Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama timbulnya kematian pada ibu,
disamping infeksi dan preeclampsia. Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang massif
yang berasal dari tempat implantasi plasenta atau robekan pada jalan lahir dan jaringan
sekitarnya, serta merupakan salah satu penyebab kematian ibu Perdarahan pasca persalinan bila
tidak mendapat penanganan semestinya akan meningkatkan mordibitas dan mortalitas ibu.
Perdarahan pasca persalinan tersebut dapat disebabkan oleh perdarahan dari tempat implastasi
plasenta (hipotonia sampai atonia uteri, sisa plasenta), perdarahan karena robekan (episiotomy
yang melebar, robekan pada perineum, vagina dan serviks, serta rupture uteri), dan gangguan
koagulasi.
Ruptur Perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun episiotomi. perineum yang
dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain: bayi besar,
partus prematurus, perineum kaku, persalinan dengan kelainan letak, persalinan dengan
menggunakan alat bantu baik forceps maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak
dilakukan atas indikasi yang tepat, maka menyebabkan peningkatan angka kejadian dan derajat
kerusakan pada daerah perineum.1,2
Ruptur pada daerah perineum merupakan penyebab tersering kematian ibu yang dihubungkan
dengan persalinan pervaginam. Ruptur pada anal spingter merupakan komplikasi terbesar yang
dapat mempengaruhi kualitas hidup seorang wanita.8

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
a. Pengertian
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa (Dorland, 2002).
Perineum adalah lantai pelvis dan struktur yang berhubungan yang menempati pintu bawah
panggul; bagian ini dibatasi disebelah anterior oleh simfisis pubis, di sebelah lateral oleh tuber
ischiadikum, dan di sebelah posterior oleh os. Coccygeus (Dorland, 2002) 3. Dalam kepustakaan
lain dinyatakan bahwa secara anatomi, perineum itu berada di sepanjang arcus pubis sampai ke kokigis,
dan dibagi kedalam the anterior urogenital triangle and the posterior anal triangle8.

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar
panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan
ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam
tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fascia pada dasar panggul karena diregangkan
terlalu lama.

B. ANATOMI PERINEUM
Menurut ahli anatomi, perineum adalah wilayah pelvic outlet diujung diafragma pelvic (levator
ani). Batasannya dibentuk oleh pubic rami di depan ligament sacro tuberos di belakang. Pelvic

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 5

outletnya dibagi oleh garis melintang yang menghubungkan bagian depan ischial tuberosities ke
dalam segitiga urogenital dan sebuah segitiga belakang anal.4
Segitiga urogenital
Otot-otot diwilayah ini dikelompokkan ke dalam kelompok superfisial (dangkal) dan dalam
bergantung pada membran perineal. Bagian bulbospongiosus, perineal melintang dangkal dan
otot ischiocavernosus terletak dalam bagian terpisah yang superfisial. Otot bulbospongiosus
melingkari vagina dan masuk melalui bagian depan corpora cavernosa clitoridis. Di bagian
belakang, senagian serabutnya mungkin menyatu dengan otot contralateral superfisial transverse
perineal (otot yang melintang contralateral dipermukaan perineal) juga dengan cincin otot anus
(sfingter).4
Kelenjar bartholini merupakan struktur berbentuk kacang polong dan bagian duktusnya
membuka ke arah introitus vagina di permukaan selaput dara pada persimpangan duapertiga
bagian atas dan sepertiga bagian bawah labia minora.4
Pada wanita, otot perineal profunda melintang antara bagian depan dan belakang fasia membran
perineal yang membentuk diafragma urogenital berbentuk tipis dan sukar untuk digambarkan,
karena itu kehadirannya tidak diakui oleh sebagian ahli. Dibagian yang sama terletak juga otot
cincin external uretra.4
Segitiga anal
Wilayah ini mencakup otot luar anus dan lubang ischiorectal.4
Badan perineal
Bagian perineal merupakan wilayah fibromuskular (berotot serabut) antara vagina dan kanal
anus. Pada dataran saggita berbentuk segitiga. Pada sudut segitiganya terdapat ruang
rectovaginal dan dasarnya dibentuk oleh kulit perineal antara bagian belakang fouchette vulva
dan anus. Dalam bagian perineal terdapat lapisan otot fiber bulbospongiosus, dataran perineal
melintang dan otot cincin anus bagian luar.4

