PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: Ny Nurlaila
Usia
: 38 Tahun
Pendidikan
: -
Alamat
Pekerjaan
: IRT
No. RM
: 15 43 88
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
KU: CM
TD : 200/130 mmHg
P : 100x/menit
RR: 20xmnt,
T: 36,2 oC
Mata
Thorak
Abdomen
Ekstremitas
Status Obstetrikus :
Abdomen : kontraksi (-)
TFU sulit dinilai
VT
: Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (15 Juli 2014)
Blooding time
: 3/menit
Clooting time
: 8/menit
Erytrocyte
: 4,62 mm3
Hb
: 13,9 g%
Lecocyte
: 9800 mm3
4
Trombocyte
: 181000 mm3
Hematokrit
: 40,3%
Glukosa AD
: 63 mg/dl
Golongan darah
:O
Albumin
: 4,3 g/dl
Creatinin
: 0,5 mg/dl
SGOT
: 23 u/l
SGPT
: 29 u/l
Urium
: 12 mg/dl
Asam Urat
: 4,5mg/100 ml
: 1,8 g/dl
Creatinin
: 1,0 mg/dl
SGOT
: 19 u/l
SGPT
: 12 u/l
Urium
: 19 mg/dl
Asam Urat
: 4,9 mg/100 ml
: 3,21 mm3
Hb
: 9,5 g%
Lecocyte
: 12800 mm3
Trombocyte
: 193000 mm3
Hematokrit
: 28 %
Pemeriksaan USG
: 1,3 g/dl
: Missed Abortion
WORKING DIAGNOSA
Preeklamisa Berat dengan Missed Abortion
PENATALAKSANAAN
- MgSO4 40 %
- Nifedipin 3x1
- Asam Folat 2x1
- Isosorbitdinitrat 3x1
- Neurodex 2x1
FOLLOW UP DI RUANGAN
Tanggal 16 Juli 2014
S
: - IVFD RL + MgSO4 40 %
- Nifedipin 3x1
- Asam Mefenamat 3x1
- Isosorbitdinitrat 3x1
- Neurodex 2x1
- Amlodipine 1x1
- Pasang Laminaria
- Rencana Kuretase
- IVFD RL + MgSO4 40 %
- Cefadroxil 2x1
- Nifedipin 4x1
6
- IVFD RL + MgSO4 40 %
- Cefadroxil 2x1
- Nifedipin 4x1
- Asam Mefenamat 3x1
- Isosorbitdinitrat 3x1
- Neurodex 2x1
- Amlodipine 1x
- Asam Folat 2x1
C ,anemis (-)
- IVFD RL + MgSO4 40 %
- Cefadroxil 2x1
- Nifedipin 4x1
- Asam Mefenamat 3x1
- Isosorbitdinitrat 3x1
7
- Neurodex 2x1
- Amlodipine 1x
- Asam Folat 2x1
Pasien pulang atas permintaan sendiri pukul 13.45 Wib.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. PREEKLAMSIA
A. DEFINISI
Preeklamsia paling tepat di gambarkan sebagai sindrom khusus
kehamilan yang dapat mengenai setiap sistem organ. Meskipun preeklamsia
lebih dari sekedar hipertensi gestasional sederhana ditambah proteinuria,
timulnya proteinuria tetap merupakan kriteria diagnostik objektif yang penting.
Proteinuria didefinisikan sebagai ekskresi protein dalam urin melebihi 300 mg
dalam 24 jam, rasio protein : kreatinin urin > 0,3, atau terdapatnya protein
sebanyak 30 mg/dL (carik celup 1+) dalam sampel acak urin secara menetap.
Tidak ada satupun nilai tadi yang bersifat mutlak. Kepekatan urin sangat berarti
selama siang hari sehingga hasil pembacaan carik celup juga sangat bervariasi.
Karena itu, pemeriksaan bahkan mungkin memberikan hasil 1+ atau 2+ pada
spesimen urin pekat dari perempuan yang mengekskresikan <300 mg/hari.
Penentuan rasio urin/kreatinin sewaktu mungkin akan menggantikan
pengukuran urin 24 jam di masa mendatang.
g. Mola hidatidosa
Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada
kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan
muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada
preeklampsia.
h. Obesitas
Hubungan antara berat badan wanita hamil dengan resiko terjadinya
preeklampsia jelas ada, dimana terjadi peningkatan insiden dari 4,3% pada
wanita dengan Body Mass Index (BMI) < 20 kg/m2 manjadi 13,3% pada wanita
dengan Body Mass Index (BMI) > 35 kg/m2.
i. Kehamilan multiple
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu
karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor
penyebabnya ialah dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan
Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat
mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2
(1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu.
