Halaman
Kata Pengantar . i
SK Pemberlakuan Tata Laksana Pengendalian Infeksi Nosokomial . ii
Daftar Isi . iii
Bab I : Pendahuluan . 1
Bab II : Pencegahan Infeksi Nosokomial . 2
- Kewaspadaan Universal
- Tindakan Invasif
- Tindakan Non Invasive
- Tindakan terhadap Anak dan neonatus
- Sterilisasi dan Desinfeksi
- Desinfeksi Ruang / Foging
Bab III : Surveilans . 15
Bab IV : Penggunaan Antibiotika . 24
Bab V : Penutup . 26
Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR
Buku Tata Laksana Infeksi Nosokomial ini sebagai pelengkap serta digunakan dalam satu
kesatuan dengan Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial RS.Sari Asih Karawaci.
Dalam buku ini dimuat petunjuk tata laksana dari beberapa tindakan yang mempunyai resiko
infeksi nosokomial serta cara penanggulangan dan pencegahannya. Dengan adanya buku ini
diharapkan semua petugas dapat mengetahui serta melaksanakan setiap kegiatan
pengendalian infeksi nosokomial di RS. Sari Asih Karawaci secara efisien dan mencapai
hasil yang sebaik baiknya.
Sebagaimana halnya suatu standar prosedur, maka buku tata laksana ini akan terus
mengalami perbaikan dalam rangka penyempurnaan sesuai dengan kemajuan iptek
kedokteran.
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi Nosokomial merupakan masalah serius bagi semua rumah sakit. Kerugian yang
ditimbulkan sangat membebani rumah sakit maupun pasien. Terjadinya infeksi nosokomial
dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain :
- Banyaknya pasien yang dirawat yang menjadi sumber infeksi bagi lingkungan dan pasien
lainnya.
- Kontak langsung antara pasien yang menjadi sumber infeksi dengan pasien lainnya.
- Kontak langsung antara petugas rumah sakit yang tercemar kuman dengan pasien.
- Penggunaan alat / peralatan medis yang tercemar oleh kuman.
- Kondisi pasien yang lemah akibat penyakit yang dideritanya.
Pengendalian Infeksi Nosokomial merupakan suatu upaya penting dalam meningkatkan mutu
pelayanan medis rumah sakit. Hal ini hanya dapat dicapai dengan keterlibatan secara aktif
semua personil rumah sakit, mulai dari petugas kebersihan sampai dengan dokter dan mulai
dari pekarya sampai dengan jajaran Direksi. Kegiatannya dilakukan secara baik dan benar
di semua sarana rumah sakit. ; peralatan medis dan non medis, ruang perawatan dan
prosedur serta lingkungan.
Mengingat kegiatan yang penting ini melibatkan berbagai disiplin dan tingkatan personil
rumah sakirt. Diperlukan adanya prosedur baku untuk setiap tindakan yang berkaitan
dengan pengendalian infeksi nosokomial. Prosedur baku yang dituangkan dalam tata
laksana pengendalian infeksi nosokomial ini merupakan prosedur maksimal yang harus
diupayakan untuk dilaksanakan seluruhnya sesuai dengan situasi pada saat dan tempat
pelaksanaannya.
Diharapkan dengan adanya tata laksana pengendalian infeksi nosokomial yang merupakan
pelengkap dari pedoman pengendalian infeksi nosokomial ini seluruh personil RS Sari Asih
Karawaci memiliki sikap dan perilaku yang sama dalam mengendalikan infeksi nosokomial.
Hasil akhir yang diharapkan adalah peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara
menyeluruh oleh RS Sari Asih Karawaci terhadap pasien.
BAB II
PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL
Pencegahan terhadap terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dimaksud untuk
menghindari terjadinya infeksi selama pasien dirawat di rumah sakit. Pelaksanaan upaya
pencegahan infeksi nosokomial terdiri atas :
- Kewaspadaan Universal
- Tindakan Invasif
- Tindakan Non invasive
- Tindakan terhadap anak dan neonatus
- Sterilisasi dan Desinfeksi
KEWASPADAAN
Definisi :
Universal Precautions atau Kewaspadaan Universal adalah suatu pedoman yang
ditetapkan oleh Centers for Disease Cotrol ( CDC ) ( 1985 ) untuk mencegah penyebaran
dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan rumah sakit maupun
sarana pelayanan kesehatan lainnya. Adapun konsep yang dianut adalah bahwa semua
darah dan cairan tubuh tertentu harus dikelola sebagai sumber yang dapat menularkan HIV,
HBV dan berbagai penyakit lain yang ditularkan melalui darah.
Pelaksanaan Kewaspadaan Universal.
