BAB I
PENDAHULUAN
Farmakologi berasal dari kata pharmacon (Obat) dan Logos (Ilmu pengetahuan). Sehingga secara
harfiah farmakologi berarti ilmu pengetahuan tentang obat. Namun secara umum didefinisikan sebagai
ilmu yang ilmu yang mempelajari obat dan cara terjadinya pada sistem biologi. Disamping itu juga
mempelajari asal usul, sifat fisik dan kimia, cara pembuatan, efek biokimia, dan fisiologi yang
ditimbulkan serta nasib obat dalam tubuh dan kegunaan obat dalam terapi.
Definisi obat adalah suatu zat kimia yang mempengaruhi jaringan biologi dan menurut OHO, obat
adalah zat yang dapat mempengaruhi aktivitas hidup fisik dan psikis, sedangkan menurut kebijakan obat
nasional (KONAS) obat adalah suatu bahan atau sediaan yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologis atau kondisi patologi dalam rangka penetapan, diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan rasa sakit atau penyakit untuk dapat meningkatkan kesehatan untuk
kontrasepsi. Oleh karena itu pengetahuan tentang obat melalui bahan atau sediaan obat yang berwada,
kemasan, diberi label dan penandaan yang membuat pernyataan dan atau klaim menurut pengertian
KONAS obat meliputi untuk manusia dan hewan.
Farmakologi atau terapi dengan obat mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingka farmakologi.
Farmakologi terapi tidak hanya memiliki pengetahuan aksi atau interaksi obat terapi juga berhubungan
pemberian,penilaianpasien dan keputusan klinik. Pengetahuan farmakologi bagi para medis juga suatu
yang penting terutama berkaitan pemberian obat. Pemberian obat kepada pasien untuk itu pemahaman
dan pengetahuan farnmakologi mengenai jenis-jenis obat, cara kerja obat dan kegunaan obat.
(Gan, Gunawan. 2007)
Adapun maksud dari percobaan yaitu, untuk mengetahui dan memahami efek analgetik dari beberapa
obat antalgin, asetosal dan paracetamol.
Adapun tujuan dari percobaan yaitu untuk mengetahui dan memahami efek analgetik dari beberapa
obat analgetik antalgin, asetosal dan paracetamol dan Na CMC sebagai kontrol negative terhadap
hewan uji mencit (Mus musculus).
Prinsip dari percobaan ini yaitu, berdasarkan pada metode induksi nyeri dengan efek yang di timbulkan
setelah pemberian analgetik parasetamol, asetosal, dan antalgin serta Na CMC 1% sebagai kontrol
negatif terhadap hewan uji mencit (Mus musculus) kemudian diletakkan di atas plat panas pada suhu
20oC 55oC.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Ringkas
Obat analgetik antipiretik dan obat anti inflamasi non steroid merupakan salah satu kelompok yang
banyak di tetapkan dan juga di serap tanpa resep dokter. Obat obat ini merupakan suatu kelompok
obat yang keterangan secara kimia. Walaupun demikian obat- obat ini memiliki banyak persamaan dan
efek terapi walaupun memiliki efek samping. Protatif obat ini adalah aspirin, karena obat ini sering di
sebut juga obat mirip aspirin.
Demam pada umumnya adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit. Para ahli berpendapat
demam adalah suatu reaksi yang berguna bagi tubuh terhadap suhu, pasca suhu di atas 37oC. Limfosit
akan menjadi lebih aktif pada suhu melampaui 45oC, barulah terjadi situasi kritis yang bisa berakibat
fatal, tidak terkendali lagi oleh tubuh. (Tjay Hoan Tan, 2007)
Demam terjadi jika set point pada pusat pengatur panas di hipotalamus anterior meningkat. Hal ini
dapat di sebabkan oleh sintesis PEG yang di rangsang bila suatu zat penghasil demam endogen (pirogen)
seperti sitokinin di lepaskan dari sel darah putih yang di aktivasi oleh infeksi, hipersensitifitas, keganasan
atau inflamasi. Salisilat menurunkan suhu tubuh si penderita demam dengan jalan menghalangi sintesis
dan pelepasan PEG. (Mycek J. Mary, 2001)
Medicetator nyeri yang penting adalah mista yang bertanggung jawab untuk kebanyakan reaksi.