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 6

Diatas bagian ini terdapat otot dubur membujur dan serat tengah otot pubo rectalis, karena itu
sandaran panggul dan juga sebagian hiatus urogenitalis antara otot levator ani bergantung pada
keseluruhan badan perineal. Bagi ahli kesehatan ibu dan anak, istilah perineum merujuk sebagian
besar pada wilayah fibromuskular antara vagina dan kanal anus.4
Anatomi anorektum
Anorektum merupakan bagian yang paling jauh dari traktus gastrointestinalis dan terdiri dari dua
bagian yaitu kanal anus dan rektum. Kanal anus berukuran 3,5 cm dan terletak dibawah
persambungan anorektal yang dibentuk oleh otot puborectalis. Otot cincin anus terdiri dari tiga
bagian ( subcutaneus / bawah kulit ), superfisial (permukaan) dan bagian profunda (dalam) dan
tidak bisa dipisahkan dari permukaan puborectalis. Cincin otot anus bagian dalam merupakan
lanjutan menebalnya otot halus yang melingkar. Bagian ini dipisahkan dari bagian luar cincin
otot anus oleh otot penyambung yang membujur rektum4.
C. FAKTOR RISIKO RUPTURE PERINEUM
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana8,9:
1. Penggunaan forceps
2. Berat bayi lebih dari 4 kg
3. CPD persisten
4. Primiparitas
5. Induksi
6. Anastesi epidural
7. Kala 2 memanjang lebih dari 1 jam
8. Distosia bahu

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 7

9. Etnik asian
10. Episiotomy mediana
Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada jalan lahir
tersebut terjadi pada : Dasar panggul/perineum, vulva dan vagina, servik uteri, uterus sedangkan
ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh : Perineum kaku, kepala janin terlalu cepat
melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum, paritas.1

D. KLASIFIKASI RUPTUR PERINEUM


1)

Ruptur Perineum Spontan

Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.2,5
2)

Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)

Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada
perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran
keluar vagina.2,5
D.1. RUPTURE PERINEUM SPONTAN
Definisi :
Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.
Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan :
1.

Derajat I

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 8

Robekan hanya pada kulit perineum.


2.

Derajat II:

Robekan pada perineum dan otot perineum namun tidak mengenai spingter ani.
3.

Derajat III:

Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani.2,5,8,9
Ruptura perineum totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai termasuk dalam
robekan derajat III atau IV. Beberapa kepustakaan juga membagi tingkat III menjadi beberapa
bagian seperti :
Derajat III a.
Robekan < 50 % ketebalan sfingter ani 6
Derajat III b.
Robekan > 50% ketebalan sfinter ani 6
Derajat III c.
Robekan pada spingter ani eksterna et interna 6
4.

Derajat IV

Robekan pada perineum yang mengenai eksterna dan interna spingter ani dan epithelium ani.

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 9

Tingkat Laserasi Perineum

Teknik menjahit robekan perineum


1.

Derajat I

Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang
dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight)5.

Laserasi derajat 1

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 10

2.

Derajat II

Laserasi derajat II melibatkan fascia dan otot (muskulus perinei transversalis) dari badan perineum tapi
tidak mengenai sfinkter anus. Robekan ini biasanya melebar ke atas pada salah satu atau kedua sisi
vagina, membentu luka segitiga yang ireguler. Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum
tingkat II atau III, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang
bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masingmasing diklem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan
penjahitan luka robekan. Mula-mula otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit
dengan catgut secara interuptus atau kontinu. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak
robekan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan benang secara interuptus.

Laserasi Derajat II
3.

Derajat III

Laserasi derajat III meluas melewati kulit, membran mukosa, dan badan perineum, dan melibatkan
sfinkter anus. Sama seperti teknik menjadi pada laserasi derajat 2, namun otot-otot levator ani dijahit
terlebih dahulu dengan jahitan interuptus.

