Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

2.1

Latar Belakang
Saat ini arus barang impor semakin tidak tertahankan lagi sehingga menyebabkan

pasar lokal mengalami kebanjiran produk impor yang memiliki kualitas serupa dengan
produk lokat tetapi dengan harga yang lebih kompetitif. Bahkan Himpunan Pengusaha
Muda Indonesia (Hipmi) menilai jika kondisi industri manufaktur Indonesia saat ini
semakin terpuruk. Persaingan yang semakin ketat semakin mengharuskan perusahaan untuk
mengambil tindakan yang tepat agar dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan sesuai
dengan konsep going concern. Oleh karena itu, untuk menjamin kelangsungan hidupnya,
perusahaan melaksanakan berbagai kebijaksanaan untuk mencapai tujuan umum yaitu
untuk memaksimalkan laba yang dicapai melalui peningkatan penjualan produk perusahaan
dan efesiensi biaya. Untuk mencapai tujuan tersebut maka seorang manajer perusahaan
harus mampu membuat perencanaan dan pengendalian biaya terutama biaya produksi
karena biaya produksi merupakan faktor utama dalam pelaksanaan produksi perusahaan.
Hansen dan Mowen (2009) dalam Kwary menyatakan bahwa dalam pengendalian biaya,
manajemen perlu menetapkan biaya standar. Pengendalian biaya produksi memerlukan
patokan atau standar sebagai dasar yang dipakai sebagai tolok ukur terhadap pengendalian
biaya produksi. Bila pengendalian biaya produksi telah efektif, hal ini akan mempengaruhi
harga pokok produksi, sehingga produk yang dihasilkan akan mampu bersaing dengan
produk lain sejenis dengan harga yang kompetitif.
Untuk menghasilkan barang atau jasa diperlukan faktor-faktor produksi bahan baku,
tenaga kerja, modal dan keahlian pengusaha. Semua faktor produksi yang dipakai adalah
merupakan pengorbanan dari proses produksi dan berfungsi sebagai ukuran untuk
menentukan harga pokok barang. Menurut Sherman Rosyidi, biaya produksi adalah biaya
yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk dapat diambil kesimpulan bahwa biaya apa
saja yang diperlukan untuk membuat produk, baik barang maupun jasa. Biaya produk
dibagi menjadi dua, yaitu: biaya eksplisit, adalah pengeluaran-pengeluaran nyata dari kas
perusahaan untuk membeli atau menyewa jasa-jasa faktor produksi yang dibutuhkan dalam

berproduksi. Contohnya adalah biaya tenaga kerja, sewa gedung, dll. Yang kedua adalah
biaya implicit yaitu biaya yang tidak terlihat. Biaya implisit ini tidak dikeluarkan langsung
dari kas perusahaan. Biaya implisit diperhitungkan dari faktor-faktor produksi yang
dimiliki sendiri oleh perusahaan. Contohnya adalah penggunaan gedung milik perusahaan
sendiri.
Biaya produksi juga merupakan dasar yang memberikan perlindungan bagi
perusahaan dari kemungkinan kerugian. Kerugian akan mengakibatkan suatu usaha tidak
dapat tumbuh dan bahkan akan mengakibatkan perusahaan harus menghentikan kegiatan
bisnisnya. Untuk menghindari kerugian, salah satu cara adalah dengan berusaha
memperoleh pendapatan yang memungkinkan untuk menutupi biaya produksi. Dengan
demikian, sangat penting memperhitungkan biaya produksi dan menetapkan harga jual
produks dengan tepat untuk memberikan perlindungan bagi perusahaan dari kemungkinan
kerugian.

2.2

Rumusan Masalah
1) Apa saja klasifikasi biaya?
2) Bagaimana strategi penetuan harga?
3) Bagaimana konsep biaya produksi?
4) Bagaimana perhitungan biaya produksi?
5) Bagaimana perhitungan biaya satuan rata-rata?

2.3

Tujuan Penulisan
1) Mengetahui klasifikasi biaya
2) Mengetahui strategi penentuan harga
3) Memahami konsep biaya produksi
4) Mengetahui cara perhitungan biaya produksi
5) Mengetahui perhitungan biaya satuan rata-rata

2.4

Manfaat
Mengetahui konsep dari biaya produksi serta mengetahui cara perhitungan, baik

perhitungan biaya produksi maupun perhitungan biaya satuan rata-rata serta dapat
menganalisis kejadian biaya produksi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Konsep Biaya Produksi


Untuk menghasilkan barang atau jasa diperlukan faktor-faktor produksi seperti

bahan baku, tenaga kerja, modal, dan keahlian pengusaha. Semua faktor-faktor
produksi yang dipakai adalah merupakan pengorbanan dari proses produksi dan juga
berfungsi sebagai ukuran untuk menentukan harga pokok barang.
Menurut Sherman Rosyidi, biaya produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan
oleh pengusaha untuk dapat diambil kesimpulan bahwa biaya apa saja yang
diperlukan untuk membuat produk, baik barang maupun jasa.
Biaya Produksi dapat dibagi menjadi dua, biaya eksplisit dan biaya implisit.
Biaya eksplisit adalah biaya-biaya yang secara eksplisit terlihat, terutama melihat
laporan keuangan, pengeluaran-pengeluaran nyata dari kas perusahaan untuk
membeli atau menyewa jasa-jasa faktor produksi yang dibutuhkan dalam
berproduksi. Contoh: biaya tenaga kerja, sewa gedung, dll. Biaya implisit adalah
biaya yang tidak terlihat. Biaya implisit ini tidak dikeluarkan langsung dari kas
perusahaan. Biaya implisit diperhitungkan dari faktor-faktor produksi yang dimiliki
sendiri oleh perusahaa, bisa disebut juga dengan biaya kesempatan (oportunity cost);
contoh: penggunaan gedung milik perusahaan sendiri.
Menurut Sadono Sukirno (2005, 208), biaya produksi adalah semua
pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor
produksi dan bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang
yang diproduksi perusahaan tersebut. Dalam menganalisis biaya produksi perlu
dibedakan dua jangka waktu adalah sebagai berikut:
1) Biaya jangka pendek, yaitu jangka waktu di mana sebagai faktor produksi tidak
dapat ditambah jumlahnya. Dalam biaya jangka pendek biaya produksi
dibedakan:
a. Biaya total
Biaya total dibedakan menjadi tiga jenis biaya:

1. Biaya tetap total (TFC)


Biaya yang meliputi perbelanjaan untuk memperoleh faktor-faktor
produksi yang tetap jumlahnya.
2. Biaya berubah total (TVC)
Biaya yang meliputi semua perbelanjaan yang digunakan untuk
memperoleh faktor-faktor produksi yang dapat berubah jumlahnya.
3. Biaya total (TC)
Biaya meliputi semua perbelenjaaan ke atas faktor-faktor produksi yang
digunakan.
TC = TFC + TVC
b. Biaya rata-rata
Biaya rata-rata dibedakan menjadi tiga jenis:
1. Biaya tetap rata-rata (AFC)
Biaya ini merupakan biaya tetap yang dibelanjakan untuk menghasilkan
setiap unit produksi.
=

2. Biaya berubah rata-rata (AVC)


Biaya

ini

merupakan

biaya

variabel

yang

dibelanjakan

untuk

menghasilkan setiap unit produksi.


