LAPORAN KASUS
I.1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. AP
Umur
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Tanggal lahir
: 09 Juli 2003
Tanggal masuk
: 02 Desember 2014
No.CM
: 069951
Tanggal masuk RS
DPJP
: demam
Pusing
Mual
: disangkal
Riwayat trauma
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
: disangkal
Riwayat hepatitis
: disangkal
Genogram
Keterangan :
sudah meninggal
pasien
ANC
eklampsia (+), kaki bengkak (+), muntah-muntah berlebihan (-), trauma (-),
anemia (-), perdarahan (-)
Riwayat kelahiran : Pasien anak kedua dari dua bersaudara, lahir cukup
bulan 39 minggu, BBL 3200 gram, lahir langsung menangis, panjang dan
lingkar kepala lupa, persalinan pervaginam ditolong oleh bidan tanpa
penyulit.
Riwayat Nutrisi
Pasien diberi ASI hanya hingga usia 1 bulan dan diselingi dengan susu formula
merk Laktogen. Laktogen diberikan hingga usia 1 tahun dan selanjutnya
diberikan susu Dancow. MPASI berupa bubur susu. Pola makan 3x sehari.
Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengakui imunisasi pasien lengkap sesuai daftar imunisasi di KMS.
Pemberian imunisasi dilakukan di bidan.
Riwayat Tumbuh Kembang
- 4 bulan pasien bisa tengkurap
- 8 bulan duduk
- 13 bulan mulai bisa berjalan sedikit
- 14 bulan sudah bisa berjalan
- Kesan perkembangan (motorik kasar) pasien normal
3
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital Sign
RR
: 22x/menit, reguler
BB : 34 Kg
TB : 132 cm
Kulit
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Cor
- Inspeksi
- Palpasi
- Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, suara tambahan (-), bising (-)
Pulmo
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
Abdomen
- Inspeksi
: pembesaran (-)
- Palpasi
- Perkusi
: timpani (+)
Ekstremitas
Hasil
Nilai rujukan
Darah Rutin
Hemoglobin
12,4
12.0 - 16 gr/dL
Leukosit
Eritrosit
1.8 (L)
4,5
4.5 11 ribu
4.2 5.4 juta
Hematokrit
Trombosit
39
87 (L)
38 47%
150 440
MCV
MCH
86
27
ribu/mm3
73 89 fl
24 30 pg
MCHC
Hitung Jenis Leukosit
Limfosit
Monosit
Neutrofil Segmen
32
32-36 g/dL
21 (L)
16 (H)
63
22 40%
4 8%
36 66%
1.2.3 RESUME
Pasien datang dengan keluhan demam sudah 3 hari. Demam dirasakan naik
turun, tinggi pada malam hari sampai menggigil dan turun saat siang hari. Pasien
juga mengeluh pusing, mual, muntah (satu kali, berisi makanan), nyeri otot dan
sendi, nyeri di ulu hati, mata dan hidung berair. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Perdarahan dari hidung dan gusi tidak ada. Batuk, pilek, sesak, kejang, bintik
bintik dan ruam merah, mata kekuningan tidak ada. Riwayat berpergian ke daerah
endemik malaria disangkal. Tetangga ada yang pernah menderita demam berdarah.
Pasien merupakan anak kedua di keluarganya.
5
Ranitidin 2 x 1 ampul
2. Non Farmakologi
-
3. Usul Pemeriksaan
-
Waktu
03-12-
S
Nyeri ulu hati (+)
O
KU baik, compos
2014
Pusing (+)
mentis, TD 100/80
A
DF dd/ DHF
Inf.
P
Ringer Laktat 2
cc/kgBB/jam 22 tpm
P: 22x/m
Paracetamol 3 x tab
03-12-
2014
keluar
Pukul
13.00
WIB
kalau perlu
-
Ranitidin 2 x 1 ampul
Observasi
2014
Keluhan : makan
mentis, T: 110/75
Pukul
sulit, badan
mmHg, N: 97x/m,
20.00
lemah.
