Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan.
Saat ini kanker serviks menduduki urutan ke dua dari penyakit kanker yang
menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara
sedang berkembang.
Dari data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diketahui terdapat 493.243 jiwa
per tahun penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka kematian
karena kanker ini sebanyak 273.505 jiwa per tahun (Emilia, 2010). Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kanker serviks disebabkan oleh infeksi
virus HPV (Human Pappiloma Virus) yang tidak sembuh dalam waktu yang
lama. Jika kekebalan tubuh berkurang, maka infeksi ini bisa mengganas dan
menyebabkan terjadinya kanker serviks. Kanker serviks mempunyai insiden
yang tinggi di negara-negara yang sedang berkembang yaitu menempati
urutan pertama, sedang dinegara maju ia menempati urutan ke 10, atau secara
keseluruhan ia menempati urutan ke 5 (Ramli, 2005).
Di negara maju, angka kejadian kanker serviks sekitar 4% dari seluruh
kejadian kanker pada wanita, sedangkan di negara berkembang mencapai
diatas 15%. Amerika Serikat dan Eropa Barat, angka insiden kanker serviks
telah terjadi penurunan. Hal ini disebabkan oleh alokasi dana kesehatan yang
mencukupi, promosi kesehatan yang bagus, serta sarana pencegahan dan
pengobatan yang mendukung (Emilia, 2010).
Di Indonesia, diperkirakan 15.000 kasus baru kanker serviks terjadi setiap
tahunnya, sedang angka kematiannya di perkirakan 7500 kasus per tahun
(Emilia, 2010). Menurut data Yayasan Kanker Indonesia (YKI), penyakit ini
telah merenggut lebih dari 250.000 perempuan di dunia dan terdapat lebih
15.000 kasus kanker serviks baru, yang kurang lebih merenggut 8000
kematian di Indonesia setiap tahunnya (Diananda, 2009).

Pada tahun 2004 jumlah pasien kanker yang berkunjung ke Rumah Sakit
di Indonesia mencapai 6.511 dengan proporsi pasien kanker serviks yang
rawat jalan adalah 16,47% dan rawat inap adalah 10,9%, selain itu lebih dari
70% kasus kanker serviks datang ke rumah sakit dalam keadaan stadium lanjut
(Depkes RI, 2005).
Menurut penelitian yang pernah dilakukan, prevalensi kanker serviks
berdasar provinsi menunjukkan bahwa ada 5 provinsi yang prevalensi
kankernya melebihi prevalensi kanker nasional (>5.03%), yaitu Provinsi DIY
sebesar 9.66%, Provinsi Jawa Tengah sebesar 8.06%, Provinsi DKI Jakarta
sebesar 7.44%, Provinsi Banten sebesar 6.35%, dan Provinsi Sulawesi Utara
sebesar 5.76%. (Profil Kesehatan Provinsi Bnaten, 2012)
Di Kota Cilegon, pada tahun 2012, terdapat 63 kasus Kanker serviks yang
tercatat di dinas kesehatan kota cilegon. Dimana, Kota Cilegon, terdapat 8
puskesmas dan 2 rumah sakit utama, yaitu RSUD Cilegon dan RS Krakatau
Medika. Adapun proporsi kejadian kanker serviks di Seluruh di puskesmas
dikota cilegon sebesar 3.67%. sedangkan di RSUD kota Cilegon proporsinya
12.33%,

dan

di

RSKM

11,74%.

(http://cilegonkota.bps.go.id/publikasi/cda2012/cda2012.html)
Berdasarkan uraian di atas, proporsi di RSUD Cilegonlah yang
mempunyai nilai paling tinggi sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian
yang berjudul Ny.H P3A0 Dengan Ca Serviks Stadium Iv Di Rumah Sakit
RSUD Cilegon.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
a. Memberikan Asuhan Kebidanan kepada Klien dengan Kanker Serviks.
b. Mampu memberikan asuhan kebidanan secara menyeluruh kepada
klien dengan kanker serviks dengan manajemen Varney dan
pendokumentasian dengan metode SOAP.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Ny. H dengan kanker serviks.

b. Mampu melakukan interprestasi data dasar untuk menentukan


diagnosa, masalah dan kebutuhan pada Ny. H dengan kanker serviks.
c. Mampu membuat rencana asuhan secara menyeluruh secara tepat dan
rasional pada Ny. H dengan kanker serviks.

