Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

HIGH FREQUENCY DUAL WAVE


ULTRASOUND untuk ANTI AGING

Oleh:
M Faiz K Anwar

G99141163

M Rama Anshorie

G99141164

Paksi Suryo Bawono

G99141165

Dwi Budi Narityastuti

G99141166

Christian Ganda W A

G99141167

Diena Ashlihati

G99122035

Pembimbing
Dr. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2014

HALAMAN PENGESAHAN

Makalah Referat Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik dengan judul:

HIGH FREQUENCY DUAL WAVE ULTRASOUND untuk ANTI AGING

Oleh:
M Faiz K Anwar

G99141163

M Rama Anshorie

G99141164

Paksi Suryo Bawono

G99141165

Dwi Budi Narityastuti

G99141166

Christian Ganda W A

G99141167

Diena Ashlihati

G99122035

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada:


Hari Jumat, Tanggal 15 Desember 2014

Dr. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.KFR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keadaan menua adalah hal yang wajar yang terjadi pada manusia yang
hidup, tidak ada yang dapat lolos dalam menghindarinya, secara wajar
proses ini akan berlangsung. Menjadi tua dengan pasti akan diikuti oleh
perubahan fisik dan bisa terjadi kehilangan sel-sel yang semakin
berkurang, sehingga harus ada persiapan dalam mengalami hal tersebut
dengan mengetahui bagaimana keadaan kesehatan kulit muka dan fisik
lainnya (Cunningham, 1998).
Untuk merawat agar tetap kulit muka sehat dan tidak terjadi penuaan
dapat diperiksakan kesehatan kulit dengan alat anti aging treatment.
semakin banyak masyarakat yang menganggap bahwa kesehatan kulit
muka sangat penting dan sudah banyak yang merawat kulit mereka, tapi
masyarakat tidak banyak yang mengetahui alat yang digunakan agar
mengetahui keadaan kulit muka dan mengetahui kolagen pada kulit
muka, padahal sudah banyak alat-alat yang digunakan untuk menghindari
aging (penuaan), dengan prinsip kerja pada alat yang berbeda-beda.
Makalah ini akan membahas alat-alat anti aging agar tidah terjadi
penuaan kulit, ada beberapa alat yang digunakan yaitu light therapy,
microdermabrasion machine, fractional CO2 laser, sehingga dengan kita
mengetahui alat yang dan prinsip keja dari alat kita dapat merawat kulit
muka dengan alat yang tepat dan aman untuk kulit (Klatz, 2003).

B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang dibuat maka tujuan dari makalah ini
adalah :
1. Mengetahui pengertian penuaan kulit.
2. Mengetahui pengertian ultrasound therapy.
3. Mengetahui efek ultrasound therapy pada proses penuaan kulit.

C. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan penuaan?
2. Apa yang dimaksud dengan ultrasound therapy?
3. Bagaimana efek ultrasound therapy pada proses penuaan kulit?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Aging/Penuaan
Proses penuaan merupakan proses fisiologis yang terjadi pada semua
makhluk hidup. Proses ini meliputi seluruh organ tubuh, termasuk kulit
(Jusuf, 2005). Penuaan kulit merupakan suatu bagian dari proses penuaan
alami manusia yang berbeda di masing-masing organ, jaringan, bahkan
berbeda di tingkat sel seiring berjalannya usia. Penuaan pada organ-organ lain
selain kulit, terutama penuaan pada organ dalam sulit dilihat tanpa alat bantu,
akan

tetapi

penuaan

memperlihatkan

pada

perubahan

kulit
yang

merupakan
jelas

dan

jenis

penuaan

nampak

mata

yang
seiring

bertambahnya usia (Ganceviciene et al.,2012). Sjerobabski-Masnec dan


Situm (2010) menyatakan bahwa penuaan kulit adalah proses degeneratif
multisistem yang meliputi kulit dan sistem pendukungnya. Penuaan kulit
merupakan prosef yang progresif, di mana faktor lingkungan yang berperan di
proses ini juga akan mempengaruhi penampilan. Perubahan ini biasanya
mulai tampak pada usia sekitar 30 tahun (Sjerobabski-Masnec dan Situm,
2010).
Mulainya proses penuaan kulit pada tiap orang berbeda-beda. Pada orang
tertentu, proses penuaan kulit terjadi sesuai dengan usianya, akan tetapi pada
orang lain mungkin waktu dimulainya penuaan kulit lebih cepat dari usianya.
Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat mempercepat proses
penuaan kulit (Jusuf, 2005). Penuaan kulit (skin aging) merupakan suatu
proses biologis yang kompleks, yang dipengaruhi oleh faktor intrinsik
maupun ekstrinsik. Faktor intrinsik yang diketahui meliputi antara lain faktor
genetik, metabolisme seluler, hormon, dan proses metabolisme tubuh,
sedangkan faktor ekstrinsik yang diketahui antara lain pengaruh paparan
sinar yang lama, polusi, radiasi, dan pengaruh bahan kimia. Hal ini
menyebabkan munculnya perubahan di setiap lapisan kulit yang bertahap,
terutama pada lapisan terluar yang terlihat (Ganceviciene et al.,2012).

B. Mekanisme Pada Aging


Proses penuaan kulit diakibatkan oleh cronological aging dan photoaging. Baik
cronological aging maupun photoaging disebabkan oleh akumulasi lama berbagai
proses. Namun penyebab utama dari photoaging adalah paparan sinar matahari dan
pigment kulit. Proses penuaan kulit sendiri bisa diakibatkan oleh stress fisik dengan
berbagai mekanisme (Dunn, 2011).