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 11

Laserasi Derajat III


4.

Derajat IV

Laserasi derajat IV meluas sampai mukosa rektum sampai ke lumen rektum. Robekan di daerah uretra
dengan perdarahan hebat bisa menyertai laserasi tipe ini. Teknik menjahit : Mula-mula dinding depan
rektum yang robek dijahit. Kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut
kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan
dikelm dengan klem Pean lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu
kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.

Laserasi Derajat IV

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 12

D.2. RUPTURE PERINEUM YANG DISENGAJA ( EPISIOTOMI )


Definisi
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput
lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia
perineum dan kulit sebelah depan perineum.5
Di masa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya adalah untuk
mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan
penjahitan , mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi tetapi hal tersebut ternyata
tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup (Enkin et al, 2000; Wooley, 1995). Tetapi
sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak boleh dilakukan karena ada
indikasi tertentu untuk melakukan episiotomi (misalnya, persalinan dengan ekstraksi cunam,
distosia bahu, rigiditas perineum, dsb). Para penolong persalinan harus cermat membaca kata
rutin pada episiotomi karena hal itulah yang tidak dianjurkan, bukan episiotominya.7
Episiotomi rutin tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan :
1.

Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan berisiko hematoma

2.

Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi rutin
dibandingkan dengan tanpa episiotomi.

3.

Meningkatnya nyeri pascapersalinan di daerah perineum

4.

Meningkatnya resiko infeksi.7

INDIKASI
Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak janin.5
1.

Indikasi janin.

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 13

a.

Sewaktu melahirkan janin premature. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang
berlebihan pada kepala janin.

b.

Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan cunam, ekstraksi
vakum, dan janin besar.5

2.

Indikasi ibu

Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi robekan
perineum, misal pada primipara, persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi
vakum, dan anak besar.5
Namun indikasi sekarang yang digunakan untuk melakukan episiotomi telah banyak berubah.
Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat kelahiran bayi bila didapatkan :
1.

Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan.

2.

Penyulit kelahiran pervaginam ( sungsang, distosia bahu, ekstraksi cunam (forcep) atau
ekstraksi vakum )

3.

Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan7

Tujuan menjahit laserari atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh
(mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan haemostasis).
Ingat bahwa setiap kali jarum masuk kedalam jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi
tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau
episiotomi gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk
mencapai tujuan pendekatan dan haemostasis.7
TEKNIK
Episiotomi medialis
a.

Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otot-

otot sfingter ani.

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 14

a. Perineum digunting mulai dari ujung paling bawah introitus vagina menuju anus
melalui kulit, selaput lender vagina, fasia dan otot perineum.
b. Otot perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.
c. Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.
d. Selaput lendir vagina dan kulit perineum dijahit dengan benang sutera.

Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi antara lain dengan larutan procaine 1%2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau larutan xylocaine 1%-2%. Setelh pemberian anestesi
dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting yang tajam dimulai dari bagian terbwah
introitus vagina menuju anus, tetapi sampai tidak memotong pinggir atas sfingter ani, jingga
kepala dapat dilahirkan. Bila kurang lebar disambung ke lateral (episiotomi mediolateralis).
b.

Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri dan kanan

dirapatkan dengan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan beberapa jahitan. Lalu
selaput lendir vagina dijahit dengan empat atau lima jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara
terputius-putus (interupted suture) atau secara jelujur (continuous suture). Benang yang dipakai
untuk menjahit otot, fasia dan selaput lendir adalah catgut chromic, sedang untuk kulit perineum
dipakai benang sutera.

Episiotomi mediolateralis
a. Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju kearah belakang
dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan kearah kanan atau pun kiri, tergantung pada
kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4 cm.

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 15

b. Tekhnik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan tekhnik menjahit
episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan luka
selesai hasilnya harus simetris

Episiotomi lateralis
a. Pada tekhnik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3 atau 9
menurut arah jarum jam.
b. Tekhnik ini sekarang tidsak dilakukan lagi oleh karena banyak menimbulkan komplikasi.
Luka insisi ini dapat melebar kearah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga
dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan
rasa nyeri yang mengganggu penderita.

