Anda di halaman 1dari 12

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia

Referat Besar
September 2014

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN MILIARIA

Disusun oleh :
Hasmia Muslimin
Nurhikmah
Hardiyanti

(110 209 0149)


(110 210 0052)
(110 210 0121)

Pembimbing,
dr. Fauzan Azhari Marzuki
Supervisor,
dr.Fitriani Sennang, Sp.KK,M.Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin
Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
Makassar
2014

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa :


Nama

1. Hasmia Muslimin

(110 209 0149)

2. Nurhikmah

(110 210 0052)

3. Hardiyanti

(110 210 0121)

Fakultas

: Kedokteran

Universitas

: Universitas Muslim Indonesia

Judul Refertat

: DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN MILIARIA

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ILMU
KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia

Makassar,

September 2013

Mengetahui,
Supervisor

dr.Fitriani Sennang, Sp.KK,M.Kes

Pembimbing

dr. Fauzan Azhari Marzuki

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
I

PENDAHULUAN ............................................................................... 1

II

DIAGNOSIS ......................................................................................... 3

VIII

PENATALAKSANAAN ...................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 9


LAMPIRAN

MILIARIA
I.

PENDAHULUAN

1. Definisi
Miliaria juga disebut keringat ruam atau biang keringat adalah gangguan
kulit yang umum berupa gangguan saluran integritas keringat ekrin. Ini adalah
masalah umum dalam kondisi panas dan lembab, seperti di daerah tropis dan
selama musim panas. Meskipun mempengaruhi orang dari segala usia, hal ini
terutama sering terjadi pada anak dan bayi karena kelenjar keringat mereka kurang
berkembang. Miliaria diduga disebabkan oleh penyumbatan saluran keringat,
yang hasilnya perembesan keringat ekrin ke dalam epidermis atau dermis.1
Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai dengan
adanya vesikel milier.2 Miliaria, retensi dari kelenjar keringat ini merupakan
dampak dari oklusi saluran keringat ekrin, mengakibatkan erupsi yang biasanya
terjadi saat cuaca panas, iklim yang lembab, seperti pada daerah tropis dan selama
musim panas.3
Miliaria terjadi sebagai akibat dari gangguan integritas saluran kelenjar
keringat dan sekresi keringat ke lapisan epidermis. Paparan sinar ultraviolet,
adanya organisme di kulit, dan episode berkeringat yang berulang mendukung
faktor-faktor ini. Berdasarkan gambaran klinis dan temuan histopatologis, miliaria
dibedakan menjadi 4 kelas : miliaria kristalina, miliaria rubra, miliaria pustulosa,
dan miliaria profunda.4 Miliaria juga dikenal dengan sebutan biang keringat,
keringat buntet, liken tropikus, atau prickle heat.2
2.

Epidemiologi
Miliaria umum terjadi pada bayi pada minggu pertama kehidupannya

dimana saat ini bayi sedang beradaptasi dengan lingkungannya, dan pada segala
usia pada suhu yang panas, berkeringat berlebihan, terjadi sumbatan pada kelenjar
keringat atau kombinasi faktor-faktor ini.5

3.

Etiologi
Miliaria disebakan oleh adanya sumbatan pada kelenjar keringat ekrin.5

Tiga bentuk miliaria (miliaria kristalina/sudamina, miliaria rubra/prickly heat, dan


miliaria profunda) terjadi akibat baik oleh adanya obliterasi ataupun oleh adanya
gangguan pada saluran kelenjar keringat. Tipe miliaria ini berbeda dalam bentuk
gejala klinis akibat adanya perbedaan level dimana letak obliterasi ini terjadi,
meskipun beberapa penulis meyakini bahwa adanya gangguan pada duktus
kelenjar keringat ini lebih memegang peranan penting dibandingkan dengan
tingkat obliterasinya. Pada miliari kristalina, obstruksi yang terjadi sangat
superficial pada stratum corneum dan vesikel terletak pada subcorneum. Pada
miliaria rubra, perubahan lebih lanjut yang terjadi termasuk keratinisasi dari
bagian intraepidermal dari saluran kelenjar keringat, dengan adanya kebocoran
dan pembentukan vesikel di sekitar saluran. Sedangkan pada miliari profunda,
terdapat ruptur pada saluran kelenjar keringat pada tingkat atau dibawah dermalepidermal junction.7
4.

Patogenesis
Patogenesisnya belum diketahui pasti, terdapat 2 pendapat. Pendapat

pertama mengatakan primer, banyak keringat dan perubahan kualitatif,


penyebabnya adanya sumbatan keratin pada muara kelenjar keringat dan perforasi
sekunder pada bendungan keringat di epidermis.Pendapat kedua mengatakan
bahwa primer kadar garam yang tinggi pada kulit menyebabkan spongiosis dan
sekunder terjadi pada muara kelenjar keringat. Staphylococcus diduga juga
mempunyai peranan.2
Patogenesis miliaria kurang dipahami. Diperkirakan bahwa saluran
keringat terhalang oleh keringat ekrin, yang mempengaruhi aliran keringat.
Kebocoran keringat ditahan dalam jaringan perifer dari saluran keringat,
menyebabkan letusan/erupsi.

