Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH OTONOMI DAERAH

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Otonomi berasal dari kata autonomos atau autonomia (yunani) yang berarti keputusan sendiri
(self ruling). Otonomi yaitu hak untuk memerintah dan menentukan nasibnya sendiri.
Di Indonesia, otonomi daerah sebenarnya mulai bergulir sejak keluarnya UU No.1 Tahun 1945,
kemudian UU No.2 Tahun 1984 dan UU No.5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di
daerah. Semuanya berupaya menciptakan pemerintahan yang cenderung ke arah disentralisasi.
Namun pelaksanaannya mengalami pasang surut, sampai masa reformasi bergulir. Pada masa ini
keluarlah UU No.2 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat. Sejak itu,
penerapan otonomi daerah berjalan cepat.
Prinsip otonomi daerah adalah pemerintahan daerah diberi wewenang untuk mengelola daerahnya
sendiri. Hanya saja ada beberapa bidang yang tetap ditangani pemerintah pusat, yaitu agama,
peradilan, pertahanan, dan keamanan, moneter/fiscal, politik luar negeri dan dalam negeri serta
sejumlah kewenangan bidang lain (meliputi perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan
secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi Negara dan lembaga perekonomian
Negara, pembinaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi
yang strategis, dan konversi serta standarisasi nasional).
Keadaan geografis Indonesia yang berupa kepulauan berpengaruh terhadapmekanisme
pemerintahan Negara Indonesia. Dengan keadaan geografis yang berupakepulauan ini menyebabkan
pemmerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada didaerah. Untuk memudahkan
pengaturan atau penataan pemerintahan maka diperlukanadanya suatu sistem pemerintahan yang
dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapitetap terawasi dari pusat.
Di era reformasi ini sangat dibutuhkan sistem pemerintahan yang memungkinkancepatnya
penyaluran aspirasi rakyat, namun tetap berada di bawah pengawasanpemerintah pusat. Hal
tersebut sangat diperlukan karena mulai munculnya ancaman-ancaman terhadap keutuhan NKRI, hal
tersebut ditandai dengan banyaknya daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indornesia.
Sumber daya alam daerah di Indoinesia yang tidak merata juga merupakan salahsatu penyebab
diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang memudahkan pengelolaansumber daya alam yang
merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus menjadipendapatan nasional. Sebab seperti yang
kita ketahui bahwa terdapat beberapa daerahyang pembangunannya memang harus lebih cepat
daripada daerah lain. Karena itulahpemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan
pemerintahan di tingkat daerah yangdisebut otonomi daerah.
Pada kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu sajapada pemerintah
daerah. Selain diatur dalam perundang-undangan, pemerintah pusat juga harus mengawasi
keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakah sudah sesuai dengan tujuan

nasional, yaitu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Republik Indonesia yang berdasar pada
sila Kelima Pancassila, yaitu Keadilan SosialBagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Tuntutan akan pengelolaan pmerintahan daerah yang mandiri dengan semangat otonomi daerah
semakin marak. Namun demikian, kebijakan otonomi daerah disalah artikan oleh jajaran pengelola
pemerintah di daerah. Otonomi daerah dipahami sebagai kebebasan mengelola sumber daya daerah
yang cenderung melahirkan pemerintahan daerah yang tidak profesional dan tidak terkontrol. Hal
yang sangat mengkhawatirkan, seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah adalah lahirnya
perundang-undangan daerah yang cenderung bertolak belakang dengan semangat konstitusi negara
dan dasar negara yang dapat mengancam keutuhan NKRI.
2.2

Rumusan Masalah

1.

Apakah Hakikat Otonomi Daerah itu ?

2.

Apa Visi Otonomi Daerah ?

3.

Bagaimana Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia

4.

Apa sajakah Prinsip-prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah ?

5.

Bagaimana Proses Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah ?

6.

Bagaimana Proses Pemilihan, Penetapan dan Kewenangan Kepala Daerah ?

7.

Apa yang Menyebabkan Kesalah pahaman terhadap Otonomi Daerah ?

8.

Bagaimana Otonomi Daerah dan Pembangunan daerah di Indonesia ?

9.

Bagaimana Otonomi Daerah dan Pilkada Langsung di Indonesia ?

10.

Apa saja Kelemahan dan Kelebihan Pilkada Langsung ?

11.

Apa saja Kelemahan dan Kelebihan Dilaksanakannya Otonomi Daerah

1.3

Tujuan Makalah

1.

Untuk mengetahui hakikat otonomi daerah.

2.

Untuk mengetahui visi otonomi daerah.

3.

Untuk menjelaskan sejarah otonomi daerah di Indonesia.

4.

Untuk mengetahui prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah.

5.

Untuk menjelaskan pembagian kekuasaan dalam kerangka otonomi daerah.

6.

Untuk menjelaskan proses pemilihan, penetapan dan kewenangan kepala daerah.

7.

Untuk mengetahui penyebab kesalahpahaman terhadap otonomi daerah.

8.

Untuk menjelaskan proses otonomi daerah dan pembangunan daerah di Indonesia.

9.

Untuk menjelaskan otonomi daerah dan proses pilkada langsung di Indonesia.

10.

Unruk mengetahui kelemahan dan kelebihan pilkada langsung.

11.

Untuk mengetahui Kelemahan dan Kelebihan dilaksanakannya otonomi daerah.

MONEY POLITIC DALAM PRAKTEK PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA


A. LATAR BELAKANG
Pengertian Money Politics, ada beberapa alternatif pengertian. Diantaranya, suatu upaya
mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli
suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau
partai unatuk mempengaruhi suara pemilih (vooters). Pengertian ini secara umum ada kesamaan
dengan pemberian uang atau barang kepada seseorang karena memiliki maksud politik yang
tersembunyi dibalik pemberian itu. Jika maksud tersebut tidak ada, maka pemberian tidak akan
dilakukan juga. Praktik semacam itu jelas bersifat ilegal dan merupakan kejahatan. Konsekwensinya
para pelaku apabila ditemukan bukti-bukti terjadinya praktek politik uang akan terjerat undangundang anti suap.
Perpolitikan lokal selalu melahirkan dinamika. Hal ini menuntut partai politik (parpol) sebagai
instrumen demokrasi harus menyelaraskan platform politiknya terhadap perubahan yang terjadi di
masyarakat. Tak sedikit, perubahan tersebut menjadi tantangan bagi parpol. Sebut saja masalah
golongan putih (golput) yang muncul akibat ketidakpercayaan kelompok ini kepada parpol. Kini, di
masyarakat juga muncul kecenderungan menginginkan figur-figur baru sebagai pemimpin. Tentunya,
figur yang bisa membawa perubahan.
Hal ini membuktikan bahwa masyarakat sudah letih menanti perbaikan dan bosan dengan janji-janji
politik. Keberadaan golput di sejumlah pemilu maupun pemilihan kepala daerah makin
mengukuhkan ketidakpuasan rakyat terhadap parpol. Secara global jajak pendapat Lembaga Survei
Indonesia (LSI) tahun lalu, memprediksikan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap parpol turun
drastis. Ini akibat, masyarakat memandang komitmen pertanggungjawaban parpol terhadap
konstituennya masih sangat minim. Sehingga membuat para pemilih menjadi tidak respek terhadap
parpol.
Dengan adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap para calon pemimpin memberikan efek
negatif bagi para elit-elit dengan menghambur-hamburkan uang dalam waktu sekejap, demi
kekuasaan semata. Dan sebaliknya adalah sangat menggiurkan juga bagi masyarakat meskipun
sesaat, karena itu juga masyarakat merasa berhutang budi pada calon walikota yang
memberikan uang tersebut.

Dengan cara Money Politics hanya calon yang memiliki dana besar yang dapat melakukan kampanye
dan sosialisasi ke seluruh Indonesia. Ini memperkecil kesempatan bagi kandidat perorangan yang

memiliki dana terbatas, walaupun memiliki integritas tinggi sehingga mereka tidak akan dikenal
masyarakat. Saat ini, Indonesia membutuhkan pergantian elite politik karena kalangan atas yang ada
saat ini luar biasa korup. Penegakan hukum saat ini bisa dikatakan terhenti. Namun, format pemilu
yang ada saat ini tidak memungkinkan partai kecil dan kandidat perorangan untuk tampil dalam
kepemimpinan nasional.
Panwas secara bertingkat dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga kecamatan juga saling
mengawasi. Panwas pusat dapat menegur dan menghentikan Panwas provinsi. Demikian pula dari
tingkat provinsi kepada kabupaten/kota atau Panwas kabupaten/kota kepada Panwas tingkat
kecamatan.
Singkatnya, penyelenggara pemilu harus siap karena pemilihan presiden mendatang menampilkan
perubahan kultur politik dari partai oriented ke kandidat oriented. Sementara dengan kondisi yang
ada, kandidat presiden harus mampu mendanai partai sebagai imbal balik pencalonan. Akibatnya
yang muncul adalah perlombaan untuk mengumpulkan uang dari pelbagai sumber dan tidak
mendorong pemberantasan korupsi yang dibutuhkan masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan bahwa makalah ini mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Bagaimana Money politics dalam Pemilu?
2. Apakah Money Politics mempengaruhi partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Kepala
Daerah dan Pemilihan Umum?
3. c.

Apa dampak dari Praktik Money politics?