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 16

E. Penatalaksanaan
Tujuan perbaikan perineum bukan hanya untuk merapatkan bagian yang robek secara
ketat tetapi memposisikan kembali ke posisi anatomi. Tabel beberapa material jahitan dan teknik
untuk perbaikan robekan perineum sebagai berikut :

Mempersiapkan penjahitan
1).

Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada ditepi tempat

tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta anggota keluarga untuk
memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada dalam posisi litotomi.
2).

Tempatkan handuk atau kain bersih dibawah bokong ibu.

3).

Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum dapat dilihat

dengan jelas.
4).

Gunakan teknik aseptic pada memeriksa robekan atau episiotomi, memberikan

anestesi local dan menjahit luka.


5).

Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.

6).

Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 17

7).

Dengan teknik aseptic, persiapkan peralatan dan bahan-bahan disinfektan tingkat

tinggi untuk penjahitan


8).

Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat

dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.


9).

Gunakan kain atau kassa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva,

vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang ada
sambil menilai dalam dan luasnya luka.
10). Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi/
sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika laserasinya dalam atau
episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak terjadi robekan
derajat tiga atau empat. Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hatihati dan angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasikan sfingter ani. Raba
tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu mengalami laserasi derajat tiga
atau empat dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi serviks.
11). Ganti sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril yang
baru setelah melakukan rectum.
12). Berikan anestesi lokal.
13). Siapkan jarum dan benang. Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik
bersifat lentur, kuat, tahan lama, dan paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.
14). Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan jepit
jarum tersebut.7

Memberikan Anestesi Lokal

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 18

Berikan anestesi kepada setiap ibu yang memerlukan penjahitan laserasi atau episiotomi.
Penjahitan sangat menyakitkan dan menggunakan anestesi lokal merupakan asuhan sayang ibu.
Jika ibu dilakukan episiotomi dengan anestesi lokal, lakukan pengujian pada luka untuk
mengetahui bahwa bahan anestesi masih bekerja. Sentuh luka dengan jarum yang tajam atau
cubit dengan forcep/cunam. Jika ibu merasa tidak nyaman, ulangi pemberian anestesi lokal.
Gunakan tabung suntik steril sekali pakai dengan jarum ukuran 22 panjang 4 cm. Jarum yang
lebih panjang atau tabung suntik yang lebih besar bisa digunakan, tapi jarum harus berukuran 22
atau lebih kecil tergantung pada tempat yang memerlukan anesthesia. Obat standar untuk
anesthesia lokal adalah 1% lidokain tanpa epinefrin (silokain). Jika lidokain 1% tidak tersedia,
gunakan lidokan 2% yang dilarutkan dengan air steril atau normal salin dengan perbandingan
1:1.
1.

Jelaskan pada ibu apa yang akan anda lakukan dan bantu ibu merasa santai.

2.

Hisap 10 ml larutan lidokain 1% kedalam alat suntik sekali pakai ukuran 10 ml (tabung

suntik yang lebih besar boleh digunakan jika diperlukan). Jika lidokain 1% tidak tersedia,
larutkan 1 bagian 2% dengan 1 bagian normal salin atau air steril yang sudah disuling.
3.

Tempelkan jarum ukuran 22 sepanjang 4 cm ke tabung suntik tersebut.

4.

Tusukkan jarum ke ujung atau pojok laserasi atau sayatan lalu tarik jarum sepanjang tepi

luka (ke arah bawah ke arah mukosa dan kulit perineum).


5.

Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa jarum tidak berada di

dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke dalam tabung suntik, jangan masukkan lidokain dan
tarik jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum dan suntikkan kembali.
Alasan: ibu bisa mengalami kejang dan kematian bisa terjadi jika lidokain disuntikkan ke dalam
pembuluh darah
6.

Suntikan anesthesia sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik ditarik

perlahan-lahan.

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 19

7.

Tarik jarum hingga sampai ke bawah tempat dimana jarum tersebut disuntikkan.

8.