=

3. Biaya total rata-rata (AC)


Biaya ini meliputi keseluruhan yang digunakan untuk menghasilkan setiap
unit produksi.
=

2) Biaya jangka panjang, yaitu jangka waktu dimana semua faktor produksi dapat
mengalami perubahan.oleh karna itu tidak dibedakan antara biaya tetap dan biaya
berubah dan semua jenis biaya dikeluarkan merupakan biaya berubah (Sadono
Sukirno, 2005:209-217).
Penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok dari kegiatan perusahaan dapat
dikelompokkan menjadi:
1) Biaya Produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau
kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai.
2) Biaya Pemasaran, yaitu biaya dalam rangka penjualan produk selesai sampai
dengan pengumpulan piutang menjadi kas.
3) Biaya Administrasi dan Umum yaitu semua biaya yang berhubungan dengan
fungsi administrasi dan umum. Biaya ini terjadi dalam rangka penentuan
kebijaksanaan,

pengarahan,dan

pengawasan

kegiatan

perusahaan

secara

keseluruhan.
4) Biaya Keuangan yaitu semua biaya yang terjadi dalam melaksanakan fungsi
keuangan (Supriyono, 1953 : 19).

2.2

Klasifikasi Biaya
Dalam akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai macam cara.

Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai
dengan

penggolongan

tersebut,

karena

dalam

akuntansi

biaya

dikenal

konsep: different cost for different purpose.


Dalam buku Akuntansi Biaya, biaya dapat digolongkan menurut:
1) Objek pengeluaran.
2) Fungsi pokok dalam perusahaan.
3) Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai.
4) Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan.
5) Jangka waktu manfaatnya.
6) Hubungannya dengan Perencanaan, Pengendalian, dan Pembuatan Keputusan.

Uraian dari masing-masing penggolongan biaya di atas adalah sebagai berikut:


1) Penggolongan biaya menurut objek pengeluaran
Dalam cara penggolongan ini, nama objek pengeluaran merupakan dasar
penggolongan biaya. Misalnya nama objek pengeluaran adalah bahan bakar, maka
semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut biaya bahan
bakar.
Contoh: penggolongan biaya atas dasar obyek pengeluaran dalam Perusahaan
Kertas adalah sebagai berikut: biaya merang, biaya jerami, biaya gaji dan upah,
biaya soda, biaya depresiasi mesin, biaya asuransi, biaya bunga dan biaya zat
warna.
2) Penggolongan biaya menurut fungsi pokok perusahaan
Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi,
fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi dan umum. Oleh karena itu dalam
perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
a. Biaya produksi
Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi
produk jadi yang siap untuk dijual. Menurut objek pengeluarannya, secara
garis besar biaya produksi ini dibagi menjadi: biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik (factory overhead cost).
Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung disebut pula dengan
istilah biaya utama (prime cost), sedangkan biaya tenaga kerja langsung
dan biaya overhead pabrik sering pula disebut dengan istilah biaya
konversi (convertion cost), yang merupakan biaya untuk mengkonversi
(mengubah) bahan baku menjadi produk jadi.
b. Biaya pemasaran
Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan pemasaran
produk. Contohnya adalah biaya iklan; biaya promosi, biaya angkutan dari
gudang perusahaan ke gudang pembeli; gaji karyawan bagian-bagian yang
melaksanakan kegiatan pemasaran; biaya contoh (sample).
c. Biaya administrasi dan umum

Merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan


produksi dan pemasaran produk. Contoh biaya ini adalah biaya gaji
karyawan bagian keuangan, akuntansi, personalia dan bagian hubungan
masyarakat, biaya pemeriksaan akuntan, biaya fotokopi.

3) Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai


Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam
hubungannya dengan suatu yang dibiayai, biaya dikelompokkan menjadi dua
golongan:
a. Biaya langsung
Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satu-satunya
adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Jika sesuatu yang dibiayai
tersebut tidak ada, maka biaya langsung ini tidak akan terjadi. Dengan
demikian biaya langsung akan mudah diidentifikasikan dengan sesuatu
yang dibiayai. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan
biaya tenaga kerja langsung. Biaya langsung departemen (direct
departmental cost) adalah semua yang terjadi di dalam departemen
tertentu.
b. Biaya tidak langsung
Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan
oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungnnya
dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau
biaya overhead pabrik (factory overhead cost). Biaya ini tidak mudah
diidentifikasikan dengan produk tertentu. Dalam hubungannya dengan
departemen, biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi di suatu
departemen.
Biaya Produksi Tidak Langsung atau Biaya Overhead Pabrik (BOP)
adalah biaya-biaya yang diperlukan dalam pembuatan produk selain biaya
bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Yang termasuk BOP
antara lain:

1. Bahan penolong, yaitu bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan


produk yang penggunaannya relatif kecil atau terlalu sulit untuk
diperlakukan sebagai bahan langsung. Contoh: perekat dan tinta
koreksi pada perusahaan percetakan.
2. Tenaga kerja tidak langsung, yaitu gaji dan upah tenaga kerja yang
secara fisik tidak langsung berhubungan dengan pembuatan produk.
Misalnya gaji pengawas bagian produksi, gaji manajer produksi, gaji
panjaga pabrik, dll.
3. Biaya produksi tidak langsung lainnya misalnya biaya perlengkapan
pabrik, biaya penerangan pabrik, biaya penyusutan mesin dan gedung
pabrik, dll.
4) Penggolongan biaya menurut perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan
volume kegiatan
Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat
digolongkan menjadi:
a. Biaya variabel
Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding
dengan perubahan volume kegiatan.
Contoh: biaya variabel adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung.
b. Biaya semi-variabel
Biaya semi-variabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan
perubahan volume kegiatan. Biaya semi-variabel mengandung unsur biaya
tetap dan biaya variabel.
Contoh: biaya pengawasan, biaya pemeriksaan, jasa bagian kalkulasi, biaya
pemeliharaan dan perbaikan mesin
c. Biaya semi-fixed
Biaya semi-fixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan
tertentu dan berubah dengan jumlah konstan pada volume produksi
tertentu.

d. Biaya tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar volume
kegiatan tertentu.
Contoh: dari biaya tetap adalah biaya gaji, biaya penyusutan aktiva tetap,
pajak bumi dan bangunan, biaya sewa dan asuransi.
5) Penggolongan biaya atas dasar jangka waktu manfaatnya
Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Pengeluaran modal (capital expenditures)
Pengeluaran modal adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu
periode akuntansi. Pengeluaran modal ini pada saat terjadinya dibebankan
sebagai harga pokok aktiva, dan dibebankan dalam tahun-tahun yang
menikmati manfaatnya dengan cara didepresiasi, diamortisasi atau deplesi.
Contoh: pembelian gedung, tanah, peralatan, dll.
b. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditures)
Pengeluaran pendapatan adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat
dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Pada saat
terjadinya, pengeluaran pendapatan ini dibebankan sebagai biaya dan
dipertemukan dengan pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran biaya
tersebut.
Contoh: pembayaran gaji administrasi kantor, gaji akuntan, rekening listrik
dan telepon, komisi penjualan.
6) Hubungan dengan perencanaan, pengendalian, dan pembuatan keputusan
a. Biaya standar dan biaya dianggarkan
1. Biaya standar, merupakan biaya yang ditentukan di muka (predetermine
cost) yang merupakan jumlah biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk
menghasilkan satu unit produk.
2. Biaya yang dianggarkan, merupakan perkiraan total pada tingkat
produksi yang direncanakan.
b. Biaya terkendali dan biaya tidak terkendali

