Anda di halaman 1dari 9

ASKARIASIS

PENDAHULUAN
Askariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui.
Diperikan prevalensinya di dunia sekitar25 % atau 1,25 miliar penduduk
di dunia. Biasanya bersifat asimtomatis. Prevalensi paling besar pada
daerah tropis dan di negara berkembang di mana sering terjadi
kontaminasi tanah oleh tinja sebagai pupuk. Gejala penyakitnya sering
berupa pertumbuhan yang terhanbat, pneumonitis, obstruksi intestinal
atau hepatobiliar dan pancreatic injury.(soegeng soegijanto,2005)
ETIOLOGI
Askariasis disebabkan oleh Ascariasis lumbricoides. Cacing Ascariasis
lumbricoides dewasa tinggal di dalam lumen usus kecil dan memiliki
umur 10-2 bulan. Cacing betina dapat menghasilkan 200.000 telur setiap
hari. Telur fertil berbentuk oval dengan panjang 45-70 m. Setelah keluar
bersama tinja, embrio dalam telur akan berkembang menjadi infektif
dalam 5-10hari pada kondisi lingkungan yang mendukung.
EPIDEMOLOGI
Askariasis merupakan infeksi cacing pada manusia yang angka kejadian
sakitnya tinggi terutama di daerah tropis dimana tanahnya memiliki
kondisi yang sesuai untuk kematangan telur di dalam tanah. Diperkirakan
hampir 1 miliar penduduk yang terinfeksi dengan 4 juta kasus di Amerika
Serikat. Prevalensi pada komunitas-komunitas tertentu lebih besar dari
80%. Prevalensi dilapokan terjadi di lembah sungai Yangtze di Cina.
Masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah memiliki
prevalensi infeksi yang tinggi, demikian juga pada masyarakat yang
menggunakan tinja sebagai pupuk dan dengan kondisi geografis yang
mendukung. Walaupun infeksi dapat menyerang semua usia, infeksi
tertinggi terjadi pada anak-anak pada usia sebelum sekolah dan usia
sekolah. Penyebarannya terutama melalui tangan ke mulut (hand to
mouth) dapat juga melalui sayuran atau buah yang terkontaminasi. Telur
askaris dapat bertahan selama 2 tahun pada suhu 5-10 C. Empat dari 10

orang di Afrika, Asia, dan Amerika Serikat terinfeksi oleh cacing ini.
Prevalensi dan intensitas gejala simtomatis yang paling tinggi terjadi pada
anak-anak. Pada anak-anak obstruksi intestinal merupakan manifestasi
penyakit yang paling sering ditemui. Diantara anak-anak usia 1-12 tahun
yang berada di rumah sakit Cape Town dengan keluhan abdominal antara
1958-1962, 12.8 % dari infeksinya disebabkan oleh Ascariasis
lumbricoides. Anak-anak dengan askariasis kronis dapat menyebabkan
pertumbuhan lambat berkaitan dengan penurunan jumlah makanan yang
dimakan.
Menurut World Health Organization (WHO), intestinal obstruction pada
anak-anak menyebabkan komplikasi fatal, menyebabkan 8000 sampai
100,000 kematian per tahun.

PATOFISIOLOGI
Ascariasis lumbricoides adalah nematoda terbesar yang umumnya
menginfeksi manusia. Cacing dewasa berwarna putih atau kuning
sepanjang 15-35 cm dan hidup selama 10-24 bulan di jejunum dan bagian
tengah ileum.

Daur kehidupan Cacing Ascaris lumbricoides


1. Cacing betina menghasilkan 240.000 telur setiap hari yang akan
terbawa bersama tinja.
2. Telur fertil jika jatuh pada kondisi tanah yang sesuai, dalam waktu 5-10
hari telur tersebut dapat menginfeksi manusia.
3. Telur dapat bertahan hidup di dalam tanah selama 17 bulan. Infeksi
umumnya terjadi melalui kontaminasi tanah pada tangan atau
makanan.
4. Kemudian masuk pada usus dan akan menetas pada usus kecil
(deudenum).
5. Pada tahap kedua larva akan melewati dinding usus dan akan berpindah
melalui sistem portal menuju hepar (4d) dan kemudian paru.
6. Infeksi yang berat dapat di ikuti pneumonia dan eosinifilia. Larva
kemudian dibatukkan dan tertelan kembali menuju jejunum.
7. Diperlukan waktu 65 hari untuk menjadi cacing dewasa.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis tergantung pada intensitas infeksi dan organ yang

