pemahaman hasil glukosa darah,
mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau
hipoglikemia, pentingnya latihan jasmani yang teratur, masalah
khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pad kehamilan),
pentingnya perawatan kaki, cara mempergunakan fasilitas perawatan
kesehatan, mengenal dan mencegah penyulit akut DM, pengetahuan
mengenai penyulit menahun DM dan penatalaksanaan DM selama
menderita penyakit lain.2,3

b.

Terapi Gizi Medis


Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi
yang direkomendasikan bagi penderita DM. Terapi gizi medis pada

12

prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan


pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan
kebutuhan individual.5
c.

Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran jasmani.2

d.

Obat-obatan
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah
belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.1,2,4
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan
glinid
B. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin,
tiazolidindion
C. penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetik
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

13

g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)


h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

9. Komplikasi DM
Komplikasi-komplikasi pada diabetes melitus dapat dibagi menjadi
dua yaitu :
1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan
hiperglikemia. Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih rendah
dari 60 mg % dan gejala yang muncul yaitu palpitasi, takikardi, mual
muntah, lemah, lapar dan dapat terjadi penurunan kesadaran sampai
koma. Hiperglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih dari 250 mg %
dan gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi pernafasan kussmaul,
mual muntah, penurunan kesadaran sampai koma.1,3
Hiperglikemia dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik (KAD),
Hiperosmolar Non Ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL). KAD
menempati

peringkat

pertama

komplikasi

akut

disusul

oleh

hipoglikemia. Komplikasi akut ini masih merupakan masalah utama,


karena angka kematiannya cukup tinggi. Kematian akibat KAD pada
penderita DM tahun 2003 di negara maju berkisar 9 10%. 12
2. Komplikasi Metabolik Kronik
Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh
darah di seluruh bagian tubuh (Angiopati diabetik). Angiopati diabetik
dibagi menjadi dua yaitu: makroangiopati (makrovaskuler) dan

14

mikroangiopati (mikrovaskuler). Komplikasi kronik DM yang sering


terjadi adalah sebagai berikut:9
a. Mikrovaskuler.
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes
tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang
terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah
menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada
pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya
komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati,
dan neuropati. Nefropati, terjadi bila kadar glukosa dalam darah
meningkat maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stres yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin. Retinopati,
penderita DM akan mengalami gejala gangguan penglihatan sampai
kebutaan. Katarak pada pasien dengan DM disebabkan karena kondisi
hiperglikemi yang berkepanjangan menyebabkan pembengkakan lensa
dan kekeruhan pada lensa.
b. Makrovaskuler :
1) Penyakit jantung koroner.
2) Pembuluh darah kaki.
3) Pembuluh darah otak.
c.Neuropati: hilangnya sensasi rasa, biasa terjadi pada tungkai
bawah/kaki
d. Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler dan makrovaskuler
e. Disfungsi ereksi.
B. Ulkus Kaki Diabetik
1. Definisi
Ulkus diabetika merupakan salah satu bentuk komplikasi kronik
diabetes berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai
adanya

kematian

jaringan

setempat

karena

adanya

komplikasi

makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang


lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan

15

dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun


anaerob.12,13

Gambar 3. Ulkus DM
2. Klasifikasi Ulkus Diabetik
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita diabetes mellitus menurut
Wagner terdiri dari 6 tingkatan (Waspadji, 2006) :
Derajat 0 : Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
Derajat 1 : Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
Derajat 2 : Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
Derajat 3 :Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
Derajat 4 : Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada
ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit.
Derajat 5 : Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.
16

3. Tanda dan Gejala Ulkus Diabetik


Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu :
a. Sering kesemutan.
b. Nyeri kaki saat istirahat.
c. Sensasi rasa berkurang.
d. Kerusakan Jaringan (nekrosis).
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
g. Kulit kering.
4. Diagnosis Ulkus Diabetik
Menurut Waspadji (2006), diagnosis ulkus diabetika meliputi :
a. Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus
pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa
berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun
atau hilang.
b. Pemeriksaan Penunjang : X-ray dan pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan
kuman penyebabnya.
5. Patogenesis Ulkus Diabetik
Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut
trias yaitu : Iskemik, Neuropati, dan Infeksi. Pada penderita DM apabila
kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu
neuropati. Neuropati perifer pada penyakit DM dapat menimbulkan
kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom.12
Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan otot,
atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus, pes planus,
halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama dengan adanya
neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris
yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan

