Anda di halaman 1dari 17

Pengertian Gerak Tektonik dan

Jenisnya
Pengertian Gerak Tektonik dan Jenisnya) Gerak Tektonik adalah gerak yang
berasal dari dalam bumi karena kerak/lapisan bumi mengalami gerakan secara
terus-menerus. gerakan ini di pengaruhi oleh magma yang ada di inti bumi,
menuju ke luar atau bergerak ke samping dan berpengaruh terhadap gera
lempengan bumi. Gerak Tektonik dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu:
1. Gerak Tektonik Orogenetik
Gerak tektonik orogenetik adalah gerakan pada lapisan kulit bumi yang
menyebabkan pengangkatan dan penurunan permukaan bumi yang berlangsung
relatif cepat. orogenetik mnyebabkan terjadinya pelipatan, retakan, dan patahan
pada kulit bumi.
a. Lipatan:
Lipatan terjadi karena lempengan tektonik mendapat tekanan horizontal maupun
vertikal, yang bersifat liat (plastis) sehingga kulit bumi mengalami perubahan.
punggung lipatannya disebut antiklinal, sedang lembah lipatannya disebut
sinklinal, dan inilah yang membentuk rangkaian pegunungan.
b. Patahan atau Retakan:
Patahan terjadi karena adanya tekanan horizontal maupun vertikal pada lapisan
batuan di kulit bumi yang bersifat rapuh. misalnya batuan kapur. Selain
menimbulkan retakan atau petahan, juga dapat menimbulkan horst dan graben
(slenk).
2. Gerak Tektonik Epirogenetik
Gerak tektonik epirogenetik adalah gerakan pada lapisan kulit bumi yang
menyebabkan pengangkatan dan penurunan permukaan bumi. contoh adalah
terjadinya dataran tinggi akibat pengangkatan.

Bumi ini terdiri dari beberapa kepingan lempeng tektonik mulai dari yang
besar hingga kecil. Contohnya Kepulauan Indonesia terletak di
pertemuan 3 lempeng aktif yaitu Eurasia, Indo-Asutralia dan Pasifik.
Terdapat 3 jenis arah gerakan lempeng tektonik yaitu:
1. Convergen (saling bertumbukan)
Zona ini terjadi apabila 2 lempeng saling bertumbukan bisa lempeng
benua dengan lempeng benua atau lempeng samudera dengan lempeng
benua. Tumbukan lempeng benua dengan lempeng benua akan
menghasilkan pegunungan lipatan karena sifat lempeng benua yang keras
seperti Peg. Himalaya, sedangakan tumbukan lempeng samudera dengan

lempeng benua akan menghasilkan zona subduksi (penunjaman) karena


lempeng samudera lebih rapuh dibanding lempeng benua. Di zona
subduksi ini sering membentuk deretan pegunungan api aktif seperti di
bagian selatan Indonesia. Selain itu di zona ini sering terdapat palung
laut.
2. Divergen (saling berjauhan)
Zona ini merupakan daerah pembentukkan lempeng yang baru. Kerak
bumi akan semakin melebar dan Kerak Samudera akan terbentuk.
Contohnya adalah Mid Ocean Ridge Atlantic dan Lembah Retak Afrika.
3. Transform (saling berpapasan)
Zona ini terjadi apabila 2 lempeng saling berpapasan. Bidang pertemuan
lempeng transform disebur sesar. Salah satu sesar terkenal di dunia
adalah Sesar San Andreas si Amerika Utara dan Sesar Semangko di
Sumatera.

Arah Gerakan Lempeng Tektonik

Peta Lempeng Tektonik Bumi

Tektonika lempeng
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Teori tektonika Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori dalam
bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya
bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini
telah mencakup dan juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih
dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20 dan konsep seafloor
spreading yang dikembangkan pada tahun 1960-an.
Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas
terdapat litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku
dan padat. Di bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat
tetapi bisa mengalir seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu
geologis yang sangat lama karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength)
yang rendah. Lebih dalam lagi, bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya
menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya bukanlah suhu yang lebih dingin,
melainkan tekanan yang tinggi.
Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di
bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih
kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka
bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen
(menjauh), konvergen (bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa
bumi, aktivitas vulkanik, pembentukan gunung, dan pembentukan palung
samudera semuanya umumnya terjadi di daerah sepanjang batas lempeng.
Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50-100 mm/a

Perkembangan Teori

Peta dengan detail yang menunjukkan lempeng-lempeng tektonik dan arah vektor
gerakannya