terlibat. Pada sebagian besar penderita dengan infeksi rendah sampai


sedang gejalanya asimtomatis atau simtomatis. Gejala klinis paling sering
ditemui berkaitan dengan penyakit paru atau sumbatan pada usus atau
saluran empedu. Gejala klinis yang nyata biasanya berupa nyeri perut,
berupa kolik di daerah pusat atau epigastrum, perut buncit (pot belly),
rasa mual dan kadang-kadang muntah, cengeng, anoreksia, susah tidur
dan diare.
Telur cacing askariasis akan menetas didalam usus. Larva kemudian
menembus dinding usus dan bermigrasi ke paru melalui sirkulasi dalam
vena. Parasit dapat menyebabkan Pulmonari ascariasis ketika memasuki
alveoli dan bermigrasi melalui bronki dan trakea. Manifestasi infeksi
pada paru mirip dengan sindrom Loffler dengan gejala seperti batuk,
sesak, adanya infiltrat pada paru dan eosinofilia. Cacing dewasa akan
memakan sari makanan hasil pencernaan host. Anak-anak yang terinfeksi
dan memiliki pola makanan yang tidak baik dapat mengalami kekurangan
protein, kalori, atau vitamin A, yang akhirnya dapat mengalami
pertumbuhan terlambat. Obstruksi usus, saluran empedu dan pankreas
dapat terjadi akibat sumbatan oleh cacing yang besar. Cacing ini tidak
berkembang biak pada host. Infeksi dapat bertahan selama umur cacing
maksimal (2 tahun), serta mudah terjadi infeksi berulang.

Gambar 3. Cacing Ascariasis dewasa pada usus

KOMPLIKASI
1. Spoilative action. Anak yang menderita askariasis umumnya dalam
keadaan distrofi. Pada penyelidikan ternyata askariasis hanya
mengambil sedikit karbohidrat hospes, sedangkan protein dan
lemak tidak diambilnya. Juga askariasis tidak mengambil darah
hospes. Dapat ditarik kesimpulan bahwa distrofi pada penderita
askariasis disebabkan oleh diare dan anoreksia.
2. Toksin. Chimura dan Fuji berhasil menbuat ekstrak askaris yang disebut
askaron yang kemudian ketika disuntikkan pada binatang
percobaan (kuda) menyebabkan renjatan dan kematian, tetapi
kemudian pada penyelidikan berikutnya tidak ditemukan toksin
yang spesifik dari askaris. Mungkin renjatan yang terjadi tersebut
disebabkan oleh protein asing.
3. Alergi. Terutama disebabkan larva yang dalam siklusnya masuk
kedalam darah, sehingga sesudah siklus pertama timbul alergi
terhadap protein askaris. Karenanya pada siklus berikut dapat
timbul manifestasi alergi berupa asma bronkiale, ultikaria,
hipereosinofilia, dan sindrom Loffler. Simdrom Loffler merupakan
kelainan dimana terdapat infiltrat (eosinofil) dalam paru yang
menyerupai bronkopneumonia atipik. Infiltrat cepat menghilang
sendiri dan cepat timbul lagi dibagian paru lain. Gambaran
radiologisnya menyerupai tuberkulosis miliaris.Disamping itu
terdapat hiperesinofilia (40-70%). Sindrom ini diduga disebabkan
oleh larva yang masuk ke dalam lumen alveolus, diikuti oleh sel
eosinofil. Tetapi masih diragukan, karena misalnya di indonesia
dengan infeksi askaris yang sangat banyak, sindrom ini sangat
jarang terdapat, sedangkan di daerah denagn jumlah penderita
askariasis yang rendah, kadang-kadang juga ditemukan sindrom
ini.
4. Traumatik action. Askaris dapat menyebabkan abses di dinding usus,
perforasi dan kemudian peritonitis. Yang lebih sering terjadi
cacing-cacing askaris ini berkumpul dalam usus, menyebabkan
obstuksi usus dengan segala akibatnya. Anak dengan gejala
demikian segera dikirim ke bagian radiologi untuk dilakukan
pemeriksaan dengan barium enema guna mengetahui letak
obstruksi. Biasanya dengan tindakan ini cacing-cacing juga dapat
terlepas dari gumpalannya sehingga obstruksi dapat dihilangkan.
Jika cara ini tidak menolong, maka dilakukan tindakan operatif.
Pada foto rontgen akan tampak gambaran garis-garis panjang dan
gelap (filling defect).
5. Errantic action. Askaris dapat berada dalam lambung sehingga