4. Kenapa Money Politics masih menjadi ancaman?


5. Bagaimana cara melawan Praktik Money Politics?
C. KAJIAN TEORITIS
Peraturan yang bersifat yuridis mengenai politik uang (Money Politics)
ini, yaitu larangan bagi para calon kandidat pemilihan baik pemilihan umum maupun pemilihan
kepala daerah yang akan mencalonkan diri mereka dalam ajang pesta demokrasi yang berlangsung.
Peraturan tersebut antara lain:
1. BAB XX Penyelesaian Pelanggaran Pemilu Dan Perselisihan Hasil Pemilu Undang-undang No.
10 Tahun 2008 Pasal 247 Ayat 1 sampai Ayat 10.
2. Undang-undang No. 10 Tahun 2008 mengenai PELANGGARAN PIDANA PEMILU Pasal 252,
Pasal 253 Ayat 1 sampai Ayat 4, Pasal 254 Ayat 1 sampai Ayat 3, Pasal 255 Ayat 1 sampai
Ayat 5, Pasal 256 Ayat 1 sampai Ayat 2, Pasal 257 Ayat 1 sampai Ayat 3.

3. Undang-undang No. 10 Tahun 2008 mengenai PERSELISIHAN PEMILU Pasal 258 Ayat 1
sampai Ayat 2, Pasal 259 Ayat 1 sampai Ayat 3.
4. Undang-undang No. 32 Tahun 2008 mengenai Pemberhentian Kepala Daerah (yang sudah
dilantik atau yang akan dilantik) Pasal 29 Ayat 1 sampai 4, Pasal 30 Ayat 1 smapai 2, Pasal 31
Ayat 1 sampai Ayat 2, Pasal 32 Ayat 1 sampai Ayat 7, Pasal 33 Ayat 1 sampai Ayat 3, Pasal 34
Ayat 1 sampai Ayat 4, Pasal 35 Ayat 1 sampai Ayat 5, Pasal 36 Ayat 1 sampai Ayat 5.

PEMBAHASAN
A. Money Politics dalam Pemilu
Praktek dari Money Politics dalam pemilu sangat beragam. Diantara bentuk-bentuk kegiatan yang
dianggap politik uang antara lain: a) distribusi sumbangan baik berupa barang atau uang kepada
para kader partai, penggembira, golongan atau kelompok tertentu, b) pemberian sumbangan dari
konglomerat atau pengusaha bagi kepentingan partai politik tertentu, dengan konsesi-konsesi yang
ilegal, c) penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk kepentingan dan atau mengundang
simpati bagi partai poltik tertentu, misalnya penyalahgunaan dana JPS atau penyalahgunaan kredit
murah KUT dan lain-lain.
Dari sisi waktunya, praktik Money Politics di negara ini dapat dikelompokkan menjadi dua tahapan
yakni pra pemungutan. Pada pra pemungutan suara mulai dari seleksi administrasi, masa kampanye,
masa tenang dan menjelang pemungutan. Sasarannya adalah para pemilih, terutama mereka yang
masih mudah untuk dipengaruhi. Untuk tahap kedua adalah setelah pemungutan, yakni menjelang
Sidang Umum DPR atau pada masa sidang tersebut. Sasarannya adalah kalangan elit politik. Di
tangan mereka kedaulatan rakyat berada. Mereka memiliki wewenang untuk mengambil keputusankeputusan strategis.

Kalau kita mau menganalisa dari kedua tahapan praktik tersebut, bahwa praktik politik uang dengan
sasaran the voters, pemilih atau rakyat secara umum akan sangat sulit diukur keberhasilannya.
Karena disamping medannya sangat luas juga banyaknya jumlah pemilih. Apakah rakyat yang
mencicipi uang benar-benar mau mencontreng tanda gambar parpol yang telah memberikan uang
atau mereka berkhiatan. Karena dalam masyarakat telah berkembang pemahaman bahwa
pemilu bukan saja pesta demokrasi, tapi juga pesta bagi-bagi uang.
Adapun keberhasilan praktik Money Politics pada tahapan yang kedua lebih dapat diprediksi
ketimbang pada tahap yang pertama. Sebab sasaran yang kedua adalah elit politik yang akan
mengambil keputusan penting bagi perjalanan pemerintahan. Namun kalau pemilihan dilakukan
dengan voting tertutup, keberhasilan rekayasa tersebut semakin sulit, terutama jika pelaku Money
Politics tersebut dinyatakan kalah dalam pemilihan. Dengan demikian para pengkhianat sulit
dilacak.

Demikian eratnya hubungan uang dengan politik, sehingga jika Money Politics tetap merajalela
niscaya parpol yang potensial melakukan praktik tersebut hanya partai yang memiliki dana besar.
Berapapun besarnya jumlah dana yang dikeluarkan, keuntungan yang diperoleh tetap akan jauh
lebih besar. Sebab pihak yang diuntungkan dalam praktik Money Politics adalah pihak pemberi,
karena dia akan memperoleh dukungan dan kekuasaan politik yang harganya tidak ternilai. Adapun
yang dirugikan adalah rakyat. Karena ketika parpol tersebut berkesempatan untuk memerintah,
maka ia akan mengambil suatu kebijakan yang lebih menguntungkan pihak penyumbangnya,
kelompoknya daripada interest public.
Bagaimanapun juga Money Politics merupakan masalah yang membahayakan moralitas bangsa,
walaupun secara ekonomisdalam jangka pendekdapat sedikit memberikan bantuan kepada rakyat
kecil yang turut mencicipi. Namun apakah tujuan jangka pendek yang bersifat ekonomis harus
mengorbankan tujuan jangka panjang yang berupa upaya demokratisasi dan pembentukan moralitas
bangsa?
Demoralisasi yang diakibatkan oleh Money Politics akan sangat berbahaya baik dipandang dari sisi
deontologis (maksud) maupun teologis (konsekwensi). Karena sifatnya yang destruktif, yakni
bermaksud mempengaruhi pilihan politik seseorang dengan imbalan tertentu, atau mempengaruhi
visi dan misi suatu partai sehingga pilihan politik kebijakannya tidak lagi dapat
dipertanggungjawabkan untuk kepentingan rakyat.

B. Money Politics mempengaruhi partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah
dan Pemilihan Umum
Dalam pemilihan kepala daerah maupun pemilihan umum secara umum, banyak terjadinya
perbuatan politik uang (Money Politics) yang ikut mewarnai acara pesta dan peta demokrasi yang
berlangsung di negara ini. Money Politics banyak membawa pengaruh akan peta perpolitikan
Nasional serta juga dalam proses yang terjadi dalam pesta politik. Dalam norma standar demokrasi,
dukungan politik yang diberikan oleh satu aktor terhadap aktor politik lainnya didasarkan pada
persamaan preferensi politik dalam rangka memperjuangkan kepentingan publik. Dan juga setiap
warga negara mempunyai hak dan nilai suara yang sama (satu orang, satu suara, satu nilai). Namun,
melalui Money Politics dukungan politik diberikan atas pertimbangan uang dan sumber daya
ekonomi lainnya yang diterima oleh aktor politik tertentu.
Dalam politik uang (Money Politics) pemilihan kepala daerah baik untuk mengisi jabatan Gubernur
atau Wakil Gubernur, jabatan Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota terdapat
beberapa hal yang mungkin tidak di ketahui oleh umum. Praktek politik ini sangat tertutup yang
hanya di ketahui oleh para calon atau orang-orang yang berada pada Ring Dalam para calon
saja. Besarnya uang yang diperlukan untuk membeli suara juga berbeda antara satu daerah dengan
daerah lainnya. Besarnya harga suara sangat tergantung pada pola hidup dan tingkat ekonomi
masyarakat daerah tersebut. Bagi daerah yang relatif kurang maju mungkin harga satu suara berkisar
antara Rp 20 juta hingga Rp 100 juta saja. Namun, untuk daerah yang sudah maju dan memiliki
pendapatan perkapita tinggi di duga satu suara sangat variatif berkiasar antara Rp 50 juta hingga Rp
500 juta

Persoalannya seorang calon harus tahu benar kapan dana yang dibutuhkan harus dikeluarkan. Dalam
permainan politik uang (Money Politics), seorang calon kepala daerah berserta tim suksesnya
(TIMSES) harus menguasai benar kondisi di lapangan. Pertimbangan hati-hati ini dilakuakan oleh
para calon agar uang yang tersedia diberikan kepada orang yang tepat sasarannya. Kalau
penggunaan uang tidak hati-hati bukan hanya salah sasaran berakibat uang hilang percuma saja,
tetapi sangat beresiko apabila informasi jatuh kepada mereka yang tidak dapat dipercaya, dalam
pemberian uang kepada pemilih dalam membeli suara calon pemilih. Apabila uang jatuh kepada
kelompok yang tidak dapat dipecaya, maka boleh jadi akan menjadi bumerang apabila kelak terpilih
dengan suara terbanyak akan mendapat perlawanan dari kelompok yang kalah. Terutama banyaknya
pengungkitan dari pihak lawan akan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak kandidat yang menang
dalam pemilihan kepala daerah. Pada semua tingkatan yang ada. Biasanya kelompok yang kalah
akan berusaha mendapatkan bukti-bukti tentang adanya bukti praktek uang (Money Politics)
tersebut guna mereka untuk mencari keuntungan bagi pihak-pihak kandidat yang kalah dalam acara
pesta demokrasi tersebut.
Maka dapat dijadikan bahan untuk membatalkan pelantikan kepala daerah terpilih, bukankah
peraturan pemerintah Nomor 151 tentang tata cara pemilihan kepala daerah terpilih harus
menghadapi masa uji publik selama 3 hari. Dalam masa uji public ini senjata paling ampuh untuk
menjatuhkan kandidat yang menang adalah apabila terdapat bukti adanya praktek politik uang
(Money Politics). Bukankah politik uang (Money Politics) dapat dikategorikan sebagai suatu tindak
pidana suap.