Akerasi perkembangan mukosa dan nyeri adalah polipeption (rangkaian asam amino) yang dibentuk dari
protein plasma. Prosagilandin mirip strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam-asam
anhidrat. Menurut perkiraan zat-zat bertubesiset vasodilatasi kuat dan meningkat permeabilitas kapiler
yang mengakibatkan radang dan nyeri yang cara kerjanya serta waktunya pesat dan bersifat local. (Tjay
Hoan Tan, 2007)
Prostgilandin di duga mensintesis ujung saraf terhadap efek kradilamin, histamine dan
medikator kimia lainnya yang dilepaskan secara local oleh proses inflamasi. Jadi, dengan menurunkan
sekresi PEG, aspirin dan AIN lainnya menekan sensasi rasa sakit. (Mycek J. Mary, 2001)
B. Penggolongan Obat
1. Golongan salisilat
Asam asetat salisilat atau yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgetik antipiretik
dan anti inflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat
ini merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis.
2. Golongan pirazon
Dalam kelompok ini termasuk dipiron, fenilbutazon, oksifenbutazon, antipirin dan aminopirin. Antifirin
(fenazon) adalah 5 akso-1-fenil-2,8 dimetilpirazolidin. Aminofirin (amidopirin) adalah derivate
metansufonat dari aminopirin yang larut baik dalam air dan dapat di berikan secara suntikan.
3. Golongan para aminofenol
Derivate para aminofenol yaitu fenacetin dan asetaminofen (paracetamol) merupakan metabolit
fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan telah di gunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik
ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Fenacetin tidak digunakan lagi dalam pengobatan karena
penggunaanya dikaitkan dengan terjadinya nefropati. (Gan Gunawan, 2007)
C.
Uraian Bahan
: AQUA DESTILLATA
Nama lain
: Air suling
Rumus molekul
: H2O
Berat molekul
: 18,02
Pemerian
Penyimpanan
Nama lain
Pemerian
: Serbuk butiran putih, putih kuning gading, tidak tidak berbau, atau hampir tidak
berbau, hidroskopik, mudah mendispersi dalam air.
Kelarutan
Kegunaan
: Zat tambahan
D. Uraian Obat
1. Asetosal (Depkes RI, 2009)
Nama generik
: Asetosal
Rumus kimia
: C9H8O4
Pemerian
Kelarutan
Kelas terapi
Indikasi
: Nyeri :
Sakit kepala, nyeri nyeri ringan lain yang berhubungan debgan adanya inflamasi,
nyeri ringan sampai sedang setelah operasi, melahirkan, sakit gigi
Dosis
Dosis awal : 2,4 3,6 g/hari dalam dosis terbagi dapat ditingkatkan 325 mg 1,2
g/hari
Farmakologi
: Aspirin bekerja dengan mengastelisasi enzim prostaglandin H2 enderoperoxide
synthase dan menghambat kerja enzim cox secara permanen cox-1 umumnya ada disemua sel
termaksud prreletet. Aspirin relatif selektif menghambat cox-1dan sedikit cox-2
Stabilitas dan
Penyimpanan
Konta indikasi
Efek samping
: Rasa lelah, ataksia, rasa malas, fertigo, sakit kepala. Mimpi buruk dan efek amnesia.
: Metampiron
Rumus kimia
: C13H16N3N4NaO4S. H2O
Pemerian
Kelarutan
: Dalam air 1:1,5 ml, agak larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam air bersifat
netral, mungkin berubah warna menjadi kekuningan tetapi tidak menurunkan potensi fisiologis
Kelas terapi
Indikasi
: Analgetik, antipiretik
Dosis
: Analgetik antipiretik : oral dewasa 3 4 kali sehari 1 -2 tablet S.K I.M 0,5 1 g
Farmakologi
: Setelah pemberian oral, metampiron dubah menjadi 4 metiltamino antipirin. Dan
diabsorbsi secara sempurna 4- 7 jam. Diekskresi melalui ginjal, urin kadang berwarna merah karena
adanya metabolit
Stabilitas dan
Penyimpanan
Konta indikasi
: Hipersensitifitas.
Efek samping
: Agranulositosis insidennya kurang dari 0,01%, risiko meningkat pada dosis tinggi dan
penggunaan jangka waktu lama, sehingga tes darah harus dilakukan secara berkala. Indikasi akut yang
dapat mengakibatkan tegang.
Mekanisme aksi : Mampu mengurangi produksi prostaglandin yang dihasilkan asam anakhidonat
sehingga mengurangi impuls nyeri yang diterima SSP.