10

1. Biaya terkendali (controllable cost), merupakan biaya yang dapat


dipengaruhi secara signifikan oleh manajer tertentu.
2. Biaya tidak terkendali (uncontrollable cost), merupakan biaya yang
tidak secara langsung dikelola oleh otoritas manajer tertentu.
c. Biaya tetap committed dan discretionary
1. Biaya tetap committed, merupakan biaya tetap yang timbul dan jumlah
maupun pengeluarannya dipengaruhi oleh pihak ketiga dan tidak bisa
dikendalikan oleh manajemen.
2. Biaya tetap discretionary, merupakan biaya tetap yang jumlahnya
dipengaruhi oleh keputusan manajemen.
d. Biaya variabel teknis dan biaya kebijakan
1. Biaya variabel teknis (engineered variabel cost) adalah biaya variabel
yang sudah diprogramkan atau distandarkan seperti biaya bahan baku
dan biaya tenaga kerja langsung.
2. Biaya variabel kebijakan (discretionary variabel cost) adalah biaya
variabel yang tingkat variabilitasnya dipengaruhi kebijakan manajemen.
e. Biaya relevan dan biaya tidak relevan
1. Biaya relevan (relevan cost), dalam pembuatan keputusan merupakan
biaya yang secara langsung dipengaruhi oleh pemilihan alternatif
tindakan oleh manajemen.
2. Biaya tidak relevan (irrelevant cost), merupakan biaya yang tidak
dipengaruhi oleh keputusan manajemen.
f. Biaya terhindarkan dan biaya tidak terhindarkan
1. Biaya terhindarkan (avoidable costs) adalah biaya yang dapat dihindari
dengan diambilnya suatu alternatif keputusan.
2. Biaya tidak terhindarkan (unavoidable costs) adalah biaya yang tidak
dapat dihindari pengeluarannya.
g. Biaya diferensial dan biaya marjinal
2.5.1

Biaya diferensial (differential cost) adalah tambahan total

biaya akibat adanya tambahan penjualan sejumlah unit tertentu.

11

2.5.2

Biaya marjinal (marginal cost) adalah biaya di mana produksi

harus sama dengan penghasilan marjinal jika ingin memaksimalkan


laba.
h. Biaya kesempatan (opportunity cost)
merupakan pendapatan atau penghematan biaya yang dikorbankan sebagai
akibat dipilihnya alternatif tertentu.
Penggolongan biaya diperlukan untuk mengembangkan data biaya yang dapat
membantu manajemen dalam pencapaian tujuan perusahaan. Penggolongan biaya ini
didasarkan pada hubungan biaya dengan: objek pengeluaran; fungsi pokok
perusahaan yaitu biaya produksi, biaya pemasaran, dan biaya administrasi dan umum:
sesuatu yang dibiayai yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung; volume
kegiatan yaitu biaya variabel, biaya semi-variabel, biaya semi-fixed, dan biaya tetap;
dan jangka watu manfaatnya yaitu pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan.
Dalam akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai macam cara. Umumnya
penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan
penggolongan tersebut, karena dalam akuntansi biaya dikenal konsep: different cost
for different purpose.

2.3

Perhitungan Biaya Produksi (Total Cost)


Sebagai produsen, perusahaan harus mengetahui cara menghitung biaya

produksi untuk mengetahui laba atau rugi suatu perusahaan (usaha yang dilakukan),
roda produksi perusahaan setiap harinya memproduksi barang dan jasa yang
dinikmati konsumen. Semua perusahaan mulai dari perusahaan raksasa multinasional
hingga pedagang kaki lima mengeluarkan biaya agar bisa menyediakan barang dan
jasa yang dapat dimanfaatkan konsumen. Biaya peluang (opportunity cost) adalah
pengorbanan yang dilakukan seseorang karena mengambil sebuah pilihan.
Cara penentuan biaya pembuatan produk:
1) Biaya historis adalah penentuan biaya produk dengan mengumpulkan semua
biaya yang telah terjadi dan diperhitungkan setelah operasi pembuatan produk
selesai.

12

2) Biaya sebelum pembuatan adalah suatu cara penentuan biaya pembuatan produk
sebelum produk tersebut dibuat.
Biaya ini terbagi menjadi dua:
a. Biaya anggaran yaitu suatu biaya yang berdasarkan kegiatan masa lalu dan
perkiraan kegiatan pada masa yang direncanakan.
b. Biaya standar yaitu suatu biaya yang berdasarkan standar-standar pelaksanaan
yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.3.1 Contoh Perhitungan Biaya Produksi


Harga jual hasil produksi PT. X sebesar 20.425. dengan data-data biaya yang
dikeluarkan adalah sebagai berikut:
Tabel. 2.3.1.1 Bahan Produksi PT X"
Bahan Baku yang Digunakan
Departemen A
Tarif upah langsung Dept. A
Jam kerja yang terjadi pada Dept. A
Tarif upah langsung pada Dept. B
Jam kerja yang terjadi pada Dept. B
Jam mesin pada Dept. B
Overhead pabrik Dept. A (per jam
buruh langsung)
Overhead pabrik pada Dept. B (per
jam mesin)

Awal Tahun
2400
4,10/jam
600
4,00/jam
300
200
2,00

Akhir Tahun
3400
4,10/jam
400
4,00/jam
140
120
2,00

1,80

1,80

Biaya pemasaran dan administrasi yang dibebankan oleh perusahaan sebesar


25% dari harga pokok produksi. Tentukan biaya total produksi serta persentasi
margin.
Tabel 2.3.1.2 Bahan Langsung Produksi PT. X
Tanggal
1 Januari
31 Desember

Departemen
A
A

Biaya
2.400
1.300

Biaya Total

3.700

13

Tabel. 2.3.1.3 Buruh Langsung


Tanggal
1 Januari
1 Januari
31 Desember
31 Desember

Departemen
A
B
A
B

Jam
600
300
400
140

Upah/jam
Biaya Biaya Total
4,10 2.460
4,00 1.200
4,10 1.640
4,00
560
5.860

Tabel. 2.3.1.4 Overhead Pabrik


Tanggal

Departemen

1 Januari
1 Januari
31 Desember
31 Desember

A
B
A
B

Dasar
Pengenaan
(DP)
/jam buruh
/jam mesin
/jam buruh
/jam mesin

Jam

Biaya/
DP

600
200
400
120

2,00
2,00
1,80
1,80

Biaya

Biaya Total

1.200
360
800
216
2.576

Buruh langsung :
Departemen A

4.100

Departemen B

1.760 +
5.860

Bahan Langsung :

3.700 +
9.560

Overhead Pabrik :
Departemen A

2.000

Departemen B

576 +
2.576

Biaya Total Produksi :