Di samping mempelajari secara hati-hati dan seksama, calon kepala daerah tidak pula sembarangan
mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak jelas guna dalam memperoleh suara dalam pemilihan
nanti. Dalam praktek politik uang (Money Politics) dikenal beberapa tahapan dana yang dibutuhkan,
dimulai dari proses uang perkenalan, uang pangkal, uang untuk fraksi hingga uang yang ditujukan
untuk membeli suara orang per orang pemilih. Pada proses pemilihan, masing-masin bakal calon
melakukan pendekatan kepada para anggota dewan, guna mencari dukungan bagi mereka untuk
mencalon diri dalam ajang pemilihan kepala daerah (PILKADA). Bagi mereka yang terlibat dalam
praktek politik uang (Money Politics) mereka juga menyediakan dana khusus dalam masa perkenalan
ini. Bagi bakal calon yang paham betul dengan situasi lapangan dan disertai dana yang
mencakupi bagi masa perkenalan telah menyediakan dana pada masa perkenalan ini. Ada lagi istilah
uang pangkal. Bagi sebagian kandidat memberikan uang dalam jumlah besar untuk suatu
pertarungan yang belum pasti mereka menangkan merupakan suatu hal yang wajar memang
merupakan suatu hal yang terlalu besar resikonya. Oleh karena itu, untuk mengurangi resiko
tersebut, maka apabila terjadi kesepakatan untuk memberikan dana dalam jumlah tertentu, tidak
semua dana yang disepakati dibayarkan. Strateginya dengan memberikan uang pangkal disertai janji
apabila kelak terpilih akan melunasi sisa uang yang dijanjikan.

Memang pola menggunakan uang pangkal ini juga riskan apabila ditinjau dari sisi kepastian bahwa
suara akan dijaminkan diberikan kepada si pemberi uang pangkal. **Dalam salah satu kasus

yang saya ketahui dilapangan, uang pangkal diberikan sejumlah Rp 10 juta disertai dengan janji akan
diberikan sekitar Rp 100 juta lagi apabila kelak terpilih. Oleh anggota DPRD bersangkutan ternyata
uang pangkal ini dianggap tidak pernah ada ketika kandidat lain memberikan dana secara kontan tiga
kali lebih besar daripada dana yang dijanjikan oleh si pemberi uang pangkal pertama berjumlah
Rp 10 juta terdahulu. Akibatnya, uang pangkal yang diberikan oleh salah seorang calon kepala
daerah ini hilang percuma karena dana yang lebih besar bukan hanya dijanjikan tetapi dibayar lunas
dalam bentuk uang tunai, oleh calon kepala daerah yang lain. Dalam pemilhan tersebut, maka hal
tersebut adalah sebuah hal yang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Yaitu adanya sebuah asas
yang disebut JURDIL (Jujur dan Adil). Dalam masalah ini ada beberapa perdebatan mengenai asas ini
pada awal akan dimasukkan asas ini dalam asas Pemilu pada awal Pemilu di Indonesia, antara lain:
1. Perlunya atau tidak asas jurdil ini dimasukan dalam perundang-undangan sebagai asas resmi
disamping asas LUBER.
2. Dalam pelaksanaan Pemilu perlu ditampakan bahwa asas jurdil ini merupakan sesuatu yang
benar-benar diterapkan.
Melihat pengertian asas Jurdil ini disatu pihak dan asas Luber pihak lain, keduanya memiliki
pengertian yang berbeda, namun sangat erat kaitannya. Dalam pembahasan ini maka sewajarnyalah
sebuah Pemilu harus menggunakan asas JURDIL dan LUBER, guna terciptanya sebuah demokrasi
serta pesta demokrasi yang sehat dan sesuai dengan amanat UUD 1945 dan juga sesuai dengan
amanat rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari praktek KKN.

Dalam pilkada yang ada maupun pemilu secara umum maka asas ini (JURDIL serta LUBER) hanyalah
sebuah slogan belaka, karena pada dasarnya Money Politics merupakan sebuah sistem yang tidak
akan pernah hilang dalam proses demokrasi Indonesia dan hal ini akan terus menerus terjadi dan
dilakukan oleh para calon dan Jurkam serta Timses masing-masing calon dalam pilkada dan pemilu
guna mencari perhatian serta suara dari para calon pemilih untuk memenangkan mereka dalam
PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) dan PEMILU (Pemilihan Umum). Walaupun adanya partai politik
yang berasaskan Islam akan tetapi praktek Money Politics ini tetap ada walau dikemas dalam agenda
yang sangat rapi. Akan tetapi juga ada juga partai politik yang memang benar-benar mereka tidak
melakukan politik uang (Money Politics). Serta merebaknya Money Politics membawa implikasi yang
sangat berbahaya bagi demokrasi dan penguatan negara bangsa. Melalui Money Politics kedaulatan
bukan ada pada tangan rakyat akan tetapi kedaulatan berada ditangan uang.

Oleh karena itu, pemegang kedaulatan adalah pemilik uang, baik dari dalam negeri maupun luar
negeri dan bukan lagi rakyat mayoritas. Di tengah gelombang demokratisasi yang gencar belakangan
ini, maraknya Money Politics bisa mempermudah masuknya penetrasi politik melalui uang. Maka
dengan demikian, Pilkada dengan sistem Money Politics akan terus terjadi kejadian yang paling
umum dalam praktek politik uang (Money Politics) adalah pembelian suara menjelang hari
pemilihan. Artinya, masing-masing calon mengadakan pendekatan kepada para anggota DPRD.

Pendekatan dilakukan baik secara langsung maupun dengan melalui perantara orang ketiga. Pada
saat inilah transaksi dilakukan baik dengan memberikan uang kontan ataupun dengan suatu janji
atau pemberian atas pemberian. Ada hal yang menarik bahwa umumnya para anggota DPRD lebih
menginginkan uang kontan dari pada cheque. Akibatnya, jangan heran kalau uang kontan
berdampak lebih ampuh dibandingkan dengan penggunaan selembar cheque. Karena itu harga suara
itu sangat mahal apabila seorang bakal calon kepala daerah berasal dari anggota TNI/ POLRI artinya,
anggota fraksi ini mempunyai posisi tawar yang tinggi. Mereka dapat mengajukan argument bahwa
terikat rantai komando dan terikat pemerintah komandan dan seterunya. Padahal, tidak ada
lagi perintah komando untuk memilih atau tidak memilih salah satu bakal calon. Akibatnya, calon
pembeli suara dihadapkan pada situasi sulit. Dalam kondisi inilah dibutuhkan dana yang cukup besar.
Biasanya strategi yang dilakukan dengan mendapatkan informasi berupa dana yang dikeluarkan oleh
pihak lawan bagi suara mahal ini. Setelah mengetahui harga suara maka kemudian diberikan dana
jauh lebih besar lagi.

Dalam sistem politik yang lain ada yang namanya Serangan Fajar bagi para bakal calon kepala
daerah beserta tim suksesnya pada calon pemilih, adapun masa yang paling rawan adalah H-2 dan H1 pemilihan. Dalam masa inilah masing-masing calon saling melakukan pengintaian guna semaksimal
mungkin dan seakurat mungkin mendapatkan informasi tentang berapa besar dan yang beredar bagi
satu suara anggota DPRD. Informasi ini menjadi sangat penting karena pada H-1 merupakan
kesempatan terakhir dalam perebutkan suara tersebut. Namun, dalam praktek juga terjadi Serangan
Fajar yang dimaksud sebenarnya adalah dengan Serangan Fajar ialah pada hari Fajar hari H (Hari
Pemilihan), kandidat kepala daerah atau tim suksesnya memanfaatkan informasi paling mutakhir
tentang berapa harga satu suara dari para calon pemilih yang akan melakukan pencoblosan pada
pagi harinya dan anggota DPRD mana saja yang kemungkinan masih dapat digarap untuk dimintai
suaranya dalam pemungutan suara dan masa uji publik serta masa pelantikan kepala daerah. Ada
beberapa kategori yang dapat di ketahui yaitu sebagai berikut : Pertama, Anggota Dewan (DPRD)
yang selama ini dikenal dengan kondisi siap menyeberang asal sesuai harga. Kedua, Anggota Dewan
(DPRD) yang masih dihadapkan pada keraguan antara misi partai dengan iming-iming uang yang
berjumlah besar.