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa
kenampakan-kenampakan utama bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan
kenampakan geologis seperti pegunungan bisa dijelaskan dengan pergerakan
vertikal kerak seperti dijelaskan dalam teori geosinklin. Sejak tahun 1596, telah
diamati bahwa pantai Samudera Atlantik yang berhadap-hadapan antara benua
Afrika dan Eropa dengan Amerika Utara dan Amerika Selatan memiliki
kemiripan bentuk dan nampaknya pernah menjadi satu. Ketepatan ini akan
semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari paparan benua di sana.[2] Sejak saat
itu banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal ini, tetapi semuanya
menemui jalan buntu karena asumsi bahwa bumi adalah sepenuhnya padat
menyulitkan penemuan penjelasan yang sesuai.[3]
Penemuan radium dan sifat-sifat pemanasnya pada tahun 1896 mendorong
pengkajian ulang umur bumi,[4] karena sebelumnya perkiraan didapatkan dari laju
pendinginannya dan dengan asumsi permukaan bumi beradiasi seperti benda
hitam.[5] Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahkan jika pada
awalnya bumi adalah sebuah benda yang merah-pijar, suhu Bumi akan menurun
menjadi seperti sekarang dalam beberapa puluh juta tahun. Dengan adanya
sumber panas yang baru ditemukan ini maka para ilmuwan menganggap masuk
akal bahwa Bumi sebenarnya jauh lebih tua dan intinya masih cukup panas untuk
berada dalam keadaan cair.
Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental
drift) yang dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912.[6] dan dikembangkan lagi
dalam bukunya The Origin of Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Ia
mengemukakan bahwa benua-benua yang sekarang ada dulu adalah satu bentang
muka yang bergerak menjauh sehingga melepaskan benua-benua tersebut dari inti
bumi seperti 'bongkahan es' dari granit yang bermassa jenis rendah yang
mengambang di atas lautan basal yang lebih padat.[7][8] Namun, tanpa adanya
bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang dilibatkan, teori ini dipinggirkan.
Mungkin saja bumi memiliki kerak yang padat dan inti yang cair, tetapi
tampaknya tetap saja tidak mungkin bahwa bagian-bagian kerak tersebut dapat
bergerak-gerak. Di kemudian hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan geolog
Inggris Arthur Holmes tahun 1920 bahwa tautan bagian-bagian kerak ini
kemungkinan ada di bawah laut. Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi di
dalam mantel bumi adalah kekuatan penggeraknya.[3][9][10]
Bukti pertama bahwa lempeng-lempeng itu memang mengalami pergerakan
didapatkan dari penemuan perbedaan arah medan magnet dalam batuan-batuan
yang berbeda usianya. Penemuan ini dinyatakan pertama kali pada sebuah
simposium di Tasmania tahun 1956. Mula-mula, penemuan ini dimasukkan ke
dalam teori ekspansi bumi,[11] namun selanjutnya justeru lebih mengarah ke
pengembangan teori tektonik lempeng yang menjelaskan pemekaran (spreading)
sebagai konsekuensi pergerakan vertikal (upwelling) batuan, tetapi
menghindarkan keharusan adanya bumi yang ukurannya terus membesar atau
berekspansi (expanding earth) dengan memasukkan zona subduksi/hunjaman

(subduction zone), dan sesar translasi (translation fault). Pada waktu itulah teori
tektonik lempeng berubah dari sebuah teori yang radikal menjadi teori yang
umum dipakai dan kemudian diterima secara luas di kalangan ilmuwan. Penelitian
lebih lanjut tentang hubungan antara seafloor spreading dan balikan medan
magnet bumi (geomagnetic reversal) oleh geolog Harry Hammond Hess dan
oseanograf Ron G. Mason[12][13][14][15] menunjukkan dengan tepat mekanisme yang
menjelaskan pergerakan vertikal batuan yang baru.
Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi yang ditunjukkan dengan
lajur-lajur sejajar yang simetris dengan magnetisasi yang sama di dasar laut pada
kedua sisi mid-oceanic ridge, tektonik lempeng menjadi diterima secara luas.
Kemajuan pesat dalam teknik pencitraan seismik mula-mula di dalam dan sekitar
zona Wadati-Benioff dan beragam observasi geologis lainnya tak lama kemudian
mengukuhkan tektonik lempeng sebagai teori yang memiliki kemampuan yang
luar biasa dalam segi penjelasan dan prediksi.
Penelitian tentang dasar laut dalam, sebuah cabang geologi kelautan yang
berkembang pesat pada tahun 1960-an memegang peranan penting dalam
pengembangan teori ini. Sejalan dengan itu, teori tektonik lempeng juga
dikembangkan pada akhir 1960-an dan telah diterima secara cukup universal di
semua disiplin ilmu, sekaligus juga membaharui dunia ilmu bumi dengan
memberi penjelasan bagi berbagai macam fenomena geologis dan juga
implikasinya di dalam bidang lain seperti paleogeografi dan paleobiologi.