C.

Manfaat
Makalah ini dibuat dengan harapan dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca untuk memahami dan mengetahui tentang Ca Serviks Sedini
Mungkin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Leher Rahim (Ca Serviks)


A. Definisi
Kanker leher rahim atau ca serviks adalah kanker primer yang terjadi
pada jaringan leher rahim (serviks) Sementara lesi prakanker, adalah
kelainan pada epitel serviks akibat terjadinya perubahan sel-sel epitel,
namun kelainannya belum menembus lapisan basal (membrana basalis).
(Satyadeng, 2010)

B. Etiologi
Penyebab primer kanker leher rahim adalah infeksi kronik leher rahim
oleh satu atau lebih virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe onkogenik
yang beresiko tinggi menyebabkan kanker leher rahim yang ditularkan
melalui hubungan seksual (sexually transmitted disease). Perempuan
biasanya terinfeksi virus ini saat usia belasan tahun, sampai tigapuluhan,
walaupun kankernya sendiri baru akan muncul 10-20 tahun sesudahnya.
Infeksi virus HPV yang berisiko tinggi menjadi kanker adalah tipe 16, 18,
45, 56 dimana HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada sekitar 70% kasus1.
Infeksi HPV tipe ini dapat mengakibatkan perubahan sel-sel leher rahim
menjadi lesi intra-epitel derajat tinggi (high-grade intraepithelial lesion/
LISDT) yang merupakan lesi prakanker. Sementara HPV yang berisiko
sedang dan rendah menyebabkan kanker (tipe nononkogenik) berturut
turut adalah tipe 30, 31, 33, 35, 39, 51, 52, 58, 66 dan 6, 11, 42, 43, 44,
53, 54,55. (Ramli, 2009)

C. Predisposisi
Faktor risiko terjadinya infeksi HPV adalah hubungan seksual pada
usia dini, berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, dan
memiliki pasangan yang suka berganti-ganti pasangan.1 Infeksi HPV

sering terjadi pada usia muda, sekitar 25-30% nya terjadi pada usia
kurang dari 25 tahun.
Beberapa ko-faktor yang memungkinkan infeksi HPV berisiko
menjadi kanker leher rahim adalah :
1. Faktor HPV :
a. tipe virus
b. infeksi beberapa tipe onkogenik HPV secara bersamaan
c. jumlah virus (viral load)
2. Faktor host/ penjamu
a. status imunitas, dimana penderita imunodefisiensi (misalnya
penderita HIV positif) yang terinfeksi HPV lebih cepat mengalami
regresi menjadi lesi prekanker dan kanker.
b. jumlah paritas, dimana paritas lebih banyak lebih berisiko
mengalami kanker
3. Faktor eksogen
a. Merokok
b. ko-infeksi dengan penyakit menular seksual lainnya
c. penggunaan jangka panjang ( lebih dari 5 tahun) kontrasepsi oral
(Ramli, 2009)

D. Perjalanan Alamiah Kanker Leher rahim


Pada perempuan saat remaja dan kehamilan pertama, terjadi
metaplasia sel skuamosa serviks. Bila pada saat ini terjadi infeksi HPV,
maka akan terbentuk sel baru hasil transformasi dengan partikel HPV
tergabung dalam DNA sel. Bila hal ini berlanjut maka terbentuklah lesi
prekanker dan lebih lanjut menjadi kanker. Sebagian besar kasus displasia
sel servix sembuh dengan sendirinya, sementara hanya sekitar 10% yang
berubah menjadi displasia sedang dan berat. 50% kasus displasia berat
berubah menjadi karsinoma. Biasanya waktu yang dibutuhkan suatu lesi
displasia menjadi keganasan adalah 10-20 tahun.

