Oleh :
Claudia Astika Putri Mayangsari
Fincy Annisa
Irhash Ardhianta
I. Kasus
The Automotive and Fabricant Plant (ACF) merupakan asal mula dari
Bridgeton Industries, pemasok utama dari industry otomotif domestik. Sejarah
bermula dari sekitar tahun 1840-an saat mereka menemukan sumber yang kaya pada
suatu area. Situs ini berkembang dalam beberapa pengguna industry, termasuk
pekerjaan awal wagon, sampai pada akhirnya dibeli oleh pendiri Bridgeton. Dia
membuka kantor pertama kali di sana pada awal tahun 1900.
Keseluruhan hasil produksi ACF dijual kepada manufaktur domestik, Big
Three. Persaingan utama berasal dari pemasok lokal dan pabrik Bridgeton lainnya.
Selama pertumbuhan pasar dan didominasi oleh manufaktur U.S, strategi ini berhasil.
Hal ini menjadi mengalami penurunan keefektifan saat adanya kelangkaan dan
persaingan luar negeri, mahalnya bahan bakar persaingan dengan pasar internasional.
Pemasok menyadari bahwa mereka sedang bersaing untuk mendapatkan kontrak
produksi yang pangsa pasarnya sedang mengalami penurunan. Sepanjang tahun
1989/90, ACF masih dianggap sebagai industry yang kritis. Model tahunan dari 1
September- 31Agustus yang berbasis untuk budgeting atau anggaran. Kontrak
produksi biasanya digunakan pada setiap tahun.
tersebut merupakan fasilitas ACF. Saat pertumbuhan mobil bertenaga diesel tidak
dapat dipertahankan, salah satu operasi harus diberhentikan.
Pembelajaran khusus dibuat dalam biaya relative dalam 2 perusahaan, dan
fasilitas milik ACF adalah salah satu yang dipilih untuk ditutup. Ketika para pekerja
industry di ACF dianggap tidak kompetitif, mereka mengambil tindakan untuk
mengurangi biaya unit produksi, kedalam beberapa cents pada tingkat pesaing.
Meskipun telah melakukan beberapa usaha, fasilitas milik ACF tetap ditutup.
Manajemen mengatakan bahwa biaya kami tidak kompetitif. Kami telah bekerja dan
mengurangi biaya unit, dan tetap kehilangan bisnis kata Ronald Peters, pekerja
produksi yang telah lama bekerja di fasilitas mesin lama.
Ketika pabrik mesin ditutup pada akhir 1985/6, semua yang berhubungan
dengan pekerjaan produksi dihapuskan. Kemungkinan semua orang yang memiliki
keahlian diberhentikan. Akan tetapi, orang- orang yang memiliki kemampuan unik
tetap dibutuhkan di area lain direkrut kembali.
Strategic Analysis
Selama tahun 1986/7, perusahaan
menyewa konsultan
strategi untuk
Product Outsorcing
Pada akhir 1987/8 dilakukan outsourcing pada oil pans dan muffler-exhaust
system. Outsorcing ini mengakibatkan hilangnya 60 tenaga kerja (produksi) pekerjaan
langsung dan tidak langsung 30 (terampil) pekerjaan. Ini 90 orang dipindahkan ke
pelatihan pekerjaan, yang diadministrasikan dan dibayar oleh serikat. Pekerjaan biaya
penuh bukan bagian dari biaya beban pabrik.
Dengan pengurangan besar ini kedua, manajemen dan tenaga kerja pabrik
bergerak
menuju
kerjasama
yang
lebih
dan
keterbukaan
dalam
upaya
yang diperlukan untuk mengubah dari 12 jam sampai 90 menit. Ini adalah yang
terbaik di Bridgeton. Lokasi lainnya rata-rata antara empat dan lima jam.
Program peningkatan produktivitas yang diciptakan oleh Simmonds amd
Peters digunakan "per jam untuk waktu per jam". Dalam program ini, pekerja per jam
terus melacak penyebab downtime dan dikategorikan sebagai yang berhubungan
dengan waktu pribadi, peralatan dan perlengkapan, atau startup.Pengetahuan personil
Production proses dan pengalaman on line mengakibatkan aktivitas kali sangat akurat
untuk operasi mereka amati. Pelaporan mereka menekankan sisi positif dari informasi
menggunakan laporan uptime menunjukkan kemajuan menuju tujuan kelas dunia dari
80% uptime ditetapkan oleh Jepang. Melalui mengidentifikasi area masalah dan
bekerja dengan insinyur industri, mereka meningkatkan uptime mereka dari rata-rata
30% hingga 65%, yang terbaik di Bridgeton.