17

sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan


serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit
kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki.
Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinya
ulkus diabetik.14
Gangguan

vaskuler

perifer

baik

akibat

makrovaskular

(aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskular


menyebabkan terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut di samping
menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan
ulkus kaki.1,5,12
Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas
trombosit penderita DM menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah
sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya
trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi
darah .12
Diabetes melitus

Peningkatan fibrinogen
Peningkatan reaktivitas
trombosit

makroangiopati

Mikroangiopati

Neuropati

Agrerasi sel darah


merah meningkat
Aterosklerosis
Trombosis

Insufisiensi
vaskuler

Neuropati
autonom

Keringat
berkurang
Kulit kering
Kolaps sendi
Titik tekan baru

Neuropati
sensorik

Neuropati
motorik

Hilang
sensasi

18

Trauma mekanis,
termis, kimia

Hipoksia/Nekrosis
Jaringan
Ulkus diabetik

Atropi otot

Infeksi

Gambar 4. Patogenesis Ulkus DM


6. Faktor Risiko Ulkus Diabetik
Menurut Riyanto dkk, faktor risiko ulkus diabetik dibedakan menjadi 2
yaitu faktor risiko yang dapat diubah dan faktor risiko yang tidak dapat
diubah.
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1)

Umur 60 tahun

2)

Lama manderita DM 10 tahun

b. Faktor risiko yang dapat diubah


1)

Neuropati

2)

Obesitas

3)

Hipertensi

4)

Glikosilasi Hb tidak terkontrol

5)

Kadar glukosa darah tidak terkontrol

6) Insufisiensi vaskuler karena adanya aterosklerosis yang disebabkan


oleh kolesterol total, HDL dan trigliserid yang tidak terkontrol
7)

Kebiasaan merokok

8)

Ketidakpatuhan diet

9)

Kurangnya aktivitas fisik

10) Pengobatan tidak teratur


11) Perawatan kaki tidak teratur
12) Penggunaan alas kaki tidak tepat

19

III.

METODE PENELITIAN

Pengambilan sampel dilakukan dengan melihat data dari catatan medik


(CM). Data di-recall dengan megunakan program computer ICD. Data tahun
tahun 2005-2007 menggunakan program computer ICD-9 sedangkan 2008-2010
menggunakan program computer ICD-10. Metode penelitian yang di lakukan
adalah Deskriptif Retrospektif.

20

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Penelitian ini bertujuan untuk Memperoleh informasi mengenai
karakteristik penderita dan kadar gula darah penderita ulkus diabetik di
RSUD. Prof. dr. Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010.
Karakteristik yang dinilai dalam penelitian ini meliputi jumlah penderita
ulkus DM, distribusi menurut umur, distribusi menurut jenis kelamin, dan
profil kadar gula darah penderita ulkus DM di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010. Setelah melakukan
penelitian deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder catatan
medik yang ada, maka didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Jumlah Penderita Ulkus DM
Total jumlah penderita Ulkus DM di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010 adalah sebanyak 518
penderita. Masing-masing tahun memiliki angka kejadian yang berbedabeda, yaitu 41 (7,9%) penderita pada tahun 2005, 85 (16,4%) penderita
pada tahun 2006, 88 (16,8%) penderita pada tahun 2007, 92 (17,8%)
penderita pada tahun 2008, 85 (16,4%) penderita pada tahun 2009, dan
127 (24,5%) penderita pada tahun 2010.

21

Diagram 1. Jumlah Penderita Ulkus DM

2. Distribusi Penderita Ulkus DM Menurut Umur


Distribusi penderita ulkus DM menurut umur di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010 adalah umur <
30 tahun sebanyak 13 (2,5%) penderita, umur 30-59 tahun sebanyak 306
(59%) penderita, dan umur 60 tahun sebanyak 199 (38,4%) penderita.