9.560 + 2.576 = 12.136

Biaya pemasaran dan administrasi : 25% x 12.136 = 3.034


Maka biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan :
12.136 + 3.034 = 15.170
Harga jual produksi oleh perusahaan = 20.425
Laba yang diperoleh perusahaan :
20.425 15.170 = 5.255

14

Presentasi margin yang diperoleh perusahaan sebesar :


(5.255/20.425) x 100% = 25,73%

2.4

Perhitungan Biaya Satuan Rata-rata


Sebelum melakukan perhitungan terhadap biaya rata-rata produksi maka perlu

diketahui mengenai:
1. Biaya tetap rata-rata (Average Fixed Cost/AFC)
Biaya atau Ongkos tetap yang dibebankan kepada setiap unit output. Apabila
biaya tetap (FC) untuk memproduksi sejumlah barang tertentu (Q) dibagi dengan
jumlah produksi tersebut, nilai yang diperoleh adalah biaya tetap rata-rata.
Dengan demikian rumus untuk menghitung biaya tetap rata-rata atau AFC
adalah:
=

Gambar 1. Average Fixed Cost

2. Biaya variabel rata-rata (Average Variable Cost/AVC)


Ongkos atau Biaya varibel yang dibeban kan untuk setiap unit output. Apabila
biaya variabel (VC) untuk memproduksi sejumlah barang (Q) dibagi dengan
jumlah produksi tersebut, nilai yang diperoleh adalah biaya variabel rata-rata.
Biaya variable rata-rata dihitung dengan rumus:
=

15

3. Biaya total rata-rata (Average Cost/AC)


Ongkos produksi yang dibebankan untuk setiap unit output Apabila biaya total
(TC) untuk memproduksi barang tertentu (Q) dibagi dengan jumlah produksi
tersebut, nilai yang diperoleh adalah biaya total rata-rata. Rumus perhitungan
biaya total rata-rata adalah sebagai berikut:
=

AC = FC + TC

atau

4. Biaya marjinal (Marginal Cost/MC)


Kenaikan biaya produksi yang dikeluarkan untuk menambah produksi sebanyak
satu unit. Tambahan biaya yang dikeluarkan karena adanya pertambahan satu
unit produksi.
=

D
D

2.4.1 Hubungan The Law of Diminishing Returns dengan Biaya Variabel


P
AC

MC

AVC

AFC

Gambar 2. Kurva AVC dan AC

Kurva-kurva AVC dan AC berbentuk huruf U..Bentuk Kurva yang semacam itu
mencerminkan bahwa kegiatan produksi dipengaruhi oleh hukum Hasil Lebih yang
Semakin Berkurang (The Law of Diminishing Returns).

16

2.5

Break Event Point (BEP)

2.5.1 Pengertian Break Event Point


Break Event Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan
dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak
menderita kerugian. Break Event Point (BEP) menurut para ahli :
a.

Definisi analisa break even menurut Schmidgall, Hayes, dan Ninemeier


(2002) adalah Break even analysis is a management tool that can help
restaurant managers examine the relationship between various costs,
revenues and sales volume. It allows to determine revenue required at any
desired profit level that called Cost-Volume-Profit (CVP) analysis (p.
169). Dengan kata lain memiliki arti : analisa titik impas adalah suatu alat
manajemen yang dapat membantu manajer restoran untuk melihat
hubungan antara bermacam-macam biaya, pendapatan dan volume
penjualan. Melalui analisa titik impas, manajer juga dapat menentukan
jumlah pendapatan yang diperlukan pada suatu tingkat pencapaian laba
yang diinginkan yang juga biasa disebut Analisis Biaya-Volume-Laba

b.

Menurut Syahrul dan Muhammad Afdi Nizar (2000; 114) disebutkan


bahwa: Break Event Point (titik impas) adala titik yang menunjukkan
tingkat dimana penjualan sama dengan biaya, sehingga pendapatan
sebelum bunga dan pajak sama dengan nol.

c.

Menurut Dwi Prastowo Darminto dan Rifka Juliaty (2002; 140) disebutkan
bahwa: Titik impas (Break Event Point) adalah titik dmn total biaya sama
dengan total penghasilan.

Dari berbagai pengertian Break Event Point diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa Break Event Point atau titik impas adalah suatu titik yang menunjukkan total
penghasilan sama dengan total biaya, sehingga pendapatan sebelum bunga dan pajak
dalam satu periode adalah nol.
2.5.2 Analisis Break Event Point (BEP
a.

Menurut Mulyadi (1993, 230) Analisa break even adalah suatu cara untuk
mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita

17

rugi, tetapi juga belum memperoleh laba yang dengan kata lain labanya
sama dengan nol.
b.

Menurut Matz, Usry, dan Hammer (1991, p. 202), Analisa break even
merupakan suatu analisa yang digunakan untuk menentukan tingkat
penjualan dan bauran produk yang diperlukan agar semua biaya yang
terjadi dalam periode tersebut dapat tertutupi, yang mana analisa tersebut
dapat menunjukkan suatu titik dimana perusahaan tidak memperoleh laba
ataupun menderita rugi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Analisis Break Event Point (BEP) Analisis
yang dilakukan ialah analisis break even point, yaitu suatu analisis atau cara atau
teknik yang digunakan oleh perusahaan untuk mengetahui pada tingkat atau jumlah
produksi dan penjualan berapakah perusahaan tidak akan mengalami kerugian
ataupun memperoleh keuntungan.
2.5.3 Asumsi dan Keterbatasan dalam Break Event Point
Menurut Mulyadi (2002; 260-261) asumsi yang mendasari analisis impas
adalah:
a. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan.
Biaya tetap akan selalu konstan dalam kisar volume yang dipakai dalam
perhitungan impas, sedangkan biuaya variable berubah sebanding dengan
perubahan volume penjualan.
b. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat
kegiatan. Jika dalam usaha menaikkan volume penjualan dilakukan
penurunan harga jual atau memberikan potongan harga, maka hal ini akan
mempengaruhi hubungan biaya, volume, dan laba.
c. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relative konstan. Penambahan
fasilitas produksi akan berakibat pada penambahan biaya tetap dan akan
mempengaruhi hubungan biaya, volume, dan laba.
d. Harga factor-faktor produksi dianggap tidak berubah. Jika harga bahan
baku dan tariff upah menyimpang terlalu jauh disbanding dengan data yang

18

dipakai sebagai dasar perhitungan impas, maka hal ini akan mempengaruhi
biaya, volume, dan laba.
e. Efisiensi produksi dianggap tidk berubah. Apabila terjadi penghematan
biaya karena adanya penggunaan bahan pengganti yang harganya lebih
rendah atau perubahan metode produksi, maka hal ini akan mempengaruhi
biaya, volume, dan laba.
f. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
g. Komposisi produk yang akan dijual dianggap tidak berubah.

