Anda di halaman 1dari 29

KEHAMILAN & PENYAKIT ASMA

Posted by: yuwielueninet on: January 9, 2009

In: artikel|health
Comment!

KEHAMILAN & PENYAKIT ASMA


Pedoman bagi Wanita Hamil dan yang Menyusui Anak
Lembaran Informasi ini adalah petunjuk bagi wanita yang hamil dan yang menyusui yang
menderita asma, dengan memberikan informasi mengenai pengobatan, tindakan bantuan diri
dan pentingnya memiliki sebuah rancang tindak.
INFORMASI PENTING:

Adalah penting untuk melanjutkan memakai obat asma selagi Anda hamil.
Perlu mendiskusikan mengenai sebuah rancang tindak dengan dokter Anda.
Adalah aman untuk menyusui anak meskipun Anda memakan obat asma.

Asma
Terlepas apakah seseorang sedang hamil atau tidak, perawatan asma pada dasarnya
sama.Perawatannya bertujuan untuk mengendalikan asma dan mencegah terjadinya serangan
asma. Serangan asma terjadi ketika saluran pernafasan berhubungan dengan sebuah .faktor
pemicu.. Terjadi peradangan (memerah dan terasa sakit) serta penyempitan saluran pernafasan
yang disebabkan oleh membengkaknya lapisan dalam saluran pernafasan, pembentukan lendir
yang berlebihan dan terjadinya kejang otot pada dinding saluran pernafasan.
Asma dan Kehamilan
Asma yang terkendali dengan baik tidak memiliki efek yang berarti pada wanita yang hamil,
melahirkan ataupun menyusui. Asma mungkin membaik, memburuk atau tetap tidak berubah
selama masa hamil, tetapi pada kebanyakan wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat
selama tiga bulan terakhir dari masa kehamilan. Dengan bertumbuhnya bayi dan membesarnya
rahim, sebagian wanita mungkin mengalami semakin sering kehabisan nafas. Tetapi ibu-ibu
yang tidak menderita asmapun mengalami hal tersebut karena gerakan diafragma/sekat rongga
badan menjadi terbatas. Adalah penting untuk memiliki sebuah rancang tindak asma dan ini
harus ditinjau kembali secara teratur selama masa kehamilan. Dokter spesialis kebidanan perlu
diberitahu bila si pasien meminum obat cortisone. Bagi wanita yang mengalami serangan asma
yang dahsyat atau tidak stabil meskipun sudah diadakan pengendalian asma yang terbaik,
rancang tindak mereka harus meliputi apa yang harus dilakukan ketika melahirkan, termasuk
pilihan-pilihan jika dilakukan pembiusan. Hal ini harus diatur dengan konsultasi antara sang
ibu, dokter kebidanan dan dokter ahli. Asma yang tidak dikendalikan ada hubungannya dengan

sedikit meningkatnya kelahiran bayi yang berat badannya rendah dan terjadinya kelahiran
sebelum waktunya.
Pengobatan
Pengalaman bertahun-tahun dengan sejumlah besar wanita hamil yang menggunakan
obatobatan asma seperti Ventolin dan Bricanyl telah menunjukkan bahwa obat-obatan ini aman
baik bagi sang ibu maupun si bayi.
Obat-obatan lainnya termasuk tablet-tablet Atrovent, Intal Forte, Becotide, Tilade, Intal Forte,
Becloforte, Pulmicort, dan Prednisolone juga telah digunakan dan tidak menyebabkan
peningkatan angka kelahiran bayi cacat.
Obat-obat golongan Theophyllines (Brondecon, Nuelin dan Theodur) tidak lagi sering
digunakan sekarang dalam pengendalian asma, tetapi bila digunakan ketika masa hamil, kadar
darah harus diperiksa secara teratur oleh dokter Anda, karena hal tersebut dapat berubah-ubah
selama masa hamil.
Melahirkan
Obat penyakit asma tidak menyebabkan kelahiran tertunda atau waktunya bertambah panjang.
Wanita-wanita yang penyakit asmanya dikendalikan dengan baik mempunyai pilihan sama
dalam penggunaan obat penghilang sakit sewaktu melahirkan dan kemungkinan terjadinya
komplikasi waktu melahirkan sama besarnya seperti pada wanita yang tidak berpenyakit asma.
Sangat jarang terjadi serangan asma sewaktu melahirkan, tetapi kalaupun hal itu terjadi,
penanganannya sama dengan penanganan serangan asma pada seseorang yang tidak hamil.
Risiko terhadap bayi dari asma yang tidak dikendalikan lebih mengkhawatirkan dibandingkan
dengan risiko (bila memang ada) dari obat-obatan yang digunakan untuk mengobatinya.
MENOLONG DIRI SENDIRI
Merokok
Bantulah menghindari serangan asma selama masa hamil dengan cara tidak merokok.
Perdarahan vagina (lubang peranakan) dan kelahiran bayi sebelum waktunya lebih banyak
terjadi pada wanita yang merokok. Merokok membatasi pertumbuhan si bayi sehingga berat
badannya berkurang. Merokok ada hubungannya dengan angka kematian janin yang lebih
tinggi, kelahiran mati, dan Sindrom Kematian Bayi secara Mendadak (Sudden Infant Death
Syndrome (SIDS)).Bayi para perokok lebih besar kemungkinannya menderita asma dan infeksi
jalan pernafasan daripada bayi orang yang tidak merokok.
Mengawasi Pengukuran Tiupan Nafas (.Peak Flow Monitoring.)
Pengawasan pengukuran tiupan nafas dapat membantu selama masa hamil karena hal ini

memungkinkan pengukuran perubahan yang terjadi pada fungsi paru-paru. Kekuatan tiupan
nafas dapat berkurang pada masa akhir kehamilan dan ini normal karena rahim tambah
membesar dan ruang bagi paru-paru untuk mengembang menjadi berkurang. Dengan
melakukan pengukuran fungsi paru-paru anda, perubahan-perubahan yang terjadi dapat terlihat
dengan mudah, dan, dengan adanya rancang tindak asma, pengobatan dapat diubah dengan
mudah dan cepat untuk memastikan bahwa asma yang Anda derita tetap terkendali.
Gerak badan
Ingat bahwa gerak badan dampak rendah (low impact exercise) yang tingkatnya sedang seperti
berjalan dan berenang dapat membantu selama masa hamil.
.
MENYUSUI
Adalah aman untuk menyusui sambil mendapat pengobatan asma. Obat-obat lainnya termasuk
beberapa antibiotik dan obat-obat yang dapat dibeli tanpa memerlukan resep dokter tidak selalu
aman. Sebaiknya Anda selalu merundingkannya dengan dokter atau apoteker anda.

Asma pada Kehamilan


Asma merupakan salah satu kondisi medis kronik yang kerap dijumpai pada kehamilan
dengan prevalensi asma pada kehamilan sebesar 1-4 persen. Asma didefinisikan
sebagai suatu penyakit peradangan (inflamasi) kronik saluran napas (saluran
tracheobronchial) yang ditandai oleh peningkatan respons saluran napas terhadap
berbagai stimulus (rangsangan). Asma seringkali berkaitan dengan riwayat alergi pada
pasien dan/ atau keluarganya.
Pada asma terjadi hambatan aliran udara pernapasan yang bersifat reversibel dengan
episode serangan asma ditingkahi oleh periode bebas gejala asma. Peradangan
saluran napas menyebabkan menyempitnya diameter lumen saluran napas akibat
kontraksi otot polos, bendungan pembuluh darah, pembengkakan dinding bronchial,
dan sekresi mukus yang kental.
Gejala-gejala asma antara lain meliputi batuk, sesak napas, napas berbunyi, dan
episode kambuhan gejala serangan asma. Pemeriksaan fisik dapat normal selama
periode remisi (tidak sedang serangan asma atau selama periode bebas gejala asma).
Pencetus asma meliputi pajanan terhadap berbagai alergen (tungau debu rumah,
debu, bulu binatang, jamur, dll), zat iritan (asap rokok, asap dari kayu yang terbakar,
polusi udara, bau yang kuat seperti parfum, dll), kondisi medis (influenza, infeksi
saluran pernapasan baik akibat bakteri maupun virus, refluks gastro-esofagus/
regurgitasi isi lambung ke esofagus atau saluran makanan, dll) obat-obatan (aspirin,
obat-obat anti inflamasi non-steroid, dll), olahraga, stres emosional, dan perubahan
cuaca (terutama udara dingin).