S:36,5 P: 24x/m
04-12-
Observasi
KU baik, compos
2014
Keluhan : makan
mentis. T: 120/80
Pukul
mau, sedikit.
mmHg, N: 94x/m,
07.00
S:36,3 P: 21x/m
WIB
(+)
WIB
DHF
1.
2.
3.
4.
perlu
5. Sucralfat (inpepsa) 3 x
cth 1
6. Monitor TTV tiap 6 jam
04-12-
2014
Pukul
11.00
04-12-
Observasi
KU Baik, compos
2014
mentis, T: 110/70
Pukul
mmHg, N: 84x/m,
18.05
S:36,4oC P: 22x/m
Abdomen : nyeri tekan
(+)
05-12-
Terdapat ruam
KU tenang, compos
2014
kemerahan di
mentis, T: 108/70
(Demam
mmHg, N: 80x/m,
hari ke-
perut berkurang.
S:36,4o C P: 20x/m
6)
DHF
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Asering 24 tpm
Cetirizin 1 x 10 mg
Ranitidin 2 x 1 ampul
Psidii 2 x cth 1
Inpepsa 3 x cth 1
Monitor TTV tiap 6 jam
gatal.
05-12-
2014
Pukul
11.23
WIB
05-12-
Observasi
KU baik, kesadaran
2014
CM. T: 110/70mmHg,
Pukul
N: 72x/m, S:36,3oC P:
12.00
22x/m
WIB
05-12-
KU baik, kesadaran
2014
Pukul
N: 80x/m, S:36,5oC P:
18.00
22x/m
WIB
06-12-
2014
lagi
BAB II
DEMAM BERDARAH DENGUE
A.
Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
9
ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petekie,
purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali,
trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan (Anonim, 2014).
B.
Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B
Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae,
yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masingmasing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan penyakit pada
manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di
Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang
paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang
menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal
(Anonim, 2014).
Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes
aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan
daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam
penularan (Anonim, 2014).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue
yaitu (Anonim, 2013) :
1) Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat
ke tempat lain.
2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
C.
Patofisiologi DBD
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan
10
sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis
DBD adalah (Anonim, 2013) :
a) Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibodi
dependent enhancement (ADE).
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi
IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus
dan sekresi sitokin oleh makrofag.
d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya
C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection
yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue
dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi
sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Kurang dan Ennis
pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa
infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis kompleks
virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya
infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik
sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-,
IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan
terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan
C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan
terjadinya kebocoran plasma. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui
mekanisme :
1) Supresi sumsum tulang, dan
2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
11
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi
peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin
dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini
menunjukkan terjadinya stimulasi tromobositopenia. Destruksi trombosit terjadi
melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit
selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit
terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar btromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati
konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada
demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor
pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi factor Xia namun tidak
melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex) (Anonim, 2013).
D.
Manifestasi Klinis
Demam berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak, sakit kepala
hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya napsu makan, mualmual dan ruam. Demam berdarah yang lebih parah ditandai dengan demam tinggi
yang bisa mencapai suhu 40-410C selama dua sampai tujuh hari, wajah kemerahan,
dan gelaja lainnya yang menyertai demam berdarah ringan. Berikutnya dapat muncul
kecenderungan pendarahan, seperti memar, hidung dan gusi berdarah, dan juga
pendarahan dalam tubuh. Pada kasus yang sangat parah, mungkin berlanjut pada
kegagalan saluran pernapasan, syok dan kematian. Setelah terinfeksi oleh salah satu
dari empat jenis virus, tubuh akan memiliki kekebalan terhadap virus itu, tapi tidak
menjamin kekebalan terhadap tiga jenis virus lainnya (Depkes, 2014).
E.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit
dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
12
limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell
culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit,
saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue
berupa antibodi total, IgM maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain (Anonim, 2013) :
Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15%
dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.
Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal. Elektrolit: sebagai
parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah: dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi
darah atau komponen darah.
Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM: terdeksi
mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder
IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di bawah
ini dipenuhi :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
13
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari
tempat lain.
- Hematemesis atau melena.
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Klasifikasi Dengue Menurut WHO
Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.
Sindrom Syok Dengue (SSD).