Sedangkan menurut Dwi Prastowo Darminto dan Rifka Juliaty (2002; 141)
asumsi-asumsi yang mendasari dan keterbatasa yang dimiliki analisis break even
point adalah:
a. Biaya-biaya yang berkaitan dengan tingkat penjualan saat ini, cukup akurat
dapat dipisahkan dalam elemen biaya variable dan biaya tetap.
b. Analisis ini berasumsi bahwa biaya tetap akan senatiasa tetap selama
periode yang dipengaruhi oleh keputusan yang telah diambil.
c. Biaya variable berubah secara langsung (proporsional) dengan penjualan
selama periode yang dipengaruhi oleh keputusan yang telah diambil.
d. Analisis tersebut dibatasi pada situasi dimana kondisi ekonomi dan kondisi
lainnya diasumsikan relative stabil.
e. Merupakan pedoman pengambilan keputusan.

2.5.4 Perhitungan BEP (Break Event Point)


Perhitungan BEP dapat dilakuan dengan rumus :

QBEP(u) = TFC / (P-AVC)

19

Keterangan :
QBEP(u)

: Tingkat output dimana keadaan titik impas terjadi

TFC

: Biaya tetap total

: Tarif per unit

AVC

: Biaya variabel per unit

QBEP(sales) = TFC / [1-(AVC/P)]

Keterangan :
QBEP(sales)

: Tingkat penjualan dimana keadaan titik impas terjadi

TFC

: Biaya tetap total

: Tarif per unit

AVC

: Biaya variabel per unit

2.5.5 Jenis Break Even Point (BEP)


a)

Break Even Chart


Suatu peta yang menggambarkan grafik yang terdiri atas kurva jumlah
seluruh biaya (tetap dan variabel) dan kurva pendapatan pada tiap tingkatan
produksi, perpotongan kedua kurva adalah titik kembali pokok (titik
yang berpotongan dari 2 garis lurus yang sama besar wilayahnya).

b) Break Even Equation


Suatu persamaan yang dinyatakan dengan rumus :
Penjualan pada titik kembali pokok =

FC
1- Pct VC

Keterangan :
FC

= biaya tetap

Pct VC

= Persentase biaya variabel terhadap penjualan

20

c)

Break Even Function


Fungsi kembali pokok yang dirumuskan sebagai berikut :
FC . S

= ( 1 VC )

Keterangan :

2.6

= Jumlah penjualan

FC

= Biaya tetap

VC

= Rasio biaya variabel terhadap jumlah penjualan yang diharapkan.

Cost Recovery Rate


Cost Recovery Rate adalah nilai dalam persen yang menunjukkan besarnya

kemampuan pelayanan kesehatan menutup biayanya (cost) dibandingkan dengan


penghasilan yang didapatkan (revenue). Proses ini menghasilkan seberapa besar
subsidi yang dikeluarkan kepada pasien. Berikut ini cara perhitungan untuk
mengetahui CRR:

Cost Recovery Rate

CRR per unit

CRR per pasien

Tujuan dari perhitungan CRR dapat digunakan sebagai indikator kinerja


keuangan sebuah perlayanan kesehatan dalam mengidentifikasi keadaan untung atau
ruginya pelayanan kesehatan. Dalam pelaksanaannya, CRR berfokus pada
kemampuan pelayanan kesehatan menutup biaya operasionalnya, jika dalam
perhitungan CRR didapat hasil melebihi seratus persen, maka hasil tersebut memiliki
arti bahwa pelayanan kesehatan tersebut telah mampu menutup biaya operasionalnya
dengan penghasilan yang didapat dari pasien atau konsumen, selain itu nilai surplus
tersebut menyatakan keuntungan yang didapat oleh pelayanan kesehatan tersebut, jika

21

terjadi defisit atau tidak sampai seratus persen, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa pelayanan kesehatan tersebut merugi.

2.7

Perhitungan biaya penyusutan (Depreciation)


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya mengenai biaya investasi dan biaya

penyusutan, dimana biaya penyusutan (depreciation cost), adalah biaya yang timbul
akibat terjadinya pengurangan nilai barang investasi (asset) sebagai akibat
penggunaannya dalam proses produksi. Setiap barang investasi yang dipakai dalam
proses produksi akan mengalami penyusutan nilai, baik karena makin usang atau
karena mengalami kerusakan fisik. Untuk menghitung biaya tersebut di atas harus
diketahui terlebih dahulu umur ekonomis dari peralatan tersebut.
Turunnya nilai modal dilakukan dengan pengurangan nilai penyusutan yang
sama besar sepanjang umur ekonomis dari peralatan. Contohnya adalah sebagai
berikut:
Sebuah alat radiologi dengan harga pokok Rp. 70.000.000,00 menyusut
(depresiasi), umur ekonomis dari peralatan 5 tahun. Hitunglah biaya
penyusutan

Perhitungan :
Biaya penyusutan = Harga barang / umur ekonomis barang
= Rp. 70.000.000,00 / 5 tahun
= Rp. 14.000.000,00
Jadi, biaya penyusutan untuk sebuah alat radiologi setiap tahunnya adalah
14.000.000,00

22

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian
Data pada penelitian ini didapatkan melalui metode observasi langsung dan

indepth interview dengan pemilik Klinik Ortodonti Kartini 22 Sidoarjo untuk


mengetahui biaya produksi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh pemilik klinik
untuk memberikan pelayanan kesehatan gigi yang meliputi pengobatan dan
perawatan gigi. Biaya jasa dokter untuk satu kali pemeriksaan tanpa tindakan adalah
Rp 130.000,00. Harga pemeriksaan tanpa tindakan merupakan biaya jasa dokter
spesialis ortodonti diluar biaya produk pengobatan dan perawatan, hanya biaya
pemeriksaan tanpa tindakan atau biasa disebut dengan jasa medis.

3.2

Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian ini adalah di Klinik Ortodonti Kartini 22 yang berlokasi di
Jalan Kartini Nomor 22 Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo.
3.2.2 Waktu Penelitian
Survei biaya produksi dilakukan pada hari Sabtu, 29 November 2014 pada
pukul 16.30 18.00 WIB.

23

BAB IV
HASIL SURVEI

Nama Klinik : Klinik Ortodonti Kartini 22


Alamat

: Jalan Kartini Nomor 22 Sidoarjo

Nama Pemilik : Agus El Arief.,drg.,Sp.Ort

24

4.1

Klasifikasi Biaya
Tabel 4.1.1 Daftar Unsur Biaya Klinik Ortodonti Kartini 22
No.
1.
2.

3.

4
5.
6.
7.

8.

