Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

Fluid Management

Disusun Oleh:

Rizka Utami 1102010251


Teffi Widya Jani 1102010278
Pembimbing:

dr. Hj, Hayati Usman, Sp.An


dr. Dhadi Ginanjar, Sp.An

Kepaniteraan Klinik Bagian Anestesi


Rumah Sakit Umum dr. Slamet Garut
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Oktober 2014

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Cairan Tubuh


Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler seperti
manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.

II

Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit

A Distribusi cairan tubuh


Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk hidup.
Persentase air tubuh total (Total Body Water) terhadap berat badan berubah sesuai umur,
menurun cepat pada awal kehidupan. Pada saat lahir, TBW 78% berat badan. Pada beberapa
bulan pertama kehidupan, TBW turun cepat mendekati kadar dewasa 55-60 % berat badan
pada saat usia 1 tahun. Pada masa pubertas, terjadi perubahan TBW selanjutnya. Karena
lemak mempunyai kadar air yang lebih rendah, persentase TBW terhadap berat badan lebih
rendah pada wanita dewasa yang mempunyai lebih banyak lemak tubuh (55%) daripada lakilaki, yang mempunyai sedikit lemak. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam
kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular.

Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,
sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter
rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada
bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular. Cairan
intraseluler terlibat dalam proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari
nutrien-nutrien dalam cairan tubuh.

Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraseluler
berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel, dan
membuang zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang
seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di
cairan ekstraselular.

Cairan ekstraselular dibagi menjadi :


o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12
liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter,
tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.

Cairan tubuh
(60%)

Intraselular
(40%)

Ekstraselular
(20%)

Interstitial
(15%)

Intravaskuler
(5%)

Table 1. Distribusi cairan tubuh

Cairan intravaskuler (5% BB) bila ditambah eritrosit (3% BB) menjadi darah. Jadi
volume darah sekitar 8% dari berat badan. Jumlah darah bila dihitung berdasarkan estimated
blood volume (EBV) adalah:
Neonatus
= 90 ml/kg BB
Bayi
= 80 ml/kg BB
Anak dan dewasa
= 70 ml/kg BB

B Komponen cairan tubuh


Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.

Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation
dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
Kation : Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan
di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat
berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan
keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial
maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium
(muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi
disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti
dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus

berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak
dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.
Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan
penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium
dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang
tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler.
Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10
mEq/liter.
Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da
hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
Anion: Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat
(HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).
Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil
akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru
dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
4

Tabel 1. Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh


Cairan

Elektroli

Plasma

Cairan Interstitial

(mEq/L)

(mEq/L)

Na+

142

145

10

K+

159

Mg2+

40

Ca2+

Cl-

103

117

10

HCO3-

25

27

Intracellular
(mEq/L)

Adapted from Campbell I: Physiology of fluid balance. Anaesth Intensive Care Med
7:462-465 2006.

Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

C Proses Pergerakan Cairan Tubuh


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan
energy sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis
adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan
dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a. Osmosis
5

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel


(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih
tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air,
sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran
semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui
zat terlarut misalnya protein.
Tekanan osmotik plasma darah

ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan

osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat).
Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan
lebih tinggi disebut hipertonik.
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh
darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi
tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium
keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke
dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar
di dalam sel.
D Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paruparu, kulit atau traktus gastrointestinal.
Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml
per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata
250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
6

I Perubahan cairan tubuh


Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling
umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat
muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa
kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis,
obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan
menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan
cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang
berat terjadi.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium
menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik
(>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%),
sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.
Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama
dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium
besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen
ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara
garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang
hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular

berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan


volume intravaskular.15
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara
garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang
hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah
ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume
intravaskular.15

b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl
ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun
dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal
jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan
cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.10
2. Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah
dapat dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi,
gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika
kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat
disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi
tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis,
nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau
NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12

Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara


perlahanlahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung
Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :
Na= Na1 Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
b. Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika
kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi,
kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare,
muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan
natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5%
dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut
kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar
total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,
perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse
potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus
potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).13
Rumus untuk menghitung defisit kalium18 :
K = K1 K0 x 0,25 x BB
K = kalium yang dibutuhkan
9

K1 = serum kalium yang diinginkan


K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal
atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin,
diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia,
kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk
hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium
bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.
3. Perubahan komposisi
a

Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)


Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan

ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang
tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri
dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan.
Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi
endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene
trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.
b

Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)


Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang

dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi
sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi
masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat
dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.
c

Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)


Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan

bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil,
diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah
10

peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik
ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya
ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya
diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis
respirasi digunakan.
d

Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)


Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat

dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah
hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan
adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis
harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit
yang sering.
II

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan


Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan
postoperatif.
A Faktor-faktor preoperatif
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres
akibat operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis
osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit
11

4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari
traktus gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan
sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam
atau adanya kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

B Faktor-faktor intraoperatif
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif
karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan
ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang
besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
C Faktor-faktor postoperatif
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
12

4. Risiko atau adanya ileus postoperatif


III

Terapi Cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-

batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)
secara intravena.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang
terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.
Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh
atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan.
Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan
dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat
(RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L
dalam 10 menit.
Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang
dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=12 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan
pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal,
keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water
losses.
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :

Table 2. Rumus Holiday Segar


Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan
karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit
yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA,
Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya
karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari
13

sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam
hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena
seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek
samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu
mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium
sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang
peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya
pembedahan, yaitu :

6-8 ml/kg untuk bedah besar

4-6 ml/kg untuk bedah sedang

2-4 ml/kg untuk bedah kecil

A Jenis-Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya
seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh
cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan
untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di
hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%,
tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional
hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan
klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih
banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya
dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
14

Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan
kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta
berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang
mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute
atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering
digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik
atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak
(misal luka bakar).
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a

Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat
dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh
virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin
(83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.

Koloid sintetis:
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc
mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70
merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi
Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat
menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti
trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor
15

VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran


melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu perdarahan
memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih
dahulu.
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata
71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500
ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari
dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low
molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan
berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang
besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta
starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul ratarata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin

16

Table 3. Keuntungan dan kerugian cairan kristaloid dan koloid


Keuntunga
n

Kristaloid
- Tidak mahal
-

Aliran

urin

volume bertahan selama 24 jam)

intravaskular)
Pilihan

cairan

- Meningkatkan
pertama

resusitasi perdarahan & trauma


-

Mengembalikan

onkotik

u/ plasma
- Membutuhkan volume yang lebih
- Mengurangi kejadian edema perifer
-

Kerugian - Mengencerkan tekanan osmotik


koloid
- Menginduksi edema perifer
- Insidensi terjadinya edema
pulmonal lebih tinggi
- Membutuhkan volume yg lebih
- Efeknya sementara

tekanan

kehilangan sedikit

pada ruang cairan ke-3

besar

cairan

lancar intravaskular lebih baik (1/3 cairan

(meningkatkan
-

Koloid
Mempertahankan

Dapat

menurunkan

tekanan

intrakranial
- Mahal
- Menginduksi koagulopati (dextran &
helastarch)
- Jika tdpt kerusakan kapiler, dpt
berpotensi tjd perpindhn cairan ke
interstitial
- Mengencerkan faktor pembekuan dan
trombosit
- Berpotensi menghambat tubulus
renalis dan sel retikuloendotelial di
hepar
- Kemungkinan adanya reaksi
anafilaksis (dextran)

B Terapi Cairan Preoperatif


Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.
Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan
sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup
17

diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada
penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya
diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan
karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan
(hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti
dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.
C. Terapi Cairan Intraoperatif
Terapi cairan intraoperatif meliputi kebutuhan cairan dasar dan penggantian deficit cairan
preoperative seperti halnya kehilangan cairan intraoperative ( darah, redistribusi dari cairan,
dan penguapan). Pemilihan jenis cairan intravena tergantung dari prosedur pembedahan dan
perkiraan kehilangan darah. Pada kasus kehilangan darah minimal dan adanya pergeseran
cairan, maka maintenance solution dapat digunakan. Untuk semua prosedur yang lain Ringer
Lactate biasa digunakan untuk pemeliharaan cairan. Idealnya, kehilangan darah harus
digantikan dengan cairan kristaloid atau koloid untuk memelihara volume cairan
intravascular ( normovolemia) sampai bahaya anemia berberat lebih (dibanding) resiko
transfusi. Pada kehilangan darah dapat diganti dengan transfuse sel darah merah. Transfusi
dapat

diberikan

pada

Hb

7-8

g/dL

(hematocrit

21

24%).

