Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN dengan POST TERM DI RUANG POLI KLINIK


HAMIL RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun Oleh:
AHMAD FAUZI S.Kep
Nim. 1401031065

PUTARAN KE 2
DEPARTEMEN MATERNITAS

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2014

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
POST TERM
A. Definisi
Kehamilan post term adalah kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu
yaitu kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan posterm dan
pascamaturitas. Kehamilan lewat bulan merupakan suatu kondisi antepartum
yang dibedakan dengan sindrom pasca maturitas dan merupakan kondisi
neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir. Definisi
standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama
menstruasi terakhir atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate)
digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai
lama kehamilan dan maturitas janin. (Varney H., 2007).
Ketika usia kehamilan melewati usia 42 minggu plasenta akan mengecil dan
fungsinya menurun. Mengakibatkan kemampuan plasenta untuk menyediakan
makanan semakin berkurang dan janin akan menggunakan persediaan lemak
dan

karbohidratnya

sendiri

sebagai

sumber energy.

Sehingga

laju

pertumbuhan janin menjadi lambat. Jika plasenta tidak dapat menyediakan


oksigen yang cukup selama persalinan, bisa terjadi gawat janin, sehingga
janin menjadi rentan terhadap cedera otak dan organ lainnya. Cedera
tersebut merupakan resiko terbesar pada seorang bayi post-matur dan untuk
mencegah terjadinya hal tersebut, banyak dokter yang melakukan induksi
persalinan jika suatu kehamilan telah lebih 42 minggu.
B. Etiologi
Etiologinya masih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal
yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup
bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar,
Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah
janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga
berhubungan dengan kehamilan lewat waktu. Fungsi
pada

usia

kehamilan

38-42

plasenta

memuncak

minggu, kemudian menurun setelah 42

minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta.


Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi
gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin
intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air ketuban
juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan
kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi
postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.
Menurut Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya (Ilmu Kebidanan, 2008)
faktor penyebab kehamilan postterm adalah:
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin , sehingga terjadinya kehamilan dan persalinan
postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis
memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan
oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan
lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebabnya.
3. Teori Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai pemberi tanda untuk
dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba
kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta
sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi
prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anansefalus, hipoplasia
adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan

pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian
bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebabnya.
5. Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seseorang ibu yang mengalami
kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat
bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip
Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seseorang ibu mengalami
kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar
kemungkinan anak perempuannya mengalami kehamilan postterm.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang mungkin terjadi antara lain:
1. Volume cairan amnion mengalami penurunan sekitar 300 ml.
2. Berkurangnya berat badan Ibu (lebih dari 1,4 kg/minggu).
3. Berkurangnya ukuran lingkar perut (akibat berkurangnya cairan amnion)
4. Cairan amnion keruh, terdapat feces bayi, resiko terjadi aspirasi
mekonium.
5. O2 supply kepada janin mengalami penurunan: Resiko asfiksi.
6. Hipoglikemy pada janin, akibat kurang asupan dan simpanan glukosa.
Pada janin:
1. Janin tampak seperti berusia term/ cukup umur, namun terkadang tampak
telah tua 1-3 minggu.
2. Janin panjang dan kurus (akumulasi lemak menurun), namun dapat pula
terjadi peningkatan berat janin
3. Kulit agak pucat dengan deskuamasi
4. Vernix casiosa menipis, kulit kering dan pecah-pecah
5. Kuku janin panjang terkadang terisi dengan mekonium
6. Terdapat akumulasi scalp pada rambut janin
7. Tali pusat layu dan berwarna kuning
8. Palpasi kepala janin mengeras.

D. Komplikasi
1. Terhadap Ibu

Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena aksi uterus tidak


terkoordinir, janin besar, Air ketuban berkurang dan makin kental,
moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai partus lama,
kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum.
Hal ini akan menaikkan angka mordibitas dan mortalitas.
2. Terhadap Janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih
besar dari kehamilan 40 minggu karena post maturitas akan menambah
bahaya pada janin. Pengaruh post maturitas pada janin bervariasi yaitu
berat badan janin dapat bertambah besar serhingga memerlukan tindakan
persalinan, tetap dan ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu,
Pertumbuhan janin makin lambat, Berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin
yang menimbulkan asfiksia akibat makrosomia, aspirasi mekonium,
hipoksia dan hipoglikemia dan setiap saat dapat meninggal di rahim,
terjadi perubahan metabolisme janin, Ada pula yang bisa terjadi kematian
janin dalam kandungan (IUFD).
3.
4.
5.
6.

