Proses yang terjadi dalam pertukaran gas di sistem pernafasan adalah secara difusi atau pertikaran O2
dengan CO2 dalam alveoli.
A. Komposisi gas pernafasan
Kita menghisap udara atmosfer dengan tekanan 760 mmHg. Udara atmosfer ini memiliki komposisi
gas-gas utama dengan tekanannya masing-masing sebagai berikut:
N2
O2
CO2
: 79%
: 21%
: 0,04%
Dengan adanya uap air (H2O) yang relatif konstan di dalam alveoli paru yaitu dengan tekanan 47
mmHg, maka komposisi gas oksigen dan karbondioksida berbeda, yaitu:
H2O
O2
CO2
Dari analisa gas darah diketahui pula komposisi gas-gas dalam darah arterial, venous maupun
jaringan, dengan komposisi sebagai berikut:
Gas
O2
Atmosfer
159
Alveoli
104
CO2
0,3
40
Venous
40
45
terlarut. Pada P O2 normal dalam arteri (95 mmHg), gas O2 yang terlarut berkisar 0,29/100 ml
darah.
Diangkut oleh hemoglobin (Hb)
Oksigen yang terikat oleh Hb kira-kira 98,5%. Hb mampu mengikat O2 secara reversibel. Ikatan
antara Hb dengan O2 merupakan ikatan yang longgar.
Hb
(Deoxygenated Hb)
+ O2
Hb-O2
(Oxygenated Hb)
Pada P O2 95 mmHg, setiap gram Hb mampu mengikat 1,34 ml O2. Jadi bila kadar Hb 14,5 g%,
maka O2 yang diangkut dalam bentuk ini adalah
14,5 X 1,34 ml = 19,43 ml/100 ml darah.
Dari dua macam pengangkutan di atas, dapat dihitung bahwa O2 yang diangkut oleh darah arteridari
alveoli paru ke jaringan tubuh adalah 0,29 ml + 19,43 ml atau kira-kira 19,72 ml/100ml darah.
Adapun transport CO2 dari sel/jaringan menuju alveoli paru melalui 3 cara yaitu:
Larut dalam plasma kira-kira 10% dari volume CO2.
Terikat oleh Hb sebagai senyawa karbamin yaitu karbaminohemoglobin, kira-kira 30% dari
volume CO2
Hb + CO2 Hb-CO2
Sebagai garam bikarbonat HCO3-, kira-kira 60%. Reaksi pembentukan bikarbonat memerlukan
aktifitas enzim karbonik anhidrase yang terdapat di dalam eritrosit, sehingga proses ini terjadi di
dalam eritrosit.
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3- + Na+/K+ NaHCO3/KHCO3
Setelah senyawa bikarbonat terbentuk, senyawa tersebut dikeluarkan dari eritrosit menuju plasma.
Untuk mengimbangi muatan listrik yang dikeluarkan, maka sebagai ganti ion Cl - masuk dari
plasma ke dalam eritrosit. Peristiwa ini dinamakan Chloride shift.
Transportasi CO2
HCO3------- = 20
H2CO3
Jika rasio bikarbonat dan asam karbonat bisa dipertahankan 20, maka pH akan tetap 7,4, tidak
memandang berapapun kadar bikarbonat dan asam karbonat tersebut.
Selain CO2 masih banyak hasil sampingan yang bersifat asam misalnya laktat, piruvat, benda keton,
sulfat, fosfat dan sebagainya. Bila dibiarkan, bahan-bahan ini dapat mengganggu keseimbangan asambasa cairan tubuh, sehingga perlu dibuang melalui paru dan ginjal. Agar selama perjalanan menuju
organ pembuangan tidak mengganggu pH cairan tubuh, maka asam-asam tadi harus diikat dulu oleh
bahan yang disebut larutan penyangga (buffer).