Kanker leher rahim invasif berawal dari lesi displasia sel-sel leher
rahim yang kemudian berkembang menjadi displasia tingkat lanjut,
karsinoma in-situ dan akhirnya kanker invasif. Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa prekursor kanker adalah lesi displasia tingkat lanjut
(high-grade dysplasia) yang sebagian kecilnya akan berubah menjadi
kanker invasif dalam 10-15 tahun, sementara displasia tingkat rendah
(lowgrade dysplasia) mengalami regresi spontan. (Ramli, 2009)

E. Klasifikasi dan Stadium


1. Sistem Klasifikasi Lesi Prakanker
Ada beberapa sistem klasifikasi lesi prakanker yang digunakan
saat

ini,

dibedakan

berdasarkan

pemeriksaan

histologi

dan

sitologinya.
2. Stadium Kanker Rahim
International Federation of Gynecologists and Obstetricians
Staging System for Cervical Cancer (FIGO) pada tahun 2009
menetapkan stadium kanker sebagai berikut :
Stadium

Karakteristik

Lesi belum menembus membrana basa

Lesi tumor masih terbatas di leher rahim

IA1

Lesi telah menembus membrana basalis kurang dari 3


mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm

IA2

Lesi telah menembus membrana basalis > 3 mm tetapi


< 5 mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm

IB1

Lesi terbatas di leher rahim dengan ukuran lesi primer <


4 cm

IB2

Lesi terbatas di leher rahim dengan ukuran lesi primer >


4 cm

II

Lesi telah keluar dari leher rahim (meluas ke

parametrium dan sepertiga proksimal vagina)


IIA

Lesi telah meluas ke sepertiga proksimal vagina

IIB

Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai


dinding panggul Lesi telah keluar dari leher rahim
(menyebar ke parametrium dan atau sepertiga vagina
distal)

III

Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal

IIIA

Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul

IIIB

Lesi menyebar keluar organ genitalia

IV

Lesi meluas ke rongga panggul, dan atau menyebar ke


mukosa vesika urinaria

IVA

Lesi meluas ke mukosa rektum an atau meluas ke organ


jauh

IVB

Lesi telah menembus membrana basalis > 3 mm tetapi


< 5 mm dengan diameter permukaan tumor < 7 mm

F. Faktor Resiko Kanker Serviks


Menurut Diananda (2009), faktor yang mempengaruhi kanker serviks
yaitu :
1. Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher
rahim. Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat
risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker
leher

rahim

pada

usia

lanjut

merupakan

gabungan

dari

meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap


karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat
usia.
2. Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun
dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan
berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada

mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks


idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang.
3. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering bergantiganti pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan
tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma
Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan
mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak
terkendali sehingga menjadi kanker.
4. Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan
menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan
mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya
kanker.
5. Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih
besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang
tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di
dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks
di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus. Nikotin,
mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau
menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru
maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa
banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan
kanker leher rahim.
6. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang
terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus
HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya
kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat
penyakit kelamin berisiko terkena kanker leher rahim.
7. Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita
dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu
pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang

sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi


untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya
seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya
terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak
dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma
Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher
rahim.
8. Penggunaan

kontrasepsi

oral

dalam

jangka

waktu

lama.

Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu


lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim
1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko
kanker leher rahim karena jaringan leher rahim merupakan salah
satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid perempuan. Hingga
tahun 2004, telah dilakukan studi epidemiologis tentang hubungan
antara kanker leher rahim dan penggunaan kontrasepsi oral.
Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi oral terhadap
risiko kanker leher rahim masih kontroversional. Sebagai contoh,
penelitian yang dilakukan oleh Khasbiyah (2004) dengan
menggunakan studi kasus kontrol. Hasil studi tidak menemukan
adanya peningkatan risiko pada perempuan pengguna atau mantan
pengguna

kontrasepsi

oral

karena

hasil

penelitian

tidak

memperlihatkan hubungan dengan nilai p>0,05.

