TINJAUAN PUSTAKA
II.1.3 Autoignation
Autoignition point adalah temperatur yang paling rendah di mana akan menyala secara
spontan pada temperature atmosfir tanpa adanya suatu sumber pengapian eksternal, seperti
II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
suatu nyala api. Temperatur ini diperlukan untuk menyediakan tenaga pengaktifan yang
diperlukan untuk pembakaran. Temperatur di mana suatu bahan kimia akan menyala ketika
tekanan atau konsentrasi oksigen meningkat. Pada umumnya diberlakukan bagi suatu
campuran bahan bakar mudah menyala.
Autoignition point bahan kimia cairan secara khas terukur dengan penggunaan prosedur yang
diuraikan ASTM E659. Ketika yang terukur, autoignition temperatur dapat juga terukur di
bawah tekanan dan pada 100% konsentrasi oksigen. Standard Pengujian yang utama untuk ini
adalah ASTM G72.
permukaan sampel.
6. Untuk menentukan titik api, lanjutkan pemanasan yang dilakukan pada sampel setelah
diketahui titik nyalanya, sehingga terjadi peningkatan suhu 5-6C(9-11F)/menit.
Melanjutkan pemanasan hingga terjadi nyala api selama minimal 5 detik.
7. Catat suhu titik api yang terdeteksi pada saat sampel menyala.
8. Ketika peralatan selesai digunakan, untuk keamanan peralatan usahakan suhunya kurang
dari 60C(140F), kemudian bersihkan tempat sampel (cup) sesuai dengan prosedur.
Perhitungan Corrected pada flash dan fire point
Corrected flash point 5 C 1 0.25 ~101.3 2 K! (1)
Corrected flash point 5 F 1 0.06 ~760 2 P! (2)
Corrected flash point 5 C 1 0.033 ~760 2 P! (3
Laboratorium Teknik Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya
II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
dimana:
C = observed flash point, C,
F = observed flash point, F,
P = ambient barometric pressure, mm Hg, and
K = ambient barometric pressure, kPa.
II.1.5 Metodologi dan Alat Ukur flash Point dan fire Point
Macam-macam metode untuk menetukan flash dan fire point
1. Open Flash point
Flash point dari suatu cairan ditentukan dalam wadah dimana tes nyala dilakukan secara
berkala di atas suatu permukaan.
II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
b. kelas IB, punya titik nyala dibawah 22.8 oC dan titik didih sama atau diatas 37.8 oC.
c. kelas IC,punya titik nyala sama atau diatas 22.8 oC dan titik didih dibawah 60 oC.
Bahan bakar cair mudah terbakar (yang mempunyai titik nyala sama atau diatas 37.8 oC,
terbagi:
a. kelas IIA, punya titik nyala sama atau diatas 37.8 oC dan titik didih dibawah 60 oC.
b. kelas IIB, punya titik nyala sama atau diatas 37.8 oC dan titik didih dibawah 93 oC.
c. kelas IIC, punya titik nyala sama atau diatas 93 oC.
(Kennedy, 1990)
Gas alam
3.
II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
1. Flash Point dapat digunakan untuk mengukur kecenderungan sample untuk membentuk
campuran yang mudah menyala jika ada udara di bawah kondisi terkontrol. Ini
merupakan satu-satunya sifat bahan bakar yang harus dipertimbangkan dalam
memperkirakan timbulnya bahaya kebakaran pada bahan bakar tersebut.
2. Flash Point diperlukan dalam pelayaran dan peraturan keamanan bahan bakar yang akan
ditransport untuk mendefinisikan bahan-bahan yang mudah menyala dan juga mudah
terbakar, seseorang seharusnya tetap mengacu pada aturan aturan khusus yang terkait
pada definisi yang tepat dari penggolongan bahan-bahan tersebut diatas.
3. Flash Point dapat menunjukkan adanya bahan yang mudah menguap dan mudah terbakar
didalam suatu bahan yang relatif tidak mudah untuk menguap ataupun relatif tidak mudah
untuk terbakar.
4. Fire Point dapat juga digunakan untuk mengukur karakteristik dari sample untuk
mendukung proses pembakran.
II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
Jika salah satu unsur dari segitiga api tersebut kita hilangkan, maka api tidak akan terbentuk ;
misalnya Penghilangan Bahan : (Jika tuas gas tidak kita tekan ; maka bahan bakar tidak akan
keluar, sehingga korek api tidak akan menyala).
maka suhu tidak akan naik; sehingga korek api tidak akan menyala)
Penghilangan Oksigen : (Jika celah bagian atas korek api kita tutup maka udara tidak
II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
II-9
Bab II Tinjauan Pustaka
Listrik
Energi mekanik
Reaksi kimia
Kompresi udara
Api terbuka
Gesekan
Petir
Nuklir
Pemampatan/Kompresi
Panas yang berasal dari sumber-sumber panas di atas, dapat berpindah melalui empat cara,
antara lain :
Radiasi : perpindahan panas dengan cara memancar / pancaran.