Pengaruh kehamilan terhadap asma tidak bisa diprediksi. Diperkirakan 1/3 perempuan
hamil yang telah menderita asma sebelum hamil mengalami perburukan gejala
asmanya, 1/3 kasus mengalami perbaikan, dan 1/3 kasus lainnya tidak mengalami
perubahan gejala asma selama kehamilan. Perempuan dengan asma berat dan/ atau
asma yang terkontrol buruk memiliki risiko tinggi untuk terjadinya komplikasi kehamilan
(seperti pre-eklampsia, perdarahan rahim, dan komplikasi saat melahirkan) dan
pengaruh buruk pada janin (seperti kematian perinatal, pertumbuhan janin terhambat,
kelainan kongenital, lahir prematur, berat lahir rendah, dan kekurangan oksigen). Pada
saat ibu mengalami serangan asma, janin mungkin tidak cukup mendapatkan oksigen
sehingga dapat menyebabkan bahaya pada janin. Semakin berat asma, semakin besar
risiko untuk janin.
Oleh karena itu, seyogianya perempuan hamil yang menderita asma tidak
menghentikan pengobatan asmanya tanpa berkonsultasi ke dokter. Tatalaksana asma
untuk pasien rawat jalan sama antara pasien asma yang hamil dan yang tidak hamil.
Inhaler berisi obat agonis beta-adrenergik yang bekerja untuk memperbaiki hambatan
aliran udara merupakan terapi utama untuk mengatasi serangan asma dan mengatasi
asma ringan. Untuk kasus asma persisten sedang, obat tersebut dikombinasikan
dengan inhaler berisi obat kortikosteroid yang digunakan untuk pencegahan jangka
panjang dan mengontrol gejala asma. Obat kortikosteroid tersebut mencegah
pembengkakan dan sekresi mukus yang terjadi akibat peradangan saluran napas pada
pasien asma.
Upaya untuk mencegah serangan asma sangat perlu dilakukan dengan cara mencegah
pajanan terhadap pemicu asma. Berhenti merokok, hindari berada di sekitar orang yang
sedang merokok, hindari makan dalam jumlah yang banyak atau langsung berbaring
setelah makan jika memiliki gejala refluks lambung-esofagus, jauhi orang yang sedang
menderita influenza atau infeksi lainnya, hindari berbagai hal yang telah diketahui dapat
menyebabkan alergi, dan hindari pemicu asma yang sudah diketahui. Jika terjadi
serangan asma segera mencari pertolongan medis ke instalasi gawat darurat rumah
sakit terdekat.

A.Definisi
Asma adalah radang kronis pada jalan nafas yang berkaitan dengan obstruksi reversible dari spasme,
edema, dan produksi mucus dan respon yang berlebihan terhadap stimuli. (Varney, Helen. 2003)
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubahubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990).
Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan
oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang. (Sylvia Anderson (1995 : 149)
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel mast, sel netrofil,
limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas kumat-kumatan, batuk, dada terasa
tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair, 1994)
Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper reaksi
bronkus. Sifat peradangan pada asma khas yaitu tanda-tanda peradangan saluran nafas disertai infliltrasi
sel eosinofil. (Samsuridjal dan Bharata Widjaja (1994)
Asma merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang ditandai dengan spasme bronkus
yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama pada jalan nafas) (Joyce M. Black,1996).
Asma bronkiale didefinisikan sebagai penyakit dari sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari
jalan nafas dengan gejala bronkospasme yang reversibel. (Crocket (1997)
B.Etiologi
Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh semacam reaksi alergi. Alergi adalah
reaksi tubuh normal terhadap allergen, yakni zat-zat yang tidak berbahaya bagi kebanyakan orang yang
peka. Alergen menyebabkan alergi pada orang-orang yang peka. Allergen menyebabkan otot saluran
nafas menjadi mengkerut dan selaput lendir menjadi menebal. Selain produksi lendir yang meningkat,
dinding saluran nafas juga menjadi membengkok. Saluran nafas pun menyempit, sehingga nafas terasa
sesak. Alergi yang diderita pada penderita asma biasanya sudah ada sejak kecil. Asma dapat kambuh
apabila penderita mengalami stres dan hamil merupakan salah satu stress secara psikis dan fisik, sehingga
daya tahan tubuh selama hamil cenderung menurun, daya tahan tubuh yang menurun akan memperbesar
kemungkinan tersebar infeksi dan pada keadaan ini asma dapat kambuh. (Ilmu Penyakit Dalam)
Berdasarkan etiologinya, asma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma
ektrinsik.
a.Asma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat
diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahanbahan alergen yang lain.
b.Asma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter,
nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor
intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).

Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi


1.Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui
saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja
sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel
tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1)
mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B
diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam
sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor
untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas
yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut
belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang
masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut
akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar
cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang
pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di
dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A
(ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh
mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila terpapar dengan
bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa,
misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik
yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus
disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam
jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik.
Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus
dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara klinik sebagai penyakit
bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara
patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama eosinofil
serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya
pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale
adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus
Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi mukus maka terjadi
penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi

(wheezing) dan batuk yang produktif.


Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan
merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon
(ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi
immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun
yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma
bronkiale.
2.Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat
beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat,
serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama
gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam
keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita
asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga
menimbulkan sesak nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam membran sel yang dikenal
dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim
adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel menjadi 35 cyclic AMP.
cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator
dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta
maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan
sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).
3.Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.

C.

Faktor Predisposisi

Faktor Pencetus Serangan Asma Bronkiale


Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkiale atau sering disebut sebagai faktor
pencetus adalah :
a.Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asthma, misalnya
debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih kulit kucing, bulu
binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
b.Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang
paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma dewasa
serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991).

c.Stress
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan
merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon
(ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan mensupresi
immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel radang menurun
yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma
bronkiale.
d.Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila melakukan olah raga atau
aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asthma.
Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau
aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
e.Obat-obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin, salisilat,
beta blocker, kodein dan sebagainya.
f.Polusi udara
Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang
mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
g.Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja (Sundaru, 1991).

D.Tanda dan Gejala


Keluhan yang biasanya dirasakan saat terjadi asma, yaitu :
a.Nafas pendek
b.Nafas terasa sesak dan yang paling khas pada penderita asma adalah terdengar bunyi wising yang
timbul saat menghembuskan nafas.
c.Kadang-kadang batuk kering menjadi salah satu penyebabnya
d.Pada kehamilan, biasanya serangan asma akan timbul pasa usia kehamilan 24 minggu sampai 36
minggu dan pada akhir kehamilan seranga jarang terjadi.

E.Komplikasi
Pengaruh asma dalam kehamilan terhadap ibu
Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah kemungkinan :
Abortus
Perdarahan vagina
Persalinan premature
Solusio plasenta 2,5%
Korioamnionitis 10,4%

Pada asma yang sangat berat dapat mengakibatkan kematian ibu. Mekanisme yang dapat menerangkan ini
adalah hipoksia akibat dari asma yang tidak terkontrol, akibat pengobatan asma, atau faktor patogenetis.
Walaupun beberapa mekanisme yang pasti belum diketahui tetapi dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa manajemen yang baik sewaktu kehamilan akan memberikan hasil yang baik pada periode
perinatal.

Pengaruh asma dalam kehamilan terhadap janin


Efek yang dirasakan tidak hanya dirasakan oleh ibu tapi juga dirasakan oleh janin
a.Asma yang tidak ditangani dapat menyebabkan BBLR (Berat badan Lahir rendah)
b.Jika ibu sering mengalami serangan asama selama hamil, maka dapat menyebabkan suplai oksigen ke
janin yang sangat diperlukan sel darah merah untuk mengangkut nutrisi ke janin menjadi teganggu
sehingga janin dapat mengalami hipoksia dan pertumbuhannya menjadi terhambat (IUGR).
c. Batuk-batuk yang hebat dapat menimbulkan asma, pada saat batuk diafragma menekan rahim. Rahim
yang dalam keadaan itu sifatnya sensitive sehingga rahim akan mudah terangsang sehingga dapat
menyebabkan bayi lahir perematur atau lepasnya plasenta (solusio placenta)

