A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sistem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa segala upaya dalam
pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai derajat
kesehatan yang lebih tinggi yang memungkinkan orang hidup lebih
produktif baik sosial maupun ekonomi. Dengan meningkatnya status sosial
dan ekonomi, pelayanan kesehatan masyarakat, perubahan gaya hidup,
bertambahnya umur harapan hidup, maka di Indonesia mengalami
pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak
menular, hal ini di kenal dengan transisi epidemiologi. Kecenderungan
meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular salah satunya adalah
diabetes melitus.1
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.1,2
Jumlah penderita diabetes melitus di dunia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan, hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang
meningkat, life expectancy bertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup
tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan
kegiatan fisik kurang. Kurang lebih 220 juta manusia di dunia menderita
diabetes, 80% diantaranya berada di negara berkembang dan negara miskin
(lebih dari 80 juta penderita diabetes berada di wilayah Pasifik Barat dan
Asia Tenggara).3
Indonesia merupakan negara keempat terbesar di dunia untuk prevalensi
diabetes setelah India, China, dan USA. Jumlah penderita bertambah 150200 orang setiap hari. Itu artinya, setiap enam menit, jumlah penderita
diabetes bertambah satu orang. Hampir 90% penyandang diabetes adalah
kelompok DM tipe-2. Penderita diabetes sebanyak 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Hingga akhir tahun 2010
penderita diabetes diperkirakan mencapai 12,7 juta.1
Penderita diabetes yang mempunyai kadar gula tidak terkontrol
memiliki risiko mengalami berbagai komplikasi, salah satunya ulkus
diabetik. Penderita diabetes melitus berisiko 29 X terjadi komplikasi ulkus
diabetika. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit
yang disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati. Ulkus diabetika mudah berkembang menjadi
infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang
tinggi menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman. Di RSUD
DR. Moewardi Surakarta pada tahun 2005 terdapat penderita Diabetes
mellitus sebesar 13.968 dan meningkat tahun 2006 menjadi 15.365
penderita, diantaranya menderita ulkus diabetika pada tahun 2005 sebesar
362 penderita dan meningkat pada tahun 2006 menjadi 487 penderita.4
B. Rumusan Masalah
Sebagai rumusan masalah dari referat ini adalah bagaimanakah
karakteristik penderita dan kadar gula darah penderita ulkus diabetik di
RSUD. Prof. dr. Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010 ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita dan kadar gula
darah penderita ulkus diabetik di RSUD. Prof. dr. Margono Soekardjo
Purwokerto selama tahun 2005-2010.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui jumlah penderita ulkus diabetik di RSUD. Prof. dr.
Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010.
b. Mengetahui distribusi penderita ulkus diabetik di RSUD. Prof. dr.
Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010 menurut
umur.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
dengan
kadar
glukosa
darah
yang
melebihi
normal
4.
DM gestasional.
Diabetes Mellitus Gestasional (GDM) adalah keadaan diabetes
atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan
biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5%
wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi
pada atau setelah trimester kedua. Diabetes dalam masa kehamilan,
walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat setelah
melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang
dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi
kongenital,
peningkatan
berat
badan
bayi
ketika
lahir
dan
10
2.
Kadar glukosa darah puasa 126 mg/ dl (7.0 mmol/L). Puasa adalah
pasien tak mendapat kalori sedikitnya 8 jam.
3.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDT tergantung dari
hasil yang diperoleh : TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban
antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/L) GDPT : glukosa darah puasa
antara 100 125 mg/dl(5,6-6,9 mmol/L).
7. Faktor Risiko DM
Menurut PERKENI (2006), faktor risiko DM dibedakan menjadi 2
yaitu faktor risiko yang bisa dimodifikasi, tidak bisa dimodifikasi dan
faktor risiko lain. Faktor-faktor risiko tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
a.
b.
c.
d.
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau
riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG). Riwayat lahir
dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.Bayi yang lahir dengan
BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi
lahir dengan BB normal.
b.
c.
d.
8. Penatalaksanaan DM
a.
Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi
meliputi perjalanan penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian
dan pemantauan DM, penyulit DM dan risikonya, intervensi
farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan, interaksi
antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral
atau insulin serta obat-obatan lain, pemahaman hasil glukosa darah,
mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau
hipoglikemia, pentingnya latihan jasmani yang teratur, masalah
khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pad kehamilan),
pentingnya perawatan kaki, cara mempergunakan fasilitas perawatan
kesehatan, mengenal dan mencegah penyulit akut DM, pengetahuan
mengenai penyulit menahun DM dan penatalaksanaan DM selama
menderita penyakit lain.2,3
b.
12
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu
pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran jasmani.2
d.
Obat-obatan
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah
belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.1,2,4
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan
glinid
B. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin,
tiazolidindion
C. penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetik
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
13
9. Komplikasi DM
Komplikasi-komplikasi pada diabetes melitus dapat dibagi menjadi
dua yaitu :
1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan
hiperglikemia. Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih rendah
dari 60 mg % dan gejala yang muncul yaitu palpitasi, takikardi, mual
muntah, lemah, lapar dan dapat terjadi penurunan kesadaran sampai
koma. Hiperglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih dari 250 mg %
dan gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi pernafasan kussmaul,
mual muntah, penurunan kesadaran sampai koma.1,3
Hiperglikemia dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik (KAD),
Hiperosmolar Non Ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL). KAD
menempati
peringkat
pertama
komplikasi
akut
disusul
oleh
14
kematian
jaringan
setempat
karena
adanya
komplikasi
15
Gambar 3. Ulkus DM
2. Klasifikasi Ulkus Diabetik
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita diabetes mellitus menurut
Wagner terdiri dari 6 tingkatan (Waspadji, 2006) :
Derajat 0 : Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
Derajat 1 : Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
Derajat 2 : Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
Derajat 3 :Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
Derajat 4 : Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada
ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit.