Konduksi : perpindahan panas melalui benda (perantara).
Konveksi : perpindahan panas melalui udara.
Loncatan bunga api : perpindahan panas akibat reaksi energi panas dengan
udara (oksigen).
(http://adzwarmudztahid.files.wordpress.com/2011/04/modul_ppk_lengkap_utk_murid.pdf)
II.1.8 Kerosin
Minyak tanah (Kerosin) adalah cairan yang tak berwarna dan mudah terbakar. Minyak
tanah diperoleh dengan cara distilasi fraksional dari petroleum pada suhu 150oC dan 275 oC
(rantai karbon dari C12 sampai C15). Minyak tanah banyak digunakan dalam lampu minyak
tanah, tetapi saat ini banyak digunakan sebagai bahan bakar mesin jet (avtur, jet-A, jet-B, JP-4
atau JP-A). Sebuah bentuk minyak tanah dikenal sebagai RP-1 dibakar dengan oksigen cair
sebagai bahan bakar roket.
Biasanya minyak tanah di distilasi langsung dari minyak mentah dan membutuhkan
perlakuan khusus dalam sebuah unit hidroeater, untuk mengurangi kadar belerang dan
pengkaratanya. Minyak tanah dapat juga diproduksi oleh hydrocracker, yang digunakan untuk
memperbaiki kualitas bagian dari minyak mentah yang bagus untuk bahan bakar minyak.
(http://id.wikipedia.org/wiki/minyak_tanah )
II-10
Bab II Tinjauan Pustaka
Batasan
Min
Metode Test
Max
ASTM
0,835
D-1298
2,50
IP-17
D-156
16
D-1322
40
Distillation
Recovery at 200 oC (% vol)
Lain
IP-57
IP-10
D-86
18
310
Flash Point
100
105
IP-170
D-56
0,20
Copperstript Corrosion
D-1266
D-130
Sifat bakar
Nyala Kerosin tergantung pada susunan kimia minyak tanah :
Jika mengandung banyak senyawa aromatic maka apinya tidak dapat dibesarkan
karena apinya mulai berarang.
Alkana-alkana memiliki nyala api yang paling baik.
Sifat bahan bakar napthen terletak antara aromatic dan alkana.
Macam-macam alat pembakar kerosin :
Alat pembakar dengan sumbu gepeng : baunya tidak enak.
Alat pembakar dengan sumbu bulat : mempunyai pengisian hawa yang dipusatkan.
Alat pembakar dengan pengabutan tekan : merek dagang primus.
II-11
Bab II Tinjauan Pustaka
bahan aditif khusus sehingga memiliki kekentalan ganda (Multigrade), menjadikan pelumas
ini mudah bersirkulasi. Mesin mudah dihidupkan pada waktu mesin dingin dan suhu rendah
serta tetap mempunyai kekentalan yang mantap saat pengoperasian pada suhu dan kecepatan
tinggi.
Keistimewaan Mesran Super SAE 20W-50 ini ditunjukkan dengan performance
levelnya yang telah memenuhi persyaratan API service SG/CD. Oleh karena itu tidak butuh
tambahan aditif. Pelumas ini dianjurkan dipakai pada mesin kendaraan dan motor yang
diproduksi dalam tahun 80an yang membutuhkan pelumas dengan kualifikasi performansi
yang tinggi.
Tabel II.2 Karakteristik Mesran Super SAE 20W-50
Sifat
No. SAE
Spesific Grafity, 15/4oC
Kinematic Viscosity, at 40oC,cSt
___________________100oC,cSt
CCS Visc at 10C, cP
Viscosity Index
Colour, ASTM
Flash Point, COC, oC
Pour Point, oC
Total Base Number, mg KOH/g
Nilai
20W-50
0,8873
172,57
18,81
9300
122
3
225
-27
5,75
(Pertamina)
II.1.8 Karakteristik Kualitas Bahan Bakar Cair
Densitas
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar terhadap volum bahan
bakar pada suhu acuan 15C. Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut
hydrometer. Pengetahuan mengenai
densitas
II-12
Bab II Tinjauan Pustaka
dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting untuk atomisasi yang tepat.
Titik nyala
Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat
dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu nyala
api.
Titik tuang
Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar akan tertuang
atau
merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan bakar
minyak siap untuk dipompakan.
Kadar abu
Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam dalam bahan bakar
minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar memiliki
kadar abu yang tinggi. Garam-garam tersebut mungkin dalam bentuk senyawa
sodium, vanadium,
Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 0,07 %. Abu yang berlebihan dalam
bahan bakar cair dapat menyebabkan pengendapan kotoran pada peralatan
pembakaran. Abumemiliki pengaruh erosi pada ujung
burner, menyebabkan
kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat meningkatkan korosi suhu tinggi dan
penyumbatan peralatan.
