Kelompok 4 B
Qadrina Sufy
1111102000030
Elsa Elfrida
1111102000032
1111102000036
Rosita Pracima
1111102000041
1111102000051
Sumiati
1111102000124
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Tujuan Praktikum
Untuk menganalisis kadar parasetamol total dalam cuplikan urin manusia.
1.2
Landasan Teori
Paracetamol
Farmakokinetik
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum
puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di
hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 %
dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam sulfurik kemudian diekskresi
melalui urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil
benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya.
Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi
substansi nontoksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein
hati.
Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol dan fenasetin serupa dengan salisilat, yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral seperti salisilat.
Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan
siklooksigenase. Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat
siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat
lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan parasetamol menjadi obat
antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas. Parasetamol
hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer. Inilah yang
menyebabkan parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri
ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan
Mekanisme toksisitas
Pada dosis terapi, salah satu metabolit parasetamol bersifat hepatotoksik,
didetoksifikasi oleh glutation membentuk asam merkapturi yang bersifat non
toksik dan diekskresikan melalui urin, tetapi pada dosis berlebih produksi
metabolit hepatotoksik meningkat melebihi kemampuan glutation untuk
mendetoksifikasi, sehingga metabolit tsb bereaksi dengan sel-sel hepar dan
timbulah nekrosis sentro-lobuler. Oleh karena itu pada penanggulangan keracunan
parasetamol terapi ditujukan untuk menstimulasi sintesa glutation. Dengan proses
yang sama parasetamol juga bersifat nefrotoksik.
Dosis Toksik
Parasetamol dosis 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada orang
dewasa berpotensi hepatotoksik. Dosis 4g pada anak-anak dan 15 g pada dewasa
dapat menyebabkan hepatotoksitas berat sehingga terjadi nekrosis sentrolobuler
hati. Dosis lebih dari 20 g bersifat fatal. Pada alkoholisme, penderita yang
mengkonsumsi obat-obat yang menginduksi enzim hati, kerusakan hati lebih
berat, hepatotoksik meningkat karena produksi metabolit meningkat.
Gambaran klinis
Gejala keracunan parasetamol dapat dibedakan atas 3 stadium :
1. Stadium I (0-24 jam)
Asimptomatis atau gangguan sistim pencernaan berupa mual, muntah, pucat,
berkeringat. Pada anak-anak lebih sering terjadi muntah-muntah tanpa
berkeringat.
2. Stadium II (24-48 jam)
Peningkatan SGOT-SGPT. Gejala sistim pencernaan menghilang dan
muncul ikterus, nyeri perut kanan atas, meningkatnya bilirubin dan waktu
protombin. Terjadi pula gangguan faal ginjal berupa oliguria, disuria,
hematuria atau proteinuria.
BAB II
METODOLOGI PRAKTIKUM
2.1
Tujuan Praktikum
Untuk menganalisis kadar parasetamol total dalam cuplikan urin manusia.
2.2
Tanggal
2.3
Gelas ukur
Hotplate
Tabung reaksi
Gelas beaker
Tube
Lemari asam
Spatula
Pipet tetes
Kertas timbang
Spuit
Timbangan analitik
Seperangkat alat
Pot
sentrifugasi
Bahan
-
Naftoresorsinol
HCl pekat
Etil asetat
BaCl
pH universal
FeCl3
Air
2.4
Cara Kerja
a. Uji Naftoresorsinol untuk Konjugat Glukoronat
0,5 mL urine (1 jam, 3 jam, dan 6 jam) + 2 mg naftoresorsinol padat +
1 mL HCl pekat
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diberi label setiap jam cuplikan
Didinginkan
0,5 mL urine (1 jam, 3 jam, dan 6 jam) + FeCl3 2% beberapa teter pertama
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
No.
1.
Hasil Praktikum
Uji Kualitatif Sifat
Metabolit Urin
Hasil Uji
2.
3.