F.Patofisiologi
I.Patofisiologi. Pada asma akut, obstruksi akut disebabkan oleh kontraksi otot polos bronkus,
meningkatnya sekresi lender, dan radang saluran nafas serangan ini dipicu oleh stimulasi yang beragam
misalnya infeksi saluran nafas menghirup tepung sari atau bahan kimia, udara dingin atau kelembapan.
Penyempitan bronkus terjadi sebagai respon terhadap infeksi yang diperantai saraf vagus atau akibat dari
kerja zat-zat yang dilepaskan oleh sel mast terhadap otot polos, atau sebagai akibat kedua dari mekanisme
itu penyempitan bronkiolus meningjkatkan resistensi saluran nafas, menurunkan kecepatan aliran gas, dan
menyebabkan terperangkapnya udara. Ketidaksesuaian ventilasi/perfusi yang diakibatkannya
menimbulkan hipoksemia, yang mula-mula merangsang pernafasan, mengakibatkan hiperventilasi yang
ditunjukan oleh suatu PaCO2 yang rendah dan alkalosis pernafasan akut.
II.Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam
lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen
yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang
bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut
dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 (
IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan
sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi
rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen
tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan
menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan
dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis (
SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini

akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang
besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang
berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas ,
peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan
gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi
gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat
lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )
G.Penatalaksanaan
a.Mencegah timbulnya stress
b.Mencegah penggunaan obat seperti aspirin semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya
serangan
c.Pada penderita asma ringan dapat digunakan obat local yang berbentuk inhalasi atau peroral seperti
isoproterenol
d.Serangan asma yang ringan diatasi dengan pemberian bronkodilator hirup misalnya isoproterenol yang
akan memperlebar penyempitan saluran udara pada paru-paru. Tetapi obat ini tidak boleh terlalu sering
digunakan.
e.Serangan asma yang lebih berat biasanya diatasi dengan infus aminofilin.
Serangan asma yang sangat berat (status asmatikus) diatasi dengan pemberian infus kortikosteroid.
Jika terdapat infeksi, diberikan antibiotik.
f.Setelah suatu serangan, bisa diberikan tablet yang mengandung teofilin untuk mencegah serangan
lanjutan. Bronkodilator dan kortikosteroid banyak digunakan oleh ibu hamil dan tidak menimbulkan
masalah yang berat.
Obat asma dibedakan menurut fungsinya, yaitu obat untuk melebarkan saluran nafas (bronkodilator)
mengurangi bengkak saluran nafas (anti inflamasi), dan untuk memudahkan pengeluaran lender. Selain
itu obat dapat diberiakan melalui peroral, inhaler, infuse, suntikan dan melalui rectal. Namun bagi ibu
hamil yang paling aman digunakan adalah melalui inhaler (Alupen efeknya paling keras, Ventolin,
Bereotech, Inflamide efeknya paling lembut ), karena efeknya tidak terlalu berdampak dan langsung focus
pada saluran nafas, selain itu dosisnya lebih kecil, sehingga relative tidak akan mempengaruhi janin
dalam kandungan.
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan
farmakologik
1.Pengobatan non farmakologik
Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien
secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi
pada tim kesehatan.
Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta
diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi
klien.
Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage
postural, perkusi dan fibrasi dada.
2.Pengobatan farmakologik
Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan
kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid.
Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari.
Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama
harus diawasi dengan ketat.
Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat
kali sehari.
Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara
oral.
Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 )
Pengobatan selama serangan status asthmatikus
Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5
mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
Antibiotik spektrum luas.
(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo Surabaya ).
Penanganan Asma Selama Proses Melahirkan
Penanganan asma yang baik bagi penderita asma selama kehamilan membuat tidak adanya gejala asma
selama melahirkan. Pada suatu penelitian oleh ahli asma Kalifornia pada 120 kasus wanita asma yang
hamil dan terkontrol baik, terdapat 90% wanita asma yang hamil menunjukan tidak adanya gejala selama
melahirkan, 2,2% mengalami serangan ringan dan 0,2% mengalami serangan asma berat.
Mereka yang memperlihatkan gejala biasanya hanya memerlukan inhalasi bronkodilator. Jika respon jelek
maka diberikan metil prednisolon intravena. Untuk penderita yang mendapat kortikosteroid secara reguler
atau yang sering mendapatkannya selama kehamilan, penambahan kortikosteroid parenteral
direkomendasikan untuk stres selama persalinan dan kelahiran yaitu 100 mg hidrokortison intravena
sewaktu mulai persalinan dan diteruskan dengan 100 mg intravena setiap 8 jam selama 24 jam atau

sampai tidak ditemukan komplikasi.


Dianjurkan untuk melanjutkan terapi profilaksis yang biasanya didapat (kromolin, inhalasi kortikosteroid
atau teofilin) selama persalinan. Prostaglandin E2 aman digunakan untuk induksi persalinan dan kontraksi
uterus. Penggunaan prostglandin F2 didindikasikan untuk perdarahan postpartum tetapi dapat
menyebabkan bronkokonstriksi. Penggunaannya untuk induksi persalinan dan menstimulasi kontraksi
uterus postpartum harus di hindarkan. Sebagai alternatif, oksitosin dapat diberikan karena tidak
menyebabkan bronkokonstriksi
Apabila ibu masih kuat untuk mengejan maka dilakukan tindakan forceps ataupun dengan vakum maupun
induksi persalinan. Hal tersebut dilakukan bertujuan :
Kepentingan bagi janin : keberadaan janin di dalam rahim yang terlalu lama (postmaturitas) akan
membahayakan kondisinya. Hal ini antara lain karena fungsi plasenta akan menurun sehingga meracuni
janin.
Kepentingan bagi ibu : terhindar dari masalah yang dapat membahayakan nyawa ibu, seperti kematian
janin dalam rahim.
Induksi dapat dilakukan dengan cara pemberian obat-obatan, atau dengan memecahkan kantung ketuban.
Biasanya, setelah induksi dilaksanakan, maka proses persalinan akan mulai. Pasien akan merasakan
kontraksi rahim, sampai bayi lahir dengan lancar.
Namun, ada kalanya setelah diinduksi pun proses persalinan belum berjalan lancar. Dokter biasanya akan
menentukan kapan induksi harus diulang, yang berarti proses persalinan melalui vagina diteruskan. Atau,
proses persalinan perlu dilakukan dengan operasi.
Yang jelas, selama diinduksi, pasien harus selalu dipantau, baik untuk mengawasi kondisi janin maupun
ibunya.
Tak selalu perlu operasi. Pasien berhak memilih apa tindakan yang diinginkannya, sepanjang tidak
membahayakan dirinya. Namun, dokter juga wajib memberitahu risiko yang mungkin dialami pasiennya.
Pada kehamilan normal, di mana janin dan ibu dalam kondisi baik, maka operasi biasanya tidak
dianjurkan dokter. operasi caesar sebenarnya hanya membantu mengeluarkan bayi tidak melalui jalan
lahir. Bahkan, proses pemulihan pada operasi caesar relatif lebih lama dari proses persalinan biasa. Itu
sebabnya, biasanya operasi baru akan dilakukan bila proses persalinan mengancam jiwa ibu dan/atau
janinnya.

Syukurlah akhirnya saya berhasil melahirkan dua anak dengan selamat, kata Ade, ibu dua anak
balita, penderita asma sejak berusia 7 tahun. Anak pertama dengan berat 3,55 kg dilahirkan
dengan bedah Caesar. Sementara anak keduanya seberat 3,8 kg malah lahir secara alami tanpa
bantuan zat asam.
Seorang ibu yang menderita asma memang perlu benar-benar mempersiapkan diri begitu
merencanakan hamil. Ade sendiri masuk klab senam asma sejak berencana menikah. Di situ
saya mendapat latihan relaksasi untuk mengendurkan otot-otot pernapasan, katanya. Latihan
senam asma memang ditekankan untuk mengefienkan alat pernapasan, selain untuk
meningkatkan ketahanan tubuh pada umumnya. Sebaiknya latihan dilaksanakan teratur sesuai
program dokter, misalnya tiga kali dalam seminggu. Tapi akan lebih baik bila dijalankan setiap
hari. Latihan rutin seperti itu menurut Ade benar-benar bermanfaat dalam menjaga kebugaran
pada saat hamil dan melahirkan.

Selain senam pernapasan, Ade juga berusaha menghindari hal-hal yang bisa memancing
asmanya kumat. Sedapat mungkin saya tidak berada di ruangan yang sumpek, lembap, ataupun
berdebu, sebab saya alergi terhadap debu, katanya. Ia pun menjaga diri agar selama hamil
sedapat mungkin tidak tertular penyakit flu. Pilek atau batuk pada umumnya menyebabkan
asmanya kontan kambuh. Seperti yang terjadi saat kehamilan pertama, tiba-tiba asmanya kumat
lantaran dirinya terserang flu. Langsung ia ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan zat asam.
Selama hamil ia juga sedapat mungkin mengesampingkan obat yang tak terlampau diperlukan.
Beruntung Ade rajin berkonsultasi dengan dokternya lewat telepon sehingga setiap masalah yang
menyangkut asmanya bisa cepat ditanggulangi.