Unsur Biaya

Harga Satuan

Qty

Life Time

Jumlah

Gedung
Fasilitas
a. Televisi
b. AC
c. Komputer
d. Meja dan Kursi
Administrasi
e. Meja dan Sofa
Ruang Tunggu
f. Meja,
Kursi,
dan
Lemari
Ruang Dokter
Dental Chair
Unit Gnatus Type
Lazio Pad Opti
Peralatan Medis
Bahan Habis Pakai
Medis
Bahan Habis Pakai
Non Medis
Bahan Umum
a. Listrik
b. Air
c. Telepon
Gaji Tenaga Medis

Rp 625.000.000,00

1 buah

10 tahun

Biaya Produksi
1 tahun
Rp 625.000.000,00 Rp 62.500.0000,00

Rp
Rp
Rp
Rp

3.000.000,00
2.500.000,00
5.300.000,00
2.800.000,00

1 buah
2 buah
1 buah
1 buah

5 tahun

Rp
Rp
Rp
Rp

3.000.000,00
5.000.000,00
5.300.000,00
2.800.000,00

Rp
Rp
Rp
Rp

600.000,00
1.000.000,00
1.060.000,00
560.000,00

Rp

4.500.000,00

1 set

Rp

4.500.000,00

Rp

900.000,00

Rp

3.200.000,00

1 set

Rp

3.200.000,00

Rp

640.000,00

Rp 63.700.000,00

1 buah

5 tahun

Rp 63.700.000,00

Rp

12.740.000,00

Rp 368.000.000,00
Rp 4.700.000,00

1 set
1 pack

5 tahun
1 bulan

Rp 368.000.000,00
Rp 4.700.000,00

Rp
Rp

73.600.000,00
56.400.000,00

1 bulan

Rp

600.000,00

Rp

7.200.000,00

2 orang

1 bulan
1 bulan
1 bulan
1 bulan

Rp
Rp
Rp
Rp

275.000,00
48.000,00
130.000,00
4.600.000,00

Rp
Rp
Rp
Rp

3.300.000,00
576.000,00
1.560.000,00
55.200.000,00

Rp

600.000,00

Rp
Rp
Rp
Rp

275.000,00
48.000,00
130.000,00
2.300.000,00

25

No.
9.
10.

11.
12.
13.
14.
15

Unsur Biaya
Gaji
Pegawai
Administrasi
Biaya
Makan
Pegawai Medis dan
Administrasi
Insentif
Pegawai
medis dan non medis
Alat Tulis Kantor
(ATK)
Pemeliharaan
Gedung
Pemeliharaan
Peralatan Medis
Pemeliharaan
Alat
Non-medis

Harga Satuan

Qty

Life Time

Jumlah

Rp

1.800.000,00

1 orang

1 bulan

Rp

Biaya Produksi
1 tahun
1.800.000,00 Rp
21.600.000,00

Rp

400.000,00

3 orang

1 bulan

Rp

1.200.000,00 Rp

14.400.000,00

Rp

800.000,00

3 orang

3 bulan

Rp

2.400.000,00 Rp

9.600.000,00

Rp

1.400.000,00

1 tahun

Rp

1.400.000,00

Rp

1.400.000,00

Rp

1.200.000,00

1 tahun

Rp

600.000,00

Rp

600.000,00

Rp

3.400.000,00

1 tahun

Rp

575.000,00

Rp

575.000,00

Rp

800.000,00

1 tahun

Rp

250.000,00

Rp

250.000,00

26

Tabel 4.1.2 Klasifikasi Biaya


No
.

Nama Barang

Biaya Produksi
1 tahun

1.
2.

Gedung
Fasilitas
a. Televisi
b. AC
c. Komputer
d. Meja
dan
Kursi
Administrasi
e. Meja dan Sofa Ruang
Tunggu
f. Meja, Kursi, dan Lemari
Ruang Dokter
Dental Chair
Unit Gnatus Type Lazio Pad
Opti
Peralatan Medis
Bahan Habis Pakai Medis
Bahan Habis Pakai Non Medis
Bahan Umum
a. Listrik
b. Air
c. Telepon
Gaji Tenaga Medis
Gaji Pegawai Administrasi
Biaya Makan Pegawai Medis
dan Administrasi

Rp 62.500.000,00

3.

4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.

Skala Produksi
Fixed Cost
Variable
(Rp)
Cost
(Rp)
62.500.000

Klasifikasi Biaya
Fungsi dan Aktivitas
Direct Cost
Indirect
(Rp)
Cost
(Rp)
62.500.000

Lama Penggunaan
Investment Operationa
Cost
l Cost
(Rp)
(Rp)
62.500.000

Rp
Rp
Rp
Rp

600.000,00
1.000.000,00
1.060.000,00
560.000,00

600.000
1.000.000
1.060.000
560.000

600.000
1.000.000
1.060.000
560.000

600.000
1.000.000
1.060.000
560.000

Rp

900.000,00

900.000

900.000

900.000

Rp

640.000,00

640.000

640.000

640.000

Rp

12.740.000,00

12.740.000

12.740.000

12.740.000

Rp
Rp
Rp

73.600.000,00
56.400.000,00
7.200.000,00

73.600.000

73.600.000
56.400.000

73.600.000

Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp

3.300.000,00
576.000,00
1.560.000,00
55.200.000,00
21.600.000,00
14.400.000,00

56.400.000
7.200.000
3.300.000
576.000
1.560.000
55.200.000
21.600.000
14.400.000

7.200.000

56.400.000
7.200.000

21.600.000
14.400.000

3.300.000
576.000
1.560.000
55.200.000
21.600.000
14.400.000

3.300.000
576.000
1.560.000
55.200.000

27

No
.

Nama Barang

11.

Insentif Pegawai medis dan


non medis
Alat Tulis Kantor (ATK)
Pemeliharaan Gedung
Pemeliharaan Peralatan Medis
Pemeliharaan Alat Non-medis
TOTAL
TOTAL COST

12.
13.
14.
15.

Biaya Produksi
1 tahun

Rp

9.600.000,00

Klasifikasi Biaya
Skala Produksi
Fungsi dan Aktivitas
Fixed Cost
Variable
Direct Cost
Indirect
(Rp)
Cost
(Rp)
Cost
(Rp)
(Rp)
9.600.000 9.600.000

Lama Penggunaan
Investment Operational
Cost
Cost
(Rp)
(Rp)
9.600.000

Rp 1.400.000,00
1.400.000
1.400.000
1.400.000
Rp
600.000,00
600.000
600.000
600.000
Rp
575.000,00
575.000
575.000
575.000
Rp
250.000,00
250.000
250.000
250.000
Rp 326.261.000,00 230.400.000 95.861.000 280.236.000 46.025.000 153.600.000 172.661.000
Rp 326.261.000,00
Rp 326.261.000,00
Rp 326.261.000,00

28

4.2

Perhitungan Biaya Penyusutan


a.

Perhitungan Biaya Penyusutan Gedung


Biaya penyusutan tahunan gedung yang dikeluarkan oleh Klinik Ortodonti
Kartini 22 ini dihitung dengan menggunakan metode garis lurus yaitu (cost
nilai residu) dibagi dengan umur. Masa pakai gedung yaitu selama 10 tahun.
Nilai residu untuk gedung Klinik Ortodonti Kartini 22 dianggap 0 maka, biaya
penyusutan tahunan gedung yaitu (Rp 625.000.000,00 0) : 10 tahun =
Rp62.500.000,00

b.

Perhitungan Biaya Penyusutan Peralatan Medis


Biaya penyusutan tahunan peralatan medis yang dikeluarkan oleh Klinik
Ortodonti Kartini 22 untuk pelayanan gigi ortodonti dapat menggunakan
metode garis lurus yaitu (cost nilai residu) dibagi dengan umur. Masa pakai
peralatan medis yaitu selama 5 tahun. Nilai residu untuk peralatan medis Klinik
Ortodonti Kartini 22 dianggap 0 . Peralatan medis di Klinik Ortodonti Kartini
22 yang utama adalah Dental Chair dengan spesifikasi Unit Gnatus Type Lazio
Pad Opti dengan harga Rp 63.700.000,00. Maka, biaya penyusutan tahunan
untuk Dental Chair adalah (Rp 63.700.000,00 0) : 5 tahun = 12.740.000,00.
Sedangkan untuk peralatan medis penunjang lainnya juga memiliki masa pakai
5 tahun dengan harga 368.000.000,00. Biaya peralatan medis Klinik Ortodonti
Kartini 22 yaitu ( Rp 368.000.000,00 0) : 5 tahun = Rp 73.600.000,00.

c.