: Parasetamol
Rumus kimia
: 4 hydroxyacetanilidae
Pemerian
di udara
: Hablur kecil atau serbuk hablur putih berkilat, tidak berbau, tidak berasa, stabil
Kelarutan
: Praktis larut dalam air, mudah larut dalam kloroform, larut dalam etanol
Kelas terapi
Indikasi
Dosisi
: Dewasa dan anak > 12 tahun : oral 650 mg atau 1 gram tiap 4 6 jam bila perlu
maksimum 4 g perhari.
Anak untuk tiap 4 6 jam < 4 bulan (2,7 5 kg) 40 mg, 4 11 bulan (5 8 kg) 80 mg.
Farmakologi
Konta indikasi
: Hipersensitif terhadap parasetamolt atau komponen sediaan lain , gangguan hati
yang jelas, dispnea, obstruksi saluran nafas, hamil, ngantuk dan ataksia
Efek samping
: Efek samping dalam dosis terapi jarang kecuali ruan kulit, kelainan darah,
pankreatis, alat pernah dilaporkan setelah penggunaan panjang.
Mekanisme aksi : Bekerja pada pengaturan panas di hipotalamus dan menghambat sintesa
prostaglandin di sistem saraf pusat
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Clas
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Mus
Spesies
: Mus musculus
3. Karakteristik mencit
: 2,0 5,0 kg
: 2,0 6,0 kg
Berat lahir
Temperature tubuh
: 38,0 39,6 c
Jumlah diploid
: 44
Harapan hidup
Konsumsi makanan
Lama bunting
: 29 31 hari
Umur sapih
: 4 6 minggu
Produksi anak
: 4 6 / bulan
Jumlah penapasan
: 32 60/ menit
Kandungan oksigen
Detak jantung
Volume darah
: 57 65 ml/kg
Tekanan darah
: 90 130/60 90 mmHg
F. Metode pengujian
1. Analgetik narkotik
a. Metode tgail clip
Dilakukan oleh Bianci dan Francesch ini menggunakan rangsangan tekan melalui arteri suatu
clip pada pangkal ekor mencit (Mus musculus).
b. Metode Green at. Al
Rangasangan analgetik pada metode ini adalah tekanan yang di berikan kepada ekor tikus
menggunakan suatu tabung yang di isi oleh suatu cairan. Tabung tersebut di hubungkan dengan sebuah
manometer untuk mengukur tekanan (dalam mmHg)
c. Metode dengan rangsang panas
Metode ini dilakukan dengan cara menempatkan hewan percobaan di atas suatu permukaan
panas.
2. Analgetik non narkotik
a. Peritorial Test (Whriting Test)
Pemberian secara intraperitorial dari beberapa zat kimia, dapat memberikan respon yang khas pada
mencit (Mus musculus) yaitu adanya gerakan peregangan berupa kontraksi dari dinding perut, kepala
dan kaki di tarik ke belakang, sehingga abdomen menyentuh dasar dari ruang yang di tempatinya. Gejala
ini di namakan whriting atau peregangan yang dapat di hitung secara kuantitatif.
b. Podolorimeter
Metode ini menggunakan arus listrik sebagai rangsang analgetik. Hewan uji di letakkan pada alas yang
terbuat dari logam. Alat tersebut di aliri arus listrik yang voltasenya di ketahui. Voltase minimum yang
menimbulkan respon hewan uji di catat. Kemudian voltase berangsur angsur di naikkan zat- zat yang
berefek analgetik akan menyebabkan kenaikan voltase yang dibutuhkan untuk menimbulkan respon
mencicit. Pertambahan voltase ini di identikan dengan efek analgetik.
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan bahan
1. Alat - alat yang digunakan
a. Batang pengaduk
b. Botol
c. Corong
d. Gelas kimia
e. Gelas ukur
f.
Kompor
g. Plat panas
h. Spoit oral
i.
Stopwatch
j.
Timbangan
B. Prosedur kerja
1. Perlakuan terhadap hewan coba
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Dipuasakan hewan uji mencit (Mus musculus) kemudian ditimbang
c. Dikelompokkan, lalu diberi perlakuan terhadap hewan uji. Pada kelompok 1 diberikan Na CMC,
kelompok 2 diberikan paracetamol, kelompok 3 diberi asetosal, dan kelompok 4 diberi antalgin secara
per oral.
d. Hewan uji mencit (Mus musculus) dimasukkan dalam gelas kimia dan diletakkan di atas waterbatch
pada suhu 380C sampai 500C.
e. Dicatat waktu pengamatan pada mencit yaitu dengan menghitung pengangkatan kaki mencit pada
menit ke 5, 10, 15 dan 20,
2.
a. Untuk antalgin
1. Disiapkan alat dan bahan
3.
c. Untuk paracetamol
1.