Pengaruh estrogen dan progesteron


Wanita hamil yang menderita asma memang harus hati-hati. Dalam pengamatan dr. Iris
Rengganis dari RS Ciptomangunkusumo-FKUI, Jakarta, asma ditemukan pada 4 7% ibu hamil
dan komplikasi terjadi pada 1% kehamilan. Sementara selama masa kehamilan kondisi asma
seseorang bisa berubah. Dari 1.087 pasien, dilaporkan 36% asmanya membaik, 23% memburuk,
dan 41% tidak berubah. Laporan lain menunjukkan perbaikan asma antara 18 69% dan
memburuk pada 6 42%. Tapi secara umum disepakati bahwa derajat asma pada ibu hamil,
sepertiga membaik, sepertiga memburuk, dan sepertiga sisanya tetap.
Kondisi asma yang memburuk umumnya muncul pada minggu ke 29-36 masa kehamilan.
Sementara pada 4 minggu terakhir masa kehamilan, keadaan justru membaik. Bahkan, menurut
Rengganis, selama proses persalinan dan kelahiran, hanya 10% ibu hamil penderita asma yang
menunjukkan gejala asma. Mungkin ini disebabkan oleh membaiknya fungsi paru, katanya.
Asma yang memburuk selama kehamilan biasanya kembali membaik dalam waktu 3 bulan
setelah partus. Asma yang terjadi pada kehamilan sebelumnya, pada 60% penderitanya akan
terulang lagi pada kehamilan berikutnya.
Kendati penyakit asma atau bengek sudah dikenal sejak 2.000 tahun lalu, sejauh ini penyebab
asma masih misteri. Asma yang dalam bahasa Yunani berarti sesak napas dibedakan menjadi
dua macam, yakni asma kardial yang berhubungan dengan kelainan jantung, dan asma bronkial
(intrinsik dan ekstrinsik) yang merupakan penyakit saluran pernapasan. Jenis terakhir ini
penderitanya jauh lebih banyak. Penderita asma bronkial ekstrinsik, biasanya hipersensitif dan
hiperaktif terhadap macam-macam rangsangan dari luar, seperti debu, cuaca, tungau kapuk, obat
nyamuk, tepung sari, dsb.
Gejala asma muncul akibat menyempitnya saluran pernafasan bagian bawah secara luas yang
ditandai dengan batuk dan mengi. Penyempitan saluran pernafasan ini bisa disebabkan
mengkerutnya otot polos saluran pernafasan, pembengkakan selaput lendir, serta pembentukan
dan timbunan lendir yang berlebihan dalam rongga saluran pernafasan. Pada umumnya (85%)
jenis asma alergik seperti ini banyak terdapat di negara tropis dan timbul sebelum usia 30 tahun.
Sedangkan tipe asma bronkial intrinsik atau non alergik jumlah penderitanya lebih sedikit. Asma
ini umumnya muncul bila penderita mendapat gangguan psikis, stres, olahraga berat, dan

perubahan cuaca yang drastis. Sifatnya kronis disertai dahak berkelanjutan dan rentan terhadap
aspirin.
Menurut Rengganis, perjalanan asma pada ibu hamil dipengaruhi oleh hormon estrogen dan
progesteron yang terus meningkat. Padahal berbagai teori justru menunjukkan kedua hormon
tersebut mestinya dapat memperbaiki kondisi asma, karena mempunyai efek melemaskan otot
polos dan merilekskan bronkus. Selain itu meningkatnya kadar hormon prostasiklin (PGI2)
ditambah prostaglandin (PGE) juga dapat memperbaiki asma. Namun di sisi lain, bertambahnya
hormon lain seperti PGF2 saat kehamilan, bisa memperburuk asma.
Faktor peningkatan histamin selama kehamilan yang berasal dari jaringan janin pun mempunyai
efek asmogenik. Demikian juga protein dasar mayor (MBP= major basic protein) yang banyak
ditemukan dalam plasenta, bila sampai masuk ke paru-paru.
Yang penting mengoptimalkan kesehatan ibu dan janin, papar Rengganis. Menurut dia, dokter
perlu mengetahui pengaruh kehamilan terhadap asma, asma terhadap kehamilan serta pengaruh
obat asma terhadap kehamilan secara individu. Risiko terbesar yang ditakutkan bila sampai
terjadi hipoksia (kekurangan oksigen) lantaran asma berat yang tidak terkontrol.
Untuk mencegah terjadinya serangan hebat selama hamil hendaknya asma diperiksa dan
dipantau sejak awal, termasuk derajat berat-ringannya asma. Kategori ringan, bila gejala kambuh
sampai terjadinya serangan maksimal dua kali/minggu ditambah batuk dan mengi sehabis
berlatih olahraga. Kondisi sedang, bila gejala timbul lebih dari dua kali/minggu, kadang disertai
gejala sering kencing malam hari. Sementara asma dikatakan berat, kalau gejala terjadi terus
menerus selama seminggu penuh.
Janin dipantau
Yang penting ibu hamil penderita asma sebaiknya rajin memeriksakan janinnya sejak awal.
Pemeriksaan dengan USG dapat dilakukan sejak usia kehamilan 12 20 minggu untuk
mengetahui pertumbuhan janin. USG dapat diulang pada trisemester ke-2 dan ke-3 terutama bila
derajat asmanya berada pada tingkat sedang berat. Pemeriksaan janin juga dapat dilakukan
dengan electronic fetal heart rate monitoring untuk memeriksa detak jantung janin.
Selain pemeriksaan teratur, ibu hamil juga perlu mencermati alergen penyebab tercetusnya asma,
seperti: binatang piaraan, kasur kapuk, termasuk tempat yang lembap. Soalnya, tempat yang
lembab banyak ditumbuhi jamur. Alergen pencetus itu merupakan alergen poten yang
merangsang pembentukan zat antibodi IgE (Imunoglobulin E). Zat antibodi ini dibentuk untuk
menjaga kesehatan tubuh, tetapi adakalanya malah membawa ulah. Ia terkadang membabi buta,
tak tahu mana kawan, mana lawan. Akhirnya tubuh menjadi korban. Pencetus lain bisa berasal
dari latihan olahraga yang terlalu dipaksakan, infeksi saluran pernapasan (batuk-pilek),
perubahan cuaca, dan emosi. Kebiasaan merokok juga dapat memperburuk asma, karena
memudahkan terjadinya komplikasi bronkitis serta sinusitis.
Penderita juga harus berhati-hati dalam pemakaian obat. Berbagai obat dapat menimbulkan efek
sampingan pada janin ataupun ibu. Misalnya abortus, kematian janin, kelainan kongenital

(terutama pada trisemester pertama), efek terhadap gangguan pertumbuhan janin, dan gangguan
fungsi organ seperti sistem saraf serta otot polos uterus.
Walaupun sejumlah ahli menyatakan sejumlah obat tidak menimbulkan efek sampingan, tapi
secara statistik dan pertimbangan etis tidak dapat dikatakan bahwa semua obat aman. Pada
umumnya pasien dianjurkan menggunakan obat yang memberikan pengaruh pada kadar dalam
darah sesedikit mungkin, seperti obat suntikan, bukan oral. Obat hirup atau inhaler yang
digunakan satu dua semprotan tiap beberapa menit, juga acapkali bisa membantu. Penggunaan
inhaler harus dipelajari dan dipraktikkan dengan benar agar bila kumat sewaktu-waktu dapat
mengatasi sendiri.
Dalam keadaan mendesak, dapat digunakan obat steroid yang sangat efektif sebagai
antiperadangan, baik secara oral maupun suntikan. Sedangkan obat mengandung tetrasiklin tidak
dianjurkan karena dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan tulang pada janin, perubahan
warna gigi dan perkembangan jaringan tak normal khususnya pada email.
Bagi ibu menyusui, obat asma yang mengandung teofilin sebaiknya dihindari, karena masuk ke
ASI sehingga bisa menimbulkan kegelisahan pada bayi. Antihistamin juga kurang baik untuk ibu
menyusui, karena di samping mengurangi produksi ASI dapat menyebabkan bayi gelisah.
Apabila asma kambuh, sementara inhaler atau obat-obatan di rumah tidak menolong, tentu ibu
hamil harus segera dibawa ke rumah sakit.
Mengingat karena pengaruh asam ibu yang sedang hamil acap kali lebih sensitif dan emosional,
pendekatan psikologis diperlukan. Fisioterapi adakalanya juga perlu untuk membuang dahak
yang berlebihan.
Stamina tubuh merupakan faktor utama lain yang perlu dipertahankan selama hamil. Jalan kaki
santai di udara yang bersih dan segar sangat dianjurkan. Makanan dengan gizi cukup dan sehat
jelas akan menambah kebugaran. Penderita asma yang hamil masih tetap bisa bekerja di kantor,
namun hindarilah ruangan berpolusi tinggi.
Sumber : Nanny Selamihardja (Intisari Agustus 1999)

Sumber: Asma disaat Hamil | Kehamilan http://keluargacemara.com/kesehatan/kehamilan/asmadisaat-hamil.html#ixzz0rqMzAELF


Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial

ASMA DALAM KEHAMILAN


PENDAHULUAN
Asma terdapat 3,4 8,4 % pada wanita hamil dan gangguan nafas sangat sering terjadi pada
wanita hamil. Perjalanan asma selama kehamilan sangatlah bervariasi bisa tidak ada perubahan,
bertambah buruk atau malah membaik dan akan kembali ke kondisi seperti sebelum hamil
setelah tiga bulan melahirkan(2)(9). Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma
pada setiap penderita tidaklah sama, bahkan pada seseorang penderita asma serangannya tidak
sama pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan muncul pada usia
kehamilan 24 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan.
Pada asma yang tidak terkontrol selama kehamilan akan mempunyai efek yang serius baik bagi
ibu maupun bagi janin. Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah
kemungkinan pre-eklampsia, eklampsia, perdarahan vagina dan persalinan premature, sedangkan
komplikasi terhadap bayi adalah intra uterine growth retardation, bayi premature dan
meningkatkan kemungkinan resiko kematian perinatal. Oleh karenanya pasien hamil dengan
asma harus dianggap sebagai pasien dengan kehamilan resiko tinggi. Tujuan penatalaksanaan
pasien asma dalam kehamilan harus meliputi : pencegahan eksaserbasi akut, mengontrol
symptoms, mengurangi inflamasi saluran nafas, memelihara fungsi paru rata rata mendekati
normal.
DEFINISI
Asma adalah penyakit paru kronis yang melibatkan berbagai varietas immune sistem cell, yang
menyebabkan timbulnya respon bronkus berupa wheezing, dyspne, batuk, dan dada terasa berat
PATOFISIOLOGI
Asma adalah peradangan kronik saluran nafas dengan herediter utama. Peningkatan respon
saluran nafas dan peradangan berhubungan dengan gen pada kromosom 5, 6, 11, 12, 14, & 16
termasuk reseptor IgE yang afinitasnya tinggi, kelompok gen sitokin dan reseptor antigen T-cell
sedangkan lingkungan yang menjadi allergen tergantung individu masing-masing seperti
influenza atau rokok. Asma merupakan obstruksi saluran nafas yang reversible dari kontraksi
otot polos bronkus, hipersekresi mukus dan edem mukosa. Terjadi peradangan di saluran nafas
dan menjadi responsive terhadap beberapa rangsangan termasuk zat iritan, infeksi virus, aspirin,
air dingin dan olahraga. Aktifitas sel mast oleh sitokin menjadi media konstriksi bronkus dengan
lepasnya histamine, prostaglandin D2 dan leukotrienes. Karena prostaglandin seri F dan
ergonovine dapat menjadikan asma, maka penggunaannya sebagai obat obat dibidang obstetric
sebaiknya dapat dihindari jika memungkinkan.
PEMERIKSAAN
1. Riwayat
Pasien dengan riwayat asma yang telah berlangsung sejak lama ditanya sejak kapan, derajat
serangan-serangan sebelumnya. Penggunaan kortikosteroid yang telah lalu, riwayat sering
dirawat di rumah sakit, riwayat ventilasi mekanik yang pernah dialami, atau perawatan di ruang
rawat darurat yang baru dialami dapat memberikan petunjuk bagi adanya serangan lebih parah
atau membandel yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.

2. Pemeriksaan Fisik
Serangan yang parah dicurigai dari adanya sesak nafas pada waktu istirahat, kesulitan
mengucapkan kalimat, diaforesis atau penggunaan otot-otot pernafasan tambahan. Kecepatan
respirasi lebih besar dari 30 kali/menit, nadi berdenyut lebih cepat dari 120 kali/menit dan pulsus
paradoksus yang lebih besar dari 18 mmHg menunjukkan serangan berat yang berbahaya.
Gejala yang ditemui : wheezing sedang sampai bronkokonstriksi berat. Bronkospasme akut dapat
bergejala obstruksi saluran nafas dan menurunnya aliran udara. Kerja system pernafasan menjadi
meningkat drastis dan pada pasien dapat dilihat gerakan dada yang tertinggal, wheezing atau
kesukaran bernafas. Peristiwa berikutnya pada refleks oksigen primer terjadi reflek ventilasi
perfusi yang tidak sepadan karena distribusi dari saluran udara (bronchus) secara merata tidak
terjadi.
Adapun tingkatan klinik asma dapat dilihat pada table berikut dibawah ini
Tingkatan PO2 PCO2 pH FEV1
(% predicted)
Alkalosis respiratori sedang Normal 65 80
Alkalosis respiratori 50 64
Tingkat waspada Normal Normal 35 49
Asidosis respiratori < 35
Pada kasus asma sedang, hipoksia pada awalnya dapat dikompensasi oleh hiperventilasi, sebagai
refleksi dari PO2 arteri normal, menurunnya PCO2 dan alkalosis respiratori. Akibat penyempitan
saluran udara yang bertambah berat gangguan ventilasi perfusi menjadi bertambah berat juga dan
arterial hipoksemi terjadi. Pada obstruksi berat, ventilasi menjadi berat karena fatigue
menjadikan retensi CO2.Pada hiperventilasi, keadaan ini hanya dapat dilihat sebagai PCO2 arteri
yang berubah menjadi normal. Akhirnya pada obstruksi berat yang terjadikegagalan pernafasan
dengan karakteristik hiperkapnia dan asidemia.
Walaupun perubahan ini bersifat reversibel dan dapat ditoleransi pada wanita tidak hamil namun,
setiapa awal derajat tingkatan asma sangat berbahaya untuk wanita hamil dan bayinya.
Penurunan kapasitas fungsi residu dan peningkatan efektif shunt menyebabkan wanita hamil
lebih rentan terhadap hipoksia dan hipoksemia.
3. Pemeriksaan Fungsi Paru
Pemeriksaan fungsi paru seringkali normal dalam masa remisi. Selama masa serangan akut dan
kadang-kadang ketika tidak ada simptom, volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1)
berkurang dan juga kapasitas vital paksa (FVC) mengalami penurunan yang secara proporsional
lebih kecil sehingga perbandingan FEV1 terhadap FVC menjadi berkurang (< 0,75). Dapat juga
dijumpai hiperinflasi dengan kenaikan volume residual (FRC).
4. Pemeriksaan-pemeriksaan Laboratorium
a. Spirometri
Pengukuran yang objektif terhadap aliran udara sangat penting dalam evaluasi dan terapi
terhadap serangan. Perawatan di rumah sakit dianjurkan bila FEV1 inisial kurang dari 30% dari
harga normal atau tidak meningkat hingga paling sedikit 40% dari harga normal setelah
diberikan terapi kuat selama 1 jam.
b. Gas-gas Darah Arteri (GDA)

Ketimpangan ventilasi dan perfusi (ketimpangan V/Q) akibat obstruksi jalan nafas akan
menimbulkan peningkatan selisih tekanan oksigen alveolar-arterial [P(A-a) O2] yang berkorelasi
secara kasar dengan keparahan serangan. Tekanan oksigen arterial (Pa O2) kurang dari 60
mmHg bisa merupakan tanda suatu serangan akut atau keadaan yang menyulitkan.
Hampir semua pasien asma yang mengalami serangan ringan hingga sedang-berat akan
mengalami hiperventilasi dan mempunyai tekanan CO2 arterial (Pa CO2) kurang dari 35 mmHg.
Pada serangan berat atau yang berlangsung lama Pa CO2 bisa meninggi sebagai akibat dari
kombinasi obstruksi berat jalan nafas, perbandingan V/Q yang tinggi menyebabkan peningkatan
ventilasi, dan kelelahan otot-otot pernafasan. Pa CO2 yang meninggi bisa merupakan tanda bagi
kegagalan pernafasan yang sedang mengancam.
Pa CO2 lebih besar dari 40 mmHg yang berkelanjutan dan disertai tanda-tanda lain asma berat,
hendaknya dikelola dalam unit perawatan intensif dengan evaluasi yang seksama untuk
mengetahui perlu tidaknya diberikan intubasi atau ventilasi mekanik.
c. Foto Thorax
Foto Thorax perlu dilakukan ringan. Pertimbangkan usia kehamilan
PENGARUH ASMA TERHADAP KEHAMILAN
Asma sewaktu kehamilan terutama asma yang berat dan tidak terkontrol dapat menyebabkan
peningkatan resiko komplikasi perinatal seperti preeklampsi, kematian perinatal, prematur dan
berat badan lahir rendah.
Pada asma yang sangat berat dapat mengakibatkan kematian ibu. Mekanisme yang dapat
menerangkan ini adalah hipoksia akibat dari asma yang tidak terkontrol, akibat pengobatan asma,
atau faktor patogenetis.
Walaupun beberapa mekanisme yang pasti belum diketahui tetapi dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa manajemen yang baik sewaktu kehamilan akan memberikan hasil yang baik
pada periode perinatal.
Penelitian Shiliang Liu terhadap 2193 wanita dengan asma dibandingkan dengan 8772 wanita
yang dipilih secara random sebagai kelompok kontrol di Canada, menemukan bahwa asma pada
ibu hamil secara signifikan berhubungan dengan beberapa kondisi seperti kelahiran preterm, bayi
kecil atau besar dari usia kehamilan, preeklampsia, hipertensi selama kehamilan, perdarahan
antepartum, korioamnionitis dan persalinan dengan seksio sesar. Kelainan terhadap janin
didapatkan bayi besar dari usia kehamilan 12,4%, bayi kecil dari masa kehamilan 12,2% dan
persalinan preterm 10%.
EFEK PADA FETUS
Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
1. Menurunnya aliran darah pada uterus
2. Menurunnya venous return ibu
3. Kurva dissosiasi oksiHb bergeser ke kiri
Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang terjadi :
1. Menurunnya aliran darah ke tali pusat
2. Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
3. Menurunnya cardiac output