Miliaria mudah disebabkan ketika terjadi

hiperhidrosis dari latihan fisik dalam lingkungan yang panas dan lembab,

cenderung terjadi pada mereka yang memiliki penyakit demam atau yang
memakai gaun, gips, rekaman medis, atau pakaian yang tidak bernapas.6

II.

1.

DIAGNOSIS

Gejala Klinis
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan tambahan, umumnya
disertai rasa gatal, terutama pada bagian tubuh yang tertutup pakaian.
Penyakit ini diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Miliaria kristalina
Miliaria kritalina adalah obstruksi sementara dan dangkal dari
saluran keringat ekrin yang mengasilkan vesikel non inflamasi yang
berkembang pesat. Penyakit ini sering ditemukan pada iklim panas,
lembab, tropis dan pada periode neonatal, kemungkinan besar karena
kurangnya maturasi dari saluran keringat selama beberapa hari pertama
setelah kelahiran. Hal ini jarang mucul pada saat persalinan dan tetap
menjadi sebuah dilema diagnostik untuk neonatologist.8
Pada miliaria kristalina, oklusi dari saluran ekrin pada permukaan
kulit

menyebabkan

adanya

akumulasi

dari

keringat

dibawah

permukaan stratum corneum.9 Vesikel bersifat jernih, berdinding tipis,


dengan ukuran 1-2 mm, dan tanpa adanya area inflamasi, umumnya
asimptomatik. Vesikel ini kemudian akan ruptur, dan diikuti dengan
deskuamasi superfisial.7 Vesikel berisi keringat ini terletak dekat
dengan permukaan kulit dan tampak seperti tetesan embun yang jernih.
Tidak tampak eritem atau hanya sedikit, dan lesinya bersifat
asimptomatik. Vesikel dapat muncul sedikit atau berkelompok dan
paling sering menyerang balita, orang dengan tirah baring, atau orang
yang sedang kepanasan.9

Gambar 1 : miliaria kristalina (dikutip dari kepustakaan 3)

b. Miliaria rubra
Miliaria rubra (pricky heat) terjadi akibat obstruksi pada kelenjar
keringat yang menuju di epidermis dan dermis bagian atas,
menyebabkan munculnya papul inflamasi yang gatal disekitar poripori. Miliaria rubra sering pada anak-anak dan orang dewasa setelah
episode berkeringat yang berulang dalam keadaan yang panas dan
lembab. Erupsi ini biasanya mereda dalam sehari setelah pasien berada
pada lingkungan yang lebih dingin. Beberapa kasus dari miliari rubra
akan membentuk pus, yang akan menjadi miliari pustulosa.4 Lesi
miliaria rubra ini muncul sebagai lesi yang khas, sangat gatal,
berbentuk papulovesikel eritematous yang disertai dengan rasa seperti
tertusuk-tusuk, terbakar, atau kesemutan.3

Gambar 2 : Miliaria rubra (dikutip dari kepustakaan 3 dan 7)

c. Miliaria profunda
Bentuk ini hampir selalu mengikuti serangan berulang dari miliaria
rubra, dan tidak lazim ditemukan kecuali pada daerah-daerah tropis.
Lesinya pada umumnya mudah terlewatkan dalam pemeriksaan. Kulit
yang terkena pada umumnya muncul dengan papul pucat dan solid
dengan ukuran 1-3 mm, khususnya pada badan, dan kadang-kadang
pada anggota gerak tubuh. Tidak ada rasa gatal ataupun rasa tidak
nyaman pada lesi kulit.7 Miliaria profunda terjadi ketika keringat
merembes ke lapisan dermis yang lebih dalam. Selama paparan panas
yang intens atau setelah injeksi lokal agen kolinergik, kulit yang
terkena dapat tertutupi dengan papul yang berwarna daging yang
multipel. Adanya oklusi saluran ini dalam tingkatan yang bervariasi
merupakan penyebab miliaria.4

Gambar 3 : Miliaria profunda (dikutip dari kepustakaan 10)

d. Miliaria pustulosa
Miliaria pustulosa didahului oleh dermatitis lain yang telah
menyebabkan jejas, destruksi, atau bloking pada saluran keringat.
pustul gatal ini paling sering terletak pada area intertriginosa,
permukaan fleksor ekstremitas, skrotum, dan punggung pasien dengan
tirah baring. Dermatits kontak, lichen simplex kronis, dan intertrigo
sering dihubungkan dengan miliaria pustulosa, meskipun miliaria
terjadi beberapa minggu setelah adanya penyakit-penyakit ini. Episode

yang

rekuren

mungkin

pseudohipoaldosteronisme tipe I.

sebagai

tanda

adanya

Gambar 4 : Miliaria pustulosa (dikutip dari kepustakaan 3)

2. Pemeriksaan Fisis Dermatologi 10


a. Lesi primer
Lesi histologis primer awal pada miliaria yaitu vesikel intraepidermal
kristalin yang berkembang menjadi papul eritem kecil dengan oklusi.
Pustul dapat terbentuk kemudian.
b. Lesi sekunder
Infeksi sekunder dapat menyebabkan impetiginiasi.
c. Distribusi lesi
Distribusi mikro
Periporal (mengelilingi orificium saluran keringat)
Distribusi makro
Papul periporal dalam jumlah besar muncul secara simetris pada
area batang tubuh, dan intertriginosa. Area wajah, lengan, telapak
tangan, dan telapak kaki tidak ditemukan.