Secara singkat, kebijaksanaan pelaksanaan UP adalah seperti apa yang dikemukakan
dibawah ini :
1. Semua petugas kesehatan harus rutin menggunakan sarana yang dapat mencegah kontak
kulit dan selaput lender dengan darah atau cairan tubuh lainnya dari setiap pasien yang
dilayani.
Dengan demikian setiap petugas kesehatan harus :
Menggunakan sarung tangan bila :
- Menyentuh darah atau cairan tubuh, selaput lender atau kulit yang tidak utuh.
- Mengelola berbagai peralatan dan sarana kesehatan / kedokteran yang tercemar darah
atau cairan tubuh.
- Mengerjakan fungsi vena atau segala prosedur yang menyangkut pembuluh darah. Sarung
tangan harus selalu diganti setiap selesai kontak dengan seorang pasien.
Menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah bila mengerjakan
prosedur yang memungkinkan terjadinya cipratan darah atau cairan tubuh guna mencegah
terpaparnya selaput lender pada mulut, hidung dan mata.
Memakai jubah ( pakaian kerja ) khusus selama melaksanakan tindakan yang mungkin
akan menimbulkan cipratan darah atau cairan tubuh ainnya.
2. Tangan dan bagian tubuhlainnya harus segera dicuci sebersih mungkin bila
terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh lainnya. Setiap saat setelah melepaskan sarung
tangan, tangan harus segera dicuci.
3. Semua petugas harus selalu waspada terhadap kemungkinan tertusuk jarum, pisau dan
benda / alat tajam lainnya selama pelaksanaan tindakan, saat membersihkan / mencuci
peralatan, saat membuang sampah atau ketika membenahi peralatan setelah berlangsungnya
prosedur / tindakan.
Untuk mencapai tujuan ini, maka jangan menutup kembali jarum suntik setelah selesai
dipakai, jangan sengaja membengkokkan atau mematahkan jarum suntik dengan tangan,
jangan melepaskan jarum suntik dari tabungnya atau melakukan apapun pada jarum suntik
dengan menggunakan tangan. Setelah segala benda tajam digunakan, maka harus
ditempatkan di suatu wadah khusus yang tahan / anti tusukan.
Wadah ini harus berada sedekat mungkin atau mudah dicapai disekitar arena tindakan.
Kemudian wadah kumpulan benda tajam tersebut harus menjamin aman untuk transportasi
ke tempat pemrosesan alat ataupun dalam proses pengenyahan.
4. Walaupun air liur belum terbukti menularkan HIV, tindakan resusitasi dengan cara dari
mulut ke mulut harus dihindari. Dengan demikian di setiap tempat yang mungkin akan
kedapatan kasus yang memerlukan resusitasi, perlu disediakan alat resusitasi.
5. Petugas kesehatan yang sedang mengalami perlukaan atau ada lesi yang mengeluarkan
cairan misalnya menderita dermatitis basah harus menghindari tugas tugas yang bersifat
kontak langsung dengan pasien ataupun kontak langsung dengan peralatan bebas pakai
pasien.
6. Petugas kesehatan yang sedang hamil tidak mempunyai resiko lebih besar untuk tertular
HIV bila dibandingkan dengan petugas kesehatan yang tidak hamil. Namun demikian bila
terjadi infeksi HIV selama kehamilan, janin yang dikandungnya mempunyai resiko untuk
mengalami transmisi perinatal. Oleh karena itu, petugas kesehatan yang sedang hamil harus
lebih memperhatikan pelaksanaan segala prosedur yang dapat menghindari penularan HIV.
Dengan menerapkan KU setiap petugas kesehatan dapat terlindung semaksimal mungkin
dari kemungkinan terpapar oleh infeksi penyakit yang ditularkan melalui darah atau cairan
tubuh baik dari kasus yang terdiagnosis maupun yang tidak terdiagnose. Sebagai keuntungan
tambahan, transmisi dari kebanyakan infeksi yang ditularkan dengan cara lainpun terhadap
petugas kesehatan dan pasiennya akan dikurangi pula.
Beberapa petunjuk khusus dalam pelaksanaan KU
Kita menyadari bahwa diagnosis dini adanya infeksi oleh berbagai mikroorganisme pada
seorang pasien, khususnya infeksi virus seperti HIV, Hepatitis B dll, penting peranannya
dalam manajemen kasus. Akan tetapi atas dasar berbagai pertimbangan sampai saat ini
penapisan ( screening ) terhadap berbagai infeksi virus tidak mungkin dilakukan secara
rutin. Bahkan pada infeksi oleh HIV terdapat masa jendela yang mana pada masa tersebut
darah atau cairan tubuh penderita, sudah dapat menularkan infeksi akan tetapi HIV belum
dapat terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Oleh karena itu prinsip KU dalam upaya
pencegahan infeksi merupakan kunci utama keberhasilan memutuskan rantai transmisi
penyakit yang ditularkan melalui darah maupun cairan lainnya. Di bawah ini disampaikan
langkah langkah yang perlu diperhatikan sebagai prosedur pencegahan infeksi, khususnya
infeksi HIV. Perlu diingatkan bahwa langkah langkah di bawah ini tidak mengabaikan
pentingnya pelaksanaan prosedur standar dalam tiap tiap tindakan pemrosesan alat /
instrument secara tepat, pembuangan sampah / limbah secara aman dan menjamin
kebersihan ruangan tindakan dan lingkungan sekitarnya.