Diagram 2. Distribusi Penderita Ulkus DM Menurut Umur


3. Distribusi Penderita Ulkus DM Menurut Jenis Kelamin
Distribusi penderita ulkus DM menurut jenis kelamin di RSUD
Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010 adalah
laki-laki sebanyak 197 (38%) penderita dan perempuan sebanyak 321
(62%) penderita.
22

Diagram 3. Distribusi Penderita Ulkus DM Menurut Jenis Kelamin

4. Profil Kadar Gula Darah Penderita Ulkus DM


Profil kadar gula darah penderita Ulkus DM di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010 yang diambil
sebanyak 100 sampel dari total penderita yaitu sebanyak 518 sampel.
Profil kadar gula darah yang digunakan adalah kadar gula darah sewaktu
penderita (GDS), dan didapatkan hasil GDS 200 mg/dl sebanyak 37
(37%) penderita dan GDS > 200 mg/dl sebanyak 63 (63%) penderita.

Diagram 4. Profil Kadar Gula Darah Penderita Ulkus DM


B. Pembahasan
Jumlah penderita ulkus DM di RSUD.Prof.dr. Margono Soekardjo
pada tahun 2005-2010 sebanyak 518 orang. Penderita ulkus DM terbanyak
terjadi pada tahun 2010 yaitu sebanyak 127 orang dan paling sedikit terjadi

23

pada tahun 2005 yaitu sebanyak 41 orang. Pada tahun 2006 penderita ulkus
DM sebanyak 85 orang, pada tahun 2007 sebanyak 88 orang, pada tahun
2008 sebanyak 92 orang dan pada tahun 2009 sebanyak 85 orang. Hal ini
menunjukkan bahwa angka kejadian ulkus DM cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Hal ini keungkinan berkaitan dengan jumlah populasi yang
meningkat, life expectancy bertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup
tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan
fisik kurang.
Data yang didapatkan dari RSUD. Prof. dr. Margono Soekardjo
selama tahun 2005-2010 menunjukkan bahwa angka kejadian kejadian ulkus
DM pada laki-laki hanya sebesar 197 kasus sedangkan pada perempuan jauh
lebih banyak yaitu 321 kasus.
Penderita ulkus DM di RSUD. Prof.dr. Margono Soekardjo pada
tahun 2005-2010 terbanyak berusia 30-59 tahun yaitu sebanyak 306 orang
penderita, sedangkan jumlah yang paling sedikit dijumpai pada penderita
yang berusia < 30 tahun yaitu sebanyak 13 orang penderita. Penderita yang
berusia 60 tahun sebanyak 199 orang penderita.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa distribusi penderita
ulkus DM yang terbanyak yaitu pada kelompok usia 30-59 tahun. Sedangkan
faktor risiko kejadian ulkus DM adalah 60 tahun. Hal ini menunjukkan
suatu pergeseran di masyarakat bahwa umur diantara 30-59 tahun sudah
dapat terkena ulkus DM. Dari data tersebut juga menggambarkan adanya
kemungkinan adanya kejadian ulkus DM pada DM tipe I yang diliat dari
umur < 30 tahun yaitu sebanyak 13 orang penderita.
Data jumlah penderita ulkus DM menurut tahun kejadian, jenis
kelamin, serta umur diketahui dengan menggunakan total sampling melalui
sistem komputer ICD di bagian rekam medis. Namun untuk mengetahui
profil kadar gula darah tidak dapat menggunakan sistem komputerisasi
karena data tidak terdapat dalam sistem komputerisasi ICD sehingga harus
membuka data rekam medis secara manual. Dalam hal ini peneliti mengalami
kesulitan dalam hal mencari profil kadar gula darah penderita sesuai besar
sampel yang ada, karena harus mencari secara manual dan keterbatasan