C. ETIOPATOGENESIS
Setiap teori yang memuaskan mengenai etiologi dan patogenesis
preeklamsia harus dapat menjelaskan hasil pengamatan bahwa penyakit
hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin timbul pada perempuan yang:
meskipun vili korionik berperan penting, mereka tidak harus terdapat dalam
uterus. Apapun etiologi pencetusnya, rangkaian peristiwa yang menyebabkan
11
D. ETIOLOGI
Preeklamsia tidaklah sesederhana satu penyakit, melainkan merupakan
hasil akhir berbagai faktor yang kemungkinan meliputi sejumlah faktor pada
ibu, plasenta, dan janin. Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting
mencakup :
1. Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh
darah uterus
2. Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif diatara jaringan maternal,
paternal (plasental), dan fetal.
3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskuar atau inflamatorik
yang terjadi pada kehamilan normal
4. Faktor-faktor genetik, termasuk gen predesposisi yang diwariskan, serta
pengaruh epigenetik.
12
Faktor Imunologis
Terdapat data empiris yang menunjukkan kemungkinan gangguan yang
diperantarai sistem imun pada preeklamsia. Misalnya, resiko preeklamsia
meningkat secara nyata pada kondisi mungkin terganggunya pembentukkan
anibodi penyekat situs antigenik plasenta. Pada kondisi ini, kehamilan pertama
akan memiliki resiko yang lebih tinggi. Disregulasi toleransi mungkin juga
menjelaskan peningkatan resiko bila eban antigenik paternal meningkat, yakni,
13
seperti faktor nekrosis tumor- (TNF-) dan interleukin (IL) mungkin berperan
dalam timbulnya stres oksidatif terkait preeklamsia. Stres oksidatif ini ditandai
dengan terdapatnya spesies oksigen reaktif dan radikal bebas yang
menyebabkan terbentuknya peroksida lipid yang berpropagasi-sendiri. Hal ini
kemudian akan membentuk radikal-radikal yang amat toksik yang akan
mencederai sel endotel, mengubah produksi nitrat oksida mereka, dan
mengganggu keseimbangan prostaglanding. Akibat lain stres oksidatif
mencakup produksi sel busa makrofag yang penuh lipid yang tampak pada
aterosis, aktivasi koagulasi mikrovaskular, yang bermanifestasi sebagai
trombositopenia, dan peningkatan permeabilitas kapiler, yang ditandai dengan
edema dan proteinuria.
Temuan-temuan akibat stres oksidatif pada preeklamsia tersebut telah
menarik perhatian terhadap manfaat potensial antioksidan untuk mencegah
preeklamsia. Antioksidan berasal dari suatu famili senyawa yang beragam dan
berfungsi mencegah produksi berlebihan serta kerusakan akibat radikal bebas
yang berbahaya. Contoh antioksidan antara lain vitamin E (tokoferol-),
vitamin C (asam akorbat), dan -karoten. Suplementasi diet dengan antioksidan
tersebut untuk mencegah preeklamsia sejauh ini belum terbukti bermanfaat.
Faktor Nutrisi
Diet tinggi buah dan sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan
berkaitan dengan penurunan tekanan darah. Insiden preeklamsia meningkat 2x
lipat pada perempuan yang memiliki asupan asam askorbat kurang dari 85 mg
perhari. Penelitian-penelitian ini diikuti dengan uji teracak untuk meneliti
suplementasi diet. Suplementasi kalsium pada populasi yang memiliki asupan
kalsium diet yang rendah memiliki sedikit efek dalam menurunkan angka
kematian perinatal, tetapi tidak berdampak pada insiden preeklamsia. Pada
sejumlah penelitian, suplementasi antioksidan vitamin C dan E tidak
menunjukkan manfaat.
Faktor Genetik
15
E. PATOGENESIS
Vasospasme
Konsep vasospasme dikembangkan oleh volhard (1918) berdasarkan
hasil pegamatan langsungnya pada pembuluh darah kecil dalam matriks kaku,
fundus okuli, dan konjungtiva bulbi. Dugaan ini juga timbul dari temuan
perubahan histologis pada berbagai organ yang terkena. Konstriksi vaskular
menyebabkan peningkatan tahanan pembuluh sehingga timbul hipertensi. Pada
saat bersamaan, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran interstitial
tempat lewatya komponen-komponen darah, termasuk trombosit dan
fibrinogen, yang kemudian tertimbun di subendotel. Dengan berkurangnya
aliran darah akibat maldistribusi, iskemia pada jaringan sekitar akan
menyebabkan nekrosis, perdarahan dan gangguan end-organ lain yang khas
untuk sindrom tersebut.