Arahkan lagi jarum ke daerah di atas tengah luka dan ulangi langkah ke-4, dan sekali lagi

ulangi langkah ke-4 sehingga tiga garis di satu sisi luka mendapatkan anestesi lokal. Ulangi
proses proses ini di sisi lain dari luka tersebut. Setiap sisi luka akan memerlukan kurang lebih 5
ml lidokain 1% untuk mendapatkan anestesi yang cukup.
9.

Tunggu selama 2 menit dan biarkan anestesi tersebut bekerja dan kemudian uji daerah

yang dianastesi dengan cara dicubit dengan forcep atau disentuh dengan jarum yang tajam. Jika
ibu merakan jarum atau cubitan tersebut, tunggu 2 menit lagi dan kemudian uji kembali sebelum
menjahit luka. 7

Penjahitan Laserasi Pada Perineum


Penjahitan robekan derajat I dan II :
1. Gunakan anestesi lokal dengan lidokain.
2. Jahit mukosa vagina dengan jahitan jelujur menggunakan benang 2-0. Mulai jahit sekitar 1 cm
di atas apeks robekan vagina. Lanjutkan jahitan sampai lubang vagina. Satukan tepi robekan
vagina. Masukkan jarum ke bawah lubang vagina dan keluarkan melalui robekan perineum
kemudian ikat benang.
3. Jahit otot perineum dengna jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0. Jika robekan dalam,
beri lapisan jahitan kedua untuk menutup robekan.
4. Jahit kulit dengan jahitan putus-putus (atau subkutikular) menggunakan benang 2-0 yang
dimulai pada lubang vagina.
5. Jika robekan dalam, lakukan pemeriksaan rektum. Pastikan bahwa tidak terdapat jahitan di
dalam rektum.

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 20

Penjahitan robekan perineum derajat I dan II

Penjahitan robekan perineum derajat III dan IV 11 :


1. Jahit robekan di ruang operasi.
2. Gunakan blok pudendal, ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan dapat dilakukan
menggunakan anestesi lokal dengan lignokain dan petidin serta diazepam melalui iv secara
perlahan jika semua tepi robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang sekali.
3. Jahit rektum dengan jahitan putus-putus menggunakan benang 3-0 atau 4-0 dengan jarak 0,5
cm untuk menyatukan mukosa. Tutup lapisan otot dengan menyatukan lapisan fasia
menggunakan jahitan putus-putus. Oleskan larutan antiseptik ke area yang dijahit dengan sering.
4. Jika sfingter robek, pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis (sfingter beretraksi jika
robek). Selubung fasia di sekitar sfingter kuat dan tidak robek jika ditarik dengan klem. Jahit
sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0.
5. Oleskan kembali larutan antiseptik ke area yang dijahit.

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 21

6. Periksa anus dengan dari yang memakai sarung tangan untuk memastikan penjahitan rektum
dan sfingter dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti sarung tangan yang bersih, steril, atau
yang didesinfeksi tingkat tinggi.
7. Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit, seperti pada ruptur tingkat I dan II.

Penjahitan robekan perineum derajat III dan IV

F. Perawatan Post Operatif


Mayoritas pasien yang menjalani perbaikan robekan mengalami rasa tidak nyaman yang
meningkat dalam minggu pertama setelah persalinan. Dalam 5 sampai 7 hari postpartum, jahitan
yang terletak di dalam jaringan akan mulai diabsorbsi, jahitan yang terletak di bagian luar dan
terekspos dengan udara mungkin akan lebih lama terabsorbsi. Ketika benang jahit telah
diabsorbsi, pasien mungkin dapat merasakan potongan benang jahit ketika menyeka daerah
perineum. Hal ini adalah normal. Dalam 6 minggu post partum, jika robekan sembuh secara
normal, pemeriksaan fisis pada perineum akan normal. Bekas luka mungkin tidak begitu jelas.
Biasanya tidak terdapat nyeri pada saat ini dan pasien dapat melanjukan aktifitas seksualnya. 12
Penanganan post operatif pada pasien yang telah menjalani perbaikan robekan adalah:

