PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat besar di
dunia, dan berkembang dengan kecepatan yang sangat berbahaya. Pada 2006, ada
kurang lebih 2,3 juta anak terinfeksi HIV di seluruh dunia. Jumlah ini diduga tetap
akan meningkat dalam waktu dekat karena beberapa alasan. 1
Di Indonesia, infeksi HIV merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan
salah satu penyakit menular yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan anak.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah ada di Indonesia sejak kasus pertama
ditemukan yaitu pada tahun 1987. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi HIV,
ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau Mother To Child Hiv
Transmission (MTCT). Virus HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV
kepada anaknya selama kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui. Penularan
HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya cenderung meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah perempuan HIV positif yang tertular baik dari pasangan
maupun akibat perilaku yang berisiko. Meskipun angka prevalensi dan penularan HIV
dari ibu ke bayi masih terbatas, jumlah ibu hamil yang terinfeksi HIV cenderung
meningkat. Laporan Kasus HIV dan AIDS Kementerian Kesehatan RI tahun 2011
menunjukkan cara penularan tertinggi terjadi akibat hubungan seksual beresiko,
diikuti penggunaan jarum suntik tidak steril; dengan jumlah pengidap AIDS terbanyak
pada kategori pekerjaan ibu rumah tangga. Hal ini juga terlihat dari proporsi jumlah
kasus HIV pada perempuan meningkat dari 34% (2008) menjadi 44% (2011), selain
itu juga terdapat peningkatan HIV dan AIDS yang ditularkan dari ibu HIV positif ke
bayinya. Jumlah kasus HIV pada anak 0-4 tahun meningkat dari 1,8% (2010) menjadi
2,6% (2011). Prevalensi kasus HIV/AIDS pada anak yang berusia antara 5-10 tahun
sebanyak 26%. 2
Saat ini, kurang dari 10% ibu hamil yang terinfeksi HIV di negara
berkembang menerima profilaksis antiretroviral (ARV) untuk pencegahan penularan
HIV dari ibu-ke-bayi (prevention of mother-to-child transmission/PMTCT. Serupa
dengan orang dewasa, anak yang terinfeksi HIV menanggapi ART dengan baik.
1
Tetapi, pengobatan semacam ini paling efektif apabila dimulai sebelum anak jatuh
sakit (artinya, sebelum pengembangan penyakit lanjut). Tanpa ARV, pengembangan
infeksi HIV sangat cepat pada bayi dan anak. Di rangkaian miskin sumber daya,
kurang lebih 30% anak terinfeksi HIV yang tidak diobati meninggal sebelum ulang
tahunnya yang pertama dan lebih dari 50% meninggal sebelum mereka mencapai usia
dua tahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
HIV ((Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini menyerang organ-organ vital sistem
kekebalan tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendritik.
HIV merusak sel T4 CD4+ secara langsung dan tidak langsung, sel T4 CD4+
dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. AIDS (Aquired
Immune Deficiency Syndrome) merupakan tahap akhir dari infeksi HIV yang
berupa kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya
kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency
Virus). 1
2. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub famili Lentivirinae.
Virus famili ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim
ini menyebabkan retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya
dan DNA pejamu untuk membentuk virus DNA. Jadi setiap kali sel yang
dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut
diturunkan. 1
Virus HIV terdiri dari 2 sub-tipe, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1
bermutasi lebih cepat karena replikasi nya lebih cepat. Secara morfologi HIV
terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung
(envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untai RNA, enzim
reverse transcriptase dan beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri dari
lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan
reseptor Lymfosit (T4). Karena bagian luar virus merupakan lemak maka,
virus ini sensitive terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar
matahari, alcohol, tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet.
Virus HIV hidup didalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar
tubuh. 1
plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfa, sel-sel epitel pada usus, dan sel
Langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah
encefalopati dan pada sel epitel usus adalah diare kronis.1
3. CARA PENULARAN
Cara penularan HIV/AIDS yang diketahui adalah melalui 1,2 :
A. Transmisi Seksual
Penularan
melalui
hubungan
seksual
baik
homoseksual
maupun
Risiko
Homoseksual
Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan
risiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang
pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini
sehubungan dengan mukosa rectum yang sangat tipis dan mudah sekali
mengalami perlukaan pada saat berhubungan seksual secara anogenital.
