Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teosi


II.1.1 Flash Point
Titik nyala (flash point) adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah dari
bahan bakar minyak, dimana akan timbul penyalaan api sesaat, apabila pada permukaan
minyak tersebut didekatkan pada nyala api. Titik nyala dapat diukur dengan jalan melewatkan
nyala api pada pelumas yang dipanaskan secara teratur. Titik nyala merupakan sifat pelumas
yang digunakan untuk prosedur penyimpanan agar aman dari bahaya kebakaran. Semakin
tinggi titik nyala suatu pelumas berarti semakin aman dalam penggunaan dan penyimpanan.
Metode standar untuk pengukuran titik nyala adalah ASTM D- 92-02b.
(http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10545-Paper.pdf)

Mekanisme terjadinya flash point


Flash point ditentukan dengan cara memanaskan sampel dengan pemanasan yang tetap,
setelah tercapai suhu tertentu maka minyak akan menguap. Uap tersebut akan menyala jika
test flame diarahkan pada uap tersebut sehingga akan terjadi semacam letupan kecilkarena
adanya tekanan pembakaran gas tersebutdan akan memadamkan api yang terdapat pada test
flame.
(http://pepradewa.blogspot.com/2012/02/penentuan-flash-point-fire-point-dengan.html)

II.1.2 Fire Point


Titik api (fire point) adalah temperatur dimana bahan bakar cair yang dipanaskan pada
keadaan baku dapat terbakar selama waktu sekurang-kurangnya 5 detik. Titik nyala adalah
karakteristik tunggal zat yang mudah terbakar yang digunakan untuk menganalisa sifat suatu
bahan. Flash point yang rendah dapat menjadi indikasi adanya bahan yang sangat volatile
dalam cairan. Titik api yang digunakan untuk menganalisa risiko dari kemampuan bahan
untuk mendukung pembakaran. Nilai-nilai ini juga mempengaruhi bagaimana bahan bakar
cair dikirimkan, disimpan, dan dibuang.
(http://id.scribd.com/doc/135304089/BAB-II-Flash-and-Fire-Point-awalin-pdf)

II.1.3 Autoignation
Autoignition point adalah temperatur yang paling rendah di mana akan menyala secara
spontan pada temperature atmosfir tanpa adanya suatu sumber pengapian eksternal, seperti

II-2
Bab II Tinjauan Pustaka

suatu nyala api. Temperatur ini diperlukan untuk menyediakan tenaga pengaktifan yang
diperlukan untuk pembakaran. Temperatur di mana suatu bahan kimia akan menyala ketika
tekanan atau konsentrasi oksigen meningkat. Pada umumnya diberlakukan bagi suatu
campuran bahan bakar mudah menyala.
Autoignition point bahan kimia cairan secara khas terukur dengan penggunaan prosedur yang
diuraikan ASTM E659. Ketika yang terukur, autoignition temperatur dapat juga terukur di
bawah tekanan dan pada 100% konsentrasi oksigen. Standard Pengujian yang utama untuk ini
adalah ASTM G72.

II.1.4 Metode Pengujian Flash Point dan Fire Point


Metode Pengujian Flash Point dan Fire Point berdasarkan ASTM D92-02b adalah
sebagi berikut :
1. Isi tempat sampel (cup) sampai tanda batas pengisian. Suhu sampel dan tempatnya tidak
boleh melebihi 56C (100F) di bawah titik nyala yang diharapkan.
2. Apabila sampel yang akan diuji dalam bentuk padat, maka perlu dicairkan sehingga perlu
dipanaskan terlebih dahulu pada suhu yang tidak boleh melebihi 56C (100F).
3. Pastikan panas awalnya akan naik 5-6C (9-30F)/menit. Apabila suhu sampel sekitar
56C(100F) panasnya perlu diturunkan sampai suhu 28C (50F) dengan kecepatan 5-6C
(9-11F)/menit.
4. Pada suhu 28C(50F) terakhir terjadi kenaikan suhu dari suhu sebelumnya, pada kondisi
ini perlu dijaga dari terganggunya pengujian oleh uap ataupun busa.
5. Catat pengamatan sebagai titik nyala, ketika asap muncul