G. Gejala Klinis Kanker Serviks


Tidak khas pada stadium dini. Sering hanya sebagai fluos dengan
sedikit darah, pendarahan pastkoital atau perdarahan pervagina yang
disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru
terlihat tanda-tanda yang lebih khas, baik berupa perdarahan yang hebat
(terutama dalam bentuk eksofitik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit
yang sangat hebat.

10

Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang
khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan
2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian
berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan,
berbau dan dapat bercampur dengan darah.
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada
radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah,
kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di
tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,
edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar
bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau
rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
(Mardjikoen. 2012)

H. Pengobatan Kanker Serviks


Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi
dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan
rencana penderita untuk hamil lagi.
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks
paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan
pisau bedah ataupun melalui LEEP. Dengan pengobatan tersebut,
penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali

11

kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap


smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6
bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi,
dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pada kanker invasif,
dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya
(prosedur ini disebuthisterektomi radikal) serta kelenjar getah bening.
Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih
berfungsi tidak diangkat.
2. Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif
yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan
sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :
a. Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
b. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama
1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit.
Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
a. Iritasi rektum dan vagina
b. Kerusakan kandung kemih dan rektum
c. Ovarium berhenti berfungsi.
3. Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk
menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk
membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui
suntikan intravena atau melalui mulut. Kemoterapi diberikan dalam
suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode

12

pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi denga pemulihan,


begitu seterusnya.
4. Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem
kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan
pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang
paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan
dengan kemoterapi.
(Joni, 2012)

I. Penegakan Diagnosis
Diagnosis definitif harus didasarkan pada konfirmasi histopatologi dari
hasil biopsi lesi sebelum pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut
dilakukan. Tindakan penunjang diagnostik dapat berupa kolposkopi,
biopsi terarah, dan kuretase endoservikal. (Mardjikoen. 2012)

13

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Kasus Narasi
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengakuan klien, klien bernama
Ny.H Umur 54 thn, Jenis kelamin Perempuan, Agama Islam, Suku/bangsa
indonesia, Pendidikan SD, Pekerjaan IRT, Alamat di Kampung Jambu
RT/RW 01/01 Sukmajaya, ibu bersama suami yang bernama Tn.M, Umur 62
thn, pendidikan SD, pekerjaan wirasuasta, Alamat di Kampung Jambu RT/RW
01/01 Sukmajaya. Diagnosa ibu Ca.Cervix stadium IVb+anemia . Saat
pengambilan kasus ini ibu sedang dalam masa perawatan dan studi kasus ini
diambil mulai dari tanggal 10 Desember 2014.
Klien masuk tanggal 9 desember 2014, Klien datang dengan keluhan
keluar cairan berwarna coklat dari jalan lahir sejak 2minggu yang lalu dan
klien mengatakan memiliki riwayat kanker serviks serta keluar darah saat
bersenggama dengan gejala awal haid tidak teratur nyeri pada saat haid
keputihan disertai berbau dan gatal. Riwayat obstetri yang lalu ibu pertama
haid usia 14 tahun siklus manstruasi tidak teratur 30 hari. Lamanya haid 7 hari
3 kali ganti pembalut pada saat haid ibu mengeluh sakit pada saat haid. Ibu
sudah pernah melahirkan 3 orang anak belum pernah keguguran.
Dalam riwayat kontrasepsi ibu menggunakan alat kontrasepsi seperti PIL
dan Suntik dalam jangka waktu 2 tahun. Riwayat perkawinan yang didapat
dari Ny H menikah usia 17 tahun status perkawinan sah satu kali menikah
lamanya perkawinan 40 tahun. Dalam riwayat kesehatan dahulu dan sekarang
ibu memiliki penyakit ca serviks (+) lamanya pengobatan 4 tahun tidak ada
alergi obat dan tidak ada penyakit keluarga yang pernah dialami.
Dalam pola aktifitas sehari-hari Ny. H dalam pola makan 3 kali sehari
tidak ada pantangan makanan. Frekuensi BAK 6 kali dalam sehari BAB 1 kali
dalam sehari.
Kami melakukan pemeriksaan Dengan keadaan umum : lemah,
kesadaran : composmentis, keadaan emosional : stabil. Observasi tanda-tanda