Perhitungan Biaya Penyusutan Fasilitas Non Medis


Biaya penyusutan tahunan fasilitas non medis yang dikeluarkan oleh Klinik
Ortodonti Kartini 22 untuk pelayanan gigi ortodonti dapat menggunakan
metode garis lurus yaitu (cost nilai residu)/umur. Masa pakai fasilitas non
medis yaitu selama 5 tahun dengan total biaya fasilitas non medis adalah
sebesar Rp Nilai residu untuk peralatan medis Klinik Ortodonti Kartini 22
dianggap 0 maka, biaya penyusutan tahunan peralatan medis Klinik Ortodonti
Kartini 22 yaitu (Rp 23.800.000,00 0) : 5 tahun = Rp 4.760.000,00

29

4.3

Perhitungan Biaya Satuan Rata-Rata (Average Cost)


Berikut ini contoh perhitungan biaya satuan di Klinik Ortodonti Kartini 22. Sebelum
melakukan perhitungan pada masing-masing kegiatan diperlukan data hasil aktivitas
di Klinik Ortodonti Kartini 22 dan pelayanan rawat inap dengan hasil identifikasi
sebagai berikut:
Tabel 4.3.1 Aktivitas Pelayanan Klinik Ortodonti Karrtini 22 Tahun 2014
No.

Jenis Aktivitas

Jumlah

1.

Jumlah Pasien

5760

2.

Jumlah Pelayanan Pemeriksaan

5760

3.

Hari Pelayanan Senin Sabtu

288

Perhitungan Average Cost terdiri dari perhitungan Average Fixed Cost dan Average
Variabel Cost.
a. Average Fixed Cost
AFC

= TFC / Jumlah Pelayanan Pemeriksaan


= Rp 230.400.000,00 / 5.760
= Rp 40.000,00

b. Average Variabel Cost


AVC

= TVC / Jumlah Pelayanan Pemeriksaan


= Rp 95.861.000,00 / 5.760
= Rp 16.624,53

30

4.4

Perhitungan Biaya Satuan (Unit Cost)


Unit Cost adalah harga yang harus dibayarkan per pasien per pelayanan pemeriksaan
gigi tanpa tindakan di Klinik Ortodonti Kartini 22. Pada bagian ini akan dihitung Unit
Cost Actual.
Unit Cost Actual :
UC

= TC / Q
= Rp 326.261.000,00 / 5.760
= Rp 56.642,53
Keterangan:
UC = Unit Cost
TC = Total Cost aktual
Q = Quantitiy (jumlah pelayanan)
Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa biaya satuan aktual yang

harus dikeluarkan oleh Klinik Ortodonti Kartini 22 per pelayanan pemeriksaan


tanpa tindakan adalah sebesar Rp 56.642,53 dengan harga satu kali pelayanan
pemeriksaan tanpa tindakan per asien adalah Rp 130.000,00

4.5

Perhitungan BEP dan CRR


a. Perhitungan BEP
Titik impas (break even point) adalah sebuah titik dimana biaya atau
pengeluaran dan pendapatan adalah seimbang sehingga tidak terdapat kerugian
atau keuntungan. BEP yang dapat dihitung dari ketersediaan data yang ada dalam
penelitian yaitu jumlah pasien yang dapat dilayani agar biaya pengeluaran dan
pendapatan adalah seimbang.
Pada Klinik Ortodonti Kartini 22, harga tiap satu kali pelayanan pemeriksaan
tanpa tindakan adalah Rp. 130.000,00, maka nilai BEP dalam unit:
QBEP(u)

= TFC / (P-AVC)
= Rp. 230.400.000,00 / (Rp.130.000 Rp 16.624,53)
= Rp. 230.400.000,00 / Rp 113.375,50
31

= 2.032,18 pelayanan
Jadi, Klinik Ortodonti Kartini 22 akan mencapai BEP ketika pelayanan
pemeriksaan tanpa tindakan mencapai 2.032,18 pelayanan.

Selain menghitung BEP dalam unit, dapat pula dihitung BEP Klinik
Ortodonti Kartini 22 dalam penjualan (sales). Berikut perhitungan BEP atas dasar
penjualan (sales).

BEP(sales)

= TFC / (1 AVC/P)
= Rp. 230.400.000,00 / (1 Rp 16.624,53 / Rp 130.000,00)
= Rp 230.400,000,00 / (1 0,13)
= Rp 230.400,000,00 / 0,87
= Rp 264.827.586,21

Keterangan:
AVC = Average Variabel Cost
QBEP = BEP unit, dalam hal ini jumlah pelayanan
BEP(sales)= BEP penjualan, dalam hal ini penjualan pelayanan permeriksan
tanpa tindakan
TFC = Total Fixed Cost
P = Price actual

Jadi, dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa Klinik Ortodonti


Kartini 22 mencapai titik impas jika jumlah pelayanan telah digunakan sebanyak
2.032,18 pelayanan atau tingkat penjualan jasanya telah menerima uang
sebanyak Rp 264.827.586,21.

32

Kurva BEP
Berdasarkan hasil perhitungan BEP atas dasar unit adalah 2.032,18
pelayanan dan atas dasar penjualan (sales) adaah Rp 264.827.586,21. Maka
kurvanya adalah sebagai berikut :
Rp
Pendapatan

BEP

Biaya
pokok

264.827.586,21
230.400.000,00

Jumlah
Pelayanan
2.032,18
Gambar 3. Kurva BEP Klinik Ortodonti Kartini 22

b. Perhitungan CRR
Total Revenue (TR)

=PxQ
= Rp 130.000,00 x 5.760
= Rp 748.800.000,00

Cost Recovery Rate

= (TR / TC) x 100 %


= (Rp 748.800.000,00 / Rp 326.261.000,00) x 100%
= 229,51%
= 230%

33

Dari perhitungan tersebut diatas dapat diketahuai bahwa pelayanan


pemeriksaan tanpa tindakan di Klinik Ortodonti Kartini 22 memiliki kemampuan
keuangan yang baik karena CRR yang diterima jauh melebihi 100%.