Stress psikologis, simpatis kelenjar adrenal dan kerusakan DNA (Hara,2011).

Stress fisik akan memacu kelenjar adrenal untuk melepaskan catecolamin


(epineprin dan nonpeineprin) yang akan berakibat memacu saraf simpatis. Hal ini
akan mengakibat kenaikan tekanan darah, laju pernafasan dan denyut nadi, jika
berlangsung lama hal ini akan berakibat negatif bagi tubuh. Kenaikan katekolamin
yang bersifat kronik akan mengakibatkan kerusakan DNA dan immunosuppression.
Katekolamin berkerja pada reseptor 2, reseptor ini akan mengaktifkan
isoproterenol, menurut Hara et al isoprenol akan mengkibatkan penurunan gen p53.
Penurunan gen p53 akan menyebabkan kerusakan DNA (Hara,2011).

1. Akut stress dan kronik stress: jalur katecolamin


Terdapat perbedaan antara stres akut dan kronis terhadap bagaimana tubuh
mempertahankan homeostasis. Stres akut

dapat dianggap menguntungkan,

sedangkan stres kronis dianggap merugikan kemampuan tubuh untuk melawan


penyakit, mempertahankan homeostasis, dan mencegah penuaan. Stres akut
diduga memobilisasi sel-sel kekebalan, meningkatkan migrasi sel ke jaringan
yang rusak, dan meningkatkan kekebalan adaptif seluler dan humoral melalui
mekanisme jalur katekolamin (Dunn,2011).
Meskipun stres akut bermanfaat dalam situasi seperti pemulihan dari luka
atau infeksi, secara umum diterima bahwa stress yang berkepanjangan (stres
kronis atau episode berulang dari stres akut) memiliki efek sebaliknya, yaitu
imunosupresi. Pada orang yang sehat, epinefrin diproduksi pada respon terhadap
stres akut dan memiliki efek stimulasi pada kemotaksis, yang dapat
mempersiapkan sistem kekebalan tubuh untuk merespon patogen. Pada individu
dengan stress kronis, stimulasi adrenergik secara simultan terus memobilisasi
sel-sel kekebalan tubuhtanpa istirahat. Ketika stres akut timbul dalam kondisi ini,
stimulasi katekolamin tidak dapat memberikan dorongan untukkemotaksis saat
yang paling dibutuhkan (Dunn,2011).

2. Akut vs kronis Stres: renin-angiotensin


Sistem (RAS) diaktifkan terutama untuk menurunan aliran darah ginjal,
tetapi juga diaktifkan oleh sinyal yang dihasilkan dari sistem simpatis dan HPA
direspon terhadap stres fisik atau psikososial. Fisiologi RAS dimulai dengan sel
juxtaglomerular dari ginjal yang melepaskan renin, yang pada gilirannya
mengaktifkan angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi, pelepasan aldosteron

danhormon antidiuretik, dan efek lainnya. Stres berkepanjangan atau berulang


memicu RAS, hal ini dapat menyebabkanperadangan pembuluh darah dan
aterosklerosis. Sel-sel inflamasi biasanya mengekspresikan angiotensin II tipe 1
reseptor (AGTR1) dan telah menunjukkan bahwa angiotensin II memodulasi
perilaku dan distribusi sel inflamasi. Peradangan adalah komponen dari inisiasi
dan perkembangan aterosklerosis dan aktivasi berkepanjangan RAS dapat
berkontribusikerusakan pembuluh darah imun (Dunn,2011).
Angiotensin II diberikannya efeknya

melalui berbagai mekanisme

intraseluler. Bekerja melalui AGTR1, protein kinase C (PKC) dan jalur, Janus
kinase [JaK] angiotensin II merangsang monosit dan makrofag untuk
meningkatkan produksi berbagaisitokin dan mediator inflamasi. Aktivasi
berkepanjangan dari RAS juga dapat menyebabkan kanker tumorogenesis;
angiotensin II telah ditunjukkan untuk mempromosikan angiogenesis dan invasi
pada melanoma dan sel kanker payudara. Renin-angiotensin system dan stres
oksidatif - Angiotensin II dapat merangsang produksi ROS NADPH oksidasetergantungdalam neutrofil melalui beberapa jalur molekuler termasuk MAP
kinase, ERK, dan fosfolipase A2 Angiotensis IIjuga menghambat sintesis heme
oxygenase antioksidan-1 di neutrofil manusia. Stres oksidatif juga memainkan
peran penting dalam secara kronologis dan photoaging di kulit. Dalam sel
bertekanan normal, ada keseimbangan reaktif spesies oksigen (ROS) produksi
dari mitokondria dan ekspresi enzim antioksidan, termasuk katalase, superoksida
dismutase (SOD), dan glutation peroksidase. Ketika sel berada di bawah stres,
bagaimanapun, keseimbangan ini terganggu dan radikal bebas yang tak terkendali
dapat mengubah kemapuan sel. Hilangnya kapasitas antioksidan di wajah
meningkat ROS juga mengaktifkan transkripsi NF-, yang mempromosikan
transkripsi berbagai gen inflamasi dan proliferasi. Angiotensin II itu sendiri juga
dapat langsung meningkatkan aktivitas NF-]. Hasil akhir dari jalur ini adalah
ketidakseimbangan radikal bebas oksidatif dengan kerusakan DNA yang
dihasilkan dan peningkatan ekspresi gen proliferasi dan sitokin inflamasi, yang
dapat menyebabkan penyakit penuaan dan usia terkait seperti kanker dan
aterosklerosis. Menghambat angiotensin II atau reseptor AGTR1 telah
ditunjukkan untuk memblokir jalur ini dan menghasilkan ROS. Valsartan blokade
reseptor AGTR1 secara signifikan mengurangi pembentukan ROS pada neutrofil
diisolasi dari subyek manusia. Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor

dan angiotensin receptor blocker juga mengurangi transkirp DNA NF-kBn


mengikat monosit, neutrofil, dan sel-sel. Temuan ini menarik mengingat berbagai
angiotensin receptor blocker (misalnya Valsartan) yang saat ini digunakan untuk
pengobatan penyakit kardiovaskular. Selain itu, in vitro dan studi observasional
menunjukkan bahwa ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker dapat
menghambat beberapa jenis kanker, termasuk kanker kulit Sebuah studi kohort
besar 2008 pasien yang berisiko tinggi untuk karsinoma sel basal dan sel
skuamosa menemukan bahwa pasien menggunakan ACE-inhibitor atau
angiotensin receptor blocker sistemik mempunyai tingkat plorifasi kanker lebih
rendah daripada non-pengguna secara signifikan. Meskipun studi ini tidak
menunjukkan hubungan sebab akibat, penulis berspekulasi bahwa hasil asosiasi
dari memblokir jalur angiotensin karena obat anti-hipertensi lainnya tidak
memiliki sama efek(Hara,2011).

3. Stres dan sumbu HPA


Hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) axis merespon stres psikologis atau
fisiologis mensekresi corticotrophin releasing hormone (CRH) dan ACTH,
mediasi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal. Dalam kondisi stres
kronis, tingginya glukokortikoid memiliki banyak efek negatif termasuk
imunosupresi, atrofi jaringan dan percepatan proses penuaan pada hampir semua
jaringan termasuk kulit. Kelebihan glukokortikoid, baik dari pengobatan eksogen
atau penyakit endogen (misalnya Cushing syndrome) memiliki beberapa efek
merusak pada kulit. Glukokortikoid dapat menyebabkan atrofi dan gangguan
penyembuhan luka dengan mengganggu keratinosit dan fungsi fibroblast. Hal Ini
terjadi

dari penurunan sistesis Hyaluronan dan penipisan glikosaminoglikan,

serta mengurangi kolagen dan produksi lipid. struktural kulit mengalami berubah
menjadi atrofi dan penipisan kulit, peningkatan kehilangan air transepidermal
terkait dengan gangguan penghalang permeabilitas kulit, dan mudah memar
dengan gangguan penyembuhan luka, efek ini mirip dengan penuaan kulit pada
geriatri.Pada tingkat molekuler diperkirakan bahwa glukokortikoid memediasi
efek ini melalui berbagai mekanisme dimediasi oleh intraseluler reseptor
glukokortikoid (GCR). Glukokortikoid mengikat hasil GCR di translokasi ke
nukleus, dimana memodulasi transkripsi baik dengan langsung mengikat DNA
atau melalui interaksi protein-protein dengan transkripsi Faktor sendiri. Di antara

faktor-faktor transkripsi yang terkena adalah activator protein-1, Smad3, dan NF. Gen dipengaruhi oleh interaksi ini termasuk yang diperlukan untuk sintesis
lipid serta produksi protein matriks ekstraselular kolagen, proteoglikan dan
elastinsMungkin tidak mengherankan, blocker glukokortikoid juga telah
digunakan untuk mencegah psikologis perubahan stress pada struktur dan fungsi
kulit. Sebuah studi tahun 2006 tikus yang dirangsang stres sdalam bentuk cahaya
secara terus menerus dan suararadio selama 48 jam. Para penulis melaporkan
bahwa GCR blokade dengan mifepristone (Mifeprex) serta reseptor CRH
dengan antalarmin dapat mencegah atau memperbaiki beberapa kelainan kulit
yang disebabkan oleh stres psikologis termasuk proliferasi keratinosit,
penghalang permeabilitas homeostasis, dan integritas stratum korneum
(Dunn,2011).

4. Stres dan kolinergik Pathway


Sedikit yang diketahui tentang hubungan antara stres, sinyal kolinergik, dan
penuaan. sistem saraf parasimpatis aktivasi menengahi berbagai fungsi, termasuk
kontraksi otot dan sekresi kelenjar serta perubahan dalam proliferasi sel dan
migrasi. Aktivasi sistem saraf parasimpatis asetilkolin (Ach) dari serat saraf, yang
mengaktifkan reseptor ACh nicotinic dan / atau reseptor muscarinic ACh pada
organ target. Sel-sel kekebalan tubuh, termasuk sel-sel dendritik, sel mast,
neutrofil, dan makrofag, memiliki komponen jalur sinyal cholinerg. Localized
kolinergik signaling juga dapat menekan kekebalan kulit, sehingga infeksi dan
penyembuhan luka terhambat. Dysregulated produksi keratinosit peptida
antimikroba seperti cathelicidin dan defensin yang dihasilkan dari aktivitas Ach
secara persisten dapat berkontribusi untuk berbagai penyakit termasuk infeksi
bakteri serta atas dermatitis, psoriasis, dan pemfigus Meskipun penelitian obat
antikolinergik untuk pencegahan penuaan kulit kurang, berbagai obat
antikolinergik yang saat ini digunakan dalam dermatologi, termasuk antihistamin
topikalseperti

diphenhydramine,

oxybutynin

(hiperhidrosis),

dan

toksin

botulinum (Dunn,2011).