Suhu yang tidak stabil.


Hipoglikemi.
Polisitemia.
Kelainan neurogenik.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Usia kehamilan ditentukan dengan menghitung HPHT (Hari Pertama
Haid Terakhir) di kurangi dengan hari pemeriksaan ibu. Usia kehamilan
diatas 42 minggu menandakan terjadinya Bayi Lahir Postmatur.
2. Pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya
fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis Bayi Lahir Postmatur.
3. Pemeriksaan rontgenologi pada janin dapat dijumpai telah terjadi
penulangan pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang
kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG: ukuran diameter biparietal, gerakan janin yang mengalami
perubahan semakin aktif maupun semakin lemah dan jumlah air ketuban
mengalami penurunan.
5. Pemeriksaan

sitologik

air

ketuban : biru Nil, maka sel sel yang

mengandung lemak akan berwarna jingga.

a. Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu


b. Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
6. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, tampak kekeruhan
karena bercampur mekonium
7. Kardiotografi: mengidentifikasi denyut jantung janin, penurunan DJJ
terjadi karena insufiensi plasenta
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi
reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang
baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan dan dapat
segera dilakukan SC
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin ibu
10. Pemeriksaan pH darah janin : menentukan derjat hipoksia, mupun
intrepretasi asidosis/alkalosis pada janin.
F. Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan lebih dari atau sama dengan 40-42 minggu
monitoring janin secara intensif
2. Nonstress test (NST) dapat dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat
kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan untuk
melakukan pilihan antara persalinan tanpa intervensi persalinan yang di
induksi atau secara sectio caesaria.
3. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
4. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau
sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan

spontan dengan

atau tanpa amniotomi. Bila :


a. Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim.
b. Terdapat hipertensi, pre-eklampsia.
c. Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas.
d. Pada kehamilan > 40-42 minggu.
e. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama
akan sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar dan
kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu
dipertimbangkan (Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998).

5. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :


a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
b. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi
gawat janin, atau
c. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, preeklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan
kesalahan letak janin.
6. Penatalaksanaan aktif pada kehamilan lewat bulan :
a. Induksi persalinan
Induksi persalinan adalah persalinan yang dilakukan setelah servik
matang dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama
oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang
mematangkan servik dibanding oksitosin.
b. Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan
(misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik
secara mekanis), memiliki kisaran keberhasilan secara beragam
dan atau sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
c. Metode hormon untuk induksi persalinan :
1) Oksitosin yang digunakan melalui intravena dengan catatan
servik sudah matang.
2) Prostaglandin

dapat

servik sehingga lebih

digunakan
baik

untuk

dari

mematangkan

oksitosin

namun

kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.


3) Misprostol adalah suatu tablet sintetis analog PGE1 yang
diberikan intravagina (disetujui FDA untuk mencegah ulkus
peptikum, bukan untuk induksi)
4) Dinoproston Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia
dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA
untuk induksi persalinan pada tahun 1995).
5) Predipil yakni suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam
bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik (disetujui FDA untuk
induksi persalinan pada tahun 1993).
d. Metode non hormon Induksi persalinan

1) Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban
mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian
servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah.
Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin
ke dalam

sirkulasi

ibu.

Pemisahan

hendaknya

jangan

dilakukan jika terdapat ruptur membran yang tidak disengaja


dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun bagi janin.
Pemisahan memban serviks tidak dilakukan pada kasus kasus
servisitis, plasenta letak rendah, maupun plasenta previa, posisi
yang

tidak

diketahui,

atau

perdarahan pervaginam yang

tidak diketahui.
2) Amniotomi yakni pemecahan ketuban secara sengaja
3) Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman karena menggunakan
metode yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan.
Penanganannya dengan menstimulasi putting selama 15 menit
diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam
sebanyak 3 kali perhari.
4) Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel
maupun

jus

jeruk

dapat

meningkatkan

angka

kejadian

persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.