Namun hal yang inti dari Money Politics adalah bagaimana strategi pemberian uang ini. Bukankah
tindakan menyuap dan disuap merupakan perbuatan melanggar hukum, oleh karena itu proses
penyampaian uang harus dilakukan secara rapi dan sistematis. Namun, yang pasti bagi mereka
yang terlibat dalam menggunakan uang kontan, tidak melalui transfer bank walaupun melibatkan
dana dalam jumlah besar. Yaitu dengan cara mendatangi secara langsung rumah Anggota Dewan
(DPRD) untuk memberikan uang tersebut. Hal ini dilakukan untuk semaksimal mungkin
menghilangkan jejak. Apabila mengirim sejumlah dana melalui jasa perbankan tentu terdapat bukti
setoran yang akan didapatkan di samping memang transaksi perbankan mudah dilakukan pelacakan.
Dan hal ini akan memberikan peluang bagi calon kandidat yang kalah guna membongkar praktek
politik uang (Money Politics) yang dilakukan oleh calon kandidat serta timsesnya dalam
memenangkan pemilu atau pemilhan kepala daerah (PILKADA). Dan juga hal ini akan memberikan
sebuah kesan negative bahwa calon tersebut melakukan praktek politik uang (Money Politics) guna

memenangkan pemilihan tersebut. Selain itu ternyata pemberian uang tidak pula selalu dilakukan
oleh para kandidat secara langsung. Akan tetapi pemberian uang tersebut dapat dilakukan melalui
perantara orang lain termasuk teman akrab, keluarga, hubungan bisnis, dan seterusnya. Ada
beberapa macam-macam bentuk pemberian uang dari kandidat kepada anggota dewan yang terlibat
dengan politik uang (Money Politics). Macam-macam itu adalah sebagai berikut:
1. Sistem ijon.
2. Melalui tim sukses calon.
3. Melalui orang terdekat.
4. Pemberian langsung oleh kandidat.
5. Dalam bentuk cheque.
Akan tetapi tidak banyak juga Money Politics ini yang tidak berhasil pada akhirnya dalam masalah
pembelian suara pemilih maupun dari anggota dewan (DPRD). Ada bebarapa faktor yang membuat
hal ini terjadi, yaitu:
1. Adanya hubungan keluarga dan persahabatan.
2. Bakal calon bersikap ragu-ragu.
3. Adanya anggota yang terlanjur mempunyai komitmen tersendiri.
4. Adanya anggota yang dianggap opportunis.
C. Dampak Praktik Money Politics
Ciri khas demokrasi adalah adanya kebebasan (freedom), persamaan derajat (equality), dan
kedaulatan rakyat (peoples sovereghty). Di lihat dari sudut ini, demokrasi pada dasarnya adalah
sebuah paham yang menginginkan adanya kebebasan, kedaulatan bagi rakyatnya yang sesuai
dengan norma hukum yang ada.

Dengan demikian adanya praktik Money Politics berarti berdampak terhadap bangunan, khususnya
di Indonesia berarti prinsi-prinsip demokrasi telah tercemari dalam praktek politik uang. Suara hari
nurani seseorang dalam bentuk aspirasi yang murni dapat dibeli demi kepentingan. Jadi pembelokan
tuntutan bagi nurani inilah yang dapat dikatakan kejahatan.
Sisi etika politik yang lainnya adalah pemberian uang kepada rakyat dengan harapan agar terpilihnya
partai politik tertentu berimbas pada pendidikan politik, yaitu mobilisasi yang pada gilirannya
menyumbat partisipasi politik. Rakyat dalam proses seperti ini tetap menjadi objek eksploitasi politik
pihak yang memiliki kekuasaan.
Money Politics bukan secara moral saja yang salah dalam dimensi agama juga tidak dibenarkan,
sebab memiliki dampak yang sangat berbahaya untuk kepentingan bangsa ini. Jika yang dihasilkan
adalah kekecewaan rakyat, maka sesungguhnya yang akan mengadili adalah rakyat itu sendiri.

D. Kenapa Money Politics Masih Menjadi Ancaman


Dalam perkembangan demokratisasi dalam sistem politik Indonesia, justru mencuat isu yang
diangkat oleh teman-teman LSM politisi bermasalah, yang di indikasikan salah satunya pernah
terlibat kasus korupsi dan masalah hukum lainnya. Tulisan ini tidak bermaksud memperdebatkan
akan validitasnya. Yang menurut Bung Jeiry Sumampow, dan teman-teman dari JPPR, data yang
mereka miliki bersumber dari pengaduan masyarakat. Untuk itu paling tidak dapat disikapi dari dua
aspek. Aspek pertama, bahwa ada indikasi peningkatan kontrol publik atas mekanisme politik dan
mengalami institusinalisasi secara baik. Aspek kedua merupakan keprihatinan, mengingat bahwa
masih menggejalanya korupsi dalam mekanisme politik nasional, yang diduga keras berasal dari
politik uang. Hal yang menurut hemat kami, merupakan gejala yang harus menjadi perhatian seluruh
lapisan masyarakat untuk mendorong berkembangnya demokrasi dalam proses politik yang lebih
akuntabel dan yang lebih transparan dalam sistim politik Indonesia.

Sebuah keniscayaan bahwa, politik memang membutuhkan dana. Belanja politik direncanakan dan
digunakan untuk berbagai kegiatan program kampanye. Untuk membangun komunikasi politik
dengan konstituen, serta menyerap dan mengartikulasikan kepentingan masyarakat. Politisi dalam
kompetisi untuk meraih dukungan pemilih, tanpa dana hampir dapat dipastikan akan kalah. Tetapi
dana politik dan politik uang jelas berbeda. Letak perbedaan adalah modus dalam pengunaan dana
yang digunakan untuk menggalang dukungan pemilih. Hal tekait pula sumber pendanaannya.
Realitas politik menunjukan, bahwa politisi yang tidak punya dana; sudah hampir dapat dipastikan
akan kalah dan tersingkir. Faktanya politisi tidak hanya memerlukan dana kampanye yang cukup
besar untuk meraih dukungan dari konstituen. Justru umumnya politisi sebelumnya membutuhkan
dana untuk meraih restu dan dukungan walaupun tidak resmi dari elite partai, yang mengusungnya.

Sumber dana politik umumnya dapat dikategorikan pada dua sumber. Pertama, bersumber pada
sektor negara atau menggunakan APBN. Kedua, dana politik yang bersumber dari sektor publik atau
masyarakat. Dari perkembangan sisitem politik di Indonesia, yang tercermin dari perubahan
peraturan perundang-undangan, khususnya UU Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu yang
digunakan sekarang, semata-mata sumber dana politik dalam tataran infra strktur politik adalah dari
sektor masyarakat.
Pada pasal 129 UU No. 10 Thn 2008 tentang Pemilu sumber dana itu meliputi:
1. Partai politik.
2. Caleg dari partai politik yang bersangkutan.
3. Sumbangan pihak lain yang sah menurut hukum.
Partai politik memiliki sumber dana dari iuran anggota. Fakta menujukan hampir semua Partai,
sistem iuran anggota belum dapat berjalan secara memadai. Yang digunakan adalah iuran atau
kewajiban anggota fraksi. Yang dapat memberi donasi kepada Partainya terbatas kepada orang-

orang tertentu saja. Karena tingkat sosial ekonomi anggota atau masyarakat yang menjadi
konstituen, dengan pendapatan perkapita rata-rata (data terakhir) 1860, itu pun dengan
kesenjangan yang cukup besar pula.

Hal ideal yang semestinya berlangsung dalam mekanisme dan politik yang sehat adalah si pemberi
donasi, mengharapkan otu-put politik adalah kebijakan publik yang berkualitas. Dalam hal ini,
demokrasi menjadi instrumen yang dapat diharapkan mendatangkan kebijakan yang adil, yang
mendatangkan kesejahteraan dan peningkatan pelayanan publik yang lebih baik. Mekanisme politik
yang ideal tersebut, mau tidak mau bila didukung oleh si pemberi donasi yang memiliki harapan
terwujudnya tatakelola pemerintahan yang lebih baik, untuk mencapai tujuan bernegara.
Pengalaman menujukan si pemberi dana dalam kategori tersebut, adalah kalangan masyarakat
menengah yang sosial ekonomi mampu, disamping memiliki kesadaran, karakter dan moralitas.
Karena masyarakat pada akar rumput, walaupun besar jumlahnya belum dapat menyumbang
seorang calon wakil rakyat, sekalipun calon itu adalah pilihannya. Bagaimana mungkin dia dapat
menyumbang, dengan kebutuhan sehari-hari saja sudah repot.

Tentu sangat berbeda, dengan perbandingan sisitem politik Amerika yang demikian demokratis dan
transparan. Pada Pemilu yang baru lalu, kemanangan Barack Obama, memberikan suatu contoh. Dia
tidak hanya berhasil menekan angka golput (yang tidak menggunakan hal pilih). Dana politik,
dihimpun dari konstituen dengan kuantita person dan jumlah donasi terbesar justru berasal donasi
yang kecil-kecil dari masyarakat menengah sampai pada lampisan akar rumput. Jelas mereka tidak
mengenal dana politik pinjaman yang harus dikembalikan ke pemberi donasi. Konsekwensinya hanya
dalam pertanggungjawaban Barack Obama, pengelolaan yang transparan dan tentu pada gilirannya
tuntutan atas kinerja politik, dalam bentuk keberhasilan dia mewujudkan visi dan janji politik yang
disampaikan pada saat kampanye.

Barangkali disanalah letak persolannya bagi bangsa kita sekarang ini. Pilihan sikap politik dari
kalangan menengah Indonesia. Kalangan yang mampu memberi donasi kegiatan politik, apakah aktif
atau tidak. Bila aktif, maka hal tersebut menekan peluang kelompok pendana perorangan (besar)
atau mungkin juga sindikasi, mendominasi atau bahkan boleh jadi mengkoptasi mekanisme politik
kita. Yang secara tidak langsung sudah mengikat si politisi jatuh kedalam jebakan politik uang.