dan menyebar di seluruh

permukaan sampel.
6. Untuk menentukan titik api, lanjutkan pemanasan yang dilakukan pada sampel setelah
diketahui titik nyalanya, sehingga terjadi peningkatan suhu 5-6C(9-11F)/menit.
Melanjutkan pemanasan hingga terjadi nyala api selama minimal 5 detik.
7. Catat suhu titik api yang terdeteksi pada saat sampel menyala.
8. Ketika peralatan selesai digunakan, untuk keamanan peralatan usahakan suhunya kurang
dari 60C(140F), kemudian bersihkan tempat sampel (cup) sesuai dengan prosedur.
Perhitungan Corrected pada flash dan fire point
Corrected flash point 5 C 1 0.25 ~101.3 2 K! (1)
Corrected flash point 5 F 1 0.06 ~760 2 P! (2)
Corrected flash point 5 C 1 0.033 ~760 2 P! (3
Laboratorium Teknik Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya

II-3
Bab II Tinjauan Pustaka

dimana:
C = observed flash point, C,
F = observed flash point, F,
P = ambient barometric pressure, mm Hg, and
K = ambient barometric pressure, kPa.

II.1.5 Metodologi dan Alat Ukur flash Point dan fire Point
Macam-macam metode untuk menetukan flash dan fire point
1. Open Flash point
Flash point dari suatu cairan ditentukan dalam wadah dimana tes nyala dilakukan secara
berkala di atas suatu permukaan.

Gambar II.1 Cleveland flash point and fire tester


2. Closed Flash point
Flash point dari suatu cairan ditentukan dalam wadah tertutup.

Gambar II.2 Pensky-Martens Closed Cup Flash Point Tester

II.1.6 Macam-Macam Bahan Bakar


1.

Bahan Bakar Cair :

Bahan bakar cair di klasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu:


Bahan bakar cair yang mudah menyala (yang mempunyai titik nyala dibawah 37.8 oC dan
tekanan uap tidak lebih dari 2.84 kg/cm2), terbagi :
a. kelas IA, punya titik nyala dibawah 22.8 oC dan titik didih dibawah 37.8 oC.
Laboratorium Teknik Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya

II-4
Bab II Tinjauan Pustaka

b. kelas IB, punya titik nyala dibawah 22.8 oC dan titik didih sama atau diatas 37.8 oC.
c. kelas IC,punya titik nyala sama atau diatas 22.8 oC dan titik didih dibawah 60 oC.
Bahan bakar cair mudah terbakar (yang mempunyai titik nyala sama atau diatas 37.8 oC,
terbagi:
a. kelas IIA, punya titik nyala sama atau diatas 37.8 oC dan titik didih dibawah 60 oC.
b. kelas IIB, punya titik nyala sama atau diatas 37.8 oC dan titik didih dibawah 93 oC.
c. kelas IIC, punya titik nyala sama atau diatas 93 oC.
(Kennedy, 1990)

Macam macam bahan bakar cair :


- Pertamax
- Premium
- Kerosin
- Solar
2. Bahan Bakar Padat :
Bahan bakar padat adalah suatu materi padat yang dapat diubah menjadi energy.
Contohnya adalah batubara. Sifat fisik batubara termasuk nilai panas, kadar air, bahan
mudah menguap dan abu.Sifat kimia batubara tergantung dari kandungan berbagai bahan
kimia seperti karbon,hidrogen, oksigen, dan sulfur.Nilai kalor batubara beraneka ragam
dari tambang batubara yang satu ke yang lainnya.
3. Bahan Bakar Gas :
Berikut adalah daftar jenis-jenis bahan bakar gas:
1.

Bahan bakar yang secara alami didapatkan dari alam:


-

Gas alam

Metan dari penambangan batubara

2. Bahan bakar gas yang terbuat dari bahan bakar padat

3.