2)
Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggra cara penularan utama melalui hubungan
heteroseksual dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual
aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan
berganti-ganti.
Transmisi Parenteral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat
tindik) yang telah terkontaminasi, seperti pengguna narkoba suntik
yang menggunakan jarum suntik tercemar secara bersama-sama.
2) Produk Darah
Transmisi melalui transfusi darah karena kelalaian pemeriksaan
pendonor sebelum transfusi mampu meningkatkan prevalensi kejadian
HIV/AIDS
3)
Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai
risiko sebesar 50%. Penularan juga dapat terjadi melalui air susu ibu,
namun tergolong dalam risiko rendah.
Infeksi berulang: tiga atau lebih episode infeksi bakteri yang lebih
berat (seperti pneumonia, meningitis, sepsis, selulitis) pada 12 bulan
terakhir.
Disfungsi
neurologis:
kerusakan
neurologis
yang
progresif,
Herpes zoster.
Dermatitis HIV: Ruam yang eritematus dan papular. Ruam kulit yang
khas meliputi infeksi jamur yang ekstensif pada kulit, kuku dan kulit
kepala, dan molluscum contagiosum yang ekstensif.
2) Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi juga
lazim ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV adalah :
3) Gejala atau kondisi yang sangat spesifik untuk anak dengan infeksi HIV
positif :
Diduga kuat infeksi HIV jika ditemukan hal berikut ini: pneumocystis
pneumonia (PCP), kandidiasis esofagus, lymphoid interstitial pneumonia
(LIP) atau sarkoma kaposi. Keadaan ini sangat spesifik untuk anak
8
Stadium Klinis WHO untuk bayi dan anak yang terinfeksi HIV 4 :
Stadium klinis 1
Asimtomatik
Limfadenopati generalisata persisten
Stadium klinis 2
Angular cheilitis
Herpes zoster
berespons
Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih ) a
dari 37.5o C
pertama
kehidupan)
TB kelenjar
TB Paru
termasuk
bronkiektasis
neutropenia
Pneumonia pneumosistis
Infeksi
bakterial
berat
yang
berulang
(misalnya
empiema,
TB ekstrapulmonar
Sarkoma Kaposi
11
Ensefalopati HIV
Isosporiasis kronik
12
Lopinavir/ritonavir (LPV/r)
Saquinavir (SQV)
Tabel 3. Dosis Obat ARV 4
Pada anak umur 1218 bulan dengan HIV (Ab) positif, dengan keluhan
dan jika diduga kuat HIV berdasarkan klinis, bisa dimulai pemberian ARV.
ARV pada anak yang asimptomatik tidak dianjurkan, karena meningkatkan
terjadinya resistensi sejalan dengan waktu. Secara umum, anak lebih cepat
memetabolis PI dan NNRTI dibandingkan dewasa, oleh sebab itu dibutuhkan
dosis ekuivalen dewasa yang lebih besar untuk mencapai tingkat kecukupan
obat. 4
14
Dosis obat harus ditingkatkan pada saat berat badan bertambah, jika
tidak, akan terjadi risiko kekurangan dosis dan terjadi resistensi. Anak< 18
bulan dengan uji antihodi HIV positif dan berada dalam kondisi klinis yang
berat dan tes PCR tidak tersedia hares segera mendapat terapi ARV setelah
kondisi klinisnya stabil . Tes antihodi harus diulang pada usia 18 bulan. Anak
< 18 bulan dengan uji PCR positif dan kondisi klinis yang berat atau tanpa
gejala tetapi dengan persentase CD4+ <25, harus mendapat ARV secepatnya.