Pada dasarnya buffer adalah campuran antara asam lemah dan garamnya atau campuran antara basa
lemah dan garamnya. Di dalam tubuh buffer merupakan campuran asam lemah dan garamnya,
misalnya garam bikarbonat dengan asam karbonat, garam protein dengan protein, garam fosfat
dengan asam fosfat, garam organik dengan asam organik, garam Hb dengan H-Hb
Gangguan keseimbangan asam-basa cairan tubuh
Selama rasio garam HCO3 : H2CO3 tetap 20, maka pH tetap 7,35-7,45. Jika ada sesuatu hal
menyebabkan perubahan rasio tersebut, maka pH cairan akan berubah.
Jika garam HCO3 : H2CO3 > 20, maka pH > 7,45 (disebut alkalosis)
Jika garam HCO3 : H2CO3 < 20, maka pH < 7,35 (disebut asidosis)
Penyebab dari perubahan tersebut bisa berasal dari kadar garam HCO3, kadar H2CO3 atau keduanya.
Perubahan kadar H2CO3 berhubungan dengan p CO2 sedangkan p CO2 ditentukan oleh respirasi.
Maka perubahan kadar H2CO3 dinamakan respiratorik.
Penurunan pH akibat peningkatan kadar H2CO3 dinamakan asidosis respiratorik. Peningkatan
pH akibat penurunan kadar H2CO3 dinamakan alkalosis respiratorik
Sedangkan perubahan kadar garam HCO3 dihubungkan dengan metabolik
Penurunan pH akibat penurunan kadar garam HCO3 dinamakan asidosis metabolik. Peningkatan
pH akibat peningkatan kadar garam HCO3 dinamakan alkalosis respiratorik
Sumber: Ganong, W.F., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi IV, Penerjemah, EGC, Jakarta, 1995.
Fisiologi pernafasan:
Proses respirasi:
1.
2.
3.
4.
Ventilasi
Difusi antara kapiler paru dengan alveoli
Perfusi
Difusi antara kapiler denga jaringan
Ruang rugi anatomi terdiri dari trakea sampai bronkiolus terminalis dangan fungsi hanya sebagai
saluran udara dan volumenya kira-kira 150 ml.
Kecepatan difusi dipengaruhi:
1.
2.
3.
4.
5.
Suhu
Perbedaan konsentrasi
Berat molekul gas
Tebal membran difusi
Daya larut gas dalam air
Respirasi:
1. Inspirasi (aktif)
2. Ekspirasi (pasif)
Istirahat: inspirasi/ekspirasi 12-16 kali permenit
Otot-otot inspirasi:
1. Diafragma
2. m. Interkostalis eksternus
Otot-otot inspirasi tambahan:
1. m. Sternokleidomastoideus
2. m. Pektoralis minor
Ekspirasi (pasif0 terjadi karena relaksasi difragma dan m. Interkostalis eksternus juga gaya recoil paru
dan toraks sehingga volume rongga toraks mengecil dan tekanan intratoraks meniggi akibatnya udara
mengalir dari dalam tubuh menuju lingkungan.
Otot-otot ekspirasi tambahan:
1. m. interkostalis internus
2. m. rectus abdominis
Pengaturan pernafasan:
Pusat pernafasan adalah medula oblongata dan pons.
1. Medula oblongata memberikan impuls ke otot-otot inspirasi (diafragma dam m. Interkontalis
eksternus) sehingga timbul pernafasan spontan. Pusat pernafasan di medula oblongata terdiri
dari:
Kelompok dorsal (dorsal group/DRG/Neuron I) yang berfungsi mengirim impuls spontan dan
berirama 12-15x/menit dan impuls ini dikirim melalui n. phrenicus dan n. interkostalis.
Kelompok ventral (ventral group/VRG) dimana ketika istirahat tidak aktif dan aktif ketika
kebutuhan ventilasi meningkat denga memberikan impul melalui N IX dan N X ke otot
inspirasi dan ekspirasi tambahan.
2. Pons berfungsi mengatur irama respirasi spontan menjadi halus dan teratur, terdiri dari:
Pusat apneutik, pons bagian bawah yang mempengaruhi tonik kepada pusat pernafasan.
Pusat pneumotik, pons bagian atas yang menhambat pusat apneutik bersama dengan N X.
Sumber: Sherwood, Lauralee. 2011. Ed. 6. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta p490-450