Gas yang terbentuk dari batubara

Gas yang terbentuk dari limbah dan biomasa

Dari proses industri lainnya (gas blast furnace)

Gas yang terbuat dari minyak bumi


-

Gas Petroleum cair (LPG)

Gas hasil penyulingan

Gas dari gasifikasi minyak

Laboratorium Teknik Pembakaran


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya

II-5
Bab II Tinjauan Pustaka

4. Gas-gas dari proses fermentasi


Bahan bakar bentuk gas yang biasa digunakan adalah gas petroleum cair (LPG), gas alam,
gas hasil produksi, gas blast furnace, gas dari pembuatan kokas, dll. Nilai panas bahan bakar
gas dinyatakan dalam Kilokalori per normal meter kubik (kKal/Nm3) ditentukan pada suhu
normal (20 0C) dan tekanan normal (760 mm Hg).
Manfaat dan penggunaan dari penetapan Flash Point dan Fire Point produk-produk dari
minyak bumi menurut metode uji ASTM D 92-02b antara lain adalah sebagai berikut

1. Flash Point dapat digunakan untuk mengukur kecenderungan sample untuk membentuk
campuran yang mudah menyala jika ada udara di bawah kondisi terkontrol. Ini
merupakan satu-satunya sifat bahan bakar yang harus dipertimbangkan dalam
memperkirakan timbulnya bahaya kebakaran pada bahan bakar tersebut.
2. Flash Point diperlukan dalam pelayaran dan peraturan keamanan bahan bakar yang akan
ditransport untuk mendefinisikan bahan-bahan yang mudah menyala dan juga mudah
terbakar, seseorang seharusnya tetap mengacu pada aturan aturan khusus yang terkait
pada definisi yang tepat dari penggolongan bahan-bahan tersebut diatas.
3. Flash Point dapat menunjukkan adanya bahan yang mudah menguap dan mudah terbakar
didalam suatu bahan yang relatif tidak mudah untuk menguap ataupun relatif tidak mudah
untuk terbakar.
4. Fire Point dapat juga digunakan untuk mengukur karakteristik dari sample untuk
mendukung proses pembakran.

II.1.7 Segitiga api


Segitiga api atau segitiga pembakaran adalah sebuah skema sederhana dalam
memahami elemen-elemen utama penyebab terjadinya sebuah api / kebakaran. Bentuk
segitiga yang mempunyai tiga sisi menggambarkan bahwa sebuah api / kebakaran
dalam proses terjadinya membutuhkan tiga unsur utama, yaitu : panas, bahan bakar
dan agen oksidator (biasanya oksigen).

Gambar II.3 Segitiga Api


Laboratorium Teknik Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya

II-6
Bab II Tinjauan Pustaka

Api / kebakaran dapat dicegah atau dipadamkan dengan menghapus / menghilangkan


salah satu unsur dari tiga unsur utama yang ada dalam ilustrasi segitiga api tersebut. Api /
kebakaran pasti akan terjadi saat tiga unsur dalam segitiga api bergabung dalam komposisi
yang tepat. Tanpa panas yang cukup, sebuah kebakaran tidak dapat dimulai dan apabila sudah
terjadi, kebakaran tersebut tidak dapat berlanjut. Panas dapat dihilangkan dengan penggunaan
zat yang dapat mengurangi jumlah panas yang tersedia untuk memungkinkan terjadinya
sebuah api / kebakaran. Salah satu zat yang sering dihunakan adalah air, yaitu zat yang
membutuhkan panas untuk merubah fasenya dari fase cair menjadi fase gas / uap.
Unsur yang kedua adalah bahan bakar. Sebuah api / kebakaran akan berhenti tanpa
adanya kehadiran bahan bakar. Bahan bakar dapat dihilangkan secara alami, seperti sebuah
kebakaran yang mengonsumsi seluruh bahan bakar atau secara manual dengan proses mekanis
atau kimiawi menghilangkan bahan bakar dari sebuah api / kebakaran. Pemisahan bahan
bakar adalah sebuah faktor penting dalam proses pencegahan terjadinya kebakaran dan ini
adalah dasar dari strategi yang sering digunakan dalam mengontrol terjadinya kebakaran.
Unsur yang ketiga adalah agen oksidator yang pada umumnya adalah zat oksigen.
Tanpa adanya oksigen yang cukup, sebuah kebakaran tidak dapat tersulut dan tidak dapat
berlanjut apabila itu sudah terlanjur terjadi. Dengan mengurangi konsentrasi oksigen, maka
sebuah proses pembakaran akan melambat. Oksigen merupakan zalah satu gas yang secara
alami terkandung di udara bebas. Tetapi dalam banyak kasus, masih ada sedikit udara yang
tertinggal meskipun api / kebakaran sudah padam, jadi kehadiran udara secara umum bukan
merupakan sebuah faktor major dalam terjadinya kebakaran.
(http://www.fire-extinguisher-indonesia.com/2012/05/skema-segitiga-api.html)