Derajat 5 : Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.
16
17
vaskuler
perifer
baik
akibat
makrovaskular
Peningkatan fibrinogen
Peningkatan reaktivitas
trombosit
makroangiopati
Mikroangiopati
Neuropati
Insufisiensi
vaskuler
Neuropati
autonom
Keringat
berkurang
Kulit kering
Kolaps sendi
Titik tekan baru
Neuropati
sensorik
Neuropati
motorik
Hilang
sensasi
18
Trauma mekanis,
termis, kimia
Hipoksia/Nekrosis
Jaringan
Ulkus diabetik
Atropi otot
Infeksi
Umur 60 tahun
2)
Neuropati
2)
Obesitas
3)
Hipertensi
4)
5)
Kebiasaan merokok
8)
Ketidakpatuhan diet
9)
19
III.
METODE PENELITIAN
20
IV.
A. Hasil
Penelitian ini bertujuan untuk Memperoleh informasi mengenai
karakteristik penderita dan kadar gula darah penderita ulkus diabetik di
RSUD. Prof. dr. Margono Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010.
Karakteristik yang dinilai dalam penelitian ini meliputi jumlah penderita
ulkus DM, distribusi menurut umur, distribusi menurut jenis kelamin, dan
profil kadar gula darah penderita ulkus DM di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010. Setelah melakukan
penelitian deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder catatan
medik yang ada, maka didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Jumlah Penderita Ulkus DM
Total jumlah penderita Ulkus DM di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto selama tahun 2005-2010 adalah sebanyak 518
penderita. Masing-masing tahun memiliki angka kejadian yang berbedabeda, yaitu 41 (7,9%) penderita pada tahun 2005, 85 (16,4%) penderita
pada tahun 2006, 88 (16,8%) penderita pada tahun 2007, 92 (17,8%)
penderita pada tahun 2008, 85 (16,4%) penderita pada tahun 2009, dan
127 (24,5%) penderita pada tahun 2010.
21
23
pada tahun 2005 yaitu sebanyak 41 orang. Pada tahun 2006 penderita ulkus
DM sebanyak 85 orang, pada tahun 2007 sebanyak 88 orang, pada tahun
2008 sebanyak 92 orang dan pada tahun 2009 sebanyak 85 orang. Hal ini
menunjukkan bahwa angka kejadian ulkus DM cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Hal ini keungkinan berkaitan dengan jumlah populasi yang
meningkat, life expectancy bertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup
tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan
fisik kurang.
Data yang didapatkan dari RSUD. Prof. dr. Margono Soekardjo
selama tahun 2005-2010 menunjukkan bahwa angka kejadian kejadian ulkus
DM pada laki-laki hanya sebesar 197 kasus sedangkan pada perempuan jauh
lebih banyak yaitu 321 kasus.
Penderita ulkus DM di RSUD. Prof.dr. Margono Soekardjo pada
tahun 2005-2010 terbanyak berusia 30-59 tahun yaitu sebanyak 306 orang
penderita, sedangkan jumlah yang paling sedikit dijumpai pada penderita
yang berusia < 30 tahun yaitu sebanyak 13 orang penderita. Penderita yang
berusia 60 tahun sebanyak 199 orang penderita.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa distribusi penderita
ulkus DM yang terbanyak yaitu pada kelompok usia 30-59 tahun. Sedangkan
faktor risiko kejadian ulkus DM adalah 60 tahun. Hal ini menunjukkan
suatu pergeseran di masyarakat bahwa umur diantara 30-59 tahun sudah
dapat terkena ulkus DM. Dari data tersebut juga menggambarkan adanya
kemungkinan adanya kejadian ulkus DM pada DM tipe I yang diliat dari
umur < 30 tahun yaitu sebanyak 13 orang penderita.
Data jumlah penderita ulkus DM menurut tahun kejadian, jenis
kelamin, serta umur diketahui dengan menggunakan total sampling melalui
sistem komputer ICD di bagian rekam medis. Namun untuk mengetahui
profil kadar gula darah tidak dapat menggunakan sistem komputerisasi
karena data tidak terdapat dalam sistem komputerisasi ICD sehingga harus
membuka data rekam medis secara manual. Dalam hal ini peneliti mengalami
kesulitan dalam hal mencari profil kadar gula darah penderita sesuai besar
sampel yang ada, karena harus mencari secara manual dan keterbatasan
24
25
V.
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
1.
Hastuti, R.T. 2008. Faktor- Faktor Risiko Ulkus Diabetika pada Penderita
Diabetes
Melitus
(Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta).Tesis.Pascasarjana Universitas Dipenegoro.1-167.
2.
3.
4.
Waspadji, S. 2006. Kaki Diabetik. Dalam: Aru W, dkk, editors, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Penerbit FK UI. 1933-36.
5.
6.
7.
8.
27
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
28