2.
Di timbang paracetamol sebanyak 1,5 gram lalu dilarutkan dalam 100 ml aquadest
3. Kemudian diberikan pada hewan uji sesuai dengan volume pemberian dengan menggunakan spoit
oral
d. Untuk Na CMC
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Di panaskan aquadest 100 ml
3. Di timbang Na CMC 1 gram, lalu dilarutkan dengan aquadest yang telah dipanaskan dan di
dihomogenkan lalu dicukupkan volumenya sampai tanda batas
4. Di berikan pada hewan uji sesuai dengan volume pemberian dengan menggunakan spoit oral.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil pengamatan
Tabel 1. Tabel pengamatan analgetik pada hewan uji mencit (Mus musculus)
BB Mencit
Perlakuan
Pengangkatan kaki
Menit 5
Menit 10
Menit 15
Menit 20
Na CMC
20 gram
11
17
15
43
Asetosal
28 gram
16
13
20
25
Antalgin
18 gram
19
48
45
15
Paracetamol
29 gram
15
14
19
17
B. Pembahasan
Analgetik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (berbeda dengan anastesi umum). Pada percobaan analgetik
ini kami menggunakan Na CMC diberikan kepada mencit (Mus musculus) secara peroral dan dilakukan
pengamatan langsung pada plat panas yang disediakan untuk menaikkan suhu badan mencit (Mus
musculus) dengan menggunakan interval waktu 5, 10, 15, dan 20 menit.
Pada percobaan analgetik ini, hewan uji mencit (Mus musculus) di puasakan selama 3-4
jam dengan tujuan agar tidak terjadi absorbsi makanan dalam sistem pencernaan bersama obat atau
memperlambat absorbsi obat.
Pada percobaan ini digunakan obat analgesik yaitu asetosal dan paracetamol serta antalgin dengan
pembanding suatu variabel kontrol yaitu Na CMC saat dilakukan perlakuan yang sesuai dengan prosedur
kerja pada percoban analgetik ini dimana kami dapat melihat perbedaan dimana mencit yang diberi
obat paracetamol, antalgin, asetosl, dapat diketahui tidak terlalu banyak gerakannya. Perbedaannya
saat mencit diletakkan diatas plat panas yang diberikan Na CMC sangat banyak gerakannya. Hal ini
sangat jelas bahwa paracetamol, antalgin, asetosal, merupakan obat generik antipiretik analgesik dan
Na CMC adalah pembanding atau sebagai variabel kontrol.
Pada percobaan ini dibagi dalam 4 kelompok, yaitu kelompok 1 menggunakan Na CMC 1% sebagai
pengsuspensi. Pada menit ke 5 diperoleh pengangkatan kaki sebanyak 10 kali, pada meit ke 10 diperoleh
pengangkatan kaki sebanyak 17 kali, pada menit ke 15 diperoleh sebanyak 15 kali, dn pada menit ke 20
diperoleh jumlah pengangkatan kakinya sebanyak 43 kali.
Pada kelompok II dengan pemberian obat paracetamol diperoleh pengangkatan kaki pada menit
ke 5 sebanyak 15 kali, pada menit ke 10 sebanyak 14 kali, pada menit ke 15 sebanyak 19 kali, dan pada
menit ke 20 diperoleh sebanyak 17 kali.
Pada kelompok III, dengan menggunakan obat antalgin diperoleh pengangkatan kaki pada menit
ke 5 yaitu sebanyak 15 kali, pada menit ke 10 yaitu 48 kali, pada menit ke 15 sebanyak 45 kali dan pada
menit ke 20 sebanyak 15 kali. Pada kelompok IV dengan menggunakan obat asetosal diperoleh
pengangkatan kaki pada menit ke 5 sebanyak 15 kali, pada menit ke 10 sebanyak 13 kali, pada menit ke
15 sebanyak 20 kali, sedangkan pada menit ke 20 sebanyak 25 kali.
Mekanisme kerja nyeri, yaitu perangsang rasa nyeri baik mekanik maupun kimiawi, panas maupun
listrik akan menimbulkan kerusakan pada jaringan sel sehingga sel-sel tersebut melepaskan suatu zat
yang disebut mediator nyeri yang akan merangsang reseptor nyeri.