14

vital tekanan darah : 100/70 mmHg, nadi : 80 x/menit, pernafasan : 21


x/menit, suhu : 36,5C.
Dalam pemeriksaan fisik pada Ny.H muka tidak odema, mata tidak ada
odema, tidak ada anemis, tidak ada ikhterik, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid dan kelenjar getah bening, pada payudara tidak ada pembesaran kanan
dan kiri, puting susu menonjol, simetris dan tidak ada benjolan dan rasa nyeri.
Dalam pemeriksaan dalam tampak pengeluaran cairan pervagina berwarna
putih dan berbau, tampak adanya darah dari pervagina, pada hasil papsmir :
positif, hasil IVA : (+) ada lesi, hasil biopsi : positif. Sedangkan hasil dari
pemeriksaan lab yaitu pemeriksaan glukosa darah sewaktu 157mg/dl, Hb 7.0
g/dl, Hematokrit 2,7%, trombosit 719000/Ul, Golongan darag A Rh(+)
Dalam pemeriksaan tersebut didapatkan diagnosa ibu yaitu : diagnosa Ibu
: Ny.H umur 54 tahun P3A0 dengan Ca.Cervix stadium IVb + anemia. Dengan
antisipasi masalah potensial yang dapat terjadi adalah komplikasi dan stadium
lanjut IV B. Dengan tindakan segera yaitu kolaborasi dengan dokter ahli
kandungan sesialis Obgyn untuk pengobatan dan tindakan selanjutnya.
Pelaksanan yang diberikan pada Ny.H yaitu melakukan inform consent,
memberitahu ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan yang dilakukan,
mengobservasi keadaan umum dan TTV, melakukan pemasangan infus
dengan memberikan cairan Nacl dan RL, kalnec Inj 3x1, Vit.k Inj 3x1,
skintest ceftriaxone, ceftriaxone Inj 1x2gr, transfuse 3 kolf, memberitahu ibu
untuk makan dan minum serta menganjurkan ibu untuk Badrest selama dalam
perawatan.

15

BAB IV
PEMBAHASAN

Dari tinjauan kasus yang telah dibahas di atas tidak ditemukan perbedaan
antara teori dengan kasus Ny. H. Diagnosa Ca.Servik yang diberikan kepada Ny.H
ditegakkan atas dasar kesamaan teori tentang kanker servik dengan hasil
pemeriksaan terhadap Ny.H yang telah dipaparkan dalam teori sebelumnya, yaitu
:
Kasus
Ny.H Umur 54 thn

Teori
Usia > 35 tahun mempunyai risiko
tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka
semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher

rahim.

Meningkatnya

risiko kanker leher rahim pada usia


lanjut

merupakan

gabungan

dari

meningkatnya dan bertambah lamanya


waktu pemaparan terhadap karsinogen
serta

makin

melemahnya

sistem

kekebalan tubuh akibat usia.