Aktivasi Sel Endotel
Selama dua dekade terakhir, aktivasi sel endotelial telah menjadi pusat
dari pemahaman kontemporer mengenai patogenesis preeklamsia. Pada skema
ini, faktor-faktor yang tidak diketahui kemungkinan berasal dari plasenta
disekresikan ke dalam sirkulasi maternal dan mencetuskan aktivasi dan
disfungsi endotel vaskular. Sindrom kliis preeklamsia diduga terjadi akibat
perubahan sel endotel yang tersebar luas.
Endotel yang utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel
menumpulkan respons otot polos pembuluh darah terhadap agonis dengan cara
melepaskan nitrat oksida.sel endotel yang rusak atau teraktivasi dapat
16
peningkatan
reaktivitas
vaskular
terhadap
norepinefrin dan
ketidaksensitifan
terhadap
vasopressor
yang
diinduksi
17
(Ang)
merupakan
yang
paling
banyak
diteliti.
Istilah
18
F. PATOFISIOLOGI
PERUBAHAN SISTEM DAN ORGAN PADA PREEKLAMSIA
a. Volume Plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut
hipervolemia), guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan
tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32-34
minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas pada preeklamsia terjadi
penurunan volume plasma antara 30%-40% dibanding hamil normal, disebut
hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi
hipertensi. Volume plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada
organ-organ penting.
Preeklamsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu
cepat dan banyak. Demikian sebaliknya preeklamsia sangat peka terhadap
kehilangan darah waktu persalinan. Oleh karena itu, observasi cairan masuk
ataupun keluar harus ketat.
b. Hipertensi
19
20
Gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua
korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi nekrosis korteks gnjal
yang bersifat ireversibel.
Proteinuria
Adanya proteinuria dalam derajat apapun akan menegakkan diagnosis
preeklamsia-eklamsia. Proteinuria dapat timbul pada tahap lanjut, dan beberapa
perempuan mungkin telah melahirkan-atau mengalami kejang eklamtiksebelum timbul proteinuria. Misalnya, Sibai (2004) , melaporkan bahwa 10-15
% perempuan yang mengalami sindrom HELLP tidak mengalami proteinuria
saat pertama kali datang.
Masalah lain adalah belum dipastikannya metode optimal untuk
menentukan kadar abnormal albumin atau protein urin. Spesimen urin yang
didapat melalui kateterisasi atau urin pancaran tengah berkolerasi baik dengan
proteinuria. Namun, penentuan secara kualitatif menggunakan carik celup
bergantung pada kepekatan urin dan sangat rentan terhadap hasil positif semu
maupun negatif semu. Untuk spesimen urin kuantitatif 24 jam, nilai ambanag
standar sesuai konsensus adalah >300 mg/24 jam-atau ekuivalennya yang
telah diekstrapolasi untuk periode pengumpulan urin yang lebih singkat.
Penting diingat, penentuan nilai standar ini bukannya tidak menimbulkan
perdebatan.
Penentuan protein urin : atau rasio albumin : kreatinin mungkin dapat
menggantikan kuatifikasi 24 jam yang sangat memberatkan. Pada sebuah
ulasan sistematik terbaru, menyimpulkan bahwa rasio protein : kreatinin urin
acak yang diawah 130 terhadap 150 mg/g-0,13 berbanding, 0,15- menandakan
kemungkinan rendah terjadinya proteinuria yang melebihi 300 mg/hari. Rasio
dalam kisaran pertengahan, yakni, 300 mg/g-0,3- memiliki sensitivitas dan
spesifitas yang rendah. Para peneliti ini menganjurkan bahwa bila didapatan
21
darah
ginjal
menurun,
meningkatkan
menurunnya
filtrasi
22
hematokrit
meningkat
karena
hipovolemia
yang
j. Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriol dan
akibat kerusakan endotel arteriol. Perubahan tersebut dapat berupa
peningkatan hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah,
trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopatik.
k. Hepar
Dasar
perubahan
pada
hepar
adalah
vasospasme,
iskemia,
24
Akibat spasme arteri retina dan edema retina, dapat terjadi gangguan
penglihatan.
m. Kardiovaskuler
Perubahan kardiovaskuler disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan kardiak preload akibat hipovolemia.
n. Paru
Penderita preeclampsia berat mempunyai resiko terjadinya edema paru.
Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel
endotel pada pembuluh darah kapilar paru, dan menurunnya dieresis.
o. Janin
Preeklamsi dan eklamsi memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia,
vasopasme, dan kerusakan endotel pembuluh darah plasenta.
