Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

Central Serous Chorioretinopathy

Pembimbing
dr. Retna Gemala Dewi, SpM
Disusun Oleh :
Rahardian Sigmawan

201410401011013

Robiatul Adawiyah

201410401011016

SMF MATA
RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014

LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT

Central Serous Chorioretinopathy

Makalah dengan judul Central Serous Chorioretinopathy telah diperiksa dan


disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan
Dokter Muda di bagian Mata

Surabaya,

November 2014

Pembimbing

dr. Retna Gemala Dewi, SpM

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................

Lembar Pengesahan ...........................................................................................

Daftar Isi ............................................................................................................

Kata Pengantar ..................................................................................................

Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................

Bab 2 Tinjauan Pustaka......................................................................................

2.1 Definisi ................................................................................................. 6


2.2 Epidemiologi........................................................................................... 6
2.3 Etiologi .................................................................................................. 7
2.4 Patofisiologi.......................................................................................... 8
2.5 Manifestasi Klinis................................................................................ 12
2.6 Diagnosis.............................................................................................. 13
2.7 Diagnosis banding..............................................................................

14

2.8 Penatalaksanaan........... ....................................................................... 14


2.9 Prognosis............................................................................................. 15
Bab 3 Ringkasan ............................................................................................... 17
Daftar Pustaka .................................................................................................... 18

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,


atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
Central Serous Chorioretinopathy. Penyusunan tugas ini merupakan salah satu
tugas yang penulis laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF Mata RSU
Haji Surabaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Retna Gemala Dewi SpM
selaku dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas referat ini, terima kasih atas
bimbingan dan waktunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga referat ini dapat memberikan manfaat
pada pembaca. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Dalam kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran
yang dapat membangun demi kesempurnaan laporan ini.

Surabaya,

November 2014

BAB 1
PENDAHULUAN

Central serous chorioretinopathy (CSCR) merupakan kelainan degenerasi


makula ke-empat paling sering dijumpai setelah retinopati yang terkait usia,
retinopati diabetikum, dan oklusi vena retina. CSCR juga merupakan kelainan
retina yang sering menyebabkan kebutaan. Pada makalah ini kami membahas
definisi, epidemiologi, faktor resiko, manifestasi klinis, patofisiologi, terapi, dan
prognosis dari CSCR. (1)
Beberapa penelitian mengatakan bahwa angka kejadian CSCR berada pada
rasio 10:100000 pada laki-laki, dan CSCR 6 kali lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan. CSCR akut kebanyakan membaik secara
spontan sekitar 2-3 bulan. Prognosisnya sendiri tergantung pada tajam penglihatan
sekarang. Pada pasien dengan tajam penglihatan 6/6 akan tetap tajam
penglihatannya setelah CSCR nya membaik, sedangkan pada pasien dengan tajam
penglihatan kurang dari 6/9 akan pulih dengan rata-rata bisa membaca kartu
snellen 2-3 baris dibawah baris normal pada beberapa tahun kemudian. (1)
Faktor

resiko

CSCR

adalah

penggunan

kortikosteroid

sistemik,

personalitas tipe A, kehamilan, dan cushing syndrome. Patofisiologi dari CSCR


masih belum jelas sepenuhnya, tetapi diduga kelainan berada pada sirkulasi
koroid dan pada retinal pigment epithelium. (1)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Central serous chorioretinopathy adalah suatu kelainan idiopatik pada
bagian chorioretinal yang ditandai dengan adanya pelepasan lapisan serosa pada
bagian neural retina daerah makula. CSCR disebut juga Central serous
retinopathy/choroidopathy, merupakan suatu kelainan idiopatik pada makula yang
ditandai adanya ablasi serosa dari neuroepitelium retina sensoris yang
mengakibatkan akumulasi cairan subretina tanpa disertai perdarahan subretina
maupun eksudat. (1,2)
2.2 Epidemiologi
Estimasi terbaik dari tingkat insiden berdasarkan populasi kohort
retrospektif dan studi kasus didokumentasikan di Olmsted county, Minnesota,
Amerika Serikat, yang mendokumentasikan semua kasus baru CSCR dari tahun
1980 sampai tahun 2002. Hal ini dicapai melalui sistem catatan medis yang
komprehensif dengan kriteria standar yang digunakan untuk menentukan CSCR.
Tingkat insiden pada laki-laki lebih tinggi 6 kali dari pada perempuan. Pada
penelitian lain melaporkan umur rata-rata penderita CSCR antara 41-45 tahun.
Pada wanita dengan CSCR yang kronik prevalensi puncak rata-rata umur
penderita adalah usia 51 tahun (3).