(Diananda, 2009)
Klien mengatakan keluar darah nyeri Gejala Klinis Kanker Serviks
saat bersenggama keluar darah pada Keputihan atau keluar cairan encer dari
saat berhubungan seksual gejala awal vagina. Getah yang keluar dari vagina
haid tidak teratur nyeri pada saat haid ini makin lama akan berbau busuk
keputihan disertai berbau dan gatal.

akibat infeksi dan nekrosis jaringan


(Mardjikoen. 2012)

Ny H menikah usia 17 tahun status Menikah pada usia kurang 20 tahun


perkawinan sah satu kali menikah dianggap

terlalu

lamanya perkawinan 40 tahun.

hubungan

melakukan

muda
seksual

untuk
dan

16

berisiko terkena kanker leher rahim 1012 kali lebih besar daripada mereka
yang menikah pada usia > 20 tahun.
Hubungan seks idealnya dilakukan
setelah seorang wanita benar-benar
matang. (Diananda, 2009)
Dalam riwayat kesehatan dahulu dan Riwayat penyakit kelamin seperti kutil
sekarang ibu memiliki penyakit ca genitalia. Wanita yang terkena penyakit
serviks (+) lamanya pengobatan 4 tahun akibat

hubungan

seksual

berisiko

tidak ada alergi obat dan tidak ada terkena virus HPV, karena virus HPV
penyakit keluarga yang pernah dialami.

diduga

sebagai

penyebab

utama

terjadinya kanker leher rahim sehingga


wanita
penyakit

yang

mempunyai

kelamin

riwayat

berisiko

terkena

kanker leher rahim. (Diananda, 2009)


Dalam

riwayat

kontrasepsi

ibu Penggunaan

kontrasepsi

oral

yang

menggunakan alat kontrasepsi seperti dipakai dalam jangka lama yaitu lebih
PIL dan Suntik

dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko


kanker

leher

rahim

1,5-2,5

(Diananda, 2009)
Hb 7.0 g/dl

Timbul gejala-gejala anemia bila


terjadi perdarahan kronis.
(Mardjikoen. 2012)

kali

17

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ca Serviks adalah kanker primer yang terjadi pada jaringan leher rahim
(serviks) Sementara lesi prakanker, adalah kelainan pada epitel serviks akibat
terjadinya perubahan sel-sel epitel, namun kelainannya belum menembus
lapisan basal (membrana basalis).
Dalam stadium untuk CA serviks yaitu 0, I (IA1, IA2, IB1, IB2), II (IIA,
IIB), III (IIIA, IIIB), IV (IVA, IVB). Ca serviks bisa dilakukan dengan
skrining kanker serviks yang mudah dilakukan, deteksi dini secara skrining
sitologi (pap smear) atau melalui skrining visualisasi (iva).
Hasil skrining lesi pra kanker bukan merupakan diagnosis pasti , temuan
hasil abnormal harus ditindak lanjuti dengan
dengan pemeriksaan kolposkopi

dan

pemeriksaan

tes diagnostic

biopsi terarah untuk pemeriksaan

histopatologi .

B. Saran
1. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat lebih memperdalam teori atau bahasan
mengenai kanker servik, agar nantinya dapat dengan mudah memberi
asuhan dan melakukan penatalaksanaan terhadap kasus bayi dengan
asfiksia di lahan praktek.
2. Masyarakat
Untuk pencegahan kanker serviks diharapkan untuk melakukan deteksi
dini, dan apabila timbul gejala-gejala maka segera menindak lanjuti, agar
kanker serviks dapat diatasi cepat oleh petugas kesehatan. Selain itu
diharapkan untuk membiasakan diri dengan pola hidup sehat dan bersih
dan menghindari faktor-faktor resiko pemicu kanker serviks.

18

3. Institusi
Bagi institusi pendidikan khusunya institusi pendidikan kesehatan di
harapkan dapat meningkatkan mutu dan sarana pendidikan agar
mendpatkan tenaga kesehatan yang berkualitas dan professional.
4. Pemerintah
Pemerintah sebagai penentu kebijakan dalam pelayanan kesehatan
masyarakat di harapkan dapat menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang merata yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat di
pelosok.

Anda mungkin juga menyukai