1. Rangsangan mekanik yaitu nyeri yang disebabkan karena pengaruh mekanik seperti tekanan,
tusukan jarum, insan pisau, dll.
2. Rangsangan termal, yaitu nyeri yang disebabkan karena pengaruh suhu rata-rata manusia akam
merasakan nyeri jika menerima panas diatas 45oC, dimana pada suhu tersebut jaringan akan mengalami
kerusakan.
3. Rangsangan kimia yaitu jaringan yang akanmengalami kerusakan aka membebaskan zat yang disebu
mediator yang dapat berkaitan dengan reseptor nyeri antara lain, biokonin, serokinin, dan
prostaglandin. Mediator nyeri penting adalah histamin karen yang bertanggung jawab atas kebanyakan
reasi alergi. Biokonin adalah rangkaian asam amino yang disebut protein plasma.
Nyeri merupakan suatu mekanisme pelindung tubuh mekanik untuk melandasi dan
memberikan tanda bahaya tentang daya gangguan ditubuh. Mekanisme adalah rangsangan diterima
oleh reseptor nyeri diubah dalam bentuk impuls yang dihantarkan kepusat nyeri ke korteks otak. Setelah
diproses dipusat nyeri, impuls dikembalikan ke perifer dalam bentuk persepsi nyeri.
Sebelum perlakuan mencit (Mus musculus) terlebih dahulu dipuasakan untuk menghilangkan faktor
makanan karena interaksi makanan bisa mempengaruhi pemberian obat kepada hewan perlakuan
hewan uji mencit (Mus musculus). Walaupun demikian faktor variasi biologisnya dari hewan tidak dapat
dihilangkan sehingga faktor ini relative dapat memengaruhi hasil praktikum yang dilakukan di
laboratorium
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. Klasifikasi .(Online) http :// wikipedia.org. Di akses 18 Maret 2013.
Depkes RI, 1979 .Farmakope Indonesia Edisi III. Dirjen POM ; Jakarta.
LAMPIRAN
- Lampiran 1
Hewan Uji Mencit ( Mus musculus )
Di puasakan
Di timbang
Di kelompokkan
Perlakuan
Na. CMC 1%
Parasetamol
Antalgin
Asetosal
Analisis Data
Pembahasan
Kesimpulan
Lampiran 2
a. Perhitungan Dosis :
Asetosal 100 mg
Berat 20 tablet : 4,75 gram
Berat rata-rata : 0,2375 g
BB mencit
: 28 gram
BB standar
: 20-30 gram
FK konversi
: 0,0026
= DM x FK
= 100 mg x 0,0026
= 0,26 mg/ 20g/ 1 ml
= 0,173 x 10-3 g
% sediaan
= 0,173 x 10-1g
= 0,17%
x dosis
=
= 0,410mg
Volume pemerian =
x vp max
=
= 0.93 ml
b.
Antalgin 500 mg
: 18 gram
BB standar
: 20-30 gram
FK konversi
: 0,0026
= 500 mg x 0,0026
= 1,3 mg/ 20g/ 1 ml
= 1,95 x 10-3 g
-
% sediaan
-3
= 1,95 x 10-1g
= 1,95%
x dosis
=
= 2,9094 mg
Volume pemerian =
x vp max
=
= 0.6 ml
c. Paracetamol 500
Berat 20 tablet : 10,5 gram
Berat rata-rata : 0,525 g
BB mencit
: 20 gram
BB standar
: 20-30 gram
FK konversi
: 0,0026
= DM x FK
= 500 mg x 0,0026
= 1,3 mg/ 20g/ 1 ml
% sediaan
-3
= 1,95 x 10-1g
= 1,95%
x dosis
=
= 2,0475 mg
Volume pemerian =
x vp max
=
= 0.96 ml
Lampiran 3
Foto Perlakuan
1. Spoit oral
2. Mencit (Mus musculus)
Keterangan :
Keterangan :
(Gambar 2. Mencit (Mus musculus) di letakkan di atas plat panas untuk mengetahui efek analgetik).
- Lampiran 4
SKEMA TERJADINYA NYERI
Di hambat kosteroid
asam arakidonat
Fosfolipid
Enzim Fosfolifase
enzim lipoginase
Enzim siklooksigenase
Hidroperoksid
Endoperoksid
PGE2
PGF2
PGD2
Leukotrien
oksan
Prostaksilin
Tromb