4.6

Analisis Perhitungan
Setelah melakukan klasifikasi biaya produksi yang ada di Klinik Ortodonti Kartini

22, didapat hasil total cost berdasarkan skala produksi, lama penggunaan, dan aktifitas
produksi adalah sama sehingga dapat dihitung unit cost actual. Unit cost actual merupakan
hasil pembagian Total cost dengan jumlah pelayanan per tahun (2014), dari perhitungan
tersebut didapat unit cost di Klinik Ortodonti Kartini 22 sebesar Rp 56.642,53. Jadi harga
aktual yang harus dibayarkan per pasien gigi per pelayanan pemeriksaan tanpa tindakan di
Klinik Ortodonti Kartini 22 adalah Rp 56.642,53 dan tarif yang ditetapkan oleh Klinik
Ortodonti Kartini 22 untuk satu kali pelayanan pemeriksaan tanpa tindakan adalah
Rp130.000,00 per pasien.
Dengan diketahui tarif pemeriksaan tanpa tindakan per pelayanan telah ditentukan
oleh Klinik Ortodonti Kartini 22, dapat dihitung BEP unit, dari perhitungan Total Fix Cost
dibagi dengan Price dikurangi AVC, didapat hasil bahwa Klinik Ortodonti Kartini 22 harus
melayani 2.032,18 pelayanan pemeriksaan tanpa tindakan agar modalnya kembali
(mencapai titik impas). CRR adalah nilai dalam persen yang menunjukkan besarnya
kemampuan Klinik Ortodonti Kartini 22 untuk menutupi biayanya dengan penerimaan
dari pembayaran pelayanan yang dihitung dari pembagian antara TR unit bersangkutan
dengan TC unit bersangkutan dikali 100%.
Hasil perhitungan didapat CRR sebesar 230% yang berarti mengalami surplus. Hasil
CRR dapat memberi informasi bahwa Klinik Ortodonti Kartini 22 mampu menutupi biaya
yang dikeluarkan 100% dan laba yang didapat rumah sakit sebesar 230% - 100% yaitu
130% per pelayanan pemeriksaan tanpa tindakan

34

BAB V
PENUTUP

5.1

Kesimpulan
Biaya produksi adalah beban yang harus ditanggung oleh produsen dalam bentuk

uang untuk menghasilkan suatu barang. Beberapa kriteria untuk keperluan analisis
klasifikasi konsep biaya, yaitu pembagian biaya berdasarkan pengaruhnya pada skala
produksi, pembagian biaya berdasarkan lama penggunaannya, dan pembagian biaya
berdasarkan fungsi atau aktifitas sumber biaya.
Pembagian Biaya Berdasarkan Pengaruhnya pada Skala Produksi dibagi menjadi
biaya tetap (Fixed cost = FC), biaya variabel (Variabel cost = VC), dan total cost.
Pembagian biaya berdasarkan lama penggunaannya dibagi menjadi biaya invetasi, biaya
opersional dan total biaya.
Pembagian Biaya berdasarkan Fungsi atau Aktifitas Sumber Biaya, dibagi menjadi
biaya langsung (direct cost), biaya tidak langsung (indirect cost) dan total biaya.
Perhitungan biaya produksi bertujuan untuk mengetahui laba atau rugi suatu pelayanan
kesehatan atas segala usaha yang dilakukan.
Dalam menghitung biaya rata-rata produksi maka sebelumnya perlu mengetahui
terlebih dahulu mengenai, biaya tetap rerata (Average Fixed Cost/AFC), biaya variabel
rerata (Average Variable Cost/AVC), dan biaya total rerata (Average Cost/AC).
Cost Recovery Rate merupakan nilai dalam persen yang menunjukkan besarnya
kemampuan pelayanan kesehatan menutup biayanya dengan penghasilan yang didapatkan
(revenue). Suatu pelayanan kesehatan perlu dilakukan kegiatan analisis biaya untuk
mendapatkan informasi real kondisi dan posisi pelayanan kesehatan tersebut sehingga
didapatkan gambaran realistis biaya yang diperlukan untuk dijadikan bahan informasi
dalam menetapkan besar tarif satuan unit pelayanan kesehatan.
Hasil survey biaya produksi di Klinik Ortodonti Kartini 22 yang ditangani oleh
Dokter Gigi Spesialis Ortodonti Agus El Arief.,drg.,Sp.Ort yang berlokasi di Jalan Kartini
Nomor 22 Sidoarjo memiliki Total Cost sebesar Rp 326.261.000,00 dengan Total Fixed
Cost (TFC) sebesar Rp 230.400.000,00 dan Total Variabel Cost sebesar Rp 95.861.000,00.

35

Biaya jasa pelayanan untuk satu kali pemeriksaan tanpa tindakan adalah
Rp130.000,00. Dengan hari buka pelayanan pada hari Senin Sabtu dengan jumlah
pelayanan pemeriksaan tanpa tindakan sebanyak 5760 pelayanan dalam satu tahun
(November 2014)
Dengan biaya gedung sebesar Rp 625.000.000,00 yang memiliki life time selama 10
tahun. Biaya penyusutan tahunan yang dikeluarkan oleh Klinik Ortodonti Kartini 22 ini
dihitung dengan menggunakan metode garis lurus yaitu (cost nilai residu) dibagi dengan
umur. Sehingga biaya penyusutan atau depresiasi gedung adalah sebesar Rp 62.500.000,00.
Dalam menghitung biaya rata-rata produksi Klinik Ortodonti Kartini 22, maka
diketahu bahwa biaya tetap rerata (Average Fixed Cost/AFC) adalah sebesar Rp 40.000,00
dan biaya variabel rerata (Average Variable Cost/AVC) sebesar Rp 16.624,53.
Unit Cost atau biaya satuan aktual yang harus dikeluarkan oleh Klinik Ortodonti
Kartini 22 per pelayanan pemeriksaan tanpa tindakan adalah sebesar Rp 56.642,53.
Perhitungan BEP didapatkan hasil bahwa BEP Klinik Ortodonti Kartini 22 atas dasar unit
adalah 2.032,18 pelayanan dan atas dasar penjualan (sales) adaah Rp 264.827.586,21. Jadi,
Klinik Ortodonti Kartini 22 akan mencapai titik impas atau break Event pont pada saat
telah melakukan pelayanan sebanyak 2.032,18 pelayanan atau telah menjual jasa pelayanan
sebesar Rp264.827.586,21.
Hasil perhitungan CRR didapatkan presentase sebesar 230% yang artinya bahwa
pelayanan pemeriksaan tanpa tindakan di Klinik Ortodonti Kartini 22 memiliki kemampuan
keuangan yang baik karena CRR yang diterima jauh melebihi 100%.

36

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Pengertian, Definisi dan Rumus BEP Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan.
http://organisasi.org/. (diakses pada 23 Maret 2014)
Anonim. 2012. Ilmu Ekonomi Mikro Struktur Biaya. fuiguide.file.wordprees.com. (diakses
pada 24 Maret 2014)
Apriyono, Andri. 2009. Break Even Point (BEP).http://ilmumanajemen.wordpress.com.
(diakses pada 22 Maret 2014)
Irnawati. 2011. Pengertian, Definisi dan Rumus BEP.http://irnawt.wordpress.com. (diakses
pada 23 Maret 2014)
Iskandar, Riswan.2009. Klasifikasi Biaya
http://ridwaniskandar.files.wordpress.com/2009/05/33-klasifikasibiaya.pdf.(diakses 23 Maret 2014)
Nifitri, Rida. 2012. Klasifikasi Biaya.
http://ridanifitri20.wordpress.com/2012/10/01/klasifikasi-biaya/. (diakses
24 Maret 2014)
Putri, Ayudya. 2012. Pengertian Ongkos Produksi.
http://ituuttie.blogspot.com/2011/02/pengertian-ongkos.html. (diakses pada 24
maret 2014)
Sadono Sukirno. 2000. Pengantar Mikroekonomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta

37

38

Anda mungkin juga menyukai