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 22

1. Kontrol nyeri pada hari-hari setelah persalinan biasanya dengan pemberian


acetaminophen atau ibuprofen, meskipun kadang-kadang pasien dapat membutuhkan analgesic
narkotik (seperti kodein). Tetapi narkotik dapat menyebabkan konstipasi dengan feses yang
keras, sehingga dapat merusak luka jahitan robekan derajat III dan IV.
2. Menjaga hygiene perineum. Pasien yang memiliki hygiene perineum yang baik akan
sembuh dan bebas dari nyeri lebih cepat. Rekomendasi standar untuk hygiene perineum adalah
membasuh daerah perineum dengan air hangat menggunakan botol semprot oleh karena air
hangat akan membantu mengurangi nyeri .12
3. Menghindari trauma pada perineum, terutama pada robekan tingkat III dan IV. Yaitu
dengan menghindari terjadinya konstipasi dan diare, karena konstipasi dapat menyebabkan
trauma rectal akibat peregangan, dan feces encer pada diare dapat memasuki luka dan
menyebabkan infeksi. Insiden konstipasi dan diare dapat dikurangi dengan menggunakan
pelunak feses dan diet rendah-residu yang dapat membentuk feses lunak yang tidak besar. Pasien
sebaiknya tidak menggunakan laksansia atau suppositoria karena dapat menimbulkan diare.12
Edukasi pada pasien juga perlu diberikan, dapat berupa : 12
1. Bersihkan luka setelah BAB/BAK
2. Hindari penggunakan kertas toilet, parfum, atau bubuk pada daerah genital
3. Istirahatkan daerah pelvik dengan tidak melakukan hubungan seksual, memasukkan tampon,
dsb.
4. Periksakan jika nyeri meningkat atau menetap lebih dari 1 minggu.
5. Periksakan jika terjadi perdarahan yang berlebihan.
6. Khusus untuk robekan derajat III dan IV, hindari konstipasi, narkotik, serta mengkonsumsi
diet rendah serat, rendah residu, serta pelunak feses.
G. Komplikasi Post Operatif

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 23

Komplikasi jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi setelah perbaikan luka pada
episiotomi atau robekan perineum. Komplikasi jangka pendek yang paling utama adalah
hematoma dan infeksi, sedangkan komplikasi jangka panjang adalah inkontinensia feses dan
nyeri perineum persisten. 12
1. Hematoma sering terjadi setelah penggunaan forsep dan biasanya disertai dengan nyeri atau
tekanan pada rektum. Dapat pula terjadi retensi urin. Pada keadaan yang jarang, jika kehilangan
darah karena hematoma cukup banyak, maka pasien dapat mengalami syok hipovolemik. Pada
pemeriksaan fisis terlihat pembengkakan perineum atau vagina yang unilateral dan massa yang
dapat dipalpasi pada pemeriksaan bimanual. 12
2. Infeksi pada kebanyakan wanita setelah episiotomi atau robekan akan disertai dengan keluhan
nyeri dan sekret yang berbau. Dapat pula disertai demam. Namun biasanya sulit membedakan
antara nyeri post partum yang normal dengan nyeri akibat infeksi. 12
3. Inkontinensia feses terjadi pada 10% wanita yang telah menjalani perbaikan robekan tingkat
III dan IV, walaupun teknik perbaikannya sudah cukup baik. Inkontinensia dapat terjadi segera
maupun beberapa hari/minggu postpartum. Inkontinensia yang tertunda biasanya akibat luka
yang kembali terbuka atau infeksi. 12
4. Nyeri perineum persisten dan dispareunia. Normalnya dalam 6 minggu postpartum, nyeri
perineum akan menghilang. Beberapa wanita mengeluhkan nyeri yang persisten. Nyeri tersebut
dapat tajam atau tumpul, yang diperberat oleh kegiatan dan posisi tertentu. Beberapa wanita
mengeluhkan nyeri ketika bersenggama. 12

H. Pencegahan
1. Asupan nutrisi yang bergizi terutama nutrisi untuk kulit, karena kulit yang sehat dapat dengan
mudah meregang semaksimal mungkin yang diperlukan. 12
2. Masase di area perineum (area antara vagina dan anus) selama masa hamil terutama 6 minggu
akhir kehamilan dapat membantu dan meningkatkan elastisitas kulit. 13