Prinsip-prinsip Utama
Bagian lapisan luar, interior bumi dibagi menjadi lapisan litosfer dan lapisan
astenosfer berdasarkan perbedaan mekanis dan cara terjadinya perpindahan panas.
Llitosfer lebih dingin dan kaku, sedangkan astenosfer lebih panas dan secara
mekanik lemah. Selain itu, litosfer kehilangan panasnya melalui proses konduksi,
sedangkan astenosfer juga memindahkan panas melalui konveksi dan memiliki
gradien suhu yang hampir adiabatik. Pembagian ini sangat berbeda dengan
pembagian bumi secara kimia menjadi inti, mantel, dan kerak. Litosfer sendiri
mencakup kerak dan juga sebagian dari mantel.
Suatu bagian mantel bisa saja menjadi bagian dari litosfer atau astenosfer pada
waktu yang berbeda, tergantung dari suhu, tekanan, dan kekuatan gesernya.
Prinsip kunci tektonik lempengan adalah bahwa litosfer terpisah menjadi
lempengan-lempengan tektonik yang berbeda-beda. Lempengan ini bergerak
menumpang di atas astenosfer yang mempunyai viskoelastisitas sehingga bersifat
seperti fluida. Pergerakan lempengan bisa mencapai 10-40 mm/a (secepat
pertumbuhan kuku jari) seperti di Mid-Atlantic Ridge, ataupun bisa mencapai 160
mm/a (secepat pertumbuhan rambut) seperti di Lempeng Nazca.[16][17]
Lempeng-lempeng ini tebalnya sekitar 100 km dan terdiri atas mantel litosferik
yang di atasnya dilapisi dengan hamparan salah satu dari dua jenis material kerak.

Yang pertama adalah kerak samudera atau yang sering disebut dengan "sima",
gabungan dari silikon dan magnesium.
Yang kedua adalah kerak benua yang sering disebut "sial", gabungan dari silikon
dan aluminium.
Kedua jenis kerak ini berbeda dari segi ketebalan di mana kerak benua memiliki
ketebalan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerak samudera. Ketebalan
kerak benua mencapai 30-50 km sedangkan kerak samudera hanya 5-10 km.
Dua lempeng akan bertemu di sepanjang batas lempeng (plate boundary), yaitu
daerah di mana aktivitas geologis umumnya terjadi seperti gempa bumi dan
pembentukan kenampakan topografis seperti gunung, gunung berapi, dan palung
samudera. Kebanyakan gunung berapi yang aktif di dunia berada di atas batas
lempeng, seperti Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire) di Lempeng Pasifik
yang paling aktif dan dikenal luas.
Lempeng tektonik bisa merupakan kerak benua atau samudera, tetapi biasanya
satu lempeng terdiri atas keduanya. Misalnya, Lempeng Afrika mencakup benua
itu sendiri dan sebagian dasar Samudera Atlantik dan Hindia.
Perbedaan antara kerak benua dengan kerak samudera ialah berdasarkan
kepadatan material pembentuknya.

Kerak samudera lebih padat daripada kerak benua dikarenakan perbedaan


perbandingan jumlah berbagai elemen, khususnya silikon.

Kerak benua lebih padat karena komposisinya yang mengandung lebih sedikit
silikon dan lebih banyak materi yang berat. Dalam hal ini, kerak samudera
dikatakan lebih bersifat mafik ketimbang felsik.[18] Maka, kerak samudera
umumnya berada di bawah permukaan laut seperti sebagian besar Lempeng
Pasifik, sedangkan kerak benua timbul ke atas permukaan laut, mengikuti
sebuah prinsip yang dikenal dengan isostasi.

Jenis-jenis Batas Lempeng

Tiga jenis batas lempeng (plate boundary).

Ada tiga jenis batas lempeng yang berbeda dari cara lempengan tersebut bergerak
relatif terhadap satu sama lain. Tiga jenis ini masing-masing berhubungan dengan
fenomena yang berbeda di permukaan. Tiga jenis batas lempeng tersebut adalah:
1. Batas transform (transform boundaries) terjadi jika lempeng bergerak dan
mengalami gesekan satu sama lain secara menyamping di sepanjang sesar
transform (transform fault). Gerakan relatif kedua lempeng bisa sinistral (ke kiri
di sisi yang berlawanan dengan pengamat) ataupun dekstral (ke kanan di sisi
yang berlawanan dengan pengamat). Contoh sesar jenis ini adalah Sesar San
Andreas di California.
2. Batas divergen/konstruktif (divergent/constructive boundaries) terjadi ketika
dua lempeng bergerak menjauh satu sama lain. Mid-oceanic ridge dan zona
retakan (rifting) yang aktif adalah contoh batas divergen
3. Batas konvergen/destruktif (convergent/destructive boundaries) terjadi jika
dua lempeng bergesekan mendekati satu sama lain sehingga membentuk zona
subduksi jika salah satu lempeng bergerak di bawah yang lain, atau tabrakan
benua (continental collision) jika kedua lempeng mengandung kerak benua.
Palung laut yang dalam biasanya berada di zona subduksi, di mana potongan
lempeng yang terhunjam mengandung banyak bersifat hidrat (mengandung air),
sehingga kandungan air ini dilepaskan saat pemanasan terjadi bercampur
dengan mantel dan menyebabkan pencairan sehingga menyebabkan aktivitas
vulkanik. Contoh kasus ini dapat kita lihat di Pegunungan Andes di Amerika
Selatan dan busur pulau Jepang (Japanese island arc).