1. Kewaspadaan dalam tindak medik
Sebagai prosedur pembedahan yang membuka jaringan organ, pembuluh darah, pertolongan
persalinan maupun tindakan abortus prosedur hemodialisis dan prosedur operasi gigi mulut
termasuk dalam tindak medik invasive beresiko tinggi untuk menularkan HIV bagi tenaga
dokter atau pelaksana lainnya. Untuk memutuskan rantai penularan diperlukan barier
berupa :
a. Kacamata pelindung untuk menghindari persikan cairan tubuh pada mata.
b. Masker penutup pelindung hidung dan mulut untuk mencegah percikan pada mukosa
hidung dan mulut.
c. Plastik penutup badan ( skort ) untuk mencegah kontak cairan tubuh pasien dengan
penolong.
d. Sarung tangan yang tepat untuk melindungi tangan yang aktif melakukan tindak medik
invasive.
e. Penutup kaki untuk melindungi kaki dari kemungkinan terpapar cairan yang infektis.
2. Kegiatan di Unit Gawat Darurat
Unit Gawat Darurat yang umumnya melayani kasus kecelakaan maupun kasus emergensi
lainnya harus menyediakan segala peralatan yang berkaitan dengan pelaksanaan KU.
Sarana seperti sarung tangan, masker dan gaun khusus harus selalu ada, mudah dicapai dan
mudah dipakai. Alat resusitasi harus tersedia dalam keadaan siap pakai dan ada petugas
yang terlatih untuk menggunakannya. Disetiap tempat tindakan pelayanan emergency harus
6. Lokasi kagiatan lainnya yang memerlukan perhatian adalah di mobil ambulan, ruang
emergency, laboratorium serta kamar jenazah.
Manajemen untuk tenaga kesehatan yang terpapar darah atau cairan tubuh.
1. Paparan secara parenteral melalui tusukan jarum, terpotong dan lain lain : Keluarkan
darah sebanyak banyaknya, cuci dengan sabun dan air atau dengan air saja sebanyak
banyaknya.
2. Paparan pada membrane mukosa melalui cipratan kemata : Cuci mata secara gentle
dengan mata dalam keadaan terbuka menggunakan air cairan NaCL.
3. Paparan pada mulut : Keluarkan cairan infektif tersebut dengan cara berludah kemudian
kumur kumur dengan air beberapa kali.
4. Paparan pada kulit yang utuh maupun kulit sedang mengalami perlukaan, lecet atau
dermatitis : cucilah sebersih mungkin dengan air dan sabun antiseptic.
Selanjutnya mereka yang terpapar ini perlu mendapatkan pemantauan pemeriksaan HIV
yang adekuat dan kondisi kesehatannya pun harus diperhatikan. Pejamu pun harus terus
dimonitor kemungkinan infeksinya. Selama pemantauan, tenaga kesehatan yang terpapar
tersebut memerlukan konseling mengenai resiko infeksi dan pencegahan transmisi
selanjutnya. Tentunya individu tersebut diingatkan untuk tidak menjadi donor darah ataupun
jaringan, melakukan hubungan seksual yang aman dan mencegah kehamilan. Dibeberapa
Negara seperti Australia, diberikan zidovudine ( AZT ) profilaksis 200 mg oral, 5 kali / hari
selama 6 minggu.
Upaya untuk melaksanakan KU di lingkungan kita.
Sebagai petugas kesehatan khususnya yang bekerja di lingkungan rumah sakit sudah
selayaknya kita menerapkan UP dalam melaksanakan tugas kita sehari hari. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu diselenggarakan langkah langkah sebagai berikut :
1. Identitas unsure unsure yang terkait.
2. menilai fasilitas dan kebiasaan yang berlangsung.
3. Meninjau kembali kebijakan dan prosedur yang telah ada.
4. Membuat perencanaan ( menyusun proposal ).
5. menjalankan rencana yang telah disusun.
6. mengadakan pendidikan dan pelatihan.