Dampak preeklamsia dan eklamsi pada janin adalah:
intrauterine
growth
restriction,
prematuritas,
G. KLASIFIKASI
Preeklampsia terbagi atas dua yaitu Preeklampsia Ringan dan
Preeklampsia Berat:
1). Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
25
Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan
berdasar
kriteria
preeklampsia
berat
Hemolisis mikroangiopati.
26
Sindrom HELLP.
H. MANIFESTASI KLINIS
Terdapat sejumlah manifestasi neurologis sindrom preeklamsia. Masingmasing manifestasi menunjukkan keterlibatan berat suatu organ dan
memerlukan perhatian segera:
1. Nyeri kepala dan skotomata diduga timul akibat hiperfusi serebrovaskular
yang memiliki predileksi pada lobus oksipital. Menurut Sibai (2005) dan
Zwart dkk., (2008), hingga 50 hingga 75% perempuan mengalami nyeri
kepala dan 20-30% diantaranya mengalami gangguan penglihatan yang
mendahului kejang eklamtik. Nyeri kepala dapat ringan hingga berat, dan
dapat intermitten atau konstan. Menurut pengalaman kami, tanda ini unik
karena biasanya membaik setelah dimulainya infus magnesium sulfat.
2. Kejang bersifat diagnostik untuk eklamsia.
3. Kebutaan jarang terjadi pada preeklamsia saja, tetapi sering menjadi
komplikasi pada kejang eklamtik, yaitu pada hingga 15% perempuan.
Kebutaan telah dilaporkan timbul hingga seminggu atau lebih setelah
pelahiran.
4. Edema otak menyeluruh dapat timbul pada sindrom preeklamsia dan
biasanya bermanifestasi sebagai perubahan status mental yang bervariasi
dari kebingungan hingga koma. Kondisi ini khususnya berbahaya karena
dapat menybabkan herniasi supratentorial yang membahayakan jiwa.
27
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan
janin dengan trauma sekecil-kecilnya, mencegah perdarahan intrakranial serta
mencegah gangguan fungsi organ vital.
1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena
pada ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut
juga bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi
kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan
darah dan kejadian edema. Penambahan aliran darah ke ginjal akan
meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan dieresis. Diuresis dengan
sendirinya
meningkatkan
ekskresi
natrium,
menurunkan
reaktivitas
obat-obat
diuretik
antihipertensi,
dan
sedative.
Dilakukan
pemeriksaan laboratorium HB, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi
ginjal.Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan
28
observasi harian tentang tanda tanda klinik berupa : nyeri kepala, gangguan
visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu perlu
dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran
tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan
preeklampsia ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap
penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap
terhadap
kehamilannya
ialah
manajemen
agresif,
kehamilan
diakhiri
memperburuk
perfusi
uteroplasenta,
meningkatkan
34
II. ABORTUS
A. DEFINISI ABORTUS
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin lebih dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa
tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus dengan sengaja dilakukan
tindakan disebut abortus provokatus.
B. ETIOLOGI
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering
diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak
diantaranya adalah sebagai berikut.
Septum uterus
Uterus bikornis
Mioma uteri
Sindroma asherman
Autonium
-
Aloimun
Infeksi
Hematologic
Lingkungan
C. MACAM-MACAM ABORTUS
1. Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus,
ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil hasil
konsepsi masih baik dalam kandungannya.
Diagnosis
abortus iminiens
biasanya
diawali
dengan keluhan
perhatian
terhadap
keadaam
umudan
mengatasi
gangguan
secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak 6
jam. Dengan obat ini akan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadinya
pembukaan ostium serviks sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat
dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan penyulit pada
tindakan missed abortion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang
menempel pada dinding uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat
hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah segar atau fibrinogen.
Paska tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan
oksitosin dan pemberian antibiotika.
39
BAB IV
PERMASALAHAN KASUS
40
BAB V
PEMBAHASAN KASUS
41
berat
ataupun
eklasmia
akan
menyebabkan
antara
kadar
hormon
vasokontriktor
(endotelin,
dapat
disimpulkan
bahwa
pada
preeklamsia
berat
dapat
42
KESIMPULAN
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F. G. (2013). Obstetri Williams. Jakarta: EGC. Edisi: 23
2. Langelo W, Arsunan A.A, Russeng S. 2012. Faktor Resiko kejadian
Preeklamsia di RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah. Bagian Epidemiologi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hassanudin, Makassar.
3. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, Sp.OG, edisi
Keempat cetakan Pertama, Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
2009.
4. Dharma R, Wibowo N, Hessyiani. 2008. Disfungsi Endotel pada
Preeklamsia. Makara, Kesehatan. Volume 9. Departemen Obstetri dan
Ginekologi, Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.
5. Widiyanto.2008. Kehamilan dengan Preeklamsia Berat. Bagian Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
44