2.3 Etiologi
Beberapa faktor etiologi yang diduga sebagai penyebab, diantaranya
peningkatan kortisol endogen (stres, personalitas tipe A, hipokondria, histeria,
neurosis

konversional),

hormonal,

kehamilan,

dan

penderita

pengguna

kortikosteroid. (2)
Tabel 2.1 Faktor resiko CSCR (1)
KONDISI SISTEMIK

MEDIKASI

Personalitas tipe A

Kortikosteroid

Stres emosional

Pengobatan psychopharmacologic

Hipertensi sistemik

3, 4-methlyenedioxymethamphetamine

Gastroesophageal reflux disease

Antasida and obat antireflux

Kehamilan

Over-the-counter sympathomimetics

Transplantasi Organ

Antibiotik

Systemic lupus erythematosis

Antihistamin

Perokok

Sidenafil citrate

Pengguna alkohol
Membranoproliferative
glomerulonephritis type II
Infeksi Helicobacter pylori
Kelainan autoimun

Onset dari CSCR berkaitan dengan faktor stres psikososial yang berat,
seperti perceraian, kemiskinan, penyakit kritis, biasanya terjadi pada pasien
dengan mekanisme koping

yang buruk. Karakter kepribadian juga mungkin

memainkan peran, personalitas Tipe A tampaknya memiliki resiko paling tinggi


dibandingkan dengan tipe lainnya. Ciri-ciri kepribadian lain yang telah
diidentifikasi memiliki resiko tinggi pada CSCR adalah orang dengan
ketidakstabilan emosi dan perasaan ketidakamanan. Harus ditekankan bahwa

pasien biasanya dalam keadaan kesehatan yang baik, tanpa penyakit mental dan
hubungan sosial yang baik. Hubungan antara faktor kepribadian dan CSCR
dikaitkan dengan tingginya sirkulasi katekolamin dan kortikosteroid ( 4 kali dan
40 kali lebih tinggi kadar katekolamin dan kortikosteroid, dalam Tipe A
dibandingkan dengan kepribadian Tipe B). (3)
Kehamilan berkaitan dengan penigkatan angka kejadian CSCR. Hal ini
diduga berkaitan dengan peningkatan kadar kortikosterid endogen yang terjadi
selama masa kehamilan. CSCR paling sering terjadi pada trimester ketiga dan
pulih 1-2 bulan setelah melahirkan. Untuk penyebabnya masih belum jelas. (1)

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi dari CSCR belum sepenuhnya diketahui. Dari beberapa
penelitian didapatkan kelainan pada retinal pigmen epitheilum (RPE) atau pada
koriokapilar. Pada CSCR akut, pemeriksaan FFA (fundus flourecin angiography)
menggambarkan adanya kebocoran tunggal maupun multipel pada RPE, dimana
sering terjadi pada daerah extrafoveal. Gambarannya dapat berupa smoke stack
appearance ataupun ink blot appearance. Meskipun demikian, serous
neurosensory detachment hampir selalu pada daerah subfovea pada pasien dengan
gejala CSCR, mungkin karena ketipisan retina pada daerah subfovea dan
rendahnya efek absorbsi dari RPE. Disfungsi RPE mengarah ke CSCR akut, bisa
fokal atau difus, hal ini disebabkan adanya aliran balik dari cairan menuju
subretinal space. Hal ini dapat dibuktikan pada kerusakan fokal, RPE bisa
membalikkan arah dari transfer ion yang pada akhirnya menjadi aliran balik dari
cairan. (1)