Kekuatan Penggerak Pergerakan Lempeng


Pergerakan lempeng tektonik bisa terjadi karena kepadatan relatif litosfer
samudera dan karakter astenosfer yang relatif lemah. Pelepasan panas dari mantel
telah didapati sebagai sumber asli dari energi yang menggerakkan lempeng
tektonik. Pandangan yang disetujui sekarang, meskipun masih cukup
diperdebatkan, adalah bahwa kelebihan kepadatan litosfer samudera yang
membuatnya menyusup ke bawah di zona subduksi adalah sumber terkuat
pergerakan lempengan.
Pada waktu pembentukannya di mid ocean ridge, litosfer samudera pada mulanya
memiliki kepadatan yang lebih rendah dari astenosfer di sekitarnya, tetapi
kepadatan ini meningkat seiring dengan penuaan karena terjadinya pendinginan
dan penebalan. Besarnya kepadatan litosfer yang lama relatif terhadap astenosfer
di bawahnya memungkinkan terjadinya penyusupan ke mantel yang dalam di zona
subduksi sehingga menjadi sumber sebagian besar kekuatan penggerakpergerakan lempengan. Kelemahan astenosfer memungkinkan lempengan untuk
bergerak secara mudah menuju ke arah zona subduksi [19] Meskipun subduksi
dipercaya sebagai kekuatan terkuat penggerak-pergerakan lempengan, masih ada
gaya penggerak lain yang dibuktikan dengan adanya lempengan seperti
lempengan Amerika Utara, juga lempengan Eurasia yang bergerak tetapi tidak

mengalami subduksi di manapun. Sumber penggerak ini masih menjadi topik


penelitian intensif dan diskusi di kalangan ilmuwan ilmu bumi.
Pencitraan dua dan tiga dimensi interior bumi (tomografi seismik) menunjukkan
adanya distribusi kepadatan yang heterogen secara lateral di seluruh mantel.
Variasi dalam kepadatan ini bisa bersifat material (dari kimia batuan), mineral
(dari variasi struktur mineral), atau termal (melalui ekspansi dan kontraksi termal
dari energi panas). Manifestasi dari keheterogenan kepadatan secara lateral adalah
konveksi mantel dari gaya apung (buoyancy forces) [20] Bagaimana konveksi
mantel berhubungan secara langsung dan tidak dengan pergerakan planet masih
menjadi bidang yang sedang dipelajari dan dibincangkan dalam geodinamika.
Dengan satu atau lain cara, energi ini harus dipindahkan ke litosfer supaya
lempeng tektonik bisa bergerak. Ada dua jenis gaya yang utama dalam
pengaruhnya ke pergerakan planet, yaitu friksi dan gravitasi.
Gaya Gesek
Basal drag
Arus konveksi berskala besar di mantel atas disalurkan melalui astenosfer,
sehingga pergerakan didorong oleh gesekan antara astenosfer dan litosfer.
Slab suction
Arus konveksi lokal memberikan tarikan ke bawah pada lempeng di zona
subduksi di palung samudera. Penyerotan lempengan (slab suction) ini bisa
terjadi dalam kondisi geodinamik di mana tarikan basal terus bekerja pada
lempeng ini pada saat ia masuk ke dalam mantel, meskipun sebetulnya tarikan
lebih banyak bekerja pada kedua sisi lempengan, atas dan bawah
Gravitasi
Runtuhan gravitasi: Pergerakan lempeng terjadi karena lebih tingginya lempeng
di oceanic ridge. Litosfer samudera yang dingin menjadi lebih padat daripada
mantel panas yang merupakan sumbernya, maka dengan ketebalan yang
semakin meningkat lempeng ini tenggelam ke dalam mantel untuk
mengkompensasikan beratnya, menghasilkan sedikit inklinasi lateral
proporsional dengan jarak dari sumbu ini. :Dalam teks-teks geologi pada
pendidikan dasar, proses ini sering disebut sebagai sebuah doronga. Namun,
sebenarnya sebutan yang lebih tepat adalah runtuhan karena topografi sebuah
lempeng bisa jadi sangat berbeda-beda dan topografi pematang (ridge) yang
melakukan pemekaran hanyalah fitur yang paling dominan. Sebagai contoh,
pembengkakan litosfer sebelum ia turun ke bawah lempeng yang bersebelahan
menghasilkan kenampakan yang bisa memengaruhi topografi. Lalu, mantel
plume yang menekan sisi bawah lempeng tektonik bisa juga mengubah topografi
dasar samudera.