7. Pemantauan dan supervise pelaksanaan KU secara berkala.
TINDAKAN INVASIF
A. Tindakan Invasif Sederhana.
B. Tindakan Invasif Operasi.
A. Tindakan Invasif Sederhana
Tindakan invasive sederhana adalah suatu tindakan memasukkan alat kesehatan kedalam
tubuh pasien sehingga memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan menyebar
ke jaringan.
Contoh :
Suntikan, pungsi ( vena, lumbal, pericardial, pleura suprapubik ), bronkoskopi, angiografi,
pemasangan alat ( kontrasepsi, kateter intravena, kateter jantung, pipa endotrakeal, pipa
nasogastrik, pacu jantung ).
B. Tindakan Invasif Operasi
Tindakan invasive oeprasi adalah suatu tindakan yang melakukan penyayatan pada tubuh
pasien dan dengan demikian memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan
menyebar.
Sumber Infeksi pada Tindakan Invasive
a. Petugas umum adalah semua petugas yang bekerja sekitar ruang tindakan
- Tidak memperhatikan hygiene perorangan.
- Tidak mencuci tangan.
- Bekerja tanpa memperhatikan tehnik aseptic dan antiseptic.
- Tidak memahami cara penularan / penyebaran kuman pathogen.
- Menderita penyakit menular / infeksi / karier.
- Tidak mematuhi tata tertib di kamar operasi.
- Tidak memperhatikan tehnik aseptic / antiseptic.
- Bekerja ceroboh dan masa bodoh terhadap lingkungan.
- Tidak menguasai tindakan yang dilakukan.
Petugas khusus adalah semua petugas yang bekerja didalam kamar tindakan.
- Tidak memperhatikan kebersihan perorangan.
- Mempunyai penyakit infeksi / menular / karier.
- Tidak mematuhi tata tertib yang berlaku di kamar operasi.
- Tidak memperhatikan tehnik aseptic / antiseptic.
- Ceroboh dalam bekerja.
- Tidak memperhatikan hygiene perorangan.
- Kuku panjang
- Mencuci tangan dengan cara yang tidak benar.
b. Alat
- Tidak steril.
- Diluar batas waktu yang ditetapkan ( kadaluwarsa ) tanpa disterilkan lagi.
- Untuk pemakaian berulang tanpa disterilkan lagi.
- Penyimpanan tidak baik.
- Kotor.
- Rusak / karatan.
c. Pasien
- Higiene pasien tidak baik.
- Keadaan gizi tidak baik.
- Menderita penyakit kronis.
- Menderita penyakit infeksi / menular / karier.
- Sedang menapatkan pengobatan imunosupresif.
- Persiapan pasien dari ruang rawat tidak baik.
- Daerah sekitarnya terdapat tanda tanda infeksi, missal : sakit kulit, dsb.
d. Lingkungan
- Penerangan / sinar matahari tidak cukup.
- Sirkulasi udara harus cukup, tidak lembab dan berdebu.
- Dijaga kebersihannya.
- Menghindari serangga.
- Mencegah air tergenang.
- Tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup.
- Tidak ada serangga.
- Permukaan lantai harus rata dan tidak berlubang.
- Ruangan bersih, kering dan tidak berbau.
- Dinding kamar operasi harus licin mudah dibersihkan.
- Sudut ruangan tidak tajam.
- Mengatur system sirkuasi udara dalam kamar operasi.
- Cahaya cukup terang.
- Dipisahkan lalu lintas untuk petugas, pasien, barang bersih dan kotor.
- Jumlah petugas yang keluar masuk ke kamar operasi dibatasi.
- Ruangan dibersihkan secara rutin, mingguan atau pada kasus infeksi tertentu.
2.2. Petugas
- Mencuci tangan lebih dahulu sebelum dan sesudah kontak dengan pasien (lampiran 1 ).
2.3. Pengunjung
- Yang sedang menderita sakit tidak diperkenankan mengunjungi pasien.
- Menggunakan barrier nursing sewaktu mengunjungi pasien yang berpenyakit infeksi /
menular.
- Jumlah dibatasi.
2.4. Alat
- Yang digunakan harus bersih dan kering.
- Yang telah terkontaminasi segera dibersihkan dengan bahan desinfektan dan kemudian
disterilkan.
- Yang terkontaminasi oleh pasien dengan penyakit tertentu ( misalnya gas gangrene )
dimusnahkan.
2.5. Lingkungan
- Lingkungan pasien / kamar dijaga selalu dalam keadaan bersih dan kering.
- Sirkulasi udara dalam kamar harus lancar.
- Penerangan / sinar matahari dalam kamar harus cukup.
- Tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup.
- Tidak ada serangga didalam kamar pasien.
- Untuk penyakit tertentu ( misalnya gas gangrene ) ruangan dihapus hamakan sebelum
dipakai kembali.