Pada pemeriksaan Indocyanin Green Angiography (ICGA) menunjukkan


adanya kebocoran aktif dari koroid yang tidak terlihat pada pemeriksaan FFA,
yang menunjukkan bahwa patologi primer dari CSCR berada pada koroid bukan
dari RPE. Adanya hiperpermeabilitas dari koroid diduga menyebabkan serous
detachment yang kecil dari RPE yang kemudian dapat menghentikan atau
menurunkan difusi cairan serosa yang pada akhirnya mengakibatkan serous
detachment. Penyebab primer dari abnormalitas bagian koroid masih belum
diketahui sepenuhnya, kemungkinan berkaitan dengan gangguan autoregulasi dari
sirkulasi koroid. Teori ini didukung dengan penelitian yang menunjukkan adanya
iskemik koroid pada daerah yang mengalami kebocoran pada pemeriksaan ICGA,
dimana hal ini berkaitan dengan berdilatasinya kapiler dan venule pada daerah
yang terjadi peningkatan permeabilitasnya. Gangguan autoregulasi pada sirkulasi
koroid juga membuktikan bahwa adanya kaitan antara CSCR dengan peningkatan
katekolamin, aktivitas simpatis, dan hipertensi. (1)

Gambar 2.1
Gambar skematik dari CSCR (6)

Gambar 2.2
Colour fundus photograph of acute central serous chorioretinopathy presenting
as serous neurosensory retinal detachment centred on fovea. The lower
photograph shows the neurosensory detachment on time domain optical
coherence tomography. (3)

10

Gambar 2.3
Chronic central serous chorioretinopathy. Note pigmentary changes overlying the
pigment epithelial detachment in the first photograph. The middle photograph
shows areas of hyperautofluorescence over regions of neurosensory detachment,
while the lower spectral domain optical coherence tomography photograph
through the fovea shows a pigment epithelial detachment with resolving
subretinal fluid. (3)

11

Evidence terbaru mendukung bahwa teori choroidal hiperpermeability


disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik yang didapat dari gambaran
pemeriksaan enhanced depth imaging optical coherence tomography pada daerah
koroid bagian fovea. Dimana ditemukan penebalan 50-80% pada orang CSCR
dibandingkan dengan orang normal dengan kontrol umur yang sama.(3)
Pada penelitian yang meneliti kedua mata pasien CSCR dengan satu mata
yang mengalami gejala klinis menjelaskan bahwa adanya penebalan pada daerah
koroid pada kedua mata. Pada mata yang mengalami gejala CSCR memiliki
ketebalan 445,58 mm dengan SD 100,25 mm, dan pada mata pasien CSCR yang
sehat memiliki ketebalan 378,35 mm dengan SD 117,44 mm. Dibandingkan pada
orang normal memiliki ketebalan 266,80 mm dengan SD 55,45 mm.(3)
Pada CSCR kronik patofisiologinya berbeda dengan CSCR akut, dimana
pada CSCR akut disfungsi RPE bersifat multifokus, sedangkan pada CSCR kronik
bersifat difus dan menyebar. Pada pemeriksaan FFA pasien dengan CSCR kronik
menunjukkan gambaran granular hiperflourescence yang difus dan menyebar.
Pada beberapa kasus didapatkan inferior gravitatioal tracts yang memanjang dari
daerah makula. (3)
2.5 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang paling sering pada CSCR adalah skotoma sentral,
atau penurunan penglihatan warna (diskromatopsia), yang diikuti dengan distorsi
penglihatan (metamorpopsia). Pada penderita simtomatis akan mengeluhkan
penglihatan kabur mendadak dan buram / redup , mikropsia (obyek terlihat lebih
kecil dari aslinya dibanding mata yang sehat). Pada umumnya visus bervariasi