Hb < 7 g/dL cardiac output meningkat untuk menjaga agar transport Oksigen tetap normal.
Hb 10 g/dL biasanya pada pasien orang tua dan penyakit yang berhubungan dengan jantung
dan paru-paru. Batas lebih tinggi mungkin digunakan jika diperkirakan ada kehilangan darah
yang terus menerus. Dalam prakteknya, banyak dokter memberi Ringer Laktat kira-kira 3-4
kali dari banyaknya darah yang hilang, dan cairan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai
dicapai Hb yang diharapkan.

18

Tabel. Perkiraan Volume Darah Rata-Rata (Average Blood Volumes)


Umur

Volume Darah

NEONATES
PREMATURE

95 ML/KG

FULL-TERM

85 ML/KG

INFANTS

80 ML/KG

ADULTS
MEN

75ML/KG

WOMAN

65 ML/KG

Pada keadaan ini kehilangan darah dapat diganti dengan Packed red blood cell.
Banyaknya transfusi dapat ditentukan dari hematocrit preoperatif dan dengan perkiraan
volume darah. Pasien dengan hematocrit normal biasanya ditransfusi hanya setelah
kehilangan darah >10-20% dari volume darah mereka. Sebenarnya tergantung daripada
kondisi pasien] dan prosedur dari pembedahan . Perlu diketahui jumlah darah yang hilang
untuk

penurunan

hematocrit

sampai

30%,

dapat

dihitung

sebagai

berikut:

Estimasi volume darah dari Tabel 29-5.

Estimasi volume sel darah merah (RBCV) hematocrit preoperative (RBCV preop).

Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga volume darah
normal.

Memperkirakan volume sel darah merah yang hilang ketika hematocrit 30% adalah
RBCV lost = RBCV preop - RBCV 30%.

Perkiraan jumlah darah yang hilang = RBCV lost X 3

Contoh :
Seorang perempuan 85 kg mempunyai suatu hematocrit preoperatif 35%. Berapa banyak
jumah darah yang hilang untuk menurunkan hematocritnya sampai 30%?
Volume Darah yang diperkirakan = 65 mL/kg x 85 kg = 5525 ml.
RBCV 35 % = 5525 x 35 % = 1934 mL.
19

RBCV30% = 5525 x 30 % = 1658 mL


Kehilangan sel darah merah pada 30% = 1934 - 1658 = 276 mL.
Perkiraan jumlah darah yang hilang = 3 x 276 mL = 828 mL.
Oleh karena itu, transfusi harus dipertimbangkan hanya jika pasien kehilangan darah melebihi
800 ml. Transfusi tidak direkomendasikan sampai terjadi penurunan hematocrit hingga 24%
(hemoglobin < 8.0 g/dL), tetapi ini diperlukan untuk menghitung banyaknya darah yang
hilang, contohnya pada penyakit jantung dimana diberikan transfusi jika kehilangan darah
800mL.
Tabel. Redistribusi dan evaporasi kehilangn cairan saat pembedahan
DERAJAT DARI TRAUMA JARINGAN

PENAMBAHAN CAIRAN

MINIMAL (contoh hernioraphy)

0 2 ml/Kg

SEDANG ( contoh cholecystectomy)

2 4 ml/Kg

BERAT (contohreseksi usus)

4 8 ml/Kg

Petunjuk lain yang biasa digunakan sebagai berikut:


1. Satu unit sel darah merah sel akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dL dan
hematocrit 2-3% (pada orang dewasa); dan
2. 10mL/kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan hemoglobin 3g/dL dan
hematocrit 10%.

D. Terapi Cairan Postoperatif


Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk
penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari
pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium
dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress
pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air
dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium.
Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian
20

karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat
menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr
%. Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan
garamisotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C
suhu tubuh
- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum
selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk
memperbaiki daya angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi
nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan
warna kulit.

21

KESIMPULAN
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga

cairan tubuh. Cairan tubuh

didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel,
sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan
ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktorfaktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan
volume dan komposisi normal cairan tubuh.

Dalam terapi cairan harus diperhatikan

kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang
bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.

22

DAFTAR PUSTAKA

Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan.
In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed
15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266

Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi
Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Hasan

F.

Terapi

Cairan.

2008.

Di

unduh

dari

http://drfhasan.blogspot.com/2008/01/referat-terapi-cairan.html .
4

Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.

Morgan, G. Edward. 2005. Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Mc GrawHill


Companies,Inc.UnitedState.

23

Anda mungkin juga menyukai