Syarat-syarat Terjadinya Api


Api adalah suatu reaksi kimia yang sedang berlangsung antara bahan bakar, panas dan
oksigen yang diikuiti oleh pengeluaran cahaya dan panas. Seperti telah disebutkan di atas,
bahwa api terjadi karena adanya reaksi kimia antara bahan bakar, panas dan oksigen. Dengan
demikian keberadaan dan keseimbangan ketiga unsure tersebut merupakan syarat mutlak
untuk menghasilkan api. Karena api terbentuk dari reaksi ketiga unsur tersebut, maka
hubungan ketiga unsur tersebut dapat digambarkan secara berantai membentuk sebuah
segitiga yang disebut dengan istilah Segitiga Api (Fire Triangle).
Contoh yang paling sederhana tentang terbentuknya api dapat kita temukan dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya pada korek api gas. Jika korek api kita nyalakan, maka api
yang terbentuk terjadi akibat adanya tiga unsur pada segitiga api ; yaitu adanya bahan bakar,
panas dan oksigen. Bahan berupa gas, panas berupa percikan awal/geretan dan oksigen/udara.
Laboratorium Teknik Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya

II-7
Bab II Tinjauan Pustaka

Jika salah satu unsur dari segitiga api tersebut kita hilangkan, maka api tidak akan terbentuk ;
misalnya Penghilangan Bahan : (Jika tuas gas tidak kita tekan ; maka bahan bakar tidak akan
keluar, sehingga korek api tidak akan menyala).

Penghilangan Panas : (Jika geretan tidak ditekan untuk menimbulkan gesekan/panas,

maka suhu tidak akan naik; sehingga korek api tidak akan menyala)

Penghilangan Oksigen : (Jika celah bagian atas korek api kita tutup maka udara tidak

akan masuk, sehingga korek api tidak akan menyala).


Contoh-contoh lain dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan dari
ketiga unsur segi tiga api di atas akan diuraikan berikut ini.
(a). Bahan Yang Mudah Terbakar
Umumnya semua bahan atau benda di bumi dapat terbakar. Suatu benda atau bahan dapat
secara mudah atau sulit terbakar sangat tergantung atau sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor
yang akan dijelaskan berikut ini.
Titik nyala (flash point).
Titik nyala (flash point) ialah temperatur terendah dari suatu bahan untuk dapat diubah bentuk
menjadi uap, dan akan menyala bila tersentuh api (menyala sekejap). Makin rendah titik nyala
suatu bahan, maka bahan tersebut akan makin mudah terbakar ; sebaliknya makin tinggi titik
nyalanya, maka bahan tersebut akan makin sulit terbakar. Bahan yang titik nyalanya rendah
digolongkan sebagai bahan yang mudah terbakar.
Contohnya :
- Benda Padat : Kayu, kertas, karet, plastik, tekstil, dll
- Benda Cair : Bensin, spiritus, solar, oli, dll
- Benda Gas : Asetilin, Butan, LNG, dll
Titik bakar (fire point)
Titik bakar (fire point) ialah temperatur terendah dimana suatu zat atau bahan cukup
mengeluarkan uap dan terbakar (menyala terus-menerus) bila diberi sumber panas. Suatu
bahan akan terbakar apabila telah mencapai titik bakar (fire point). Titik nyala antara suatu zat
dengan zat lain berbeda-beda.
Contohnya :
- Bensin = 500C
- Kerosin = 400C - 700C
- Parafin = 300C

Laboratorium Teknik Pembakaran


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya

II-8
Bab II Tinjauan Pustaka

Suhu penyalaan sendiri (auto ignition temperature)


Suhu penyalaan sendiri (auto ignition temperature) yaitu temperatur dimana suatu zat dapat
menyala dengan sendirinya tanpa adanya sumber panas dari luar.
Contohnya :
Kerosin = 228,90C
Bensin = 257,20C
Parafin = 3160C
Asetelin = 3350C
Butan = 4050C
Propan = 457,80C
Batas Daerah Bisa Terbakar (flammable range)
Batas daerah bisa terbakar adalah batas konsentrasi campuran antara uap bahan bakar dengan
udara yang dapat terbakar bila diberi sumber panas. Batas daerah bisa terbakar dibatasi oleh :
Batas bisa terbakar atas (Upper flammable limit)
Batas bisa terbakar bawah (Lower flammable limit)
Batas daerah bisa terbakar dapat dilihat pada gambar di berikut ini.