Anak > 18 bulan dengan hasil uji antibodi positif dan apakah sedang dalam
kondisi klinis yang berat atau CD4 < 25 , sebaiknya juga mendapat ARV.4
Tabel 4. Kemungkinan rejimen pengobatan lini pertama
untuk anak.4
Keadaan toksik, seperti : Sindrom Stevens Johnson, keracunan hati yang berat,
perdarahan yang berat
Rejimen pengobatan lini kedua adalah ABC ditambah ddI ditambah Protease
inhibitor: LPV/r atau NFV atau SQV/r jika BB 25 kg. 4
15
16
Semua anak yang terpapar HIV (anak yang lahir dari ibu dengan
infeksi HIV) sejak umur 4-6 minggu (baik merupakan bagian maupun
tidak dari program pencegahan transmisi ibu ke anak = prevention of
mother-to-child transmission (PMTCT).
Setiap anak yang diidentifikasi terinfeksi HIV dengan gejala klinis atau
keluhan apapun yang mengarah pada HIV, tanpa memandang umur
atau hitung CD4.4
17
18
parotis
bilateral,
limfadenopati
persisten
generalisata,
hepatomegali dan tanda lain dari gagal jantung dan jari tabuh. Beri antibiotik
Kotrimoksasol (4 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 5 hari atau Amoksisilin
(25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 5 hari. Mulai pengobatan dengan
steroid, hanya jika ada temuan foto toraks yang menunjukkan lymphoid
interstitial pneumonitis ditambah salah satu gejala berikut:
Sianosis
19
20
BAB III
KESIMPULAN
HIV ((Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia. Virus ini menyerang organ-organ vital sistem kekebalan
tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendritik. AIDS (Aquired
Immune Deficiency Syndrome) merupakan tahap akhir dari infeksi HIV yang berupa
kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Cara penularan
HIV/AIDS yang diketahui adalah melalui transmisi seksual (homoseksual,
heteroseksual) dan nonseksual (parenteral, produk darah serta transplasental).
Gejala atau kondisi yang sangat spesifik untuk anak dengan infeksi HIV
positif adalah ditemukannya pneumocystis pneumonia (PCP), kandidiasis esofagus,
lymphoid interstitial pneumonia (LIP) atau sarkoma Kaposi. Fistula rekto-vaginal
yang didapat pada anak perempuan juga sangat spesifik tetapi jarang. Tes diagnostic
HIV/AIDS pada anak adalah tes antibodi (Ab) HIV (ELISA atau rapid tests) yang
dilakukan pada anak dengan usia >18 bulan, sedangkan tes virologis untuk RNA atau
DNA yang spesifik HIV dilakukan pada anak dengan usia < 18 bulan. Jika bayi muda
masih mendapat ASI dan tes virologis RNA negatif, perlu diulang 6 minggu setelah
anak benar-benar disapih untuk memastikan bahwa anak tidak terinfeksi HIV. CD4+
adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefisiensi yang digunakan bersamaan
dengan penilaian klinis. CD4+ dapat menjadi petunjuk dini progresivitas penyakit.
Tatalaksana HIV/AIDS menggunakan ARV (Anti Retro Viral). Obat ARV
tidak untuk menyembuhkan HIV, tetapi dapat menurunkan kesakitan dan kematian
secara dramatis, serta memperbaiki kualitas hidup pada orang dewasa maupun anak.
Kriteria memulai didasarkan pada kriteria klinis dan imunologis. Resistensi terhadap
obat tunggal atau ganda bisa cepat terjadi, sehingga rejimen obat tunggal merupakan
kontraindikasi, Oleh karena itu minimal 3 obat merupakan baku minimum yang
direkomendasikan.
Pencegahan dilakukan dengan menggunakan kotrimoksazol. Dosis yang
direkomendasikan 68 mg/kgBB Trimetoprim sekali dalam sehari.
21
Infeksi HIV pada anak yang tidak diobati juga mengakibatkan pertumbuhan
yang tertunda dan keterbelakangan mental yang tidak dapat disembuhkan oleh ARV.
Oleh karena itu penting untuk mendiagnosis bayi yang terpajan HIV sedini mungkin
untuk mencegah kematian, penyakit dan penundaan pertumbuhan dan pengembangan
mental.
22
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Menkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.51 Tahun 2013
tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke anak . 2013. 08-10
3.
4.
23