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 24

3. Lakukan latihan Kegel atau latihan yang memperkuat otot-otot panggul Senam Kegel dapat
mencegah ruptur perineum karena menguatkan otot pubococcygeus sehingga lebih tahan
terhadap regangan. Pertama kenali otot dasar panggul yang benar (yang akan dilatih) yaitu otot
pubococcyygeus. Dapat dilakukan dengan menahan urin saat berkemih dan melepaskannya lagi
(Stop and Go). Atau dengan cara memasukkan jari ke liang vagina lalu lakukan gerakan
menahan pipis, jika jari terasa terjepit maka itulah otot yang akan digerakkan/dilatih. Setelah
mengetahui otot mana yang akan digerakkan, maka gerakkan otot tersebut selama 3 - 10 detik
lalu lemaskan. Lakukan berulang-ulang 10-20 kali atau kalau kuat bisa sampai terasa capek.
Lakukan minimal 3 kali sehari. Dapat dilakukan dimana saja saat sedang duduk di kantor, di
mobil, di bus, saat menunggu diruang tunggu praktek dan lain-lain. Bernafaslah secara normal
dan usahakan tidak menggerakkan kaki, bokong dan otot perut selama melakukan senam ini.14
4. Pada saat persalinan, mengedan dilakukan secara perlahan dan terkontrol, sesuaikan dengan
irama napas. Hal ini membantu menyesuaikan dorongan bayi dari dalam dengan kesiapan jalan
lahir untuk membuka lebih luas.2,15
5. Kompres hangat dapat meningkatkan aliran darah dan mampu melunakkan jaringan perineum
serta perineum yang ditopang selama proses persalinan dapat membantu kulit perineum
meregang dengan maksimal.15
6. Penggunaan oksitosin secara hati-hati. Penggunaan oksitosin yang berlebihan dapat
mempercepat kala 2 sehingga tidak memberikan waktu bagi perineum untuk meregang secara
maksimal.15
7. Kurangi persalinan pervaginan operatif seperti penggunaan forsep.15
8. Sokong/topang perineum Saat kepala bayi membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang
bersih dan kering yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu. Lindungi perineum dengan satu
tangan (dibawah kain bersih dan kering), ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan
pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi. Melindungi perineum dan

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 25

mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan
berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum.15

Teknik menyokong perineum


9. Teknik sanggah susur Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah
perineum dan sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut. Gunakan tangan yang
sama untuk menopang lahirnya siku dan tangan posterior saat melewati perineum. Tangan bawah
(posterior) menopang samping lateral tubuh bayi saat lahir. Secara simultan, tangan atas
(anterior) untuk menelusuri dan memegang bahu, siku dan lengan bagian anterior.15

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 26

Teknik sanggah susur

10. Hindari tindakan episiotomi secara rutin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan
episiotomi yang rutin dapat meningkatkan kejadian robekan derajat 3 atau 4 lebih banyak
dibandingkan dengan tanpa episiotomy.12,15
11. Water Birth
Water Birth merupakan salah satu metode alternatif persalinan pervaginam, dimana ibu hamil
aterm tanpa komplikasi bersalin dengan jalan berendam dalam air hangat (yang dilakukan pada
bak mandi atau kolam) dengan tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi dan memberi sensasi rasa
nyaman.15 . Dalam hal trauma perineum, dukungan air pada waktu kepala bayi akan menurunkan
risiko robekan, dan dapat mengurangi keperluan akan tindakan episiotomi. Dalam literatur water
birth bahkan tidak ditemukan angka kejadian episiotomi. Selain hal tersebut, trauma perineum
yang terjadi dilaporkan tidak berat, dengan dijumpai lebih banyak kejadian intak perineum, tetapi
beberapa literatur mendapatkan frekuensi robekan sama pada persalinan primipara di dalam
maupun di luar air.15

I. Prognosis
Mayoritas pasien dengan episiotomi atau robekan akan sembuh dengan sangat baik,
dengan menghilangnya nyeri 6 minggu setelah persalinan dan bekas luka yang minimal. Namun
dapat terjadi inkontinensia feses dalam jangka pendek maupun jangka panjang pada 10 % pasien