3.2
Pembahasan
Pada praktikum ini telah dilakukan analisis kualitatif suatu senyawa obat
yang telah dimetabolisme oleh tubuh yang diekskresikan melalui urin untuk
mengetahui apakah senyawa obat tersebut masih tersisa di dalam urin setelah
rentang waktu tertentu. Obat yang digunakan sebagai bahan uji pada percobaan ini
adalah parasetamol. Parasetamol merupakan derivat p-aminofenol
yang
Kemudian setiap cuplikan dari interval waktu yang telah ditentukan diidentifikasi
lebih lanjut terhadap senyawa glukoronida, sulfat, dan fenol.
Pengujian pertama yang dilakukan adalah uji naftoresorsinol untuk konjugat
glukoronida yang dilakukan dengan cara memanaskan 0,5 mL cuplikan urin yang
sebelumnya telah ditambahan 2 mg naftoresorsinol padat serta 1 mL HCl pekat.
Tujuan penambahan HCl pekat adalah untuk membuat suasa menjadi asam dan
menghidrolisis parasetamol menjadi para amino fenol. Pemanasan dilakukan di
dalam lemari asam dan kemudian didinginkan. Setelah dingin kemudian
ditambahkan dengan etil asetat sebanyak 3 mL, kemudian dikocok hingga
homogen, dan akan terbentuk warna ungu dalam lapisan organik bila positif
menunjukkan adanya asam glukoronat.
Pengujian kedua adalah uji barium klorida untuk konjugat sulfat yang
dilakukan dengan cara mereaksikan urin sebanyak 0,5 mL di mana pH urin diatur
pada pH 4-6. Selanjutnya ditambahkan BaCl 2% sebanyak 1,5 mL maka akan
terbentuk endapan BaSO4 yang terbentuk dari sulfat anorganik. Kemudian
campuran tersebut
disentrifugasi,
presipitatnya. Bagian supernatan diambil dan ditambahkan 2 tetes HCl pekat yang
selanjutnya dididihkan selama 3 menit. Tujuan penambahan HCl pekat adalah
untuk mengkatalis reaksi yang terjadi BaCl2 dengan sulfat. Pendidihan dilakukan
dalam lemari asam. Hasilnya akan terbentuk endapan atau perubahan warna
menjadi keruh apabila positif mengandung konjugat sulfat.
Pengujian ketiga yang dilakukan adalah uji besi (III) klorida untuk fenol
yang dilakukan dengan cara mereaksikan 0,5 mL cuplikan urin yang telah diatur
keasamannya pada pH 4-6 dengan beberapa tetes FeCl3 2%. Beberapa tetes
pertama akan membentuk endapan besi (III) fosfat bila perlu dapat disentrifugasi
bila tidak terbentuk endapan. Kemudian bagian supernatan diambil dan
ditambahkan FeCl3 beberapa tetes yang selanjutnya akan menghasilkan warna
ungu atau hijau jika positif mengandung fenol.
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pada pengujian konjugat
glukoronida pada jam ke-1, 3, dan 6 menjadi negatif dengan lapisan organik
berwarna coklat muda, sehingga tidak adanya asam glukoronat.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1. Pada pengujian konjugat glukoronida pada jam ke-1, 3, dan 6 hasilnya negatif
dengan lapisan organik berwarna coklat muda, sehingga menandakan tidak
adanya asam glukoronat.
2. Pada pengujian konjugat sulfat hasilnya positif dengan menunjukkan
kekeruhan baik pada urin jam ke-1, 3, dan 6.
3. Pada pengujian fenol hasilnya positif dengan menunjukkan warna ungu atau
hiijau setelah direaksikan dengan FeCl3, baik pada urin jam ke-1, 3, dan 6.
4.2
Saran
Praktikan harus lebih disiplin dan tertib saat praktikum berlangsung
Praktikan harus menjaga situasi dalam laboratorium lebih kondusif
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonsesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Goodman, A. dan Gilman, H. 2007. Dasar Farmakologi Terapi Edisi Kesepuluh Volume
1. Jakarta: EGC.
Katzung, B. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Ke-8. Jakarta: Bagian
Farmakologi. FKUA.
Lusiana, Darsono. 2002. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol.
Bandung: Universitas Kristes Maranatha.
LAMPIRAN