Perlu diperhatikan efek samping pemberian obat obatan asma terhadap fetus, walaupun tidak
ada bukti bahwa pemakaian obat obat anti asma akan membahayakan fetus.
Terhadap ibu didapatkan juga beberapa keadaan seperti preeklampsia 3,3%, hipertensi selama
kehamilan 8%, solusio plasenta 2,5%, korioamnionitis 10,4% dan persalinan dengan seksio sesar
26,4%. Oleh karena itu diperlukan perhatian ekstra terhadap ibu dan janin pada wanita hamil
dengan asma.
PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP ASMA
Perubahan fisiologis selama kehamilan
Tujuan utama pemeliharaan pada wanita hamil penderita asma adalah oksigen yang adekuat
untuk ibu dan janin terutama saat proses kelahiran.
Endocrine
Terjadi perubahan pada level estrogen, progesterone dan kortisol. Dimana hormone estrogen
meningkat tinggi pada trimester pertama, peningkatan estrogen merangsang pembentukan sel
darah merah terjadi kenaikan volume darah untuk memperdarahi uterus dan janin.
Progesteron meningkat pada trimester pertama, peningkatan ini menstimulasi pusat pernafasan
dan relaksasi otot polos vascular. Namun progesterone tidak menyebabkan relaksasi otot polos
bronchus.
Kardiovaskular
Volume darah meningkat sebagai respon dari peningkatan plasma volume dan sel darah merah.
Peningkatan sel darah merah tidak sebanyak volume plasma yang mengakibatkan anemia.
Kardiak Output meningkat dan denyut jantung bertambah 10 -20 denyut per menit. Range
perubahan kardiak output ini berkisar 30-60% yang artinya perubahan kardiak output ini juga
dipengaruhi posisi.
Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan juga mengalami perubahan selama kehamilan baik anatomi dan fisiologi.
Perubahan ini meliputi penyesuaian dinding dada, kenaikan diafragma, progesterone
menginduksi pusat pernafasan. Perubahan ini menyebabkan perubahan ukuran fungsi dari paru
paru(3). Peningkatan nilai Pa O2 (100 105 mmHg) dan penurunan Pa CO2 (32 34 mmHg)
adalah akibat dari peningkatan ventilasi semenit selama kehamilan. Peningkatan ini karena efek
dari peningkatan progesteron yang menstimulasi kontrol pusat pernafasan. Untuk
mempertahankan pH oleh karena respiratori alkalosis dilakukan kompensasi ginjal dengan
peningkatan ekskresi bikarbonat. Perubahan ini mempunyai arti klinis yang penting. Nilai Pa O2
70 mmHg dan nilai Pa CO2 35 mmHg atau lebih menandakan asma yang lebih berat pada wanita
hamil dibandingkan penderita asma yang tidak hamil dan menandakan adanya gagal nafas
selama kehamilan. Nilai abnormal spirometri selama kahamilan harus dihubungkan dengan
kelainan paru bukan karena kehamilan. Sesak nafas atau rasa berat bernafas pada saat istirahat
atau bekerja terjadi pada 80 90% wanita hamil dengan umur kehamilan 30 minggu. Mekanisme
ini belum jelas tapi kemungkinan karena peningkatan terhadap pusat pernafasan. Adalah sangat
penting untuk membedakan antara proses fisiologis sesak nafas pada kehamilan dan sesak nafas
patologis.

PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP ASMA


Kehamilan mempunyai efek yang bervariasi terhadap beratnya asma. Asma selama kehamilan
dapat membaik pada 1/3 wanita hamil penderita asma, tidak berubah pada 1/3 wanita, dan
memburuk pada 1/3 sisanya. Faktor yang menyebabkan terjadinya variasi derajat asma selama
kehamilan meliputi peningkatan sirkulasi kortisol bebas, penurunan irama bronkomotor dan
peningkatan konsentrasi adenosin monofosfat di dalam plasma. Perubahan ini, dalam keadaan
normal dapat menyebabkan perbaikan derajat asma, tetapi dengan adanya faktor-faktor lain
dalam kehamilan seperti paparan antigen janin dan perubahan imunitas seluler, maka keadaan ini
dapat memperburuk gejala asma.
Gejala asma akan membaik selama 4 minggu terakhir kehamilan (37 40 minggu), mungkin
disebabkan peningkatan kortisol bebas dan karena turunnya janin kedalam panggul. Sedangkan
gejala yang paling buruk terjadi pada 29 36 minggu kehamilan, karena pada saat ini
progesteron berada pada kadar tertinggi. Selama melahirkan dan sesudah lahir hanya 10% pasien
yang dilaporkan memberikan gejala dan hanya setengahnya yang mendapat pengobatan.
TERAPI
Kesuksesan manajemen asma selama kehamilan membutuhkan kerjasama antara ahli obstetri,
bidan, dokter dan perawat khusus asma dan pasien sendiri. Terapi farmakologi asma selama
kehamilan tidak mempunyai perbedaan dengan terapi asma pada wanita yang tidak hamil.
Idealnya, selama kehamilan adalah tidak menggunakan terapi obat-obatan terutama selama
trimester pertama karena dapat menyebabkan terjadinya kelainan kongenital. Edukasi dan
pencegahan lebih diutamakan untuk pasien asma dalam kehamilan. Kelainan genetik dan
kromosom terdapat pada 25% dari kelainan kongenital. Sekitar 1% dari seluruh kelainan
kongenital berhubungan dengan pemakaian obat-obatan. Penyebab 65% kelainan kongenital
belum diketahui.
Obat-obatan Spesifik Asma selama Kehamilan.
a. Pengobatan Profilaksis
Beklometason dianjurkan sebagai pilihan kortikosteroid inhalasi selama kehamilan karena
pengalaman yang lebih banyak dalam penggunaannya yang telah dipublikasikan. Ini disebabkan
karena tidak ditemukannya kelainan teratogenik pada bayi dari ibu hamil yang menggunakannya,
walaupun efek teratogenik pada hewan ditemukan. Selain itu, buesonid juga dapat diberikan
sebagai pilihan untuk wanita hamil.
b. Kortikosteroid Sistemik
Kortikosteroid sistemik dapat diberikan kepada pasien asma untuk pengobatan asma berat
selama kehamilan. Walaupun demikian kemungkinan terjadinya efek yang merugikan harus
tetap diperhatikan. Pada penelitian hewan ditemukan adanya efek teratogenik berupa oral cleft.
Pada suatu penelitian case controle 20.830 bayi dengan kelainan kongenital didapatkan tidak
adanya perbedaan yang signifikan terhadap pemberian kortikosteroid pada wanita hamil yang
mendapat bayi dengan kelainan dan yang tidak mendapat kelainan.
Jika membutuhkan kortikosteroid sistemik, dianjurkan pemberian prednison atau
metilprednisolon karena preparat ini dimetabolisme di plasenta dan hanya 10% obat aktif yang
dapat mencapai janin. Pada penelitian lain dinyatakan bahwa prednison dengan dosis 10 mg
selama kehamilan berhubungan dengan berat badan lahir rendah (BBLR), tetapi prednison 5 10

mg untuk waktu singkat pada kehamilan kurang dari 24 minggu tidak. Disimpulkan
kortikosteroid sistemik hendaklah dipergunakan secara selektif, hanya untuk kasus asma berat
dan tidak digunakan secara kontiniu, disebabkan efek samping dari pemberian kortikosteroid
sistemik yaitu preeklampsi, prematur, berat badan lahir rendah dan kelainan kongenital berupa
oral cleft selama trimester pertama kehamilan.
c. Bronkodilator :
1. 2 Agonis
Tidak terbukti adanya resiko teratogenik pada penggunaan secara sering inhalasi 2 agonis.
Meta-proteronol, terbutalin dan albuterol dilaporkan obat-obat yang paling sering digunakan.
2 agonis oral secara umum tidak dianjurkan selama kehamilan, karena terbatasnya data selama
kehamilan dini, dapat menghambat persalinan pada masa aterm karena efek relaksasi otot rahim
dan efek samping dibandingkan penggunaan secara inhalasi. Walaupun demikian jika diperlukan
terbutalin direkomendasikan.
Penggunaan salbutamol intra vena dapat menghambat persalinan, keadaan ini tidak terjadi pada
pemberian secara MDI atau nebulasi.
Salmeterol termasuk 2 agonis long acting dan belum diteliti secara intensif pada wanita hamil.
Walaupun demikian salmeterol dapat dipakai sebagai alternatif pengganti teofilin pada pasien
hamil yang tidak dapat dikontrol dengan dosis sedang kortikosteroid inhalasi.
2. Antikolinergik
Contoh dari obat ini adalah ipratropium bromide. Walaupun sedikit pengalaman dengan obat ini,
kelihatannya obat ini aman digunakan selama kehamilan. Ipratropium bromide dapat digunakan
pada wanita hamil dengan asma yang tidak memberikan respon terhadap terapi dengan 2
agonis. Ini karena obat ini diabsorbsi dengan buruk dengan penggunaan inhalasi dan tidak pernah
diketahui menyebabkan terjadinya kelainan kongenital.
3. Teofilin
Penggunaan teofilin tidak berhubungan dengan adanya malformasi kongenital atau kematian
janin walaupun dilaporkan 3 kematian bayi dari ibu yang diterapi dengan teofilin menunjukkan
kelainan kongenital jantung. Beberapa penelitian mengindikasikan adanya hubungan antara
penggunaan teofilin dengan resiko terjadinya kelahiran preterm, kelainan kongenital dan
preeklampsi, sementara penelitian-penelitian lain tidak mendapatkan adanya hubungan.
Kerugian teofilin yaitu :
Dapat menimbulkan nausea pada awal kehamilan dan gastroesofageal refluks pada akhir
kehamilan.