Residu karbon
Residu karbon memberikan kecenderungan pengendapan residu padat karbon pada
permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel, bila kandungan yang mudah
menguapnya menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1 persen atau lebih.
Kandungan Air
Air dapat berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan dapat menyebabkan kerusakan
dibagian dalam permukaan tungku selama pembakaran terutama jika mengandung
garam terlarut. Air juga dapat menyebabkan percikan nyala api di ujung burner,
yang dapat
penyalaan.
(www.energyefficiencyasia.org)
Laboratorium Teknik Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya
II-13
Bab II Tinjauan Pustaka
Latar Belakang
Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak digunakan sebagai
bahan bakar. Sumber energi ini tidak dapat diperbaharui, sehingga ketersediaan bahan bakar
minyak bumi semakin hari semakin terbatas. Indonesia yang saat ini dikenal sebagai salah
satu negara pengekspor minyak bum, diperkirakan akan mengimpor bahan bakar minyak
untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri pada masa akan datang.
Pemanfaatan minyak nabati secara langsung sebagai bahan bakar mesin diesel
(biodiesel), ternyata masih dijumpai suatu masalah. Masalah yang dihadapi tersebut terutama
disebabkan oleh viskositas minyak nabati yang terlalu tinggi jika dibandingkan dengan
petroleum diesel. Viskositas minyak nabati yang terlalu tinggi menyebabkan proses
penginjeksian dan atomisasi bahan bakar tidak dapat berlangsung dengan baik, sehingga akan
menghasilkan pembakaran yang kurang sempurna yang dapat mengakibatkan terbentuknya
deposit dalam ruang bakar.
Selain itu, proses termal (panas) di dalam mesin menyebabkan minyak nabati yang
merupakan suatu senyawa trigliserida akan terurai menjadi gliserin dan asam lemak. Asam
lemak dapat teroksidasi atau terbakar relatif sempurna, tetapi dari gliserin akan menghasilkan
pembakaran yang kurang sempurna dan dapat terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang
agak padat. Senyawa ini juga dapat menyebabkan kerusakan pada mesin, karena akan
membentuk deposit pada pompa dan nozzle injector.
Metodologi
Setelah produk metil ester yang dihasilkan tersebut menjalani serangkaian proses
pencucian dan pengeringan (penghilangan kandungan air), maka metil ester tersebut pada
dasarnya telah siap untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel (biodiesel). Namun
sebelum digunakan sebagai bahan bakar, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan pengujian
karakteristik untuk mengetahui apakah iodiesel tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar
tanpa menimbulkan masalah pada mesin diesel. Untuk itu hasil pengujian karakteristik yang
akan diperoleh nantinya, sangat diharapkan dapat mendekati karakteristik dari petrodiesel,
yaitu minyak solar ataupun minyak diesel.
Adapun beberapa karakteristik yang dianggap penting dan akan dilakukan pengujian
adalah densitas relatif (specific grafity), viskositas kinematic (kinematic viscosity), indeks
Laboratorium Teknik Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS Surabaya
II-14
Bab II Tinjauan Pustaka
setana (calculated cetane index), titik tuang (pour point), titik nyala (flash point), conradson
carbon residue (CCR), dan bilangan asam (total acid number).
Pembahasan
autoignition lebih rendah berati bahan bakar akan terbakar dalam waktu yang singkat.
Dari Gambar 5 terlihat bahwa pada sampel M-15, M-20, M-25, M-30, M-40 diperoleh
titik nyala sebesar 1280C; 1240C; 1220C; 1240C; 1200C dimana titik nyala minyak kelapa
sebesar 2860C. Hal ini disebabkan karena struktur kimia minyak kelapa mempunyai ikatan
hydrogen sehingga mempunyai tinggi titik didihnya, karena itu maka titik nyala yang dimiliki
minyak kelapa lebih tinggi dibandingkan dengan titik nyala produk metil ester. Sehingga
semakin banyak jumlah methanol yang ditambahkan akan menurunkan flash point dari
produk yaang dihasilkan karena metanol mempunyai titik didih yang rendah. Semua sampel
metil ester dan sampel hasil mixing yang dihasilkan mempunyai titik nyala diatas titik nyala
minyak solar, hal ini tentunya sangat baik karena menunjukkan bahwa produk metil ester
mempunyai kondisi yang lebih aman daripada minyak solar dalam hal penyimpanan karena
lebih tidak mudah terbakar.
Kesimpulan:
Penambahan metanol pada reaksi transesterifikasi dengan minyak kelapa akan
menurunkan viskositas, densitas, titik tuang, flash point, total acid number, carbon residu
padaa produk yang terbentuk. Akan tetapi penambahan metanol ini akan meningkatkan indeks
setana yang lebih tinggi daripada solar yaang berarti akan menurunkan tingkat pencemaran
dalam penggunaannya.
(Tilani Hamid dan Andi Triyanto, 2003)