Anda di halaman 1dari 14

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Jl. TerusanArjuna No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
PERIODE 1 DESEMBER 2014 3 JANUARI 2015
RS MATA DR. YAP, D.I. YOGYAKARTA

Nama : Yopi Edya Pranaka

Tanda tangan

Nim : 11-2013-016

......................................

Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Rinanto Prabowo, Sp.M, M.Sc


......................................

1.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. MM
Umur
: 45 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
:
Tanggal pemeriksaan : 26 Desember 2014
Pemeriksa
: Yopi Edya Pranaka
Moderator
: dr. Rinanto Prabowo, Sp.M, M.Sc
2. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 26 Desember 2014
Keluhan Utama :
OD kabur sejak kurang lebih 3 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan Tambahan :
Mata merah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan penglihatan mata kanan kabur sejak kurang lebih 3 bulan bulan
(Maret sebelum masuk rumah sakit. Penglihatan yang kabur ini diawali dengan penglihatan
seperti rambut putih pada mata kanan yang selalu ada mengikuti gerak penglihatan pasien.
Malam harinya, gambaran rambut berwarna putih yang melintang di penglihatan mata kanan
pasien berubah menjadi gambaran seperti akar tanaman berwarna hitam. Pada awalnya
penglihatan tidak kabur, namun berangsur-angsur penglihatan berkurang sampai pasien tidak
dapat melihat dengan jelas. Bersamaan dengan munculnya gambaran rambut dan akar pasien
mengeluhkan nyeri pada pelipis kanan yang menyebabkan sakit kepala.
Penglihatan pasien membaik pada pagi hari ketika pasien bangun tidur (pasien masih dapat
melihat meskipun kabur), setelah melewati tengah hari, mata kanan pasien akan semakin
kabur dan berwarna gelap.
Pasien sudah berobat ke RS setempat dan didiagnosa menderita ablasia retina, disarankan
untuk dirujuk ke RS Mata dr. Yap Yogyakarta untuk mendapatkan terapi operatif.
Riwayat Penyakit Dahulu:
3 tahun sebelum pasien mengalami penglihatan kabur, pasien mengalami kecelakaan lalu
lintas, dan kepala bagian kanan terbentur keras, namun tidak ada gejala maupun gangguan
berarti yang dialami pasien.
Umum :
Asma

: Tidak ada

Maag

: Tidak ada

Alergi Obat

: Tidak ada

DM

: Tidak ada

Hipertensi

: Tidak ada

Mata :
Riwayat penggunaan kacamata

: Tidak ada

Riwayat operasi mata

: Tidak ada

Riwayat trauma mata

: Ada

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak Ada

3.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital

: TD 130/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, RR 16 x/menit, Suhu 36,50C

Kepala

: Normocephali, wajah simetris

THT

: Membran timpani intak, serumen (-/-), sekret (-/-)

Ekstremitas

: Akral hangat

KGB

: Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening


4.

STATUS OFTALMOLOGIS
OD

OS

Visus
Aksis Visus

1/300

6/10

Koreksi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Addisi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Kacamata Lama

Tidak ada

Tidak ada

Eksoftalmos

Tidak ada

Tidak ada

Enoftalmos

Tidak ada

Tidak ada

Kedudukan Bola Mata

Deviasi

Tidak ada

Tidak ada

Gerakan Bola Mata

Baik ke segala arah

Baik ke segala arah

Warna

Hitam

Hitam

Simetris

Simetris

Simetris

Supersilia

Palpebra Superior Dan Inferior


Edema

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tekan

Tidak ada

Tidak ada

Ektropion

Tidak ada

Tidak ada

Entropion

Tidak ada

Tidak ada

Blefarospasme

Tidak ada

Tidak ada

Trikiasis

Tidak ada

Tidak ada

Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Fissura palpebra

Normal

Normal

Ptosis

Tidak ada

Tidak ada

Hordeolum

Tidak ada

Tidak ada

Kalazion

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva Tarsalis Superior Dan Inferior