14
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi
yang cepat dan lemah, tekanan darah turun ( 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar
sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
F.
Penatalaksanaan
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok
Anak dirawat di rumah sakit
Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu,
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare.
Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena
Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata laksana
syok terkompensasi (compensated shock).
Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra nasal.
15
Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan
terjadinya
perdarahan
tersembunyi;
berikan
transfusi
darah/komponen.
Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik,
tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4
jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan
laboratorium.
Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Ingatlah
banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak daripada
pemberian yang terlalu sedikit.
16
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan demam sudah 3 hari. Demam tinggi pada malam hari
sampai menggigil dan turun pada siang hari. Demam merupakan keluhan yang sering
ditemukan pada kasus pediatri dan memiliki diagnosis banding yang banyak. Demam dapat
disebabkan oleh infeksi sistemik maupun lokal. Pasien juga mengeluh pusing, mual, muntah
satu kali, nyeri otot dan sendi, nyeri ulu hati. Mata dan hidungnya juga berair. Karakteristik
gejala tersebut mengarahkan diagnosis ke arah infeksi virus. BAB dan BAK tidak ada
keluhan. BAK tidak ada keluhan melemahkan kecurigaan ke arah infeksi saluran kemih.
Nafsu makan pasien masih baik. Perdarahan gusi dan mimisan tidak ada. Hal tersebut
merupakan gejala DBD. Nyeri dan bengkak di telinga tidak ada sehingga menunjukkan
bahwa penyakit pasien bukan karena infeksi telinga. Batuk pilek dan sesak tidak ada, hal
tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan besar demam pasien bukan karena ISPA. Pasien
tidak mengeluh kejang dan tidak ada penurunan kesadaran. Hal ini mengyingkirkan diagnosis
meningitis dan ensefalitis. Bintik bintik dan ruam ruam di tubuh disangkal. Ruam dan
bintik yang merupakan salah satu gejala DBD tidak ada. Ruam juga dapat disebabkan oleh
campak. Mata dan kulit tidak kekuningan. Keluarga pasien menyangkal riwayat berpergian
ke wilayah endemik malaria yang melemahkan diagnosis ke arah itu. Riwayat demam
berdarah didapatkan di tetangga pasien. Anamnesa mengarahkan diagnosis ke arah demam
dengue dan demam tifoid.
Pasien diperiksa pada tanggal 5 November dan didapatkan keadaan umum baik.
Status gizi pasien tergolong baik. Tidak didapatkan epistaksis, lidah kotor. Pada pemeriksaan
paru tidak didapatkan ronkhi. Nyeri tekan di regio abdomen tidak didapatkan lagi setelah
sebelumnya ada. Pada kedua kaki ditemukan ruam ruam kemerahan yang merupakan
pertanda penyembuhan karena pasien sedang dalam fase demam hari ke 6. Pemeriksaan
laboratorium pada tanggal 2 November 2014 menunjukkan jumlah leukosit, trombosit, dan
limfosit yang rendah. Jumlah monosit tinggi dan hal tersebut menunjukkan bahwa penyakit
pasien kemungkinan besar disebabkan oleh virus. Terapi yang diberikan yaitu Infus Ringer
Laktat 22 tpm untuk intake cairan. Psidii diberikan untuk meningkatkan jumlah trombosit.
Parasetamol diberikan sebagai penurun panas. Ranitidin diberikan untuk mengatasi mual dan
muntahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Tersedia pada
<http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/leukemia_pada_anak.html> (dikutip pada
tanggal 14 September 2014)
Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo PAPoplack
DG, eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 15th ed. 2006:538-90.3.
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih
Bahasa Peter Anugrah. Ed.Jakarta : EGC; 19945.
Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Thomas Suroso (Editor) : Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia, Depkes RI, Dirjen P2MPL, Jakarta, 2001
Nimmannitya S : Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever: Pearl and Pitfalls in Diagnosis
and Management, DTM&H Course 2002, Faculty of Tropical Medicine, Mahidol
University, Bangkok.
Thomas Suroso, Hadinegoro SR, Wuryadi S dkk (Editor): Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue, Depkes RI, Jakarta, 2003.
18