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 27

dengan ruptur perineum tingkat IV, walaupun sudah dilakukan penanganan dengan baik. Jika
tidak ada komplikasi, tidak dibutuhkan perawatan dan monitoring dalam jangka waktu lama. 12

BAB III
KESIMPULAN

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 28

Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama timbulnya kematian pada ibu,
contohnya dikarenakan adanya ruptur pada perineum. Ruptur pada daerah perineum merupakan
penyebab tersering kematian ibu yang dihubungkan dengan persalinan pervaginam Robekan
perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Ruptur perineum dibagi menjadi ruptur yang spontan dan ruptur yang disengaja. Ruptur
perineum yang spontan ini contohnya adalah dikarenakan adanya berat badan janin yang lebih
dari 4 kg, kala 2 memanjang lebih dari 1 jam, induksi dan lain lain. Sedangkan ruptur perineum
yang disengaja yaitu dengan melakukan episiotomy, dimana untuk mempermudah jalan lahir,
namun hal ini juga dapat mengakibatkan ruptur perineum sampai ke derajat 3 atau 4 ( terutama
dengan dilakukannya episiotomy mediana ).
Terapi yang dilakukan yaitu dengan dilakukan penjahitan tergantung dari derajat
kerusakan perineum tersebut. Teknik terbaik yang saat ini dianjurkan adalah dengan
menggunakan teknik overlapping, dimana dengan dilakukannya teknik ini dapat mengurangi
angka komplikasi inkontenensia ani, terutama pada kasus ruptur perineum derajat 3 dan 4.
Prognosa untuk ruptur perineum ini dapat dikatakan baik, bila penjahitan dilakukan dengan
benar dan tindakan aseptik serta antiseptic dilakukan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 29

1.

Saifudin, Abdul Bari. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiohardjo.edisi 4. Jakarta . PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008

2.

Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu kandungan. Edisi 2. Jakarta.Yayasan Bina Sarwono


Prawirohardjo. 2005

3.

Kamus kedokteran Dorlan. Jakarta . EGC. 1994

4.

Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta. EGC.
2000

5.

Wiknjosastro , Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta. Yayasan Bina
Sarwono Prawirohardjo.2007

6.

Cunningham FG et al. William Obstetrics. 22nd . New York. McGraw-Hill.2005

7.

DEPKES RI. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. 2008

8.

Queensland maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program. Perineal Care.


Queensland. 2012

9.

Royal College of Obstetricians and Gynecologist, March 2007

10.

Thakar Ranee, MD, MRCOG, Sultan Abdul H., MD, FRCOG. Surgical Techniques.
OBS Management. 2008

11.

Yulianti D, S,Kep. Penjahitan Vagina dan perineum. Editor: Pamilih, NS.


Dalam: Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2006. hlm.316-326

12.

Peyton VB. Episiotomy and Obstetric Laceration. In: 20 Common Problems,Surgical


Problems and Procedure in Primary Care. Editor: Lynge DC, Weist B McGraw-Hill
Book Co,Singapore :2001.p. 421-440

13.

Kalichman, Leonid PT . Perineal Massage to Prevent Perineal Trauma in Childbirth


[online]. Department of Physical Therapy, Steyer School of Health Professions, Sackler

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 30

Faculty of Medicine, Tel Aviv University, Ramat Aviv, Israel : Agustus 2008 [cited May
27th 2009 ] ; avaliable from http://www.ima.org.il/imaj/ar08july-12.pdf
14.

Kusmarjadi, Didi, dr.,SpOG. Senam Kegel untuk Orang Hamil [online]. Onley
Community Health Center, Onancock VA : Agustus 2008 [cited May 27th 2009 ] ;
avaliable from http://www.ima.org.il/imaj/ar08july-12.pdf

15.

JNPK-KR/POGI, JHPIEGO. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal: Buku Acuan. Ed.


3 (Revisi). Jaringan Nasional Pelatihan Klinik. Jakarta: 2007. hlm.85-88.

Fakultas Kedokteran Univesitas Muhammadiyah Jakarta

Page 31

Anda mungkin juga menyukai