Gambar II.4 Daerah Bisa Terbakar


(b). Sumber Panas
Panas adalah salah satu penyebab timbulnya kebakaran. Dengan adanya panas maka suatu
bahan akan mengalami perubahan temperatur, sehingga akhirnya mencapai titik nyala.
Bahan yang telah mencapai titik nyala akan mudah sekali terbakar.
Sumber-sumber panas antara lain :
Sinar matahari
Laboratorium Teknik Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya

II-9
Bab II Tinjauan Pustaka

Listrik
Energi mekanik
Reaksi kimia
Kompresi udara
Api terbuka
Gesekan
Petir
Nuklir
Pemampatan/Kompresi
Panas yang berasal dari sumber-sumber panas di atas, dapat berpindah melalui empat cara,
antara lain :
Radiasi : perpindahan panas dengan cara memancar / pancaran.
Konduksi : perpindahan panas melalui benda (perantara).
Konveksi : perpindahan panas melalui udara.
Loncatan bunga api : perpindahan panas akibat reaksi energi panas dengan
udara (oksigen).
(http://adzwarmudztahid.files.wordpress.com/2011/04/modul_ppk_lengkap_utk_murid.pdf)

II.1.8 Kerosin
Minyak tanah (Kerosin) adalah cairan yang tak berwarna dan mudah terbakar. Minyak
tanah diperoleh dengan cara distilasi fraksional dari petroleum pada suhu 150oC dan 275 oC
(rantai karbon dari C12 sampai C15). Minyak tanah banyak digunakan dalam lampu minyak
tanah, tetapi saat ini banyak digunakan sebagai bahan bakar mesin jet (avtur, jet-A, jet-B, JP-4
atau JP-A). Sebuah bentuk minyak tanah dikenal sebagai RP-1 dibakar dengan oksigen cair
sebagai bahan bakar roket.
Biasanya minyak tanah di distilasi langsung dari minyak mentah dan membutuhkan
perlakuan khusus dalam sebuah unit hidroeater, untuk mengurangi kadar belerang dan
pengkaratanya. Minyak tanah dapat juga diproduksi oleh hydrocracker, yang digunakan untuk
memperbaiki kualitas bagian dari minyak mentah yang bagus untuk bahan bakar minyak.
(http://id.wikipedia.org/wiki/minyak_tanah )

Laboratorium Teknik Pembakaran


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya

II-10
Bab II Tinjauan Pustaka

Tabel II.1 Spesifikasi Minyak Tanah (Kerosin)


Minyak Tanah
Sifat

Batasan
Min

Metode Test

Max

ASTM

Specific gravity at 60/60 oF

0,835

D-1298

Colour Lovibond 18 cell or

2,50

IP-17

Colour say bolt

D-156

Smoke point (mm)

16

D-1322

Char Value (mg/kg)

40

Distillation
Recovery at 200 oC (% vol)

Lain

IP-57
IP-10

D-86
18

End point (oC)

310

Flash Point

100

Alternatively Flash point

105

Sulphur Content (% wt)

IP-170
D-56
0,20

Copperstript Corrosion

D-1266
D-130

Sifat bakar
Nyala Kerosin tergantung pada susunan kimia minyak tanah :
Jika mengandung banyak senyawa aromatic maka apinya tidak dapat dibesarkan
karena apinya mulai berarang.
Alkana-alkana memiliki nyala api yang paling baik.
Sifat bahan bakar napthen terletak antara aromatic dan alkana.
Macam-macam alat pembakar kerosin :
Alat pembakar dengan sumbu gepeng : baunya tidak enak.
Alat pembakar dengan sumbu bulat : mempunyai pengisian hawa yang dipusatkan.
Alat pembakar dengan pengabutan tekan : merek dagang primus.