Dapat terjadi hipertensi dalam kehamilan dan prematur.


Menghalangi persalinan.

Toksis terhadap neonatus melalui plasenta.


4. Antibiotik
Antibiotik kemungkinan diperlukan untuk pengobatan infeksi oleh bakteri pada penderita asma
selama kehamilan. Penisilin, eritromisin dan sefalosporin aman digunakan selama kehamilan

Kategori Frekuensi/Beratnya Gejala Fungsi Paru Tahapan Terapi :


a. Mild Intermittent Gejala < 2 kali per minggu
- Gejala malam < 2 kali per bulan
- Eksaserbasi singkat (hingga beberapa hari)
- Asimptomatik
diantara episode serangan 80%(Fungsi paru normal diantara serangan) Inhalasi 2 agonis jika
diperlukan
b. Mild Persistent Gejala > 2 kali perminggu tetapi tidak setiap hari
- Gejala malam > 2 kali per bulan
- Eksaserbasi dapat pengaruhi aktifitas 80%
Inhalasi 2 agonis jika diperlukan
Inhalasi kromolin
Penambahan inhalasi kortikosteroid jika tidak adekuat
c. Moderate Persistent Gejala setiap hari
- Gejala malam > 1 kali per minggu
- Eksaserbasi mempengaruhi aktifitas
- Gejala terus menerus 60 80% Inhalasi 2 agonis jika diperlukan
Inhalasi kortikosteroid
Penambahan teofilin oral
d. Severe Persistent Aktifitas terbatas
- Gejala malam sering
- Eksaserbasi akut lebih sering < 60% Terapi diatas + Kortikosteroid oral
Penatalaksanaan Asma Akut pada Kehamilan
Serangan asma akut sangat berbahaya dan harus ditangani dengan serius untuk mencegah
jatuhnya penderita ke dalam status asmatikus. Data yang diperoleh dari kematian ibu di United
Kingdom, tercatat tiga kematian akibat asma dari tahun 1994 1996. Status asmatikus dalam
kehamilan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan janin yang terhambat, mortalitas ibu dan
janin, juga morbiditas janin.
Sangat penting untuk wanita hamil penderita asma untuk tidak terlambat mendapat
pengobatan selanjutnya jika terdapat tanda-tanda berikut :

Pengobatan tidak memperlihatkan perbaikan yang cepat.


Perbaikan tidak menetap.
Terjadi perburukan.
Episode adalah berat.
Terjadi penurunan gerakan janin.

Langkah penatalaksanaan asma akut pada kehamilan :


1. Pemeriksaan terhadap Penderita
Penatalaksanaan asma akut dalam kehamilan dimulai dengan pemeriksaan yang teliti. Dari

anamnesa didapat mengenai berapa lama sudah terjadi serangan, apakah ada tanda-tanda infeksi
pernafasan, pengobatan terdahulu terutama teofilin dan kortikosteroid, serta riwayat gagal nafas
dan intubasi.
Dari pemeriksaan fisik didapat penggunaan otot asesori, pulsus paradoxus > 12 mmHg, tidak
dapat berada dalam posisi tidur, pulsasi nadi > 120 kali permenit dan laju pernafasan > 30 kali
permenit.
Pengukuran aliran ekspirasi (PEFR atau FEV1) dan analisa gas darah arteri harus didapatkan
pada wanita hamil dengan serangan asma akut. (nilai normal PEFR > 200 liter/menit atau FEV1
> 1 liter/menit). Nilai saturasi oksigen < 95% biasanya menandakan PO2 < 60 mmHg. Karena itu
jika nilai saturasi oksigen < 95 mmHg maka analisa gas darah arteri harus diperoleh.
2. Terapi Emergensi
Diberikan terapi oksigen 3 4 liter/menit dengan nasal cannula untuk mempertahankan Pa O2 >
70 mmHg. Pemberian cairan intra vena yang mengandung glukosa jika pasien tidak hiperglikemi
dapat diberikan. Inhalasi 2 agonis (terbutalin 2 mg) adalah pilihan bronkodilator untuk asma
akut pada wanita hamil seperti terhadap pasien yang tidak hamil. Pemberian inhalasi dapat
diulang sampai 3 kali, dengan jarak 20 30 menit. 2 agonis subkutan (terbutalin 0,25 mg) dapat
diberikan jika pemberian inhalasi tidak menunjukkan perbaikan. Kortikosteroid parenteral yaitu
metilprednisolon harus diberi pada pasien yang sebelumnya diterapi dengan kortikosteroid. Juga
diberi pada penderita yang tidak respon terhadap 2 agonis setelah 1 jam pemberian dan
menunjukkan obstruksi yang berat (PEFR < 200 liter/menit atau FEV1 <40% nilai prediksi).
Dosis yang dianjurkan adalah 1 mg/kg BB metilprednisolon setiap 6 8 jam.
Status asmatikus dan gagal nafas
Pada asma yang berat dimana tidak respons terhadap terapi intensif setelah 30 60 menit
dikatagorikan stats asmatikus. Harus diberikan intubasi lebih awal ketika status pernafasan ibu
bertambah buruk seperti lemah, retensi kabondiosida dan hipoksemia hal tersebut menandakan
harus diberikan ventilasi mekanik.
Penanganan Asma Selama Proses Melahirkan
Penanganan asma yang baik bagi penderita asma selama kehamilan membuat tidak adanya gejala
asma selama melahirkan. Pada suatu penelitian oleh ahli asma Kalifornia pada 120 kasus wanita
asma yang hamil dan terkontrol baik, terdapat 90% wanita asma yang hamil menunjukan tidak
adanya gejala selama melahirkan, 2,2% mengalami serangan ringan dan 0,2% mengalami
serangan asma berat.
Mereka yang memperlihatkan gejala biasanya hanya memerlukan inhalasi bronkodilator. Jika
respon jelek maka diberikan metil prednisolon intravena. Untuk penderita yang mendapat
kortikosteroid secara reguler atau yang sering mendapatkannya selama kehamilan, penambahan
kortikosteroid parenteral direkomendasikan untuk stres selama persalinan dan kelahiran yaitu
100 mg hidrokortison intravena sewaktu mulai persalinan dan diteruskan dengan 100 mg
intravena setiap 8 jam selama 24 jam atau sampai tidak ditemukan komplikasi. Dianjurkan untuk
melanjutkan terapi profilaksis yang biasanya didapat (kromolin, inhalasi kortikosteroid atau
teofilin) selama persalinan. Dari data tersebut tidak ada peningkatan induksi persalinan,
penggunaan forseps atau seksio sesaria darurat untuk wanita penderita asma, tapi operasi elektif
lebih sering. Penderita asma yang sangat berat dianjurkan untuk operasi elektif pada waktu

kontrol asmanya baik.


Prostaglandin E2 aman digunakan untuk induksi persalinan dan kontraksi uterus. Penggunaan
prostglandin F2 didindikasikan untuk perdarahan postpartum tetapi dapat menyebabkan
bronkokonstriksi. Penggunaannya untuk induksi persalinan dan menstimulasi kontraksi uterus
postpartum harus di hindarkan. Sebagai alternatif, oksitosin dapat diberikan karena tidak
menyebabkan bronkokonstriksi.
Wanita penderita asma dapat menggunakan semua jenis penghilang rasa sakit selama persalinan,
termasuk analgesia epidural. Jika dibutuhkan anestesi, akan lebih baik menggunakan analgesia
epidural daripada anestesi umum, karena anestesi umum dapat meningkatkan resiko infeksi paru
dan atelektasis.

ASMA DAN KEHAMILAN

Penyakit asma kadang membuat napas sesak, memang membuat ibu hamil menjadi cemas.
"Jangan-jangan, saat melahirkan tak bisa mengejan." Bagaimana menyiasatinya?