menimbulkan gejala mual, muntah, nyeri perut terutama di daerah


epigastrium, kolik. Gejala hilang bila cacing dapat keluar bersama
muntah. Dari nasofaring cacing dapat ke tuba Eustachii sehingga
dapat timbul otitis media akut (OMA) kemudian bila terjadi
perforasi, cacing akan keluar. Selain melalui jalan tersebut cacing
dari nasofaring dapat menuju laring, kemudian trakea dan bronkus
sehingga terjadi afiksia. Askaris dapat menetap di dalam duktus
koledopus dan bila menyumbat saluran tersebut, dapat terjadi
ikterus obstruktif. Cacing dapat juga menyebabkan iritasi dan
infeksi sekunder hati jika terdapat dalam jumlah banyak dalam
kolon maka dapat merangsang dan menyebabkan diare yang berat
sehingga dapat timbul apendisitis akut.
6. Irritative Action. Terutama terjadi jika terdapat banyak cacing dalam
usus halus maupun kolon. Akibat hal ini dapat terjadi diare dan
muntah sehingga dapat terjadi dehidrasi dan asidosis dan bila
berlangsung menahun dapat terjadi malnutrisi.
7. Komplikasi lain. Dalam siklusnya larva dapat masuk ke otak sehingga
timbul abses-abses kecil; ke ginjal menyebabkan nefritis; ke hati
menyebabkan abses-abses kecil dan hepatitis. Di indonesia
komplikasi ini jarang terjadi tetapi di srilangka dan Filipina banyak
menyebabkan kematian.

DIAGNOSIS
1)

Ditegakkan dengan :

i.

Menemukan telur Ascaris lumbricoides dalam tinja.

ii.

Cacing ascaris keluar bersama muntah atau tinja penderita

2)

Pemeriksaan Laboratorium

i.

Pada pemeriksaan darah detemukan periferal eosinofilia.

ii.
Detemukan larva pada lambung atau saluran pernafasan pada
tenyakit paru.
iii.

Pemeriksaan mikroskopik pada hapusan tinja dapat digunakan

untuk memeriksa sejumlah besar telur yang di ekskresikan melalui anus.


3)

Pemeriksaan Foto

i.
Foto thoraks menunjukkan gambaran otak pada lapang pandang
paru seperti pada sindrom Loeffler
ii.

Penyakit pada saluran empedu

a)
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
memiliki sensitivitas 90% dalam membantu mendiagnosis biliary
ascariasis.
b)
Ultrasonography memiliki sensitivitas 50% untuk membantu
membuat diagnosis biliary ascariasis.

Gambar 4. Telur Askariasis lumbricoides

PENGOBATAN
1.
Obat pilihan: piperazin sitrat (antepar) 150 mg/kg BB/hari, dosis
tunggal dengan dosis maksimum 3 g/hari
2.

Heksil resorsinol dengan dosis100 mg/tahun (umur)

3.

Oleum kenopodii dengan dosis 1 tetes/tahun (umur)

4.
Santonin : tidak membinasakan askaris tetapi hanya melemahkan.
Biasanya dicampur dengan kalomel (HgCl= laksans ringan) dalam
jumlah yang sama diberikan selama 3 hari berturut-turut.
Dosis : 0-1tahun = 3 x 5 mg
1-3 tahun = 3 x 10 mg
3-5 tahun = 3 x 15 mg
Lebih dari 5 tahun =3 x 20 mg
Dewasa = 3 x 25 mg
5.
Pirantel pamoat (combantrin) dengan dosis 10 mg/ kg BB/hari
dosis tunggal.
6.
Papain yaitu fermen dari batang pepaya
menghancurkan cacing. Preparatnya : Fellardon.

yang

kerjanya

7.
Pengobatan gastrointestinal ascariasis menggunakan albendazole
(400 mg P.O. sekali untuk semua usia), mabendazole (10 mg P.O. untuk
3 hari atau 500 mg P.O. sekali untuk segala usia) atau yrantel pamoate
(11 mg/kg P.O. sakali, dosis maksimum 1 g). Piperazinum citrate
(pertama : 150 mg/kg P.O. diikuti 6 kali dosis 6 mg/kg pada interval 12
hari)
Prognosis : baik, terutama jika tidak terdapat komplikasi dan cepat
diberikan pengobatan.

PENCEGAHAN

Program pemberian antihilmitik yang dilakukan dengan cara sebagai


berikut.
1.
Memberikan pengobatan pada semua individu pada daerah
endemis
2.
Memberikan pengobatan pada kelompok tertentu dengan frekuensi
infeksi tinggi seperti anak-anak sekolah dasar.
3.
Memberikan pengobatan pada individu berdasarkan intensitas
penyakit atau infeksi yang telah lalu.
4.

Peningkatan kondisi sanitasi

5.

Menghentikan penggunaan tinja sebagai pupuk.

6.

Memberikan pendidikan tentang cara-cara pencegahan ascariasis.

DAFTAR PUSTAKA
Soegijanto, Soegeng.2005.Kumpulan Makalah Penyakit Tropis Dan
Infeksi Di Indonesia Jilid 4. Surabaya: Airlangga University Press
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2.Jakarta :Percetakan
Info Medika Jakarta

Anda mungkin juga menyukai