2.6. Air.
- Kualitas air tersedia memenuhi syarat kesehatan yaitu batas bebas kuman, tidak berbau,
tidak berwarna, jernih dan bersih.
- Jumlah air yang tersedia memenuhi kebutuhan pasien.
- Air minum harus dimasak sampai mendidih.
- Bak tempat penampungan air dibersihkan secara rutin minimal 2 kali seminggu.
- Dicegah adanya genangan air limbah.
2.7. Makanan
- Selalu dalam keadaan tertutup.
- Yang sudah rusak / terkontaminasi dibuang.
- Diberikan sesuai dengan diet yang dianjurkan.
- Pemberian dari luar rumah sakit harus dicegah.
TINDAKAN TERHADAP ANAK DAN NEONATUS
Tindakan terhadap anak / neonatus dapat berupa tindakan invasive, invasive operasi
maupun tindakan non invasive. Pencegahan infeksi pada tindakan terhadap anak / neonatus
meliputi :
1. Petugas
- Harus dalam keadaan sehat.
- Tidak menderita penyakit menular seperti tuberkulosa, penyakit saluran nafas lainnya.
Penyakit gastro intestinal, penyakit kulit atau mukokutaneus seperti herpes dan lain lain.
- Pakaian petugas yang bekerja dibangsal anak / neonatus berlengan pendek agar mudah
untuk mencuci tangan.
- Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien harus mencuci tangan dengan antiseptic atau
sabun serta air mengalir.
- Khusus bila kontak dengan neonatus tangan harus dicuci sampai ke siku dengan sabun dan
air mengalir serta digosok dengan sikat ( pertama kali masuk bangsal ) kemudian dapat
- Pemeriksaan genital.
- Menampung / memeriksa urine.
STERILISASI DAN DESINFEKSI
STERILISASI
1. Pengertian
Sterilisasi adalah proses pengolahan suatu alat atau bahan dengan tujuan mematikan semua
mikroorganisme termasuk endospora pada suatu alat / bahan.
Proses sterilisasi di rumah sakit sangat penting sekali dalam rangka pengawasan
pencegahan infeksi nosokomial.
Keberhasilan usaha tersebut akan tercermin pada kualitas dan kuantitas mikroorganisme
yang terdapat bahan, alat serta lingkungan kerja rumah sakit.
Sebaiknya proses sterilisasi di RS dilaksanakan secara sentralisasi dengan tujuan agar
tercapainya :
1. Efisiensi dalam menggunakan peralatan dan sarana.
2. Efisiensi tenaga.
3. Menghemat biaya investasi, instalasi dan pemeliharaannya.
4. Sterilisasi bahan dan alat yang disterilkan dapat dipertanggung jawabkan.
5. Penyederhanaan dalam pengembangan prosedur kerja, standarisasi dan peningkatan
pengawasan mutu.
Untuk kerja yang bertanggung jawab terhadap proses sterilisasi di rumah sakit adalah
Instalasi Sterilisasi Sentral. Instalasi Sterilisasi Sentral mempunyai kegiatan mengelola
semua kebutuhan peralatan dan perlengkapan tindakan bedah serta non bedah. Mulai dari
penerimaan, pengadaan, pencucian, pengawasan, pemberian tanda steril penyusunan dan
pengeluaran barang barang hasil sterilisasi ke unit pemakaian di RS.
2. Tehnik Sterilisasi
Sebelum memilih tehnik sterilisasi yang tepat dan efisien diperlukan pemahaman terhadap
kemungkinan adanya kontaminasi dari bahan dan alat yang akan disterilkan.
Kontaminasi terjadi karena adanya perpindahan mikroorganisme yang berasal dari
berbagai macam sumber kontaminasi.
Sumber kontaminasi dapat berasal dari :
1. Udara yang lembab atau uap air.
2. Perlengkapan dan peralatan di rumah sakit.
3. Personalia yang di rumah sakit ( kulit, tangan, rambut dan saluran nafas yang terinfeksi ).
4. Air yang tidak disuling dan tidak disterilkan.
5. Ruang yang tidak dibersihkan dan di desinfektan.
6. Pasien yang telah terinfeksi.
Sterilisasi dimaksudkan untuk membunuh atau memisahkan semua mikroorganisme
ditetntukan oleh daya mikroorganisme terhadap tehnik sterilisasi.
Tehnik sterilisasi ada beberapa cara :
1.1. Sterilisasi dengan pemanasan :
a. Pemanasan basah dengan Autoklaf
BAB III
SURVEILANS
Meskipun berbagai upaya pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit telah dilaksanakan
secara optimal, agaknya infeksi nosokomial di rumah sakit akan tetap terjadi, namun
demikian jumlah kejadian yang lebih sedikit.