12

dari 20/20 20/200, tapi pada kebanyakan penderita, visus lebih baik dari 20/30.
Penurunan penglihatan tersebut dapat dikoreksi dengan koreksi hipermetropia.(2)
2.6 Diagnosis
Pada pemeriksaan visus dengan koreksi terbaik didapatkan koreksi
hipermetropia atau mendekati normal. Pemeriksaan retina dengan pupil dilatasi
menggunakan oftalmoskopi direk/ indirek tampak area makula retina yang
menonjol dan berbatas jelas disertai penurunan reflek fovea. Tes Amsler grid
menunjukkan area yang terkena dan pada pemeriksaan penglihatan warna dengan
ishihara didapatkan penurunan. (2)
Pemeriksaan fundus menampakkan suatu elevasi retina berupa daerah
bulat atau oval, ukuran dan letaknya bervariasi, tetapi biasanya di makula.
Mungkin terdapat bercak-bercak berwarna abu-abu kekuningan di sentral yang
mewakili eksudat subretina. Sesekali terdapat pelepasan retinal pigmen epithelium
serosa dibagian superior. Mungkin terlihat tanda-tanda serangan sebelumnya
dalam bentuk lesi-lesi retinal pigmen epithelium yang sedikit atrofik. Diagnosis
paling mudah dikonfirmasi dengan optical coherence tomography. Sekitar 80%
mata dengan CSCR mengalami penyerapan spontan dan pemulihan ketajaman
penglihatan normal dalam 6 bulan setelah onset gejala. (4)
Berbagai pola kelainan terlihat melalui angiografi fluoresein, yang paling
khas di antaranya adalah konfigurasi cerobong asap dari zat warna yang
merembes keluar koriokapilar dan menumpuk di bawah epitel pigmen retina atau
retina sensorik yang menunjukkan adanya hiperfluoresensi. (2,4)

13

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding CSCR di antaranya adalah neovaskularisasi koroid
pada degenerasi makula, cystoid macular edema, ablasi makula akibat ablasi
retina / macular hole, idiopatik polypoidal choroidal vasculopathy (PCV),
abnormalitas RPE multifokal, ablasi epitel pigmen, inflamasi koroid dan defek
optic disc pit. (2)
2.8 Penatalaksanaan
Fotokoagulasi laser argon pada bagian yang bocor akan mempersingkat
pelepasan retina sensorik secara bermakna dan memulihkan penglihatan sentral
dengan cepat, tetapi fotokoagulasi yang segera dilakukan tidak terbukti
memperbaiki hasil akhir penglihatan. Terapi ini tidak dianjurkan untuk lesi-lesi di
dekat fiksasi sentral karena pembentukan parut dapat menimbulkan gangguan
penglihatan permanen. (4)
Tindakan biasanya tidak perlu dilakukan karena kebanyakan kelainan ini
dapat sembuh spontan dalam 4-10 minggu. Tindakan fotokoagulasi laser dapat
dipertimbangkan pada keadaan berikut :
a) CSCR yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
b) Pada mata yang terjadi rekurensi dengan defisit visual karena serangan
sebelumnya.
c) Defisit visual yang permanen pada mata yang lain karena serangan CSCR
sebelumnya.
d) Pada pasien yang membutuhkan perbaikan visus dan penglihatan
stereokopis segera.