24

tenaga pengelola rekam medis. Karena kesulitan tersebut akhirnya kami


hanya mengambil 100 sampel dari total 518 penderita.
Profil kadar gula darah penderita ulkus DM di RSUD. Prof.dr.
Margono Soekardjo pada tahun 2005-2010 berdasarkan 100 sampel data yang
diperoleh terdapat sebanyak 63 kasus memiliki kadar gula darah berlebih (
200 mg/dl), sedangkan sisanya sebanyak 37 kasus memiliki kadar gula darah
dalam batas normal atau terkontrol (< 200 mg/dl). Dalam kasus ini
menunjukkan bahwa dengan kadar gula darah yang terkontrol pun seseorang
masih dapat terkena ulkus DM. Namun hal itu tidak dapat dijadikan acuan
karena tidak melihat faktor risiko terjadinya ulkus DM yang lain, seperti telah
menderita DM 10 tahun atau faktor risiko lainnya.

25

V.

KESIMPULAN

1. Jumlah penderita ulkus DM di RSUD.Prof.dr. Margono Soekardjo pada tahun


2005-2010 sebanyak 518 orang.
2. Distribusi penderita ulkus DM menurut umur di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010 adalah terbanyak adalah
umur 30-59 tahun sebanyak 306 penderita, diikuti umur 60 tahun sebanyak
199 penderita, dan umur < 30 tahun sebanyak 13 penderita.
3. Distribusi penderita ulkus DM menurut jenis kelamin di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010 didominasi
perempuan sebanyak 321 penderita dan laki-laki sebanyak 197 penderita.
4. Profil kadar gula darah penderita Ulkus DM di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010 dari 100 sampel penderita
GDS 200 mg/dl sebanyak 37 penderita dan GDS > 200 mg/dl sebanyak 63
penderita.

26

DAFTAR PUSTAKA
1.

Hastuti, R.T. 2008. Faktor- Faktor Risiko Ulkus Diabetika pada Penderita
Diabetes
Melitus
(Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta).Tesis.Pascasarjana Universitas Dipenegoro.1-167.

2.

Perkeni. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetus Melitus


Tipe 2 di Indonesia.

3.

Hadisaputro S, Setyawan H. 2007. Epidemiologi dan Faktor-Faktor Risiko


Terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah
Lengkap Diabetes mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam
dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang. 133-154.

4.

Waspadji, S. 2006. Kaki Diabetik. Dalam: Aru W, dkk, editors, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Penerbit FK UI. 1933-36.

5.

Gustaviani, R. 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam:


Aru W, dkk, editors, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Penerbit FK UI. 1879-1881.

6.

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.


Jakarta: EGC.

7.

Guyton. 2001. Anatomi dan Fisiologi Pankreas. Dalam : Buku Ajar


Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

8.

Tjokroprawiro A. Diabetes Mellitus Aspek Klinik dan Epidemiologi,


Airlangga University Presss, Surabaya, 1998. 38. Manaf A. Insulin :
Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Dalam : Aru W, dkk, editors,
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta,
2006.

27

9.

WHO. 2000. Prevention of Diabetes Mellitus. Technical Report Series 844,


Geneva.

10.

Adam, J.M.F. 2006. Diabetes Melitus Gestasional. Dalam: Aru W, dkk,


editors, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Penerbit
FK UI. 1927-30.

11.

ADA. Clinical Practice Recommendations : Report of the Expert Commite


on the Diagnosis and Classifications of Diabetes Mellitus Diabetes Care,
USA, 2007. p.S4-S24.

12.

Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus : Ulcer, Infeksi, Ganggren. Jakarta:


Penerbit Populer Obor.

13.

Djokomoeljanto. 1997. Tinjauan Umum tentang Kaki Diabetes. Dalam:


Djokomoeljanto dkk, editor, Kaki Diabetik Patogenesis dan
Penatalaksanaannya, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Semarang.

14.

Cahyono, JB. 2007.Manajemen Ulkus Diabetik. Dexa Media No 3 Volume


20. Hal 103-108.

15.

Riyanto B. 2007. Infeksi pada Kaki Diabetik. Dalam : Darmono, dkk,


editors. Naskah Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek
Penyakit Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. p.15-30.

16.

Tim Penyusun. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes


Melitus.Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

28

Anda mungkin juga menyukai