Oleh karena itu, untuk mengadakan evaluasi terhadap keberhasilan program pengendalian
infeksi nosokomial serta upaya penanggulangannya bila terjadi wabah atau kejadian luar
biasa, perlu dilaksanakan surveilans infeksi nosokomial di rumah sakit.
Surveilans adalah pengamatan yang sistematis aktif dan terus menerus terhadap timbulnya
penyebaran penyakit pada suatu populasi serta keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
meningkat atau menurunnya resiko untuk terjadinya penyebaran penyakit. Analisa data dan
penyebaran data yang teratur merupakan bagian penting dalam prose situ.
Kegiatan surveilans eliputi :
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik.
Dan biakan urin > 100.000 kuman / ml dengan tidak lebih dari dua jenis mikroorganisme :
* Dua dari gejala :
- Demam 380C
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik
* dan salah satu tanda :
- Tes carik celup ( dipstick ) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit.
- Pluria ( 10 lekosit/ml atau > 3 lekosit /LPB pada urine yang tidak disentrifus.
- Mikroorganisme positif pada pewarnaan gram pada urine yang tidak disentlifus.
- Biakan urine dua kali dengan hasil kuman uropatogen yang sama dengan jumlah >
100.000 kuman/ml dari urin yang diambil secara steril.
- Biakan urin dengan hasil satu jenis kuman uropatogen dengan jumlah 100.000 kuman/ml
dan pasien diberi antibiotic yang sesuai.
- Diagnosis oleh dokter.
- Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.
2.2. Infeksi saluran kemih asimtomatik
Dengan salah satu criteria dibawah ini :
* memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dan tak ada gejala :
- Demam 380C
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri suprapubik
Biakan urin dengan jumlah > 100.000 kuman/ml urin dengan tak lebih dari dua jenis kuman.
* tidak memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dengan dua kali hasil
biakan > 100.000/ml dengan mikroorganisme yang sama yang tak lebih dari dua jenis dan
tak ada gejala :
- Demam 380C
- Disuria
- Nikuria
- Polakisuria
- Nyeri Suprapubik
2.3. Infeksi Saluran Kemih lain.
( dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra atau jaringan retroperito neal atau rongga
perinefrik ) dengan salah satu criteria dibawah ini :
Biakan positif dari cairan atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai.
Ditemukan abses atau tanda infeksi pada pemeriksaan atau operasi atau secara
hispatologis.
Dua dari gejala :
- Demam 380C
3.1.1. Klinis
1). Untuk Dewasa dan anak > 12 bulan.
Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :
- Suhu > 380C, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian antipiretika.
- Hipotesi, sistolik < 90 mmHg.
Oliguri, jumlah urin < 0,5 cc/kbBB/jam
Dan
Semua gejala / tanda yang disebut dibawah ini :
- Tidak ada tanda tanda infeksi di tempat lain.
- Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis.
CATATAN :
- Suhu badan diukur secara aksiler selama 5 menit dan diulang setiap 3 jam,
- Apabila pasien menunjukkan gejala, suhu tubuh diukur secara oral atau rectal.
2). Untuk bayi umur 12 bulan. Ditemukan salah satu gejala / tanda berikut tanpa penyebab
lain :
- Demam > 380C
- Hipotermi < 370C
- Apnea
- Bradikardi < 100x/mnt
Dan
Semua gejala / tanda di bawah ini :
- Tidak terdapat tanda tanda infeksi ditempat lain.
- Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.
3) Untuk Neonatus
Dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila terdapat 3 atau lebih diantara
enam gejala berikut :
- Keadaan umum menurun antara lain : malas minum, hipotermi (< 370C) hipertermi ( 380C
) dan sklerema.
- Sistem kardiovaskuler antara lain :
tanda renjatan yaitu takikardi, 160/mnt atau bradikardi, 100/mnt dan sirkulasi perifer buruk.
- Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan hepatomegali.
- Sistem pernafasan antara lain : nafas tak teratur, sesak, apnea dan takipnea.
- Sistem saraf dan pusat antara lain : hipertermi otot, iritabel, kejang dan letargi.
- Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan perdarahan.
Dan
Semua gejala / tanda di bawah ini :
- Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada pertumbuhan kuman.
- Tidak terdapat tanda tanda infeksi ditempat lain.
- Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.
3.1.2. Laboratorik
Untuk orang dewasa dan anak umur > 12 bulan.
Ditemukan satu diantara 2 kriteria berikut :
1). Kuman pathogen dari biakan darah dan kuman tersebut tidak ada hubungannya dengan
infeksi ditempat lain.