E. Melawan Praktik Money Politics


. Partai politik dan para anggota legislatif di segala level sudah mempersiapkan strategi untuk
mendapatkan simpati rakyat agar menang dalam Pemilu yang nampaknya akan lebih kompetitif,
karena diikuti oleh tiga puluh delapan partai politik nasional dan enam partai politik lokal.
Pemilu mendatang nampaknya akan diwarnai dengan praktik politik uang. Hal ini terjadi karena
sebagian besar rakyat telah terbiasa dengan praktik ini dalam proses-proses politik yang terjadi yang

dilakukan secara langsung, baik untuk memilih kepala desa, bupati/wakil bupati, walikota/wakil
walikota, maupun gubernur/wakil gubernur. Padahal, salah satu pertimbangan dilakukannya
pemilihan langsung adalah agar praktik Money Politics bisa diminimalisir. Bahkan dalam demokrasi
langsung sebagaimana yang terjadi selama ini, praktik Money Politics menjadi semakin tak dapat
dikendalikan. Berbagai peraturan perundang-undangan yang melarang praktik haram ini, seolah
dibuat hanya untuk melanggar.

Praktik Money Politics dalam setiap perhelatan politik tersebutlah yang kemudian menyebabkan
masyarakat tidak bisa membedakan antara penyelenggaraan mekanisme politik dengan Money
Politics. Singkatnya, terbangun pandangan umum bahwa politik uang dalam setiap kompetisi politik
adalah sebuah keharusan. Inilah yang kemudian menyebabkan semacam pandangan bahwa seolah
terdapat empat faktor yang sangat berpengaruh dalam proses kompetisi politik, yaitu: uang, duit,
money, dan fulus.
Selain itu, partai politik tidak siap menyediakan kader-kader handal, baik sebagai calon maupun
sebagai relawan yang mau bekerja secara militan untuk mensosialisasikan calon-calon yang diajukan
oleh partai. Dengan demikian, calon-calon yang maju kemudian melakukan cara-cara instan dan
praktis untuk menggerakkan rakyat yang memiliki hak pemilih untuk memberikan hak pilihnya.

Hal inilah yang kemudian menyebabkan kualitas pejabat publik menjadi terabaikan. Sebab,
seseorang dipilih menjadi pejabat politik bukan karena kualitas atau kapasitasnya dan
kompetensinya untuk menempati posisi politik tersebut, tetapi semata-mata karena memberikan
uang kepada para pemilih menjelang saat pemilihan. Inilah menyebabkan jabatan-jabatan publik
akhirnya ditempati oleh kaum medioker alias mereka yang sesungguhnya tidak memiliki prestasi
memadai untuk menjalankan struktur negara. Akibatnya tentu saja struktur negara tidak akan
bekerja dengan baik untuk mewujudkan cita-cita negara untuk mewujudkan kebaikan bersama
(common goods).

ANALISIS
Makin Maraknya Money Politics
Masyarakat menjadi semakin terbiasa dengan praktik Money Politics dengan dilaksanakannya
pemilihan kepala daerah secara langsung. Dalam pemilu legislatif nanti, Money Politics dapat
dipastikan akan menjadi semakin tak terkendali. Sebab akan ada banyak calon anggota DPR yang
berkompetisi untuk memperebutkan dukungan rakyat. Karakter rakyat yang kian pragmatis akan
dilihat oleh para politikus sebagai peluang untuk memenangkan kompetisi dengan cara menyebar
uang.
Dalam konteks ini, politik uang sesungguhnya menunjukkan tidak adanya nilai lebih kualitas caleg.
Mereka tidak melakukan kemampuan untuk mengkomunikasikan visi politik mereka kepada

masyarakat. Bahkan sangat mungkin memang mereka tidak memiliki visi politik yang akan
diwujudkan ketika mereka benar-benar terpilih nantinya.

Money Politics Perlu Perlawanan


Jika Money Politics terus terjadi, dapat dipastikan bahwa dunia politik akan menjadi semakin rusak.
Demokrasi prosedural hanya akan menjadi lahan bagi kaum medioker, yaitu mereka yang tidak
memiliki prestasi memadai, untuk meraih kekuasaan. Bahkan sangat mungkin demokrasi prosedural
akan dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki hasrat tak terbendung dan kerakusan untuk
menguasai harta kekayaan negara. Karena itu, segala macam cara kemudian mereka lakukan untuk
memperoleh kekuasaan. Dan kekuasaan itu nantinya akan digunakan untuk mengembalikan uang
yang telah digunakan untuk memperoleh kekuasaan itu. Bahkan ia akan digunakan untuk
mendapatkan kekayaan dengan jumlah yang berlipat-lipat. Karena itulah, Money Politics harus
dianggap sebagi kejahatan besar dalam politik yang harus dilawan dan dienyahkan secara bersamasama.

Untuk melawan praktik Money Politics, diperlukan para politikus sejati yang benar-benar memahami
bahwa pengertian politik adalah seni menata negara dan tujuannya adalah menciptakan kebaikan
bersama agar rakyat lebih sejahtera. Politik memerlukan orang-orang baik, memiliki keunggulan
komparatif dalam artian memiliki kompetensi, dan sekaligus juga memiliki keunggulan kompetitif.
Sebab, kebaikan dalam politik perlu diperjuangkan sampai ia tertransformasi ke dalam kebijakankebijakan politik negara.
Solusi Mengatasi Money Politic.

Kita sebagai masyarakat harus ikut berpartisipasi untuk mengkaji keputusan Mahkamah
Konstitusi dalam menyelesaikan kasus-kasus pemillu agar tidak menyimpang dari peraturan
hukum yang berlaku.
Calon-calon pada pemilu juga harus komitmen untuk benar-benar tidak melakukan praktek
money politik dan apabila terbukti melakukan maka seharusnya didiskualifikasi saja.
Bentuk Undang-Undang yang kuat untuk mengantisipasi terjadinya money politic dengan
penanganan serius untuk memperbaiki bangsa ini, misalnya membentuk badan khusus
independen untuk mengawasai calon-calon pemilu agar menaati peraturan terutama untuk
tidak melakukan money politic.
Sebaiknya secara transparan dikemukan kepada publik sumber pendanaan kampaye oleh
pihak-pihak yang mendanai tersebut. Transparan pula mengungkapkan tujuan mengapa
mendanai suatu partai atau perorangan, lalu sebaiknya dibatasi oleh hukum mengenai biaya
kampanye agar tidak berlebihan mengeluarkan biaya sehingga terhindar dari tindak
pencarian pendanaan yang melanggar Undang-Undang. Misalnya, anggota legislative yang
terpilih tersebut membuat peraturan Undang-Undang yang memihak pada pihak-pihak
tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan dalam kampanye tersebut.
Meningkatkan kesadaran masyarakat merupakan indikator penting untuk memudarkan
berkembangnya praktek money politic
karena sebagian besar masyarakat hanya

memikirkan keuntungan sendiri tanpa menyadari efek yang timbul di masa depan. Praktek
money politic dapat menghancurkan masa depan negara ini karena praktek money politic ini
akan cukup menguras keuangan suatu partai atau perorangan yang mencalonkan diri pada
pemilu sehingga setelah terpilih di pemilu akan memicu niat untuk tindak korupsi.
Para pelaku praktek money politic ini memanfaatkan situasi perekonomian rakyat yang
semakin sulit sehingga masyarakat jangan mudah tergiur dengan keuntungan yang diterima
sementara ini.
Calon pemimpin yang melakuan money politic tentu tidak berlaku jujur sehingga sebagai
masyarakat yang cerdas jangan mau di pimpin oleh seseorang yang budi pekertinya tidak
baik. Sadarilah apabila kita salam memilih pemimpin akan berakibat fatal karena dapat
menyengsarakan rakyatnya.
Sebaiknya pemerintah mengadakan sosialisasi pemilu yang bersih dan bebas money politc
kepada masyarakat luas agar tingkat partisipasi masyarakat dalam demokrasi secara
langsung meningkat.
Perlu keseriusan dalam penyuluhan pendidikan politik kepada masyarakat dengan
penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan kondusif dalam memilih. Hal tersebut dapat
membantu menyadarkan masyarakat untuk memilih berdasarkan hati nurani tanpa tergiur
dengan praktek money politic yang dapat menghancurkan demokrasi. Pemerintah juga
harus lebih giat memberikan sosialisasi kepada kandidat yang akan di pilih oleh rakyat untuk
mengutamakan moralitas politik sehingga dapat berlaku jujur dengan tidak melakukan
praktek money politic.

SIMPULAN DAN REKOMENDASI


Dari pembahasan diatas mengenai partisipasi politik yang ada didalam masyarakat dalam pemilu
umum maupun pemilu daerah (PILKADA) maka dapat dilihat bahwa partisipasi politik masyarakat
sangatlah penting guna keberlangsungan demokrasi di Negara ini. Serta juga memberikan sebuah
pencerahan bagi masyarakat umum bagaimana partisipasi tersebut jangan salah digunakan dalam
pemilihan umum.