Hiperemis

Tidak ada

Tidak ada

Folikel

Tidak ada

Tidak ada

Papil

Tidak ada

Tidak ada

Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Anemis

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva Bulbi
Sekret

Tidak ada

Tidak ada

Injeksi Konjungtiva

Tidak ada

Tidak ada

Injeksi Siliar

Tidak ada

Tidak ada

Injeksi Subkonjugtiva Tidak ada

Tidak ada

Pterigium

Tidak ada

Tidak ada

Pinguekula

Tidak ada

Tidak ada

Kista Dermoid

Tidak ada

Tidak ada

Sistem Lakrimalis
Punctum Lakrimalis

Normal

Normal

Tes Anel

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Sklera
Warna

Putih

Putih

Ikterik

Tidak Ada

Tidak ada

Kejernihan

Jernih

Jernih

Permukaan

Licin

Licin

Ukuran

12 mm

12 mm

Sensibilitas

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Infiltrat

Tidak ada

Tidak ada

Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Ulkus

Tidak ada

Tidak ada

Perforasi

Tidak ada

Tidak ada

Arkus Senilis

Tidak ada

Tidak ada

Edema

Tidak ada

Tidak ada

Tes Placido

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Kornea

Bilik Mata Depan


Kedalaman

Normal

Normal

Kejernihan

Jernih

Jernih

Hifema

Tidak ada

Tidak ada

Hipopion

Tidak ada

Tidak ada

Efek Tyndall

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Warna

Coklat

Coklat

Sinekia

Tidak ada

Tidak ada

Koloboma

Tidak ada

Tidak ada

Prolaps

Tidak ada

Tidak ada

Iris

Pupil
Letak

Di tengah

Di tengah

Bentuk

Bulat

Bulat

Ukuran

3 mm

3 mm

Refleks Cahaya Langsung

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Refleks Cahaya Tak Langsung Sulit dinilai

Sulit dinilai

Lensa
Kejernihan

Jernih

Jernih

Letak

Di Tengah

Di Tengah

Shadow Test

Negatif

Negatif

Badan Kaca
Kejernihan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Batas

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Warna

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Ekskavasio

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Arteri : Vena

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

C/D Ratio

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Fundus Okuli

Makula Lutea

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Retina

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Eksudat

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Perdarahan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Sikatriks

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Ablasio

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Palpasi
Nyeri Tekan

Tidak ada

Tidak ada

Massa Tumor

Tidak ada

Tidak ada

Tensi Okuli

Digitalis dbn, 17

Digitalis dbn, 15

Tonometr Schiotz Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Kampus Visi
Tes Konfrontasi

5.

Menyempit

Sesuai pemeriksa

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tonometri : untuk mengetahui tekanan intra okuler


TIO OD : 17
TIO OD : 15

USG : Untuk melihat kejernihan retina, struktur dan posisi retina serta bagian
subretina.
Optical Coherence Tomography (OCT)

6.

RESUME
Pasien seorang laki-laki usia 45 tahun datang dengan keluhan penglihatan kabur pada
mata kanan, dimulai dengan munculnya garis seperti helai rambut berwarna putih yang
kemudian berganti menjadi gambaran gelap seperti akar sejak kurang lebih 3 bulan yang

lalu. 2 tahun sebelumnya pasien pernah mengalami kecelakaan dan mengalami benturan
di pelipis kanannya. Pada awal mulai kabur penglihatan pasien merasakan nyeri kepala,
yang berangsur-angsur hilang, tidak merasakan gatal, berair, maupun mata bengkak.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik maupun riwayat penyakit mata. Pada
pemeriksaan fisik visus OD 1/300 dan visus OS 6/60, TIO OD : 17 TIO OD : 15

7.

DIAGNOSIS KERJA
OD ablasio retina regmatogenosa.

8.

DIAGNOSIS BANDING
-

Oklusiarteri retina

Uveitis posterior

9.

PENATALAKSANAAN
A. Tatalaksana non- bedah
- Injeksi intravitreal menggunakan triamcinolone acetonide 4 mg/0.1 mL
- Photodynamic therapy (PDT)
B. Tatalaksana bedah
- Scleral Buckling
Buckle yang dipasang akan menyebabkan indentasi skleral sehingga akan
mendekatkan lapisan retina sensorik dan laisan epitel dan mengendorkan tarikan
vitreus di pada robekan. Jika robekan telah ditutup maka cairan subretina akan
diabsorpsi.

10.