14

e) Pada pasien dengan CSCR yang diinduksi oleh obat kortikosteroid tetapi
pasien

tidak

dapat

menghentikan

atau

mengurangi

penggunaan

kortikosteroid.
f) Pada pasien dengan ablasio retina yang bullous dengan kehilangan
lapangan pandang perifer.
Fotokoagulasi laser dapat menyebabkan komplikasi neovaskularisasi
khoroid (CNV) sebanyak 1% dan dapat dilakukan injeksi anti VEGF intravitreal.
(2,5)
Untuk lesi-lesi di dekat fiksasi sentral, terapi fotodinamik dengan dosis
verteporfin yang lebih rendah dari normal, dan micropulse laser memberikan hasil
yang menjanjikan. Hasil terapi kurang baik pada CSCR yang disertai pelepasan
retinal pigmen epithelium. (4)
2.9 Prognosis
Prognosis visus pada CSCR umumnya baik, kecuali pada kasus yang
kronis dan rekuren. Sebagian besar kasus CSCR, cairan subretina akan mengalami
resorbsi spontan dalam waktu 3-4 bulan, diikuti dengan perbaikan visus yang
dalam perjalanannya bisa membaik hingga waktu 1 tahun. Sering masih
didapatkan metamorpopsia ringan, skotoma, abnormalitas sensitivitas kontras dan
defisit penglihatan warna ringan yang menetap. Beberapa kasus mengalami
penurunan visus yang menetap dan sekitar 40-50 % mengalami rekurensi.
Remisi cepat dari CSCR dapat terjadi dalam beberapa minggu saja bila
dilakukan laser fotokoagulasi pada titik kebocoran fluoresin. Jika titik kebocoran
berada terlalu dekat dengan fovea sentral untuk dilakukan laser fotokoagulasi,

15

dapat dilakukan dengan verteporfin ocular photodynamic therapy (PDT). Bila


berkembang

suatu

neovaskularisasi

dapat

dilakukan

injeksi

anti-VEGF

intravitreal. (2)

16

BAB 3
RINGKASAN

CSCR disebut juga Central serous retinopathy/choroidopathy, merupakan


suatu kelainan idiopatik pada makula yang ditandai adanya ablasi serosa dari
neuroepitelium retina sensoris yang mengakibatkan akumulasi cairan subretina
tanpa disertai perdarahan subretina maupun eksudat.(1)
Manifestasi klinis yang paling sering pada CSCR adalah skotoma sentral,
atau penurunan penglihatan warna (diskromatopsia), yang diikuti dengan distorsi
penglihatan (metamorpopsia). Pada penderita simtomatis akan mengeluhkan
penglihatan kabur mendadak dan buram / redup , mikropsia (obyek terlihat lebih
kecil dari aslinya dibanding mata yang sehat). Pada umumnya visus bervariasi
dari 20/20 20/200, tapi pada kebanyakan penderita, visus lebih baik dari 20/30.
Penurunan penglihatan tersebut dapat dikoreksi dengan koreksi hipermetropia.(2)
Diagnosis banding CSCR di antaranya adalah neovaskularisasi khoroid
pada degenerasi makula, cystoids macular edema, ablasi makula akibat ablasi
retina/macular

hole,

idiopatik

polypoidal

coroid

vasculopathy

(PCV),

abnormalitas RPE multifokal, ablasi epitel pigmen, inflamasi koroid dan defek
optic disc pit.(2)

17

References
1. Anna S. Kitzmann, Jose S. Pulido, William J. Wirostko. Central Serous
Chorioretinopathy. [book auth.] Jay S. Duker Myron Yanoff. Ophthalmology.
s.l. : Elsevier Inc, 2008.
2.

Moestijab,

Wimbo

Sasono,

M.

Firmansjah.

Central

Serous

Chorioretinopathy (CSC/CSCR). [book auth.] Trisnowati Taib Saleh, Moestijab,


Eddyanto Sjamsu Budiono. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya :
Airlangga University Press, 2013.
3.

Central

serous

chorioretinopathy:

review

of

epidemiology

and

pathophysiology. Gerald Liew, Godfrey Quin, Mark Gillies, Samantha


Fraser-Bell. Sydney

: Royal Australian and New Zealand College of

Ophthalmologists, 2012, Vol. 41.


4. Emily C. Fletcher, N. H. Victor Chong, Debra J. Shetlar. Retina. [book
auth.] John P. Whitcher Paul Riordan-Eva. Voughan & Asbury Oftalmologi
Umum. s.l. : The McGraw-Hill Companies Inc, 2014.
5. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2012. 978-979-17194-1-4.
6. Lang, Gerhard K. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. New York :
Thieme, 2006.

18

19

Anda mungkin juga menyukai