II.1.9 Oli Mesran 20W 50


Mesran Super SAE 20W-50 adalah pelumas mesin bensin yang diproduksi dari bahan
dasar pelumas berkualitas tinggi. Mengandung aditif detergen depersant, anti oksidasi, anti
aus dan mempunyai sifat- sifat melindungi dan memelihara kebersihan torak, mencegah
terbentuknya sludge (endapan lumpur), mampu mengurangi keausan pada bagian-bagian yang
bergerak terutama pada katup dengan baik. Pelumas Mesran Super SAE 20W 50 mengandung
Laboratorium Teknik Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya

II-11
Bab II Tinjauan Pustaka

bahan aditif khusus sehingga memiliki kekentalan ganda (Multigrade), menjadikan pelumas
ini mudah bersirkulasi. Mesin mudah dihidupkan pada waktu mesin dingin dan suhu rendah
serta tetap mempunyai kekentalan yang mantap saat pengoperasian pada suhu dan kecepatan
tinggi.
Keistimewaan Mesran Super SAE 20W-50 ini ditunjukkan dengan performance
levelnya yang telah memenuhi persyaratan API service SG/CD. Oleh karena itu tidak butuh
tambahan aditif. Pelumas ini dianjurkan dipakai pada mesin kendaraan dan motor yang
diproduksi dalam tahun 80an yang membutuhkan pelumas dengan kualifikasi performansi
yang tinggi.
Tabel II.2 Karakteristik Mesran Super SAE 20W-50
Sifat
No. SAE
Spesific Grafity, 15/4oC
Kinematic Viscosity, at 40oC,cSt
___________________100oC,cSt
CCS Visc at 10C, cP
Viscosity Index
Colour, ASTM
Flash Point, COC, oC
Pour Point, oC
Total Base Number, mg KOH/g

Nilai
20W-50
0,8873
172,57
18,81
9300
122
3
225
-27
5,75

(Pertamina)
II.1.8 Karakteristik Kualitas Bahan Bakar Cair
Densitas
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar terhadap volum bahan
bakar pada suhu acuan 15C. Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut
hydrometer. Pengetahuan mengenai

densitas

ini berguna untuk penghitungan

kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan. Satuan densitas adalah kg/m3.


Viskositas
Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas
tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Viskositas diukur dengan
Stokes / Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam Engler, Saybolt
atau Redwood.

Tiap jenis minyak bakar

memiliki hubungan suhu viskositas

tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut


Viskometer. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan dan
penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal
yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Jika
Laboratorium Teknik Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya

II-12
Bab II Tinjauan Pustaka

minyak terlalu kental,maka akan menyulitkan dalam pemompaan, sulit untuk


menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi yang jelek akam mengakibatkan
terjadinya pembentukan endapan karbon pada ujung

burner atau pada dinding-

dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting untuk atomisasi yang tepat.
Titik nyala
Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat
dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu nyala
api.
Titik tuang
Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar akan tertuang
atau

mengalir bila didinginkan dibawah kondisi yang sudah ditentukan. Ini

merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan bakar
minyak siap untuk dipompakan.
Kadar abu
Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam dalam bahan bakar
minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar memiliki
kadar abu yang tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk senyawa
sodium, vanadium,

kalsium, magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel, dll.

Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 0,07 %. Abu yang berlebihan dalam
bahan bakar cair dapat menyebabkan pengendapan kotoran pada peralatan
pembakaran. Abumemiliki pengaruh erosi pada ujung

burner, menyebabkan

kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat meningkatkan korosi suhu tinggi dan
penyumbatan peralatan.
Residu karbon
Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu padat karbon pada
permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel, bila kandungan yang mudah
menguapnya menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1 persen atau lebih.
Kandungan Air
Air dapat berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan dapat menyebabkan kerusakan
dibagian dalam permukaan tungku selama pembakaran terutama jika mengandung
garam terlarut. Air juga dapat menyebabkan percikan nyala api di ujung burner,
yang dapat

mematikan nyala api, menurunkan suhu nyala api atau memperlama

penyalaan.
(www.energyefficiencyasia.org)
Laboratorium Teknik Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya

II-13
Bab II Tinjauan Pustaka

II.2 Aplikasi Industri


Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa Barco
Dengan Variasi Volume Metanol