Slab-pull (tarikan lempengan)


Pergerakan lempeng sebagian disebabkan juga oleh berat lempeng yang dingin
dan padat yang turun ke mantel di palung samudera.[21] Ada bukti yang cukup
banyak bahwa konveksi juga terjadi di mantel dengan skala cukup besar.
Pergerakan ke atas materi di mid-oceanic ridge mungkin sekali adalah bagian
dari konveksi ini. Beberapa model awal Tektonik Lempeng menggambarkan
bahwa lempeng-lempeng ini menumpang di atas sel-sel seperti ban berjalan.
Namun, kebanyakan ilmuwan sekarang percaya bahwa astenosfer tidaklah
cukup kuat untuk secara langsung menyebabkan pergerakan oleh gesekan gayagaya itu. Slab pull sendiri sangat mungkin menjadi gaya terbesar yang bekerja
pada lempeng. Model yang lebih baru juga memberi peranan yang penting pada
penyerotan (suction) di palung, tetapi lempengan seperti Lempeng Amerika
Utara tidak mengalami subduksi di manapun juga, tetapi juga mengalami
pergerakan seperti juga Lempeng Afrika, Eurasia, dan Antarktika. Kekuatan
penggerak utama untuk pergerakan lempengan dan sumber energinya itu
sendiri masih menjadi bahan riset yang sedang berlangsung
Gaya dari luar

Dalam studi yang dipublikasikan pada edisi Januari-Februari 2006 dari buletin
Geological Society of America Bulletin, sebuah tim ilmuwan dari Italia dan
Amerika Serikat berpendapat bahwa komponen lempeng yang mengarah ke barat
berasal dari rotasi Bumi dan gesekan pasang bulan yang mengikutinya. Mereka
berkata karena Bumi berputar ke timur di bawah bulan, gravitasi bulan meskipun
sangat kecil menarik lapisan permukaan bumi kembali ke barat.
Beberapa orang juga mengemukakan ide kontroversial bahwa hasil ini mungkin
juga menjelaskan mengapa Venus dan Mars tidak memiliki lempeng tektonik,
yaitu karena ketiadaan bulan di Venus dan kecilnya ukuran bulan Mars untuk
memberi efek seperti pasang di bumi.[22]
Pemikiran ini sendiri sebetulnya tidaklah baru. Hal ini sendiri aslinya
dikemukakan oleh bapak dari hipotesis ini sendiri, Alfred Wegener, dan kemudian
ditentang fisikawan Harold Jeffreys yang menghitung bahwa besarnya gaya gesek
oasang yang diperlukan akan dengan cepat membawa rotasi bumi untuk berhenti
sejak waktu lama.
Banyak lempeng juga bergerak ke utara dan barat, bahkan banyaknya pergerakan
ke barat dasar Samudera Pasifik adalah jika dilihat dari sudut pandang pusat
pemekaran (spreading) di Samudera Pasifik yang mengarah ke timur. Dikatakan
juga bahwa relatif dengan mantel bawah, ada sedikit komponen yang mengarah ke
barat pada pergerakan semua lempeng

Signifikansi relatif masing-masing mekanisme

Pergerakan lempeng berdasar pada data satelit GPS NASA JPL. Vektor di sini
menunjukkan arah dan magnitudo gerakan.

Vektor yang sebenarnya pada pergerakan sebuah planet harusnya menjadi fungsi
semua gaya yang bekerja pada lempeng itu. Namun, masalahnya adalah seberapa
besar setiap proses ambil bagian dalam pergerakan setiap lempeng Keragaman
kondisi geodinamik dan sifat setiap lempeng seharusnya menghasilkan perbedaan
dalam seberapa proses-proses tersebut secara aktif menggerakkan lempeng. satu
cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melihat laju di mana setiap
lempeng bergerak dan mempertimbangkan bukti yang ada untuk setiap kekuatan
penggerak dari lempeng ini sejauh mungkin.
Salah satu hubungan terpenting yang ditemukan adalah bahwa lempeng litosferik
yang lengket pada lempeng yang tersubduksi bergerak jauh lebih cepat daripada
lempeng yang tidak. Misalnya, Lempeng Pasifik dikelilingi zona subduksi (Ring
of Fire) sehingga bergerak jauh lebih cepat daripada lempeng di Atlantik yang
lengket pada benua yang berdekatan dan bukan lempeng tersubduksi. Maka, gaya
yang berhubungkan dengan lempeng yang bergerak ke bawah (slab pull dan slab
suction) adalah kekuatan penggerak yang menentukan pergerakan lempeng
kecuali untuk lempeng yang tidak disubduksikan. Walau bagaimanapun juga,
kekuatan penggerak pergerakan lempeng itu sendiri masih menjadi bahan
perdebatan dan riset para ilmuwan

Lempeng-lempeng utama

Peta lempeng-lempeng tektonik

Lempeng-lempeng tektonik utama yaitu:

Lempeng Afrika, meliputi Afrika - Lempeng benua


Lempeng Antarktika, meliputi Antarktika - Lempeng benua
Lempeng Australia, meliputi Australia (tergabung dengan Lempeng India antara
50 sampai 55 juta tahun yang lalu)- Lempeng benua
Lempeng Eurasia, meliputi Asia dan Eropa - Lempeng benua
Lempeng Amerika Utara, meliputi Amerika Utara dan Siberia timur laut Lempeng benua
Lempeng Amerika Selatan, meliputi Amerika Selatan - Lempeng benua
Lempeng Pasifik, meliputi Samudera Pasifik - Lempeng samudera

Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India,


Lempeng Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos,
Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.
Pergerakan lempeng telah menyebabkan pembentukan dan pemecahan benua
seiring berjalannya waktu, termasuk juga pembentukan superkontinen yang
mencakup hampir semua atau semua benua. Superkontinen Rodinia diperkirakan
terbentuk 1 miliar tahun yang lalu dan mencakup hampir semua atau semua benua
di Bumi dan terpecah menjadi delapan benua sekitar 600 juta tahun yang lalu.
Delapan benua ini selanjutnya tersusun kembali menjadi superkontinen lain yang
disebut Pangaea yang pada akhirnya juga terpecah menjadi Laurasia (yang
menjadi Amerika Utara dan Eurasia), dan Gondwana (yang menjadi benua
sisanya)

Rujukan
1. ^ Read HH, Watson Janet (1975). Introduction to Geology. New York: Halsted.
hlm. 1315.

2. ^ Kious WJ, Tilling RI. "Historical perspective". This Dynamic Earth: the Story of
Plate Tectonics (ed. Online edition). U.S. Geological Survey. ISBN 0160482208.
Diakses 2008-01-29. "Abraham Ortelius in his work Thesaurus Geographicus ...
suggested that the Americas were "torn away from Europe and Africa ... by
earthquakes and floods ... The vestiges of the rupture reveal themselves, if
someone brings forward a map of the world and considers carefully the coasts
of the three [continents]."" Unknown parameter |origmonth= ignored (help)
3. ^ a b Frankel Henry (1978-07). "Arthur Holmes and Continental Drift". The British
Journal for the History of Science 11 (2): 130150.
4. ^ Joly J (1909). Radioactivity and Geology: An Account of the Influence of
Radioactive Energy on Terrestrial History. London: Archibald Constable. hlm. 36.
ISBN 1402135777.
5. ^ Thomson W (1863). "On the secular cooling of the earth". Philosophical
Magazine 4 (25): 114. doi:10.1080/14786435908238225.
6. ^ Hughes Patrick. "Alfred Wegener (1880-1930): A Geographic Jigsaw Puzzle".
On the Shoulders of Giants. Earth Observatory, NASA. Diakses 2007-12-26. "... on
January 6, 1912, Wegener ... proposed instead a grand vision of drifting
continents and widening seas to explain the evolution of Earth's geography."
7. ^ Alfred Wegener (1966). The Origin of Continents and Oceans. Courier Dover.
hlm. 246. ISBN 0486617084. Unknown parameter |translator= ignored
(help)
8. ^ Hughes Patrick. "Alfred Wegener (1880-1930): The Origin of Continents and
Oceans". On the Shoulders of Giants. Earth Observatory, NASA. Diakses 2007-1226. "By his third edition (1922), Wegener was citing geological evidence that
some 300 million years ago all the continents had been joined in a
supercontinent stretching from pole to pole. He called it Pangaea (all lands), ..."
9. ^ Holmes Arthur (1928). "Radioactivity and Earth Movements". Transactions of
the Geological Society of Glasgow 18: 559606.
10. ^ Holmes Arthur (1978). Principles of Physical Geology (ed. 3rd). Wiley.
hlm. 640641. ISBN 0471072516.
11. ^ 1958: The tectonic approach to continental drift. In: S. W. Carey (ed.):
Continental Drift A Symposium. University of Tasmania, Hobart, 177-363
(expanding Earth from p. 311 to p. 349)
12. ^ Korgen Ben J (1995). "A Voice From the Past: John Lyman and the Plate
Tectonics Story" (PDF). Oceanography 8 (1): 1920.
13. ^ Spiess Fred, Kuperman William (2003). "The Marine Physical Laboratory at
Scripps" (PDF). Oceanography 16 (3): 4554.
14. ^ Mason RG, Raff AD (1961). "Magnetic survey off the west coast of the United
States between 32N latitude and 42N latitude". Bulletin of the Geological
Society of America 72: 12591266. doi:10.1130/00167606(1961)72[1259:MSOTWC]2.0.CO;2.
15. ^ Raff AD, Mason RG (1961). "Magnetic survey off the west coast of the United
States between 40N latitude and 52N latitude". Bulletin of the Geological
Society of America 72: 12671270. doi:10.1130/00167606(1961)72[1267:MSOTWC]2.0.CO;2.
16. ^ Huang Zhen Shao (1997). "Speed of the Continental Plates". The Physics
Factbook.