Menurut Jusuf (2005) ada berbagai macam teori proses penuaan yang
telah dikemukakan, namun mekanisme yang pasti belum diketahui sampai

10

saat ini. Hal ini dikarenakan karena terhentinya proses pertumbuhan fisik dan
mulainya proses penuaan sendiri tidak memiliki batas waktu yang jelas. Teori
penuaan yang sudah diketahui antara lain (Jusuf, 2005):
1. Teori Replikasi DNA
Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan disebabkan kematian sel
perlahan, antara lain akibat pengaruh sinar Ultraviolet (UV) yang merusak
DNA sehingga mempengaruhi masa hidup sel.
2. Teori Kelainan Alat
Proses penuaan terjadi akibat kerusakan DNA, sehingga terbentuk molekul
yang tidak sempurna menimbulkan kelainan enzim intraselular yang
mengakibatkan keru7sakan atau kematian sel.
3. Teori Ikatan Silang
Proses penuaan merupakan akibat pembentukan ikatan silang yang
progresif dari protein intraseluler dan interseluler kolagen, sehingga
menyebabkan kolagen menjadi kurang lentur dan kurang tegang.
4. Teori Neuro-Endokrin
Proses penuaan diatur oleh organ-organ penghasil hormon seperti thymus,
hipotalamus, hipofisis, dan tiroid yang mengatur keseimbangan hormonal
dan regenerasi sel tubuh manusia.
5. Teori Radikal Bebas
Teori ini lebih banyak dipercaya sebagai penyebab proses penuaan.
Radikal bebas merupakan molekul di dalam tubuh yang memiliki elektron
yang tidan berpasangan, sehingga tidak stabil dan reaktif. Radikal bebas
akan terus menyerang sel-sel tubuh yang normal untuk mendapatkan
pasangan elektron, sehingga proses penuaan akan cepat terjadi. Selain itu,
hal ini juga dapat memicu timbulnya kanker.

Terdapat dua mekanisme patofisiologi lainnya yang baru-baru ini


dikemukakan tentang penuaan kulit. Teori pertama berdasarkan produksi
berlebih dari matrix metalloproteinases(MMPs) karena inflamasi kronis atau
paparan UV danatau radiasi infrared yang lama. Jaringan ikat secara normal

11

akan seimbang dalam produksi dan kerusakannya. Peningkatan MMP akan


menyebabkan ketidak seimbangan pada tingkat produksi dan kerusakan pada
jaringan ikat. Berdasarkan durasi dan kekuatan dari proses ini, jaringan ikat
akan kembali normal seutuhnya danatau hanya sebagian. Aktivasi MMP
terjadi pada penuaan alami dan karena induksi sinar. Peningkatan MMP dapat
terjadi secara drastis, meskipun dengan radiasi UV yang memerahkan kulit
yang cukup untuk menimbulkan degradasi jaringan ikat kulit yang signifikan.
Pasofisiologi produksi MMP ini mendasari strategi baru untuk pencegahan
dan penanganan pada penuaan kulit. Strategi ini berdasrkan inhibisi dari
produksi dan aktifitas MMP secara spesifik pada kulit (Dirk Meyer Roger et.
al, 2012).
Patofisiologi kedua pada penuaan kulit berhubungan dengan penurunan
produksi Heat shock protein (HSP) (Dirk Meyer Roger et. al, 2012).HSP
terbagi menjadi beberapa jenis protein sesuai beral molekulernya, dan
diantaranya terdapat HSP 70 dan HSP 90 yang bertanggung jawab dalam
pengenalan dan pelipatan protein. HSP ditemukan di seluruh jenis sel. Di
dalam sel, HSP berfungsi untuk melindungi sel dari stress yang dapat
menimbulkan kerusakan molekuler yang berbahaya. Selain itu, HSP yang
berada di membran sel dan di luar sel berfungsi untuk menunjukkan efek
sitotoksis yang meningkatkan kematian sel. Pada penuaan, kerusakan protein
akhir-akhir ini dapat dikaitkan dengan penurunan produksi HSP, dan hal ini
dipercaya menimbulkan peningkatan sebagian abnormalitas sel dan apoptosis
sel (Paulose, 2009). HSP Modulasi HSP merupakan komponen penting dalam
pengobatan gerontologi modern yang digunakan untuk menunda proses
penuaan danatau untuk mengurangi tanda-tanda penuaan. Efek ini dapat
melalui kolerasi dari aktifitas HSP dan fibroblas dan produksi kolagen (Dirk
Meyer Roger et. al, 2012).