Begitu mendengar dirinya hamil, Tiara bahagia alang kepalang. Tapi di antara rasa senangnya
itu, muncul pula perasaan was-was. Soalnya, ia sadar, ia menderita asma sejak kecil.
"Berpengaruh, nggak, ya? Jangan-jangan, nanti aku kehabisan napas saat mengejan," keluhnya.

Rasa takut pada wanita hamil penderita asma, memang amat wajar terjadi. Begitu banyak
ketakutan yang menghantui mereka. Misalnya saja, apakah obat-obatan yang diminumnya
membahayakan janin dalam kandungan, kuatkah nanti ia saat bersalin, dan lainnya. Kecemasankecemasan ini akhirnya membuahkan rasa stres. "Padahal, stres itulah yang memicu kambuhnya
penyakit asma," kata dr. Fitriyadi Kusuma, SpOG dari bagian Obstetri dan Ginekologi,
FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

GANJAL BANTAL

Memang, jelas Fitriyadi, asma bisa mempengaruhi kehamilan. "Demikian juga sebaliknya,
kehamilan pun bisa mempengaruhi asma. Bisa tambah berat, menetap, bahkan memperingan."

Pada ibu hamil yang menderita asma, jika ia sering mengalami serangan kala hamil, bisa
membuat janin dalam kandungannya kekurangan oksigen. Apalagi, pada pasien asma,
pemasukan oksigen pada paru sering terganggu yang tercermin dari sesak napas yang sewaktuwaktu dapat terjadi.

Tapi, toh, tetap ada cara untuk mengatasinya. Agar sesak napas berkurang, saran Fitriyadi, "Pada
saat kandungan sudah besar, sebaiknya gunakan bantal dengan posisi meninggi saat tidur. Sebab
saat kehamilan membesar, diafragma akan terdorong ke atas. Nah, jika si ibu tidur telentang,
diafragma itu akan semakin terdorong ke atas, sehingga semakin menekan paru, dan membuat
napas jadi pendek."

Karena itu, untuk tidur dalam posisi telentang, sebaiknya ganjal dengan bantal. "Minimal
ketinggian bantal 30 derajat lebih." Selain itu, si ibu juga harus rajin-rajin melakukan pernapasan
untuk mencukupi kadar oksigen dalam darah dengan cara jalan pagi, misalnya. "Tapi, jika dalam
pemeriksaan ditemukan keadaan hipoksia perlu dilakukan oksigenisasi dengan masker atau
kateter.

JUSTRU MEMBAIK

Yang jelas, lanjut Fitriyadi, asma akan kambuh jika terkena pencetusnya. "Selama ibu hamil
menjaga diri agar asmanya tidak kambuh, kehamilan akan berjalan normal. Bayi pun akan
mendapat pasokan oksigen yang memadai." Lantaran itu, seorang penderita asma harus
mengenal betul faktor pencetus asmanya. Dengan demikian, ia bisa menjauhkan diri dari faktor
tersebut. Misalnya, asmanya kambuh jika ia makan udang, "Ya, jangan makan udang."

Lain halnya jika si ibu mendapat serangan, otomatis pasokan oksigen akan mengalami hambatan.
Dengan demikian, janin pun akan mengalami hipoksia (kekurangan oksigen). "Jika selama dalam
kandungan janin kekurangan oksigen, ia akan mengalami hambatan perkembangan. Tubuhnya
akan kecil, yang dikenal dengan bayi berat lahir kecil. Akibat tubuh kecil, organ-organ tubuh
lainnya pun kecil, termasuk otaknya. Bisa jadi perkembangan otaknya kurang sempurna." Inilah
sebenarnya yang harus dihindarkan oleh ibu hamil.

Tetapi, tekan dokter yang berpraktek di RS Gandaria, Jakarta Selatan ini pula, wanita penderita
asma tidak perlu takut untuk hamil. "Karena tidak setiap asma akan semakin parah dengan
adanya kehamilan." Berdasar penelitian terhadap sejumlah wanita hamil yang mengidap asma,
tidak semuanya akan memburuk dengan adanya kehamilan. "Sepertiga memang akan memburuk,
sepertiga lagi malahan membaik, dan sepertiga sisanya justru menetap atau kondisi asmanya
stabil."

Bahkan bisa saja dengan kehamilan yang membesar, justru asmanya tidak pernah kambuh. Hal
ini karena status imunologi ibu hamil dapat menurun dengan membesarnya kehamilan, sehingga
kalau ada alergen yang masuk, tak ada respon. Sedangkan asma bisa semakin berat bila
berobatnya tidak benar atau tidak menghindari pencetusnya. "Pokoknya, kalau asmanya kambuh,
segera berobat ke dokter dan minum obat-obatan yang diberikan agar tidak sampai mengganggu
perkembangan janin."

AMAN BAGI JANIN

Ibu hamil pengidap asma, saran Fitriyadi, juga tak perlu takut pada obat-obatan yang biasa
diminumnya. "Obat-obatan asma sudah terbukti aman bagi janin. Bahkan salah satu obat asma
justru sering diberikan pada ibu hamil yang mempunyai risiko kelahiran prematur. Yaitu, untuk
mencegah kontraksi rahim yang makin hebat walaupun sebenarnya si ibu tersebut tidak asma."

Jadi, pengidap asma yang sedang hamil jangan lantas malah menghentikan konsumsi obatnya.
"Justru dengan menghentikan pengobatan, salah-salah asmanya malah makin berat sehingga
akhirnya justru membahayakan janin." Dengan obat-obatan tersebut, diharapkan oksigenisasi
pada janin berjalan baik.

PERSALINAN NORMAL

Persalinan normal mungkin saja dijalani ibu penderita asma. Jadi, tidak selalu harus lewat
operasi. "Selama tidak ada serangan, proses persalinannya, ya, biasa, spontan. Ia juga dapat
mengejan dengan baik. Persalinan pada pasien asma bukan indikasi operasi, kecuali terdapat
indikasi obstetrik lain, seperti panggul sempit, janin lintang atau pada status asma
berat/asmatikus dan kehamilan memperberat keadaan asmanya sehingga harus dilakukan
penghentian kelahiran dengan cara operasi."

Jika terjadi serangan saat proses persalinan, dokter akan membantu persalinan dengan melakukan
forcep atau vakum. Di samping itu, obat asma tetap diberikan untuk memperingan napasnya.

Namun untuk mencegah hipoksia pada janin, terutama pada penderita asma berat, dokter akan
selalu memantau perkembangan janin. "Entah dengan USG, rekaman jantung janin, analisa gas
darah, ataupun arus darah plasenta ke janin."

Jika ditemukan berat janin tidak sesuai dengan usia kehamilan, dokter akan melakukan tindakan
khusus. Terutama dengan cara perbaikan nutrisi ibu. Jika dinilai janin tidak memungkinkan

berkembang di dalam rahim, disarankan untuk segera dilahirkan, "Dengan catatan, janin telah
cukup bulan."

Indah Mulatsih. Foto : Rohedi (nakita)

Saran Untuk Mencegah Serangan

Untuk mencegah agar tidak terjadi serangan asma selama hamil, sebaiknya perhatikan beberapa
hal berikut:
* Jangan merokok.
* Kenali faktor pencetus.
* Hindari flu, batuk, pilek, atau infeksi saluran napas lainnya. Kalau tubuh terkena flu, segera
obati. Jangan tunda pengobatan kalau tidak ingin asma kambuh.
* Bila tetap mendapat serangan asma, segera berobat untuk menghindari terjadinya kekurangan
oksigen pada janin.
* Hanya makan obat-obatan yang dianjurkan dokter.
* Hindari faktor risiko lain selama kehamilan.
* Jangan memelihara kucing atau hewan berbulu lainnya
* Pilih tempat tinggal yang jauh dari faktor polusi, juga hindari lingkungan dalam rumah dari
perabotan yang membuat alergi. Seperti bulu karpet, bulu kapuk, asap rokok, dan debu yang
menempel di alat-alat rumah tangga.
* Hindari stres dan ciptakan lingkungan psikologis yang tenang.
* Sering-sering melakukan rileksasi dan mengatur pernapasan.
* Lakukan olahraga atau senam asma, agar daya tahan tubuh makin kuat sehingga tahan terhadap
faktor pencetus.

Faktor Pencetus

Pencetus asma bisa karena berbagai hal. Antara lain:


* Faktor keturunan, misalnya ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit asma.
* Faktor alergi, misalnya karena debu, bulu anjing/ kucing, serbuk bunga, spora-spora jamur,
tungau debu rumah, air kencing kecoa atau rontokan bulu dan tubuh kecoa.
* Olahraga. Misalnya lari terlalu cepat atau lari terlalu mendadak tanpa pemanasan.
* Perubahan cuaca.
* Faktor lingkungan, misalnya polusi atau asap rokok.
* Faktor psikologi, misalnya stres.
* Faktor obat-obatan, misalnya obat-obatan yang mengandung aspirin.
* Karena makanan, misalnya makanan yang mengandung zat pengawet, pewarna atau MSG

Anda mungkin juga menyukai