2). Ditemukan satu diantara gejala klinis berikut :
BAB IV
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
Penyakit infeksi masih merupakan penyakit yang banyak dijumpai di Indonesia sampai saat
ini, oleh akrena itu antibiotic masih tetap diperlukan. Perkembangan yang pesat di bidang
Farmasi mengingkatkan produksi obat obatan baru khususnya antibiotic. Produksi
antibiotic yang meningkat menyebabkan banyaknya antibiotic yang beredar dipasaran baik
dalam jumlah, jenis maupun mutu.
Untuk mencegah pemakaian antibiotic yang tidak tepat sasaran, atau kurang rasional maka
perlu dibuat suatu pedoman pemakai antibiotic. Oleh karena penggunaan antibiotic yang
tidak rasional akan menyebabkan timbulnya dampak negative seperti terjadinya kekebalan
kuman terhadap beberapa antibiotic, meningkatnya kejadian efek samping obat, biaya
pelayanan kesehatan menjadi tinggi yang pada gilirannya akan merugikan pasien.
Atas dasar semuanya ini perlu ada kebijakan rumah sakit tentang pengaturan penggunaan
antibiotic agar dapat menekan serendah rendahnya efek yang merugikan dalam pekamaian
/ penggunaan antibiotic.
TUJUAN
Untuk membudayakan penggunaan antibiotic secara rasional di rumah sakit sebagai upaya
dalam meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan fungsi rumah sakit dengan tidak
mengurangi tanggung jawab professional dari dokter dan apoteker dalam pengobatan
terhadap pasien.
PRINSIP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
Pemilihan antibiotic hendaknya didasarkan atas pertimbangan berbagai factor yaitu
spectrum antibiotic, efektifitas, sifat sifat farmakokinetik, keamanan, pengalaman klinik
sebelumnya, kemungkinan terjadinya resistensi kuman, super infeksi dan harga yang
terjangkau.
Arti penting dari pertimbangan factor factor ini tergantung dari derajat penyakit dan
tujuan pemberian antibiotic apakah untuk profilaksis atau untuk terapi. Diagnose penyebab
infeksi sedapat mungkin ditegakkan melalui tata laksana pemeriksaan mikrobiologi klinik
yang relevan beserta interprestasi antibiogram yang memadai dan informasi klinik / farmasi
klinik mengenai jenis jenis antibiotic yang tersedia.
Idealnya setiap pasien infeksi perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologis yaitu pembuatan
sediaan Gram, kultur kuman dan uji kepekaannya untuk menunjang diagnose klinis dan
pemberian pengobatan yang tepat.
Kultur kuman dan uji kepekaan terhadap antibiotic harus dilakukan pada penyakit
penyakit berikut : sepsis, meningitis, peritonitis, salmonelosis, sigelosis, keracunan makanan
karena bakteri, ISPA, tuberculosis dan kandidiasis. Pengambilan spesiman pemeriksaan
mikrobiologis dilakukan sebelum pengobatan.
Dalam hal uji biakan dan uji kepekaan kuman belum ada hasilnya atau tidak bisa
dikerjakan, pemilihan antibiotika ditentukan berdasarkan penilaian klinik penderita, jadi
bukan semata mata atas dasar hasil biakan kuman.
PEMBERIAN ANTIBIOTIK
1. Profilaksis
Bedah
Medik
3. Terapetik
Secara Empirik ( educated guess )
Secara definitive ( pasti)
Pada antibiotic profilaksis bedah tujuan utama adalah untuk mengurangi terjadinya ILO
dengan mengupayakan konsentrasi antibiotic yang mematikan mikroorganisme pada saat
sayatan dimulai sampai operasi selesai.
Secara spesifik antibiotic profilaksis bedah adalah untuk mencegah :
Infeksi yang sering terjadi.
Terjadi infeksi local yang berat ( pada protesis sendi, protesis vaskuler ).
Kemungkinan terjadinya infeksi sistemik yang berat pada pasien yang beresiko tinggi.
Kemungkinan infeksi fatal ( operasi penggantian katup jantung ).
Syarat pemberian profilaksis adalah antibiotic yang tepat, harus diberikan dalam jangka
waktu yang tepat pada lokasi yang tepat dan konsentrasi yang tepat. Antibiotik haus
diberikan dengan cara yang tepat tidak boleh mengganggu pasien atau lingkungannya, tidak
boleh menyebabkan kekebalan dan harganya murah.
Dalam memilih antibiotic profilaksis hendaknya diperhatikan hal hal sebagai berikut :
Spektrum bakterisida.
Kemungkinan resistensi
Cara pemberian dan penyerapannya.
Konsentrasi pada lokasi infeksi.
Lama bekerja
Metabolisme
Bukti klinis yang baik
Toksisitas yang rendah
Efek samping
Harga.