12

C. Faktor Yang Mempengaruhi Aging


Proses penuaan kulit mempunyai dua fenomena yang saling berkaitan
yaitu proses menua intrinsik dan ekstrinsik (Jusuf,2005).
1. Proses Menua Intrinsik
Merupakan proses menua fisiologik yang berlangsung secara alamiah,
disebabkan berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri seperti genetik,
hormonal dan rasial. Fenomena ini tidak dapat dicegah/dihindari dan
mengakibatkan perubahan kulit

yang menyeluruh

sesuai

dengan

pertambahan usia (Jusuf,2005).


a.) Genetik
Faktor genetik mempengaruhi saat mulai terjadi proses menua
pada seorang seperti pada orang yang memiliki jenis kulit kering
cenderung mengalami menua kulit lebih awal (Jusuf,2005).
b.) Rasial
Manusia terdiri dari bermacam-macam ras dan masing-masing
mempunyai struktur kulit yang berbeda terutama yang berperan
didalam system pertahanan tubuh terhadap lingkungan seperti
peranan pigmen melanin sebagai proteksi terhadap sinar matahari.
Ras kulit putih lebih mudah terbakar sinar matahari (sunburn),
lebih mudah terjadi gejala kulit menua dini, daripada kanker kulit
dan kanker kulit di bandingkan ras berwarna (Jusuf,2005).
c.) Hormonal
Pengaruh hormon sangat erat hubungannya dengan umur.
Proses menua fisiologis lebih jelas terlihat pada wanita yang
memasuki masa klimak terium atau menopause. Pada masa itu
penurunan fungsi ovarium menyebabkan produksi hormone seks
seperti hormon esterogen berkurang dan akibatnya akan terjadi
atrofi sel epitel vagina, pengecilan payudara, timbul tanda-tanda
menua pada kulit seperti kulit menjadi kering dan elastisitasnya
berkurang (Jusuf,2005).

13

2. Proses Menua Ekstrinsik


Terjadi akibat berbagai factor dari luar tubuh. Faktor lingkungan
seperti sinar matahari, kelembapan udara, suhu dan berbagai factor
eksternal lainnya dapat mempercepat proses menua kulit sehingga terjadi
penuaan dini. Perubahan pada kulit terutama terjadi di daerah terpajan
seperti kulit wajah sehingga wajah terlihat lebih tua, tidak sesuai dengan
usia

yang

sebenarnya.

Berbagai

usaha

dapat

dilakukan

untuk

mencegah/memperlambat terjadinya penuaan dini(Jusuf,2005).


a.) FaktorLingkungan
1.) Sinar matahari
Sinar matahari merupakan factor utama penyebab
terjadinya proses menua kulit. Penuaan dini yang terjadi
akibat paparan sinar matahari disebut dengan photoaging.
Paparan sinar matahari kronik akan menghasilkan radikal
bebas yang menyebabkan berbagai kerusakan struktur kulit
serta menurunkan respon imun (Jusuf,2005).
Radikal bebas ini akan menyebabkan berbagai kerusakan
pada kulit yaitu:
1. Kerusakan enzim-enzim yang bekerja mempertahankan
fungsi sel sehingga terjadi kerusakan pada sel-sel.
2. Kerusakan protein dan asam-asam amino yang merupakan
struktur utama kolagen dan elastin sehingg serat-seratnya
menjadi kaku, tidak lentur dan kehilangan elastisitas.
3. Kerusakan pembuluh darah kulit sehingga menjadi lebar
dan menipis.
4. Terjadi gangguan distribusi pigmen melanin dan melanosit
sehingga terjadi pigmentasi yang tidak merata.

14

2.) Kelembapan udara


Kelembapan

udara

yang

rendah

di

daerah

pegunungan/dataran tinggi, ruangan AC, paparan angin dan


suhu dinginkan menyebabkan kulit menjadi kering sehingga
mempercepat proses menua kulit (Jusuf,2005).

Secara garis besar gejala penuaan intrinsik dan penuaan ekstrinsik


(photoaging) dapat dibedakan sebagai berikut:
Penuaan Intrinsik

Penuaan Ekstrinsik

Kulit tipis dan halus

Kulit menebal dan kasar

Kulit kering

Kulit kering

Kerut halus, garis ekspresi lebih dalam Kerut lebih dalam dan nyata
Kulit kendur

Bercak pigmentasi tidak teratur

dapat timbul tumor jinak

Pelebaran pembuluh darah


(telangiektasi)
Dapat timbul tumor jinak, pra
kanker maupun kanker kulit

(Jusuf NK, 2005)


Pada sumber lain, didapatkan mekanisme penuaan kulit secara klasik
dikelompokkan menjadi penuaan intrinsik, yang merupakan penuaan kulit
secara alami dan bertahap, dan penuaan ekstrinsik, yangdipengaruhi oleh
faktor fisik dan kimia seperti paparan sinar matahari (Murina et al, 2012;
Sjerobabski-Masnec dan Situm, 2010).
Penuaan intrinsik biasanya dimulai pada usia sekitar 20 tahun,. Di dalam
kulit, produksi kolagen mulai berkurang dan elastisitas menurun. Pergantian
kulit mati dengan kulit baru juga melambat. Sistem pendukung kulit, seperti
tulang, kartilago, dan kompartemen subkutan juga mengalami penurunan
pada proses penuaan. Demineralisasi tulang dan perubahan arsitektur
kartilago serta perubahan pada kompartemen subkutan seperti penurunan
ukuran, fungsi, dan penyebaran sel lipid,