PROGNOSIS
Okulo Dextra (Od)
Ad vitam

: dubia ad vitam

Ad functionam : dubia et malam


Ad sanationam : dubia et malam

TINJAUAN PUSTAKA

Ablasio retina adalah lepasnya lapisan sensorik retina dari lapisan retinal pigment
epithelium (RPE). Lapisan sensorik retina adalah derivat dari lapisan dalam optic cup,
sedangkan RPE adalah derivat dari lapisan luar optic cup, membentuk suatu rongga
potensial yang mudah terpisah dan terisi oleh cairan sub retina. Faktor resiko tersering
yang berhubungan dengan Ablasio Retina adalah myopia, afakia, pseodofakia dan trauma,
kira-kira 40% disamping adanya kelainan bawaan penyakit degeneratif maupun penyakit
metabolik lainnya (underlying diseases). 50 % pasien ablasio retina adalah myopia tinggi
( lebih dari 6 dioptri ), 30% sampai 40 % mengalami operasi katarak sebelumnya atau
setelah vitrektomi karena tertinggalnya lensa setelah fakoemulsifikasi (4%). 10 sampai 20
% pernah mendapat trauma mata langsung.
Retina merupakan selembat tipis jaringan syaraf yang semitranparan dan terdiri atas
beberapa lapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga belakang bola mata. Lapisanlapisan retina mulai dari sisi dalam sampai keluar seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 1: Lapisan Retina Diambil dari http://www.neuroanatomy.wisc.edu/selflearn/invertedretinafiles/retfig3.gif

JENIS ABLASIO RETINA


Terdapat tiga jenis utama ablasio retina yang masing-masing mempunyai
patogenesis yang berbeda yaitu :
Ablasio Retina Regmatogenosa
Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina dengan karakteristik pemutusan
total (full-thickness) berbentuk tapal kuda lubang atropi bundar atau robekan
sirkumferensial anterior (dialisis retina). Berasal dari bahasa Yunani regma yang berarti
robek. Robekan retina pada ablasio retina jenis ini disebabkan pengaruh antara traksi
antara vitreo retina dan retina perifer yang dipredisposisi oleh faktor degenerasi.
Predisposisi degenerasi retina perifer :
1. Lattice degeneration

Ditemukan pada 40% penderita ablasio retina dengan myopia tinggi usia muda ,

sindroma marfan, stickies synd, Ehlers-Danlos synd yang semuanya merupakan


faktor resiko terjadinya ablasio retina
2. Snail track degeneration
3. Degenerasi retinoskisis
4. White-without pressure

Dinamika traksi vitreoretina yang terjadi berupa sinkisis liquefaction dari vitreus
gel. Beberapa mata dengan sinkisis berkembang menjadi lubang pada bagian tipis
kortek posterior yang menutupi fovea. Cairan sinkisis berasal tengah vitreous yang
lewat melalui defek menuju ruang retrohyaloid yang baru terbentuk. Proses ini
menyebabkan tertariknya vitreus posterior dan membrana limitan interna retina
sejauh batas posterior vitreous base. Sisa vitreus gel mengendap ke bawah dan
ruangan retrohyaloid akan diisi sepenuhnya oleh cairan sinkitik.
Ablasio Retina Traksi
Ablasio retina akibat traksi adalah jenis tersering kedua yang terutama disebabkan
oleh beberapa kelainan seperti

Retinopati diabetik proliferatif

Retinopati prematuriti

Trauma tembus segmen posterior

Kelainan diatas menyebabkan adanya gaya-gaya traksi yang secara aktif menarik
retina sensorik menjauhi epitel pigmen dibawhnya disebabkan oleh adanya
membran vitreosa, epiretina atau subretina yang terdiri dari fibroblas sel glia atau
sel epitel
pigmen retina. Traksi ini menyebabkan terlepasnya lapisan sensorik retina dengan
RPE. Pada awalnya pelepasan mungkin terbatas di sepanjang arkade-arkade vaskular,
tetapi dapat terjadi perkembangan sehingga kelainan melibatkan retina mid perifer dan
macula