5) Kateter foley atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian
balon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter
tetap pada tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa
teknik ini sangat efektif.
G. Prognosis
Beberapa ahli menyatakan kehamilan lewat bulan jika lebih dari 41 minggu
karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah usia 40
minggu. Namun sekitar 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu

hingga 7% akan menjadi 42 minggu tergantung populasi dan kriteria yang


digunakan.
Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi
sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia
kehamilan. Jika TP telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan
data yang tidak dapat diandalkan, maka data yang terkumpul sering
menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia
kehamilan lebih dari 40 minggu.
Penyebab bayi lahir mati tidak mudah dipahami dan juga tidak ada
kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian
tersebut. (Varney H., 2007). Apabila diambil batas waktu 42 minggu
frekuensinya adalah 10,4 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu
frekuensinya adalah 3,4 -4% ( Mochtar, R., 1998).
H. Patofisiologi
Penyebab daripada terjadinya bayi lahir postmatur adalah faktor hormonal,
yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup
bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang (Mochtar,
Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada darah janin.
Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga
berhubungan dengan kehamilan lewat waktu. Fungsi plasenta memuncak
pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu,
terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga
spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai
oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin.
Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Sehingga janin dapat
mengalamo pengecilan ukuran janin dan kurang nutrisi. Volume air
ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi pada organ ginjal dan
usus

dari

janin.

Mekonium

yang

diaspirasi

mengakibatkan sindrom aspirasi mekonium


atelektasis. Keadaan-keadaan

kembali

yang dapat

oleh

janin

mengakibatkan

ini merupakan kondisi yang tidak baik

untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi :
30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.

I. WOC

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
Tujuan anamnesa adalah untuk mengumpulkan informasi tentang riwayat
kesehatan dan kehamilan. Informasi ini digunakan dalam proses
menentukan diagnosa keperawatan dan mengembangkan rencana asuhan
keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Tanyakan pada ibu:
a Nama, umur, alamat dll.
b Keluhan Utama
c Riwayat penyakit sekarang
d Riwayat penyakit masa lalu
e Riwayat penyakit keluarga
f Tanyakan HPHT
g Status obstetrik : G, P, A, P, I, A, H.
h Apa aktivitas Ibu di rumah
i Apakah janin aktif bergerak
j Riwayat kehamilan sekarang dan dahulu
1) Apakah ibu secara rutin memeriksakan kehamilannya, kemana dan
dengan siapa ibu memeriksakan kehamilannya.
2) Apakah ada masalah selama ibu hamil dan apakah ibu pernah
menderita suatu penyakit (asma, hipertensi, DM, dll).
3) Apakah ibu mempunyai masalah selama persalinan terdahulu/
sebelumnya.
4) Berat badan ibu sebelum hamil dan sewaktu hamil, berapa
penambahan berat badan ibu.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi cedera pada janin b.d distress janin
2. Ansietas pada Ibu b.d ancaman pada status kesehatan
3. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas pada janin b.d. obstruksi jalan
nafas, asfiksi, Insufisiensi Plasenta
4. Risiko trauma maternal/gawat janin b.d. inadequate perfusi jaringan
maternal-infant, plasenta yang menua.
5. Resiko infeksi pada janin b.d. mekonium yang bercampur dengan cairan
ketuban.
6. Kurang pengetahuan b.d keterbatasan kognitif.
C. Intervensi Keperawatan
1. Dx. 1: Resiko tinggi cedera pada janin b.d distress janin

Tujuan : Diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan klien mampu


mempertahankan kehamilan sampai janin benar-benar viable untuk
hidup
Kriteria hasil: Tidak ada cedera yang terjadi pada pasien.
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital
R: untuk mengetahui kondisi pasien
b. Lakukan pemeriksaan dalam (VT)
R: untuk mengetahui kematangan servik
c. Auskultasi dan laporkan irama jantung janin, perhatikan kekuatan ,
regularitas, dan frekuensi.
R: untuk mengetahui kondisi janin didalam rahim
d. Kaji kondisi ibu dan adanya kontraksi uterus atau tanda-tanda lain
dari ancaman kelahiran.
R: meminimalkan resiko kematian janin yang akan dilahirkan
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi yang tepat.
R: membantu megurangi resiko yang akan terjadi
2. Dx. 2: Ansietas pada Ibu b.d ancaman pada status kesehatan
Tujuan : Diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan klien tidak
cemas
Kriteria hasil :
a. Cemas berkurang
b. Tidak menunjukan perilaku agresif
Intervensi:
a. Kaji keadaan umum klien.
R: untuk mengetahui kondisi pasien
b. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan cemasnya.
R: ventilasi perasaan mengurangi rasa cemas yang muncul
c. Berikan informasi tentang penyakit klien.
R: klien paham dan dapat mengambil keputusan dengan tenang
d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi yang tepat
R: mempermudah dalam proses pengobatan sesuai dengan kondisi
klien.
3. Dx. 3: Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 berhubungan dengan asfiksia
berat/ringan, pernafasan tidak teratur, pernafasan cuping hidung,
cyanosis, ada lendir pada hidung dan mulut.
Tujuan : Kebutuhan O2 bayi terpenuhi.
Kriteria Hasil:
a. Tidak terjadi distress janin