15

juga berpengaruh pada kulit,

terutama pada wajah (Sjerobabski-Masnec dan Situm, 2010). Pengurangan


lipid pada kulit yang menua berkontribusi menurunkan kadar hormon
estrogen dan testosteron. Penurunan kadar hormon seks ini menimbulkan
kekeringan kulit, keriput, dan penurunan kolagen sehingga menyebabkan
penurunan elastisitas kulit (Murina et al, 2012).
Mekanisme penuaan ekstrinsik biasanya disebabkan oleh kerusakan
epidermal serta pembentukan kembali kolagen dalam kulit dan matrik protein
ekstraselular. Penuaan kulit ekxtrinsik paling banyak dipengaruhi oleh
pengaruh paparan sinar ultraviolet (UV) yang kronis. Faktor paparan lain
dapat berupa asap rokok, sinar inframerah (IR), dan ozon. Paparan radiasi UV
menyebabkan terjadinya mekanisme photoaging (Murina et al, 2012).
Photoaging adalah proses degeneratif multisistem yang mempengaruhi kulit
dan sistem pendukungnya. Pada kulit dengan paparan sinar matahari yang
lama,

kepadatan

melanosit

jauh

lebih

meningkat,

yang kemudian

menimbulkan eritema, pengurangan hidrasi pada stratum korneum, dan


menimbulkan kerutan. Pada kulit dengan paparan sinar UV kronis mengalami
hipertrofi epidermis, penebalan stratum korneum, ireguler keratinosit dan
melanosit, dan jumlah sel langerhans di epidermis berkurang, sehingga
menyebabkan respon imun berkurang. Perubahan yang terjadi di kulit karena
photoaging berupa penurunan kolagen tipe I dan II, degenerasi jaringan
fibrosa elastis, dan dilatasi pembuluh darah kulit. Photoaging pada daerah
yang terkena sinar matahari dapat menimbulkan tanda-tanda kerutan kasar,
kekeringan, dan perubahan pigmen kulit (Sjerobabski-Masnec dan Situm,
2010).

16

D. Klasifikasi Photoaging
Tipe

Karakteristik

1. Tidak keriput

Tipikal usia 20 30 tahun


Photoaging awal
Sedikit perubahan pigmen
Tidak ada keratosis
Sedikit atau tidak ada keriput

2. Keriput dalam gerakan

Tipikal usia 30 40 tahun


Awal menuju pertengahan photoaging

3. Keriput saat istirahat


4. Hanya keriput
(Ivi NP, 2008)

E. Kelainan yang Terjadi pada Proses Penuaan


Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas dan merupakan benteng
utama terhadap invasi pathogen dan dehidrasi. Kulit terdiri dari 3 lapisan
yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan. Di dalamnya terdapat folikel
rambut, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, pembuluh darah, dan berbagai
organ lain (Jusuf,2005).
Pada lansia terjadi penurunan fungsi kulit, namun hal ini tidak terlepas
dari perubahan histologist serta struktur dari kulit itu sendiri. Demikian pula,
kita tidak mungkin untuk menyingkirkan faktor-faktor lain yang bias timbul
bersamaan,

yaitu

pengaruh

lingkungan

(Jusuf,2005).

17

serta

perubahan

hormonal

Tabel 1.Gambaran perubahan histologist kulit pada penuaan kulit


Epidermis
-

Taut

Dermis

epidermo- -

Apendiks

Atrofi

dermal mendatar
-

Tebal

rambut

berkurang/ -

Fibroblast berkurang

variatif
-

Depigmentasi

Konversi

rambut

terminal kevelus

Bentuk dan ukuran -

Pembuluhdarah

sel

berkurang

Nail plate abnormal

Melanosit berkurang

Sel mast berkurang

Sellangerhans

Capillary loop

Akhiran

Kelenjar berkurang

berkurang
saraf

abnormal

F. Ultrasound Therapy
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Ultrasound Therapy
Terapi ultrasound adalah suatu terapi dengan menggunakan getaran
mekanik gelombang suara dengan frekuensi lebih dari 20.000 Hz dengan
tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu. Terapi
ini menggunakan arus listrik yang dialirkan lewat transducer yang
mengandung kristal kuarsa yang dapat mengembang dan kontraksi serta
memproduksi gelombang suara yang dapat ditransmisikan pada kulit serta
ke dalam tubuh.
Peralatan yang dipergunakan pada terapi ultasound adalah generator
penghasil frekuensi gelombang yang tinggi, dan transducer yang terletak
pada aplikator. Transducer terbuat dari kristal sintetik seperti barium
titanate atau sirkon timbal titanat yang memiliki potensi piezeloelectric

18

yakni potensi untuk memproduksi arus listrik bila dilakukan penekanan


pada kristal. Terapi ultrasound biasanya dilakukan pada rentang frekuensi
0.8 sampai dengan 3 megahertz (800 sampai dengan 3,000 kilohertz).
Frekuensi yang lebih rendah dapat menimbulkan penetrasi yang lebih
dalam (sampai dengan 5 sentimeter). Frekuensi yang umumnya dipakai
adalah 1000 kilohertz yang memiliki sasaran pemanasan pada kedalaman 3
sampai 5 cm dibawah kulit. Pada frekuensi yang lebih tinggi misalkan
3000 kilohertz energi diserap pada kedalaman yang lebih dangkal yakni
sekitar 1 sampai 2 cm. Gelombang suara dapat mengakibatkan molekul
molekul pada jaringan bergetar sehingga menimbulkan energi mekanis dan
panas. Penetrasi energi ultrasound bergantung pada jenis dan ketebalan
jaringan. Jaringan dengan kadar air yang tinggi menerap lebih banyak
energi sehingga suhu yang terjadi lebih tinggi. Pada jaringan lokasi yang
paling berpotensi untuk terjadi peningkatan suhu yang paling tinggi adalah
antara tulang dan jaringan lunak yang melekat padanya(Watson,2000).
Terdapat dua pendekatan pada pelaksanaan terapi ultrasound yakni
gelombang kontinyu dan gelombang intermittent (pulsed). Pada kasus
dimana tidak diinginkan terjadinya panas seperti pada peradangan akut,
gelombang

intermiten

lebih

dipilih.