Ablasio retinopati eksudatif


Ablasio retina eksudatif paling jarang terjadi dibandingkan Ablasio Retina Traksi dan
regmatogenosa. Penyebabnya adalah gangguan pada pigmen epitel retina sehingga
cairan dari koroid masuk ke dalam ruang sub retina. Ablasio jenis ini dapat terjadi
walaupun tidak ada pemutusan retina atau traksi vitreo retina. Hal ini disebabkan

berbagai keadaan seperti tumor koroid (melanoma, haemangioma) dan metastasenya,


inflamasi intraokuler seperti penyakit Harada dan Skleritis posterior, iatrogenik
termasuk operasi pada ablasio retina sebelumnya, fotokoagulasi pan retinal.
Neovaskuler subretinal yang berhubungan dengan retinal telangiektasi dan
neovaskuler koroid bisa juga menyebabkan kelainan pada RPE.
GEJALA KLINIS.
Keluhan yang klasik dan sering dilaporkan adalah photopsia dan floaters sebesar 60 % setelah
beberapa saat penderita mengeluh kehilangan lapang pandangan perifer kemudian
berlanjut menjadi kehilangan penglihatan sentral.
1. Photopsia.

Adalah: sensasi subjektif yang dikeluhkan penderita sebagai kilatan cahaya, hal ini
disebabkan oleh tarikan pada vitreo retina di daerah perifer.
2. Floaters.

Adalah : Gerakan kekeruhan vitreous yang memberikan bayangan pada retina, ada tiga
bentuk floaters yang sering dijumpai yakni :
a. Lingkaran besar ( Weiss ring)
b. Cobwebs
c. Bintik-bintik kecil.
3. Defek Lapang Pandangan.

Hilangnya lapangan pandang disebabkan oleh: menyebarnya cairan sub retina ke


daerah ekuator, defek ini kadang menghilang pada saat bangun pagi dan timbul lagi
sesudah bekerja atau jalan pada siang hari
4. Penurunan visus

Pada pasien ablasio yang belum mengenai makula visus pasien bisa normal. Akan
tetapi lama kelamaan akan mengalami penurunan sampai akhirnya visus menurun total
(O) pada ablasio retina total.
5. Metamorfopsia.

Adalah terjadinnya distorsi bergelombang dari objek yang dilihat pasien, yang terjadi
apabila Ablasio Retina sudah mengenai makula.
Terapi Operatif Ablasio Retina
Ada beberapi jenis operasi yang sering dilakukan pada ablasio retina yaitu :
1. Scleral Buckling

Ada 2 macam scleral buckle yaitu :

1. Implan dimana material ditempatkan di dalam sklera sehingga membentuk

tonjolan (identasi) sklera ke arah dalam (buckle).


2. Eksplan dimana material dijahitkan langsung pada sklera.
2. Injeksi intravitreal dapat dilakukan dengan:
a. Udara

Injeksi intravitreal dapat dilakukan dengan gas SF6 biasanya pada ablasio
retina dengan robekan retina di sebelah posterior, robekan berbentuk mulut
ikan, Giant retinal tears, makular hole, lipatan retinal yang radier hipotoni dll.
b. Balanced Salt Solution (BBS), Ringer Laktat (RL)

Injeksi intravitreal dengan BBS atau RL dapat dilakukan pada ablasio retina
dengan lipatan yang radier atau pada mata dengan tekanan intra okuler yang
rendah.
c. Silikon

Injeksi intravitreal dengan silikon dapat dilakukan pada Ablasio retina dengan
robekan yang sangat besar, lubang pada makula dan PVR D.

3. Vitrektomi

Vitrektomi adalah suatu prosedur operasi mikro yang dilakukan dengan cara
memotong vitreus dan melakukan penghisapan serta pemasukkan cairan ke dalam
intraokuler serta memanipulasi intraokuler lainnya. Tindakan ini biasanya dilakukan
pada ablasio retina karena tarikan, ablasio retina dengan PVR stadium D dan robekan retina
yang lebar.

Daftar Pustaka
1. Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Bagian Ilmu Kesehatan Mata, FK UGM:

Jogjakarta; 2007.
2. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophtamology: a systematic approach. Edisi ke- 7. Elsevier:

US; 2011.
3. Riordan- Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General ophthalmology. The McGraw-

Hill Companies : US; 2008.

4. Finema MS, Ho AC. Color atlas and synopsis of clinical ophtamology. Lipincott Williams

& Wilkins: Philadephia; 2012.


5. Ilyas S. Penuntun ilmu penyakit mata. FKUI : Jakarta; 2001.

Anda mungkin juga menyukai