17. ^ Hancock, Paul L; Skinner, Brian J; Dineley, David L (2000). The Oxford
Companion to The Earth. Oxford University Press. ISBN 0198540396.
18. ^ Schmidt Victor A, Harbert William. "The Living Machine: Plate Tectonics".
Planet Earth and the New Geosciences (ed. third). ISBN 0787242969. Diakses
2008-01-28.
19. ^ Pedro Mendia-Landa. "Myths and Legends on Natural Disasters: Making Sense
of Our World". Diakses 2008-02-05.
20. ^ Tanimoto Toshiro, Lay Thorne (2000-11-07). "Mantle dynamics and seismic
tomography". Proceedings of the National Academy of Science 97 (23): 12409
12410. doi:10.1073/pnas.210382197. PMID 11035784.
21. ^ Conrad CP, Lithgow-Bertelloni C (2002). "How Mantle Slabs Drive Plate
Tectonics". Science 298 (5591): L45. doi:10.1126/science.1074161.
22. ^ Lovett Richard A (2006-01-24). "Moon Is Dragging Continents West, Scientist
Says". National Geographic News.

PERGERAKAN LEMPENG
PENYUSUN DAN PENGARUHNYA
TERHADAP KONDISI GEOLOGI
INDONEIA
by 19 March 2014 0 Comments
Dalam memahami dan mempelajari karakteristik geologi Indonesia, sangat
penting untuk ditelusuri sejarah pembentukan awal kepulauan nusantara ini.
Rutten yang didukung oleh Van Bemellen menyatakan bahwa awal pemebentukan
kepulauan nusantara dapat ditelusuri dari bukti-bukti, yakni dimuali dengan
tenggelamnya Zona Anambas, yang merupakan Kontinen Asal, diperkirakan
terjadi pada pada 300 juta tahun yang lalu (pada kurun geologi Devon).
Tenggelamnya zona Anambas ini mengakibatkan wilayah di sekitarnya mencari
keseimbangannya sendiri. Dalam rangka mencari keseimbangan itulah berturutturut bagian bagian dari muka bumi ini ada yang timbul kembali dan ada yang
tenggelam secara perlahan-lahan dalam kurun waktu geologi tertentu.
Untuk sampai pada bentuknya yang sekarang, konon Landas Kontinen Sunda
(Indonesia bagian barat) telah mengalami delapan kali/tahap pembentukan daratan
(orogenesa). Di bagian Indonesia timur kejadiannya hampir sama dengan bagian
barat, Kontinen Asal di bagian timur yang oleh Van Bemmelen disebut Central
Banda Basin atau yang kita kenal dengan nama Laut Banda, mengalami
pembentukan sebanyak tujuh tahap.

Gambar 1 : Lempeng Penyusun Bumi

Berdasarkan perkembangan geologi tersebut, dapat dinyatakan bahwa wilayah


Indonesia dibentuk oleh interaksi setidaknya tiga lempeng penyusun bumi:
Lempeng Indo-Australia, Lempeng Laut Filipina, dan Lempeng Eurasia yang
merupakan lempeng kontinen. Perbedaan antara lempeng yang disusun oleh
lempeng samudera dan kontinen adalah lempeng samudera bersifat basah karena
disusun oleh material yang kaya akan unsur Fe, Mg dan Ni, bersifat kaku dan
mempunyai berat jenis yang tinggi, sementara lempeng kontinen merupakan
lempeng benua yang secara kimia bersifat relatif asam dan mempunyai berat jenis
lebih rendah dibandingkan lempeng samudera.
Lempeng-lempeng tadi bergerak satu sama lain di mana pergerakan lempenglempeng ini kemudian bertemu pada satu zona tumbukan yang disebut dengan
zona subduksi. Interaksi ketiga lempeng tadi mengakibatkan pengaruh pada
hampir seluruh kepulauan yang ada di Indonesia, kecuali Kalimantan. Dengan
pergerakan lempeng tektonik yang terjadi mampu membentuk muka bumi serta
menimbulkan gejalagejala alam seperti gempa tektonik, letusan gunung api, dan
tsunami. Pergerakan lempeng tektonik di bumi digolongkan dalam tiga macam
batas pergerakan lempeng, yaitu konvergen, divergen, dan transform (pergeseran).
Batas Divergen :
Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling
memberai (break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer
menipis dan terbelah, membentuk batas divergen. Pada lempeng samudra, proses
ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading). Sedangkan pada

lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley)
akibat adanya celah antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut.
Batas Konvergen :
Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed)
ke arah kerak bumi, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu
sama lain (one slip beneath another). Wilayah dimana suatu lempeng samudra
terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain disebut dengan
zona tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman inilah sering terjadi gempa.
Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic trenches)
juga terbentuk di wilayah ini.
Batas Transform :
Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling
menggelangsar (slide each other), yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah.
Keduanya tidak saling memberai maupun saling menumpu. Batas transform ini
juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk (transform fault).
Pengaruh dari pergerakan lempeng tadi secara langsung berupa pergerakan kerak
bumi di batas pergerakan lempeng tadi yakni menghasilkan lajur gunung api yang
memanjang dari Sumatera sampai Nusa Tenggara dan membentuk sebuah
rangkaian gunung api. Rangkaian gunung api ini dikenal dengan istilah busur
vulkanik dan berhenti di Pulau Sumbawa, kemudian berbelok arah ke Laut Banda
menuju arah utara ke daerah Maluku Utara, Sulawesi Utara dan terus ke Filipina.
Pergerakan ketiga lempeng tadi juga dapat menimbulkan patahan atau sesar yaitu
pergeseran antara dua blok batuan baik secara mendatar, ke atas maupun relatif ke
bawah blok lainnya. Patahan atau sesar ini merupakan perpanjangan gaya yang
ditimbulkan oleh gerakan-gerakan lempeng utama. Patahan atau sesar inilah yang
akan menghasilkan gempa bumi di daratan dan tanah longsor. Akibatnya,
bangunan yang ada di atas zona patahan ini sangat rentan mengalami runtuhan.
Patahan atau sesar-sesar ini juga akan mempengaruhi resistensi atau kekuatan
pada batuan yang dilewatinya, menyebabkan batuan- batuan tadi menjadi rapuh
dan mudah mengalami erosi. Apabila jenis batuan tersebut merupakan batuan
yang porous ( berongga), maka akan menimbulkan hal yang lebih fatal lagi. Curah
hujan yang tinggi akan menyebabkan air hujan masuk ke dalam rongga batuan
dan menyebabkan lama kelamaan batuan tersebut akan mengalami pergerakan
massa batuan dalam bentuk blok besar yang menimbulkan tanah longsor, terutama
daerah dengan kemiringan lereng yang curam.
Dari segi ilmu kebumian, Indonesia benar-benar merupakan daerah yang sangat
menarik. Hal ini terlihat dari rupa bumi, jenis dan sebaran endapan mineral serta
energi yang terkandung di dalamnya. Oleh sebab itulah, berbagai konsep geologi
mulai berkembang di sini, atau mendapatkan tempat yang tepat untuk mengujinya.
Indonesia merupakan wilayah yang memiliki salah satu paparan benua yang
terluas di dunia (Paparan Sunda dan Paparan Sahul), dengan satu-satunya
pegunungan lipatan tertinggi di daerah tropika sehingga bersalju abadi

(Pegunungan Tengah Papua), dan di sini pulalah satu-satunya di dunia terdapat


laut antarpulau yang terdalam (Laut Banda dengan kedalaman 5000 meter), dan
laut sangat dalam antara dua busur kepulauan (Dalaman Weber yang mencapai
kedalaman 7500 meter). Dua jalur gunung api besar dunia bertemu di Nusantara.
Beberapa jalur pegunungan lipatan dunia pun saling bertemu di Indonesia.
Indonesia pun dibentuk oleh begitu banyaknya biodiversitas Indonesia.
Meskipun Indonesia hanya meliputi sekitar 4% dari luas daratan di Bumi,
mempunyai begitu banyak mamalia, 1/8 dari jumlah yang terdapat di dunia. Satu
dari enam burung, amfibia, dan reptilia dunia terdapat di Indonesia; satu dari
sepuluh tumbuhan dunia terdapat di Indonesia. Indonesia juga memiliki
keanekaragaman ekosistem yang lebih besar dibandingkan dengan kebanyakan
negara tropika lainnya. Sejarah geologi dan geomorfologinya yang
beranekaragam, dan kisaran ikim dan ketinggiannya telah mengakibatkan
terbentuknya banyak jenis hutan daratan dan juga hutan rawa, sabana, hutan bakau
dan vegetasi pantai lainnya, gletsyer, danau-danau yang dalam dan dangkal, dan
lain-lain.
Salah satu jalur timah terkaya di dunia menjulur sampai di Nusantara, daerahnya
mempunyai akumulasi minyak dan gas bumi yang tergolong besar. Meskipun
berumur muda, batubara Indonesia yang jumlahnya cukup besar dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Tak kalah pentingnya adalah endapan
nikel dan kromit yang terbawa oleh tesingkapnya kerak Lautan Pasifik di
beberapa wilayah di Indonesia Timur.
Bagian tertentu Indonesia sangat baik untuk dihuni. Ini tidak hanya berlaku saat
ini yang memungkinkan orang dapat bercocok tanam dan memperoleh hasil yang
baik karena tanah subur dan air yang berlimpah, tetapi juga pada masa lampau,
sebagaimana terbukti dengan temuan fosil manusia purba di beberapa tempat di
Indonesia. Maka, Indonesia penting dalam dunia paleoantropologi sebagai salah
satu pusat buaian peradaban manusia di dunia. Semua kepentingan dan keunikan
geologi Indonesia ini timbul karena latar belakang perkembangan tektonik
wilayah Nusantara. Di sinilah wilayah tempat saling bertemunya tiga lempeng
besar dunia yang menghasilkan deretan busur kepulauan dan jajaran gunung api,
tanah yang subur, pemineralan yang kaya dan khas, pengendapan sumber energi
yang melimpah, dan rupa bumi yang menakjubkan

Anda mungkin juga menyukai