b. Asfiksia tidak terjadi


c. Pernafasan teratur.
d. Tidak cyanosis.
e. Wajah dan seluruh tubuh
f. Berwarna kemerahan (pink variable).
Intervensi:
a. Letakkan bayi terlentang dengan alasyang data, kepala lurus, dan
leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut
diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm.
R: memudahkan ventilasi pernafasan untuk dilalui udara bebas
b. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
R: untuk membantu memberikan oksigen tambahan karena
kekurangan akibat asfiksia.
c. Observasi TTV dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam
R: untuk mengetahui keadaan bayi
d. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 mask dan
pemeriksaan kadar gas darah arteri otak. Dan peningkatan pada kadar
PCO2 menunjukkan hypoventilasi.
R: untuk memberikan terapi yang sesuai kebutuhan
4. Dx 4: Risiko trauma maternal/gawat janin b.d. inadequate perfusi jaringan
maternal-infant, plasenta yang menua.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diaharapkan
bebas dari trauma yang dapat dicegah atau komplikasi lain.
Kriteria Hasil: tidak terjadi cedera terhadap janin.
Intervensi :
a. Kaji posisi janin, station, dan presentasi.
R: untuk mengetahui kegawatan pada janin
b. Pantau kemajuan persalinan dan kecepatan turunnya janin.
R: untuk membantu proses persalinan
c. Perhatikan warna cairan amnion.
R: untuk mengetahui keadaan janin didalam rahim
d. Pantau tanda-tanda insufisiense plasenta
R: meminimalkan terjanya asfiksia pada janin
e. Tetap bersama klien dan pantau upaya mendorong saat kepala
keluar,Instruksikan klien untuk nafas pendek dan cepat selama proses.
R: untuk memudahkan proses persalinan dan mengurangi keletihan

5. Dx. 5: Resiko infeksi pada janin b.d. mekonium yang bercampur dengan
cairan ketuban.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam diharapkan
bebas dari infeksi.
Kriteria Hasil: Tidak ada menunjukkan tanda-tanda infeksi (rubor, dolor,
tumor, color, fongsiolaesa).
Intervensi :
a. Lakukan perawatan perineal setiap 4 jam (lebih sering bila ketuban
sudah pecah), gunakan teknik aseptis .
R: meminimal resiko infeksi pada janin
b. Catat tanggal dan waktu pecah ketuban.
R: untuk mengetahui lama persalinan dan resiko yang akan terjadi
c. Lakukan pemeriksaan dalam bila sangat perlu, dengan teknik aseptik.
R: untuk mengetahui kematangan servik
d. Pantau suhu nadi dan sel darah putih sesuai indikasi.
R: untuk mengetahui tanda tanda infeksi
6. Dx. 6: Kurang pengetahuan b.d keterbatasan kognitif.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam diharapkan
pasien memahami tentang kehamilan post term
Kriteria Hasil : Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan
pengobatan. Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan
menjelaskan alasan untuk tindakan. Menunjukkan/melakukan
perubahan pola hidup yang perlu. Berpartisipasi dalam program
pengobatan.
Intervensi :
a. Berikan penjelasan tentang kehamilan post term beserta resiko yang
akan terjadi.
R: klien mengerti tentang kehamilan post term
b. Berikan penjelasan tentang nutrisi untuk kehamilan post term.
R: klien menjaga pola nutrisi untuk kebutuhan kehamilan post term
c. Berikan penjelasan tidakan apa saja yang akan dilakukan untuk
kehamilan post term
R: klien mampu memilih tindakan yang sesuai yang diinginkan

d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat - obatan prostaglandin


E2 (PGE2) bersama oksitosin. Untuk merangsang kontraksi.
R: merangsang kontraksi otot rahim.

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary, dkk.2006. Obstetri William ed.21. Jakarta.EGC Mochtar,
Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC
Jaffe, Marrie, etc.1989. Maternal Infant Health Care Plans. Spring House
Corporation, Pennsylvania.
Manuaba,

Ida Bagus Gede. 1999,


Wanita.Jakarta : Arcan

Memahami

Kesehatan

Reproduksi

Manuaba. 2008. Ilmu Kebidanan, Kandungan dan KB. Jakarta : EGC


Pranoto. 2007. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Prawiroharjo, Sarwono.2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.
Rustam. 2005. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC

Saifudin. 2005. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.


Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC

Anda mungkin juga menyukai