Dalam hal ini yaitu dengan adanya sistem yang bernama politik uang (Money Politics) yang
memberikan gambaran buruk bagi kesejahteraan demokrasi di Indonesia ini. Ada sebuah slogan
yang bagus dalam menyikapi akan pelanggaran dari PILKADA maupun PEMILU secara umum yaitu
DEMOKRASI bukanlah DEMOCRAZY. Dan juga bagi masyarakat umum sepatutnyalah untuk lebih
cerdas dalam menanggapi semua iming-iming dan janji-janji yang diberikan oleh para calon kandidat
Pilkada dalam kampanye-nya. Dan juga lebih selektif dalam memilih apa yang sesuai dengan hati
nurani kalian. Serta juga ingat pada para calon kandidat yang akan bertarung dalam ajang pesta
demokrasi yang ada di negeri tercinta ini, yaitu ingatlah asas JURDIL dan LUBER dalam melaksanakan
acara demokrasi ini, dan juga para calon pemilih juga agar ingat akan slogan tersebut. Janganlah
sekali-kali kalian khianati hati kalian demi sesuatu yang belum tentu kalian dapatkan. Serta juga
slogan tersebut walau sudah tua umurnya akan tetapi, manfaat dan maknanya sangatlah dalam
menentukan masa depan bangsa ini.***

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
2.1 Hakikat Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari kata autonomos atau autonomia (yunani) yang berarti keputusan sendiri
(self ruling). Otonomi yaitu hak untuk memerintah dan menentukan nasibnya sendiri. Sedangkan
Desentralisasi adalah pelimbahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Ada beberapa alasan mengapaIndonesia perlu desentralisasi. Pertama, kehidupan berbangsa dan
bernegara hanya terpusat di Jakarta. Kedua, pembagian kekayaan tidak merata dan tidak adil.
Ketiga, Kesenjangan sosial antar satu daerah dengan daerah lain sangat mencolok.
Pelaksanaan desentralisasi haruslah dilandasi argumentasi yang kuat. Di antara argumentasi dalam
memilih desentralisasi-otonomi daerah adalah :
1.

Untuk terciptanya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan

Untuk terciptanya pemerintahan yang efisien dan efektif, pemerintah memiliki beberapa
fungsi,diantaranya adalah pertama, fungsi distributif yaitu fungsi distributif, pemerintah mengelola
dimensi kehidupan, seperti bidang ekonomi, sosial,politik,dll. Kedua, fungsi regulatif menyangkut
penyediaan barang dan jasa. Ketiga, fungsi ekstraktif yaitu memobilisasi sumber daya keuangan.
Keempat, fungsi universal, menjaga keutuhan negara-bangsa, mempertahankan diri dari serangan
lain.
2.

Sarana pendidikan politik.

Pemerintah daerah merupakan kancah pelatihan dan pengembangan demokrasi dalam sebuah
negara. Menurut Filsuf Alexis de Tocqueville, pemda merupakan tempat kebebasan, dan tempat
orang diajari bagaimana kebebasan digunakan serta bagaimana menikmatinya.
MenurutJohn Stuart Mill, pemda memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi politik,
baik dalam rangka dipilih maupun memilih dalam suatu jabatan politik.
3.

Pemerintah daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan.

Pemerintah daerah merupakan wahana pnggodokan calon-calon pemimpin nasional, setelah melalui
karir di daerahnya.Proses kaderasi para pemimpin nasional berlangsung secara akuntabel dan
rasional sehingga masyarakat luas dapat mendudukijabatan baik di pemerintah maupun lembaga
perwakilan dan juga dapat menghapus bahkan menghilangkan tradisi politik yang bertumpu pada
garis keturunan.
4.

Stabilitas politik.

Menurut Sharpe, stabilitas nasional mestinya berawal dari stabilitas nasional pada tingkat lokal.
Beberapa peristiwa karena ketidakstabilan politik diantaranya, di Indonesia terjadi pergolakan
daerah seperti PRRI dan PERMESTA karena kekuasaan pemerintah Jakarta lebih dominan. Di Filipina
dan Thailand, minoritas muslim berjuang melepaskan diri dari ketidakadilan ekonomi yang berakibat
lahirnya gejolak disintegrasi yang dilakukan pemerintah pusat di Manila dan Bangkok.

5.

Kesetaraan politik

Kesetaraan yang baik akibat kebijakan desentralisasi-otonomi daerah yang baik. Melalui
desentralisasi, akan tercipta kesetaraan politik antara daerah dan pusat.
6.

Akuntabilitas politik

Melalui penyelenggaraan pemerintah di daerahakan lebih akuntabel dan profsional, sehingga


masyarakat dapat berpartisipasi dalam politik.
Jadi, Hakikat Otonomi adalah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk kreatif
dan inovatif dalam rangka memperkuat NKRI dengan berlandaskan norma kepatutan dan kewajaran
dalam tata kehidupan bernegara.
2.2 Visi Otonomi Daerah
Visi otonomi daerah dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yaitu politik, ekonomi, sosial dan
budaya.
Di bidang politik, untuk melahirkan pemerintah daerah yang dipilih secara demokrasi,
penyelenggaraan pemerintah yang yang responsif terhadap masyarakat luas.dll
Di bidang ekonomi, menjamin lancarnya pelaksanaan ekonomi nasional di daerah, pemerintah
daerah dapat mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk mengoptimalkan pendayagunaan
potensi ekonomi di daerahnya, lahirnya prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas
investasi,memudahkan perizinan usaha,dll.
Di bidang sosial dan budaya, memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni, karya cipta,
bahasa, dan karya sastra lokal untuk merespon positif dinamika kehidupan disekitarnya dan
kehidupan global.
2.3

Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia

Peraturan perundang-undangan pertama yang mengatur pemerintahan daearh pasca proklamasi


kemerdekaan adalah UU No. 1 tahun 1945. Undang-undang ini menekankan aspek cita-cita
kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam
undang-undang ini ditetapkan tiga daerah otonom yaitu karesidenan, kabupaten dan kota. UU ini
kemudian diganti dengan UU No. 22 tahun 1948.
UU ini mengatur tentang susunan pemerintah daerah yang demokratis. Dalam UU ini ditetapkan dua
jenis daerah otonom, yaitu daerah otonomi biasa dan daearh istimewa, serata tiga tingkatan daearh
otonom, yaitu provinsi, kabupaten, dan kota.Pasca UU ini, muncul beberapa UU tentang pemerintah
daerah, yaitu UU No 1 tahun 1957, UU No 18 Tahun 1965 dan UU No. 5 Tahun 1974 prinsip yang
dipakai dalam pemberian otonomi kepada daerah adalah nyata dan bertanggung jawab. UU ini
paling lama, yaitu 25 tahun, dan baru diganti dengan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun
1999.
Kehadiran UU No.22 Tahun 1999 pada masa lengsernya orde baru dan munculnya kehendak rakyat
untuk melakukan reformasi dalam segala aspek kehidupan. Berdasarkan kehendak reformasi itu,

ditetapkan Ketetapan MPR No. XV / MPR / 1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah;
pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, yang berkeadilan, serta
perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dalam kerangka NKRI. Tiga tahun setelah
implementasi UU No.22 Tahun 1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap UU yang berakhir
pada lahirnya UU No.32 Tahun 2004 juga mengatur tentang pemerintah daerah.
2.4

Prinsip-prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah

Prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah yang d ijadikan penyelenggaraan pemerintahan daerah


adalah sebagai berikut :
1.
Memperhatikan
keanekaragaman budaya
2.

aspek

demokrasi,

keadilan

pemerataan,

serta

potensi

dan

Didasarkan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab

3.
Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada kabupaten dan kota, pada provinsi
merupakan otonomi terbatas
4.

Harus sesuai dengan konstitusi negara

5.

Harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom

6.
Harus meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah ( fungsi anggaran,
pengawasan dan legislasi )
7.
Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi untuk melaksanaan
kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur.
8.
Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada
daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa.
2.5

Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah

Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan
tetapi dengan semangat federalisme. Otonomi daerah bersifat luas, nyata, dan bertanggung jawab.
Disebut luas karena kewenangan sisa justru berada pada pemerintah pusat, disebut nyata karena
kewenangan yang diselenggarakn itu menyangkut yang diperlukan, tumbuh dan hidup dan
berkembang di daerah. Disebut bertanggung jawab karena kewenangan yang diserahkan itu harus
diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi darah, yaitu peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan
pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antar pusatdan derah dan antar daerah.
Kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom provinsi dalam rangka desentralisasi
mencakup :
a.
Kewenangan yang besifat lintas-kabupaten dan kota, seperti kewenangan dalam bidang
pekerjaan umum,perhubungan , kehutanan dan perkebunan

b.
Perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro, pelatihan bidang
alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian yang mencakup wilayah provinsi, pengelolaan
pelabuhan regional, pengendalian lingkungan hidup, promosi dagang dan budaya, penanganan
penyakit menular, dan penataan tata ruang provinsi
c.