Gambar 5 : Mikrodistribusi miliaria (dikutip dari kepustakaan 9)

III.

1.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Umum
Penderita

sebaiknya

menghindari

aktivitas/keadaan

yang

memicu

berkeringat, karena hal ini dapat mengeksaserbasi gejala dan mereaktivasi


erupsi. Suhu yang tinggi, khususnya dengan kadar kelembaban tinggi atau
ketika memakai pakaian ketat akan memperburuk penyumbatan kelenjar
keringat. Pakaian yang dikenakan sebaiknya berbahan ringan, longgar, dan
menyerap keringat untuk menjaga tingkat kelembaban kulit.10
1.

Terapi Topikal
Penanganan yang dapat dipertimbangkan untuk mempercepat resolusi
miliaria adalah dengan lubrikasi epidermal. Penggunaan lubrikan OCT
yang mengandung urea dan -hydroxy acid. Penggunaan topikal
Anhydrous lanolin juga dilaporkan bermanfaat.

10

Anhydrous lanolin

meringankan penyumbatan pori-pori dan dapat membantu sekresi keringat


yang normal. Oinment hidrofilik juga membantu dalam mengurangi
sumbatan keratinosa dan membantu

memperlancar aliran sekresi

keringat.3 Beberapa data mengungkapkan penggunaan sabun antibakteri


juga dapat menguntungkan, dan pada kasus-kasus refrakter, penggunaan
sabun atau losion Benzoil Peroxida juga dapat membantu.10 Losion
10

calamin juga mungkin bermanfaat untuk mengurangi rasa tidak nyaman,


tetapi karena efek mengeringkannya, emolien lunak seperti krim minyak
dapat mencegah timbulnya kerusakan epidermis yang lebih lanjut.7
2. Terapi Sistemik
Antibiotik sistemik sebaiknya digunakan ketika ada bukti yang jelas
adanya infeksi sekunder. Penggunaan antibiotik harus berdasarkan kultur
dan sensitivitasnya. Obat ini tidak berefek pada proses primer dan tidak
dibutuhkan untuk penanganan pada kasus miliaria saja. Terapi awal
sebaiknya yang berkenaan dengan spektrum sensitivitas S. epidermidis dan
antibiotik yang dipilih harus dapat mencapai kelenjar keringat dan
permukaan kulit.9 Jika tidak ada sepsis sekunder yang luas, efek dari
antibiotik topikal atau sistemik ataupun obat-obatan antibakterial lainnya
dalam penanganan miliaria mengecewakan, namun terdapat beberapa
aturan dalam penggunaan profilaksis. Asam Askorbat oral 500 mg dua kali
sehari dapat menurunkan derajat keparahan miliaria dan derajat anhidrosis
pada penyakit yang akan muncul kemudian. Isotretinoin juga dilaporkan
dapat membantu pada kasus miliari profunda yang sulit.7

11

DAFTAR PUSTAKA
1.

Al-Hilo. MM, Al-Saedy. SJ, Alwan AI. Atypical Presentation of Miliaria in


Iraqi Patients Attending Al

-Kindy Teaching Hospital in Baghdad :

Clinical Descriptive Study American Journal of Dermatology and


Venereology 2012;14:41-46.
2.

Natahusada, E.C. Miliaria. In: Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor. Ilmu penyakit


kulit dan kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI; 2010.p.276-77

3.

William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Dermatoses Resulting From Physical
Factors. In: Sue Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews Disease of the
skin: Clinical Dermatology. 10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p. 2324

4.

Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Disorders Affecting the Sweat Glands :
Miliaria In: Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7th ed. United state of
America. McGraw-Hill; 2008. p. 730

5.

Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Disorders of Sweat Glands : Miliaria. In


Thieme Clinical Companions Dermatology: Thieme New York; 2006. p. 528

6.

Hiroshi Shimuzu M, PhD. Shimuzu's Textbook of Dermatology: Nakayama


Shoten Publishers. p. 312-313

7.

Coulson IH. Disorders of Sweat Glands. In: Rooks textbook of dermatology.


8th ed. United kingdom. Willey-blackwell; 2010. p. 44.15-44.16.

8.

Dixit. S, Jain. A, atar. SD, Khurana. VK. Congenital miliaria crystallinae A


diagnostic dilemma. medical journal armed forces india 2012;685:368 - 383.

9.

Habif TP. Acne, Rosacea, and Related Disorder. In: Habif TP, editor. A
clinical dermatology : a color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London.
Mosby; 2004. p. 205.

10. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Miliaria Rubra (Prickly Heat). In:
Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for
Primary Care; An Illustrated Guide: Humana Press; 2006. p. 101-103

12

Anda mungkin juga menyukai