Latar Belakang
Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak digunakan sebagai
bahan bakar. Sumber energi ini tidak dapat diperbaharui, sehingga ketersediaan bahan bakar
minyak bumi semakin hari semakin terbatas. Indonesia yang saat ini dikenal sebagai salah
satu negara pengekspor minyak bum, diperkirakan akan mengimpor bahan bakar minyak
untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri pada masa akan datang.
Pemanfaatan minyak nabati secara langsung sebagai bahan bakar mesin diesel
(biodiesel), ternyata masih dijumpai suatu masalah. Masalah yang dihadapi tersebut terutama
disebabkan oleh viskositas minyak nabati yang terlalu tinggi jika dibandingkan dengan
petroleum diesel. Viskositas minyak nabati yang terlalu tinggi menyebabkan proses
penginjeksian dan atomisasi bahan bakar tidak dapat berlangsung dengan baik, sehingga akan
menghasilkan pembakaran yang kurang sempurna yang dapat mengakibatkan terbentuknya
deposit dalam ruang bakar.
Selain itu, proses termal (panas) di dalam mesin menyebabkan minyak nabati yang
merupakan suatu senyawa trigliserida akan terurai menjadi gliserin dan asam lemak. Asam
lemak dapat teroksidasi atau terbakar relatif sempurna, tetapi dari gliserin akan menghasilkan
pembakaran yang kurang sempurna dan dapat terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang
agak padat. Senyawa ini juga dapat menyebabkan kerusakan pada mesin, karena akan
membentuk deposit pada pompa dan nozzle injector.
Metodologi
Setelah produk metil ester yang dihasilkan tersebut menjalani serangkaian proses
pencucian dan pengeringan (penghilangan kandungan air), maka metil ester tersebut pada
dasarnya telah siap untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (biodiesel). Namun
sebelum digunakan sebagai bahan bakar, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan pengujian
karakteristik untuk mengetahui apakah iodiesel tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar
tanpa menimbulkan masalah pada mesin diesel. Untuk itu hasil pengujian karakteristik yang
akan diperoleh nantinya, sangat diharapkan dapat mendekati karakteristik dari petrodiesel,
yaitu minyak solar ataupun minyak diesel.
Adapun beberapa karakteristik yang dianggap penting dan akan dilakukan pengujian
adalah densitas relatif (specific grafity), viskositas kinematic (kinematic viscosity), indeks
Laboratorium Teknik Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya

II-14
Bab II Tinjauan Pustaka

setana (calculated cetane index), titik tuang (pour point), titik nyala (flash point), conradson
carbon residue (CCR), dan bilangan asam (total acid number).
Pembahasan

autoignition lebih rendah berati bahan bakar akan terbakar dalam waktu yang singkat.
Dari Gambar 5 terlihat bahwa pada sampel M-15, M-20, M-25, M-30, M-40 diperoleh
titik nyala sebesar 1280C; 1240C; 1220C; 1240C; 1200C dimana titik nyala minyak kelapa
sebesar 2860C. Hal ini disebabkan karena struktur kimia minyak kelapa mempunyai ikatan
hydrogen sehingga mempunyai tinggi titik didihnya, karena itu maka titik nyala yang dimiliki
minyak kelapa lebih tinggi dibandingkan dengan titik nyala produk metil ester. Sehingga
semakin banyak jumlah methanol yang ditambahkan akan menurunkan flash point dari
produk yaang dihasilkan karena metanol mempunyai titik didih yang rendah. Semua sampel
metil ester dan sampel hasil mixing yang dihasilkan mempunyai titik nyala diatas titik nyala
minyak solar, hal ini tentunya sangat baik karena menunjukkan bahwa produk metil ester
mempunyai kondisi yang lebih aman daripada minyak solar dalam hal penyimpanan karena
lebih tidak mudah terbakar.
Kesimpulan:
Penambahan metanol pada reaksi transesterifikasi dengan minyak kelapa akan
menurunkan viskositas, densitas, titik tuang, flash point, total acid number, carbon residu
padaa produk yang terbentuk. Akan tetapi penambahan metanol ini akan meningkatkan indeks
setana yang lebih tinggi daripada solar yaang berarti akan menurunkan tingkat pencemaran
dalam penggunaannya.
(Tilani Hamid dan Andi Triyanto, 2003)

Laboratorium Teknik Pembakaran


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya

Anda mungkin juga menyukai