Gelombang

kontinyu

lebih

menimbulkan efek mekanis seperti meningkatkan permeabilitas membran


sel dan dapat memperbaiki kerusakan jaringan.
Terapi

ultrasound berbeda dengan diagnostic

ultrasound yang

menggunakan gelombang suara intensitas rendah yang digunakan untuk


menghasilkan gambar struktur internal tubuh. Terapi ultrasound dengan
intensitas tinggi yang terfokus dapat digunakan untuk menghancurkan
jaringan yang tidak diinginkan seperti batu ginjal, batu empedu,
hyperplasia prostat dan beberapa jenis tumor fibroid.

19

Gambar 1. Unit Ultra Sound

2. Efek Fisiologis Ultrasound Therapy


Efek thermal terapi ultrasound ditemukan sangat bermanfaat dalam
terapi gangguan musculoskeletal, menghancurkan jaringan parut dan
membantu mengulur tendon. Penggunaan ultrasound dalam terapi panas
dapat dikombinasikan dengan stimulasi elektrik pada otot. Kombinasi ini
dapat

meningkatkan

kemampuan

pembersihan

sisa

metabolisme,

mengurangi spasme otot serta perlengketan jaringan. Ultrasound terapetik


juga memiliki efek anti peradangan yang dapat mengurangi nyeri dan
kekakuan sendi. Terapi ini dapat digunakan untuk memperbaiki
impingement (jepitan) akar syaraf dan beberapa jenis neuritis (peradanagn
saraf)

dan

juga

bermanfaat

untuk

penyembuhan

(Baker,2001).

Gambar 2. Penetrasi Gelombang Ultrasound

20

paska

cedera

Selain efek thermal, terapi ultrasound juga menghasilkan efek non


thermal berupa kavitasi dan microstreaming. Kavitasi merupakan proses
dimana terdapat bentukan gelembung udara yang dapat membesar dalam
jaringan sehingga dapat meningkatkan aliran plasma dalam jaringan.
Microstreaming merupakan desakan gelombang suara padamembran sel
yang dapat meningkatkan kerja pompa sodium sel yang dapat
mempercepat proses penyembuhan (Baker,2001).

3. Pengaruh ultrasound pada kondisi biologias yang berkaitan dengan


penuaan.
Salah satu faktor penuaan adalah fibroblast. Fibroblast yang berkurang
dapat menyebabkan berkurangnya turgor kulit. Hal tersebut terjadi karena
adanbya ketidak seimbangan keseimbangan jaringan ikat dan akumulasi
progresif fibrocyt di jaringan ikat yang inaktif. Proses ini menyebabkan
penurunan

kandungan

kolagen

di

kulit

dan

dapat

menurunkan

glikosanimoglikan, yang kemudian akan dapat menurunkan turgor kulit


(Dirk Meyer Roger et. al, 2012). Peningkatan proliferasi dari fibroblast
dapat terjadi pada pemberian ultrasound (US) pada gelombang 1-3MHz.
Pada penelitian lainnya terdapat juga peningkatan jumlah kolagen dengan
menggunakan pulsed ultrasound treatment (0.10.3 W/cm2 SATA, 1
MHz)yang dilakukan pada hewan uji yaitu babi yang telah dilukai (Kerry,
2001).Pada penggunaan ultrasound konvensional 1MHz 1:4 pulsasi dan
dengan long wave ultrasound 45MHz secara continue menyebabkan
peningkatan produksi fibroblas sebesar 35-52%. US 45MHz juga
meningkatkan produksi kolagen sebesar 112%. Selain fibroblas dan
kolagen, kedua US ini juga sedikit menstimulasi IL-1 tanpa diikuti
peningkatan level IL-6 and TNF (Nghiem, 1999).
Peningkatan matrix metalloproteinases (MMP) akan menyebabkan
ketidak seimbangan pada tingkat produksi dan kerusakan pada jaringan
ikat. Berdasarkan durasi dan kekuatan dari proses ini, jaringan ikat akan
kembali normal seutuhnya danatau hanya sebagian. Aktivasi MMP terjadi

21

pada penuaan alami dan karena induksi sinar. Peningkatan MMP dapat
terjadi secara drastis, meskipun dengan radiasi UV yang memerahkan kulit
yang cukup untuk menimbulkan degradasi jaringan ikat kulit yang
signifikan (Dirk Meyer Roger et. al, 2012). Low-intensity ultrasound dapat
menurunkan jumlah MMP-1 yang merupakan matrix protein degradasi
sehingga dapat menurunkan proses degradasi jaringan ikat yang terjadi
akibat meingkatnya MMPs akibat paparan sinar UV (Byung, 2006).
Selain itu low-intensity ultrasound juga dapat menstimulasi transforming
growth factor (TGF)-1 dan 3 yang dapat memperbaiki kerusakan kulit
(Kwideok, 2006).
Modulasi HSP merupakan komponen penting dalam pengobatan
gerontologi modern yang digunakan untuk menunda proses penuaan
danatau untuk mengurangi tanda-tanda penuaan. Efek ini dapat melalui
kolerasi dari aktifitas HSp dan fibroblas dan produksi kolagen (Dirk Meyer
Roger et. al, 2012). Pada ultrasound dengan frekuensi 1MHz secara
kontinyu dapat meningkatkan kadar HSP sehingga dapat meningkatkan
produksi kolagen yang pada akhirnya akan mengurangi tanda-tanda
penuaan (Ki Won Nam, 2014).