Kewenangan kelautan

d.
Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan daerah kota
diserahkan kepada provinsi dengan pernyataan dari daerah otonom kabupaten atau kota tersebut.
Pemerintah pusat memiliki kewenangan mengawasi daerah otonom, tetapi pengawasan ini
diimbangi dengan kewenangan daerah otonom yang lebih besar atau sebaliknya, sehingga terjadi
keseimbangan kekuasaan. Keseimbangan yang dimaksud adalah pengawasan tidak lagi dilakukan
secara struktural, yaitu bupati dan gubernur bertindak sebagai wakil pemerintah pusat sekaligus
kepala daerah otonom, dan tidak lagi secara preventif perundang-undangan, yaitu setiap perda
memerlukan persetujuan pusat untuk dapat berlaku.
2.6

Pemilihan, Penetapan, dan Kewenanangan Kepala Daerah

Menurut UU No. 22 Thun 1999, Bupati dan Wali kotadipilih dan diberhentikan oleh DPRD, tetapi
secara administratif di lakukan oleh presiden. Sedangkan UU No. 32 Tahun 2004, kepala daerah
dipilih langsung oleh rakyat melalui pilkada langsung.
Pengawasan pemerintah pusat terhadap daerah otonom menurut UU baru ini dilakukan
berdasarkan supremasi hukum. Artinya, setiap perda yang dibuat DPRD dan Kepala Daerah langsung
dapat berlaku tanpa persetujuan pemerintah pusat. Tetapi pemerintah pusat bisa menunda atau
membatalkannya bila perda dinilai bertentangan dengan konstitusi, UU, dan kepentingan umum.
Sebelas kewenangan wajib diserahkan kepada daerah otonom kabupaten dan daerah otonom kota,
yaitu : pertanahan, pertanian, pendidikan dan kebudayaan, tenaga kerja, kesehatan, lingkungan
hidup, pekerjaan umum, perhubungan, perdagangan dan industri, penanaman modal, dan koperasi.
Kewenangan yang dapat diselenggarakan oleh daerah otonom kabupaten dan kota yaitu diberi
kewenangan kelautan seluas 1/3 dan luas kewenangan provinsi 12 mil.Kewenangan pilihan, yaitu
kewenangan yang tidak di tangani pusat dan provinsi.
Penyerahan kesebelas kewenagan ini kepada daerah otonom kabupaten dan
kota dilandasi
pertimbangan sebagai berikut : pertama,makin dekat produsen dan distributor pelayanan publik
dengan warga masyarakat yang dilayani, semakin cepat sasaran, merata, berkualitas dan terjangkau.
Kedua, penyerahan 11 jenis kewenangan itu kepada daerah otonom kabupaten dan kota akan
membuka kesempatan bagi aktor politik lokal dan sumber daya manusia yang berkualitas di daerah
untuk mengajukan prakarsa, berkreativitas, dan melakukan inovasi. Hal ini berarti unsur-unsur
budaya lokal berupa pengetahuan, keahlian dan kearifan lokal akan dapat didayagunakan secara
maksimal. Ketiga, karena distribusi SDM yang berkualitas tidak merata. Keempat, pengangguran dan
kemiskinan sudah menjadi masalah yang tidak saja hanya ditanggung kepada pemerintah pusat
semata.

2.7

Kesalahpahaman terhadap Otonomi Daerah

Otonomi daerah diharapkan dapat mencegah desintegrasi nasional. Otonomi daerah dilakukan
untuk memperkuat ikatan semangat kebangsaan, serta persatuan dan kesatuan antar warga negara,
mengembalikan harkat dan martabat masyarakat di daerah, memberikan pendidikan politik untuk
meningkatkan kualitas demokrasi di daerah, meningkatkan efisiensi pelayanan publik di daerah,
mempercepat pembangunan daearh,dan pada akhirnya diharapkan mampu menciptakan cara
pemerintahan yang baik.
Namun dalam praktiknya kebijakan otda banyak menimbulkan kesalahpahaman dari berbagai
kelompok masyarakat, diantaranya :
Pertama, otonomi dikaitkan semata-mata dengan uang. Otonomi diguanakan untuk memenuhi dan
mencakupi kehidupannya sendiri. Kedua, daerah belum siap dan belum mampu. Hal ini keliru,
karena pemerintah daerah sudah terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam waktu yang
sudah sangat lama dan berpengalaman dalam administrasi pemerintahan.Ketiga, Pemerintah pusat
akan melepaskan tanggung jawabnya untuk membantu dan membina daerah. Pendapat ini salah,
pemerintah pusat tetap bertanggung jawab memberi dukungan dan bantuan kepada daerah, baik
dukungan keuangan maupun penyelenggaraan pemerintah. Setiap pemberian kewenangan dari
pusat ke daerah harus diserati dana yang jelas dan cukup,apakah berbentuk Dana Alokasi Umum
atau Dana Alokasi Khusus. Keempat, Daerah dapat melakukan apa saja. Daerah dapat menempuh
segala bentuk kebijakan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan UU yang
berlaku secara nasional. Disamping itu, kepentingan masyarakat merupakan landasan paling utama
dalam mengambil kebijakan. Kelima, Otda akan menciptakan raja-raja kecil di daerah dan
memindahkan korupsi kedaerah.Hal ini benar, jika pemerintah daerah menempatkan diri dalam
kerangka sistem politik orde baru. Untuk menghindari hal tersebut, pilar-pilar penegakan demokrasi
dan masyarakat madani.
2.8

Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah

Otonomi daerah diharapkan dapt mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah. Kebijakan
sentralisasi pada masa lalu dampaknya sudah diketahui, yaitu adanya ketimpangan antar daerah.
Terdapat faktor-faktor prakondisi yang diharapkan pemerintah daerah, antara lain :
1.

Fasilitas

Pemerintah berfungsi memgasilitasi segala kegiatan di daerah, terutama dalam bidang


perekkonomian.Segala bentuk perizinan sebaiknya dipermudah dan fasilitas perpajakan yang
merangsang penanaman modal. Hal ini merupakan langkah tepat untuk menciptakan lapangan
pekerjaan sehingga pengangguran dapat berkurang.
2.

Pemda harus kreatif

Kreatif disini salah satunya mencari sumber dana ( dari DAU atau dari Pendapatan Asli Daerah ) dan
mengalokasikannya secara cepat, adil dan profesional. Menciptakan keunggulan komparatif bagi
daerahnya, sehingga pemilik modal tertarik untuk menanamkan modalnya. Menarik DAK dari
pemerintah pusat .

3.

Politik lokal yang stabil

Untuk menciptakan ini harus melalui transparansi dalam pembuatan kebijakan publik dan akuntabel
dalam pelaksanaannya.
4.

Pemda harus menjamin kesinambungan berusaha

Kalangan pengusaha asing dan domestik sering kali terganggu dengan sikap kalangan politisi dan
birokrasi daerah yang mencoba mengubah apa yang sudah disepakati sebelumnya. Hal itu
berdampak dunia usaha merasa tidak terlindungi dalam kesinambungan usahanya.
5.
Pemda harus komunikatif dengan LSM / NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan
lingkungan hidup
Pemda dituntut memahami semua aspirasi yang berkembang di kalangan perburuhan. Pemda
hendaknya menjadi jembatan antar kepentingan dunia usaha dengan aspirasi buruh.Pemda juga
harus sensitif dengan isu-isu lingkungan hidup.

2.9

Otonomi Daerah dan Pilkada Langsung

Pilkada yaitu pemilihan kepala daerah Dan wakilnya yaitu pemilihan Gubernur dan wakilnya
maupunpemilihan Bupati dan wakilnya yang merupakan perwujudan pengembalian hak-hak rakyat
dalam memilih pemimpin di daerah.Pilkada langsung merupakan instrumen politik dari rakyat
dalam kerangka kepemimpinan kepala daerah. Legistimasi adalah komitmen untuk mewujudkan
nilai-nilai dan norma-norma yang berdimensi hukum, moral, dan sosial. Seorang kepala daerah yang
memiliki legitimasi adalah kepala daerah yang terpilihdengan prosedur yang sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan serta melalui proses kampanye dan pemilihan yang demokratis dan
sesuai dengan norma-norma sosial dan didukung suara trerbanyak.
Penyelenggara pilkada harus memenuhi beberapa kriteria :
1.

Langsung

Rakyat mempunyai hak memberikan suaranya secara langsung dengan hati nuraninya, tanpa
perantara.
2.

Umum

Pemilihan berlaku bagi semua warga negara, tanpa deskriminasi suku, ras, agama,
golongan,kedaerahan,pekerjaan,dll
3.

Bebas

Warga negara bebas menentukan pilihannnya tanpa tekanan dari siapapun.


4.

Rahasia

Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin pilihannya tidak akan diketahui orang lain dengan cara
apapun.
5.

Jujur

Setiap penyelenggara pilkada, aparat pemerintah,calon / peserta pilkada,pengawas, pemantau,


pemilih serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
6.

Adil

Setiap pemilih dan peserta pilkada mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan
pihak manapun.
Dari beberapa penilitian ditemukan hubungan antara prakondisi demokrasi dan efektivitas pemilihan
langsung yang terbentuk tidak bersifat linear melainkan hubungan timbal balik. Jika prakondisi
demokrasi buruk, pemilihan langsung kepala daerah kurang efektifdalam peningkatan demokrasi,
begitu juga sebaliknya.