Meskipun perbaikan ini dalam proses produksi, manifolds yang awalnya
beradada di kelas II, diturunkan ke kelas III pada tahun anggaran 1989-1990 Model
dan diidentifikasi sebagai kandidat untuk outsourcing (untuk 1986/7 melalui model
tahun 1989-1990 anggaran, lihat Exihibits 2 dan 3) setiap keputusan untuk keluar
sumber manifold rumit oleh kemungkinan bahwa peningkatan standar emisi akan
membutuhkan kendaraan baru manifold lebih efisien. Jika ini terjadi, permintaan
untuk manifold stainless steel bisa meningkat secara dramatis dan sebagainya,
mungkin, akan harga jual.
Bereaksi terhadap perubahan status dari manifold, Lewis disebut bersamasama pengawas pabrik dan perwakilan serikat pekerja. "Ini tidak masuk akal.Saya
tahu kita lebih kompetitif. Kami telah membuat semua jenis perbaikan, tetapi biaya
kami terus naik dan kami masih kehilangan bisnis. Apa lagi yang bisa kita lakukan? "
namun
tidak
diimbangi
dengan
penurunan
indirect
cost
yang
signifikan.Dengan penggunaan traditional costing yang jauh lebih mudah dan hemat
biaya pembebanan indirect cost menjadi tidak tepat, karena pada sistem traditional
costing yang diterapkan di perusahaan penghitungan indirect cost menggunakan
ukuran tenaga kerja langsung. Dapat dilihat di tahun 1988/89 biaya direct labor
mengalami penurunan tetapi presentase indirect cost terhadap direct labor sebaliknya
menunjukkan kenaikan. Hal tersebut memacu permasalahan kedua yaitu outsourcing
yang dilakukan perusahaan menyebabkan biaya produk lain yang diproduksi sendiri
meningkat karena beberapa biaya overhead terkait dengan produk outsource tetap
ada. Kenaikan biaya produksi produk non-outsource menyebabkan harga produk di
pasar terus meningkat dan tidak dapat bersaing dengan kompetitor lain sehingga
terjadi penurunan .
Penurunan permintaan membawa dampak negatif pada pendapatan dan
keuntungan perusahaan. Walaupun perusahaan telah melakukan pengembangan
proses produksi agar efisien, perusahaan tidak dapat lari dari kenyataan bahwa
produk manifolds yang sebelumnya berada di kelas II harus turun peringkat menjadi
produk kelas III dimana untuk produk kelas III konsultan yang disewa oleh
perusahaan menyarankan agar perusahaan melakukan outsourcing pada produk
tersebut.
IV.
Solusi Masalah
Untuk mengatasi permasalahan kesalahan penghitungan biaya perlu
penggunaan sistem lama yakni traditional costing yang selama ini dipakai oleh
Bridgetone. ABC digunakan untuk memberikan cara yang lebih tepat dalam
mengukur biaya indirect cost untuk selanjutnya dilakukan pembebanan atas resource
dari indirect cost kepada aktivitas indirect cost tersebut sesuai dengan resources
driver-nya.
Penggunaan sistem ABC akan membuat perusahaan membebankan indirect
cost ke produk dengan jumlah yang lebih akurat penetapan harga jual pun akan
semakin akurat. Selain itu sistem ABC dapat digunakan untuk mengawasi konsumsi
sumber daya dan membantu mengatur consumption dan spending dalam perusahaan.
Dengan sistem ABC manajer dapat berusaha melakukan aktivitas dengan lebih
efisien, membuat perhitungan ulang atas harga produk atau memperbaiki product mix
perusahaan ( Cooper, pp. B1-9).
Bridgetone sendiri sebaiknya menggunakan ABC berdampingan dengan
traditional costing agar produktivitas meningkat dan efisiensi tetap terjaga atau
bahkan dapat meningkat juga. Dengan penggunaan sistem traditional costing
berdampingan dengan sistem ABC diharapkan Bridgetone dapat mengklasifikasikan
aktivitas produksinya mulai dari yang paling menguntungkan hingga pada produk
yang tidak dapat memberikan profit yang maksimal kemudian membuat strategi
untuk melakukan pengefisienan produk yang kurang menguntungkan.
Dalam kasus Bridgetone disebutkan bahwa produk manifolds jatuh ke kelas
III atau sebagai produk yang perlu dipertimbangkan untuk dilakukan outsourcing.
Sebelum Bridgeton menghentikan produksi manifolds yang notabene adalah produk
unggulan karena memiliki omset penjualan tinggi dengan keuntungan yang cukup
besar dan memilih untuk melakukan outsource dari tempat lain ada baiknya
Bridgetone mengusahakan pengefisienan produksi manifolds dan tidak melakukan
outsource terhadap manifolds karena hal tersebut akan mengurangi penjualan dan
pendapatan Bridgetone.