22

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Aging atau penuaan bukan hanya proses menjadi tua. Penuaan adalah apa
yang membuat tua tidak sebaik baru dan ketika laju kegagalan meningkat
bersamaan dengan peningkatan usia, orang menjadi sakit, lemah, dan kadang
sekarat. Proses penuaan dapat di kurangi dengan cara memperbaiki pola hidup
dan ada beberapa modalitas terapi yang dapat digunakan sebagai anti-aging,
seperti menggunakan terapi ultrasound. Ultrasound dapat digunakan untuk
melawan penuaan kulit karena terbukti dapat merangsang penurunan faktorfaktor intrinsik pada penuaan kulit. Metode ini memodulasi aktifitas MMP,
HSP dan memulihkan jaringan jaringan yang telah rusak yang akhirnya dapat
memperbaiki penuaan kulit.

B. Saran
Ultrasound dapat digunakan dalam pencegahan penuaan kulit namun perlu
adanya penelitian lebih lanjut.

23

DAFTAR PUSTAKA
Watson, T. (2000). "The role of electrotherapy in contemporary physiotherapy pr
actice" Manual Therapy 5(3): 132 141.
Baker, K. G., V. J. Robertson, et al. (2001). "A review of therapeutic
ultrasound: biophysical effects." Physical Therapy 81(7): 1351.
Arovah, Novita I., Dasar-Dasar Fisioterapi
Hara MR, Kovacs JJ, Whalen EJ, Rajagopal S, Strachan RT, Grant W, et al. A
stress response pathway regulates DNA damage through [2]adrenoreceptors and -arrestin-1. Nature. 2011. doi: nature10368 [pii]
10.1038/nature10368. PubMed PMID: 21857681.
Dunn Jeffrey H dan Koo John, Psychological Stress and skin aging: A review of
possible mechanisms and potential therapies. 2011. Dermatology Online
Journal
Jusuf NK. 2005. KulitMenua. Departemenilmupenyakitkulitdankelamin FK
USU; Medan
N. Puizini-Ivic. Skin aging.ActaDermatoven.2008; 17:47-52
Byung Hyune Choi, Jeong-Im Woo,Byoung-Hyun Min andSo Ra Park . Lowintensity ultrasound stimulates the viability and matrix gene expression of
human articular chondrocytes in alginate bead culture. Journal of
Biomedical Materials Research Part A.2006. Volume 79A, Issue 4, pages
858864
Dirk

Meyer-Rogge, Frank Rsken, Peter Holzschuh, Bruno Dhont,


IljaKruglikov. Facial Skin Rejuvenation with High Frequency Ultrasound:
Multicentre Study of Dual-Frequency Ultrasound. Journal of Cosmetics,
Dermatological Sciences and Applications, 2012, 2, 68-73

Kerry G Baker, Valma J Robertson and Francis A Duck. A Review of


Therapeutic Ultrasound: Biophysical Effects. Physical Therapy July
2001 vol. 81 no. 7 1351-1358
Ki Won Nam, Dong YelSeo, Min Hee Kim. Pulsed and Continuous Ultrasound
Increase Chondrogenesis through the Increase of Heat Shock Protein 70
Expression in Rat Articular Cartilage. J PhysTher Sci. May 2014; 26(5):
647650.

24

Kwideok Park, Brent Hoffmeister, Dong Keun Han, Karen Hasty. Therapeutic
ultrasound effects on interleukin-1 stimulated cartilage construct in vitro.
Ultrasound in Medicine and Biology , Volume 33 , Issue 2 , 286 295doi:10.1016/j.ultrasmedbio.2006.08.009
Nghiem Doan, Peter Reher, Sajeda Meghji, Malcolm Harris. In vitro effects of
therapeutic ultrasound on cell proliferation, protein synthesis, and
cytokine production by human fibroblasts, osteoblasts, and monocytes.
April 1999 Volume 57, Issue 4, Pages 409419
Andriani D. (2012). Penuaan kulit dan perubahan hormonal. Denpasar : Makalah
National Symposium and Workshop on Anti Aging Medicine.
Dirk Meyer, Roger et,al. (2012) : Facial Skin Rejuvination With High Frequency
Ultrasound : Multi Centre Study Of Dual-Frequency Ultrasound. Journal
of cosmetics.
Castillo-Garzn M, Ruiz JR, et al. (2006). Anti-aging therapy through fitness
enhancement. Clinical Interventions in Aging :1(3) 213220
Jusuf KN. (2005). Kulit menua. Majalah Kedokteran Nusantara : 38 (2) 184-188
Ganceviciene R, Liakou A, et al. (2012). Skin anti-aging strategies. DermatoEndocrinology 4:3, 308319
Cunningham W. Aging and photo-aging. Dalam: Baran R, Maibach HI editor.
Textbook of Cosmetic Dermatology, ed.2 London: Marin Dunitz Ltd
1998: 445-67
Klatz, R. 2003. Acknowledgements. In : Klatz, R. 2003. Anti-Aging
Medical Therapeutics volume 5. Chicago : The A4M Publication. p.3.

25

Anda mungkin juga menyukai