2.10

Kelebihan dan Kelemahan Pilkada Langsung

Kelebihan diadakannya pilkada langsung adalah kepala daerah terpilih akan memiliki mandat dan
legitimasi yang samngat kuat, kepala daerah terpilih tidak perlu terikat pada konsesi partai-partai
atau faksi-faksi politik yang telah mencalonkannya, sistem pilkada langsung lebih akuntabel karena
adanya akuntabilitas politik, Check and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih
berjalan seimbang, kriteria calon kepala daerah dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan
memberikan suaranya, pilkada langsung sebagai wadah pendidikan politik rakyat, kancah pelatihan
dan pengembangan demokrasi, pilkada langsung sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan,
membangun stabilitas poilitik dan mencegah separatisme, kesetaraan politik dan mencegah
konsentrasi di pusat.
Beberapa kelebihan dalam penyelenggaraan pilkada langsung antara lain sebagai berikut :
1.
Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan
presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara
langsung.
2.
Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah
diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai
kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah
diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

3.
Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat .Ia menjadi
media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk
kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai
nuraninya.
4.
Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan
otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal
yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan
tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu
memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
5.
Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan
nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk
Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa.
Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena
itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

Sedangkan kelemahan pilkada langsung antara lain : Dana yang dibutuhkan, membuka
kemungkinan konflik elite dan massa, aktivitas rakyat terganggu.
Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan
penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :
1.

penyelewengan

Money politik

Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada.Dengan
memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah
mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan desa
Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut. Yaitu salah satu dari kader bakal
calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu.
Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan
seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena
uang.
Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang
banyak. Karena untuk biayaini, biaya itu.
2.

Intimidasi

Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh yaitu pegawai pemerintah melakukan intimidasi
terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng dari aturan
pelaksanaan pemilu.
3.

Pendahuluan start kampanye

Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas aturan-aturan yang berlaku dalam
pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering

juga untuk bakal calon yang merupakan kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai
daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan
yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media
kampanye. Bakal calon menyampaikan visi misinya dalam acara tersebut padahal jadwal
pelaksanaan kampanye belum dimulai.
4.

Kampanye negatif

Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal
ini dikarenakan sebagian masyarakat masih kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka
hanya manut dengan orang yang di sekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif
ini dapat mengarah pada munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.

2.11

Kelebihan dan Kelemahan Otonomi Daerah

2.11.1 Kelebihan Otonomi Daerah


Kelebihan otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan
mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat. Berkurangnya
wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam
menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak
daripada yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program
promosikebudayaan dan juga pariwisata
Dengan melakukan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akanlebih tepat sasaran,
hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah cinderung lebih menegetikeadaan dan situasi
daerahnya, serta potensi-potensi yang ada di daerahnya daripadapemerintah pusat. Contoh di
Maluku dan Papua program beras miskin yang dicanangkanpemerintah pusat tidak begitu efektif, hal
tersebut karena sebagian penduduk disana tidakbisa menkonsumsi beras, mereka biasa
menkonsumsi sagu, maka pemeritah disana hanyamempergunakan dana beras meskin tersebut
untuk membagikan sayur, umbi, danmakanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Selain itu, denga
system otonomi daerahpemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap
perlu saatitu, yanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat.
2.11.2 Kelemahan Otonomi Daerah
Kelemahan dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di pemerintah
daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan
nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi
Negara yang dapatmenimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau
bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat
daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintahpusat akan lebih

susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karenamemang dengan


sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begituberarti.
Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat memicu
perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang mengadakan promosi pariwisata, maka daerah lain
akan ikut melakukan hal yang sama seakan timbul persaiangan binis antar daearah. Selain itu
otonomi daerah membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar daerah. Daerah yang
kaya akan semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan daerah yang pendapatannya kurang
akan tetap begitu-begitu saja tanpa ada pembangunan.Hal ini sudah sangat menghawatirkan karena
ini sudah melanggar pancasila sila ke-lima, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
BAB III
PENUTUPAN

3.1

Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :


Otonomi adalah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk kreatif dan inovatif
dalam rangka memperkuat NKRI dengan berlandaskan norma kepatutan dan kewajaran dalam tata
kehidupan bernegara.

Visi otonomi daerah dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yaitu politik, ekonomi, sosial dan
budaya.
Peraturan perundang-undangan pertama yang mengatur pemerintahan daearh pasca proklamasi
kemerdekaan adalah UU No. 1 tahun 1945. kemudian diganti dengan UU No. 22 tahun 1948. UU ini,
muncul beberapa UU tentang pemerintah daerah, yaitu UU No 1 tahun 1957, UU No 18 Tahun 1965
dan UU No. 5 Tahun 1974. Tiga tahun setelah implementasi UU No.22 Tahun 1999, dilakukan
peninjauan dan revisi terhadap UU yang berakhir pada lahirnya UU No.32 Tahun 2004 juga mengatur
tentang pemerintah daerah.

Prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah yang adalah sebagai berikut : Memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman budaya,didasarkan otonomi
yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, harus sesuai dengan konstitusi negara, lebih meningkatkan
kemandirian daerah otonom, meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah,
pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi , pelaksanaan asas tugas
pembantuan .

Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan
tetapi dengan semangat federalisme. Pemerintah pusat memiliki kewenangan mengawasi daerah
otonom, tetapi pengawasan ini diimbangi dengan kewenangan daerah otonom yang lebih besar atau
sebaliknya, sehingga terjadi keseimbangan kekuasaan.
Menurut UU No. 22 Thun 1999, Bupati dan Wali kotadipilih dan diberhentikan oleh DPRD, tetapi
secara administratif di lakukan oleh presiden. Sedangkan UU No. 32 Tahun 2004, kepala daerah
dipilih langsung oleh rakyat melalui pilkada langsung. Sebelas kewenangan wajib diserahkan kepada
daerah otonom kabupaten dan daerah otonom kota, yaitu : pertanahan, pertanian, pendidikan dan
kebudayaan, tenaga kerja, kesehatan, lingkungan hidup, pekerjaan umum, perhubungan,
perdagangan dan industri, penanaman modal, dan koperasi.
Beberapa kesalhpahaman mengenai pelaksanaan otonomi daerah : Pertama, otonomi dikaitkan
semata-mata dengan uang. Kedua, daerah belum siap dan belum mampu. Ketiga, Pemerintah pusat
akan melepaskan tanggung jawabnya untuk membantu dan membina daerah. Keempat, Daerah
dapat melakukan apa saja. Kelima, Otda akan menciptakan raja-raja kecil di daerah dan
memindahkan korupsi kedaerah.

Otonomi daerah diharapkan dapt mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah. Kebijakan
sentralisasi pada masa lalu dampaknya sudah diketahui, yaitu adanya ketimpangan antar daerah.
faktor-faktor prakondisi yang diharapkan pemerintah daerah, antara lain : fasilitas, pemda harus
kreatif, Politik lokal yang stabil, pemda harus menjamin kesinambungan berusaha, pemda harus
komunikatif dengan LSM / NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan lingkungan hidup.
Pilkada yaitu pemilihan kepala daerah Dan wakilnya yaitu pemilihan Gubernur dan wakilnya
maupunpemilihan Bupati dan wakilnya yang merupakan perwujudan pengembalian hak-hak rakyat
dalam memilih pemimpin di daerah. Penyelenggara pilkada harus memenuhi beberapa kriteria
:Langsung,umum, bebas, rahasia, jujur,adil.
Kelebihan diadakannya pilkada langsung adalah kepala daerah terpilih akan memiliki mandat dan
legitimasi yang samngat kuat, kepala daerah terpilih tidak perlu terikat pada konsesi partai-partai
atau faksi-faksi politik yang telah mencalonkannya, sistem pilkada langsung lebih akuntabel karena
adanya akuntabilitas politik, Check and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih
berjalan seimbang, kriteria calon kepala daerah dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan
memberikan suaranya, pilkada langsung sebagai wadah pendidikan politik rakyat, kancah pelatihan
dan pengembangan demokrasi, pilkada langsung sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan,
membangun stabilitas poilitik dan mencegah separatisme, kesetaraan politik dan mencegah
konsentrasi di pusat. Sedangkan kelemahan pilkada langsung antara lain : Dana yang dibutuhkan,
membuka kemungkinan konflik elite dan massa, aktivitas rakyat terganggu.

Kelebihan otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan
mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat, kebijakankebijakan pemerintah akanlebih tepat sasaran. Kelemahan dari otonomi daerah adalah adanya
kesempatan bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat

merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada
kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapatmenimbulkan
pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara,
Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat memicu
perpecahan.

3.2

Saran

Pemerintah pusat tetap harus mengatur dan menjalankan urusan di beberapa sektor di tingkat
kabupaten dan menjamin bahwa pemerintah lokal punya kapasitas dan mekanisme bagi
pengaturan hukum tambahan atas bidang-bidang tertentu danpenyelesaian perselisihan. Selain
itu, pemerintah pusat juga harus menguji kembali dan memperketat kriteria pemekaran wilayah
dengan lebih mengutamakan kelangsungan hidup ekonomi kedua kawasan yang bertikai, demikian
pula tentang pertimbangan keamanan.
Kalau perlu, sebaiknya pemerintah pusat membuat suatu lembaga independen ditingkat daerah
untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Tidak hanya mengawasi dan menindak pelanggaran
korupsi seperti yang tengah gencar dilakukan KPK, tetapi juga mengawasi setiap kebijakan dan
jalannya pemerintahan dimana lembaga ini dapat melaporkan segala tidakan-tindakan pemeritah
daerah yang dianggap merugikan rakyat didaerah itu sendiri.
Perlu adanya bentuk pengawasan yang baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat sehingga jangan
sampai terjadi berbagai kebijakan yang merusak lingkungan yang terjadi di setiap kabupaten atau
kota yang ada di Indonesia. Pemerintah Pusat harus aktif dalam melakukan pengawasan sehingga
pembangunan yang berwawasan lingkungan dapat dijalankan dengan baik oleh
pemerintah Indonesia baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Anda mungkin juga menyukai