BAB V
PENUTUP
Tata laksana yang dicantumkan merupakan prosedur baku maksimal yang harus diupayakan
untuk dilaksanakan seluruhnya oleh setiap personil Rumah Sakit yang terlibat dan berlaku
sietiap ruang terkait. Disadari bahwa keterbatasan sarana dan prasarana serta sumber daya
dan dana masih merupakan kendala di RS Sari Asih Karawaci.
Namun keterbatasan ini tidak dapat dipergunakan sebagai alas an untuk menurunkan baku
prosedur pelayanan kesehatan yang harus dberikan kepada pasien. Dengan memiliki
pengetahuan dan sikap yang memadai, diharapkan semua personil Rumah Sakit akan
memeiliki perilaku dan kemampuan yang memadai pula dalam memanfaatkan sarana dan
prasarana yang tersedia secara bertepat guna dan berhasil guna dalam pengendalian infeksi
nosokomial secara berencana dan terorganisir dengan baik merupakan suatu keharusan bagi
setiap rumah sakit.
DAFTAR ISI
BAB I
BATASAN BATASAN
BAB II
1.1. DEFINISI DAN KLASIFIKASI LUKA OPERASI
LUKA OPERASI BERSIH
1. Operasi dilakukan pada daerah / kulit yang pada kondisi pra bedah tanpa peradangan dan
tidak membuka traktus respiratorius, traktus gastro intestinal, orofaring,, traktus urinarius
atau traktus bilier.
2. Operasi berencana dengan penutupan kulit primer dengan atau tanpa pemakaian drain
tertutup.
LUKA OPERASI BERSIH TERKONTAMINASI
1. Operasi membuka traktus digestive, traktus bilier, traktus urinarius, traktus espiratorius
sampai dengan orofaring, traktus reproduksi kecuali ovarium.
2. Operasi tanpa pencemaran nyata ( Gross spilage ) contoh : operasi traktus bilier, apendiks,
vagina atau orofaring.
LUKA OPERASI KOTOR / DENGAN INFEKSI
1. Pada perforasi traktus digestive, traktus urogenitalis atau traktus respiratorius yang
terinfeksi.
2. Melewati daerah purulen ( inflamasi bacterial ).
3. Pada luka terbuka lebih dari 6 jam setelah kejadian atau terdapat jaringan non vital yang
luas atau yang nyata kotor.
4. Dokter yang melakukan operasi menyatakan sebagai luka operasi / terinfeksi.
1.2. DEFINISI INFEKSI LUKA OPERASI
Infeksi luka operasi dibedakan menjadi :
Disebut Infeksi Luka Operasi ( ILO) Superfisial apabila didapat :
Infeksi terjadi dalam 30 hari pasca bedah dan terjadinya pada kulit dan subkutan disertai
salah satu tersebut dibawah ini :
Keluar nanah dari luka operasi.
Terisolasi kuman pada ultur yang diambil dari cairan atau jaringan.
Salah satu dari tanda dibbawah ini nyeri, pembengkakan, merah, lebih panas dan ahli bedah
sengaja membuka luka kecuali apabila kultur tidak menunjukkan adanya pertumbuhan
kuman.
Rekomendasi dokter.
Disebut ILO DALAM ( PROFUNDA ) apabila didapat :
Infeksi terjadi 30 hari pasca bedah bila tanpa IMPLANT atau 1 ( satu ) tahun pasca
bedah bila ada IMPLANT dan infeksi ini meliputi jaringan lebih dalam dari fisia. Disertai
salah satu tersebut dibawah ini :
a. Keluar nanah dari luka operasi.
b. Terjadi dehisensi luka secara spontan atau luka sengaja dibuka oleh dokter apabila disertai
dengan salah satu dari gejala panas ( 380C ) atau nyeri local kecuali bila kultur tidak
menunjukkan adanya kuman.
c. Adanya abses atau dibuktikan adanya abses dbawah fascia pada operasi ulang atau
pemeriksaan PA atau radiology menunjukkan gambaran infeksi.
d. Rekomendasi dokter.
Disebut ILO bersih terkontaminasi apabila infeksi terjadi pada operasi bersih terkontaminasi
dan memenuhi criteria ILO dalam.
Operasi terkontaminasi atau operasi kotor dinyatakan infeksi nosokomial apabila dapat
dibuktikan bahwa penyebab infeksi adalah kuman yang berasal dari Rumah Sakit atau
ditemukan kuman strain lain dari kuman yang ditemukan sebelum masuk Rumah Sakit.
Catatan :
Didalam penggunaan antibiotic yang irasonal jika ditemukan tanda peradangan maka
dimasukkan kedalam kemungkinan infeksi.
Abses jahitan yang sembuh 3 hari setelah jahitan diangkat bukan infeksi operasi.
1.3. FAKTOR RESIKO INFEKSI LUKA OPERASI
1. Tingkat kontaminasi luka.
2. Faktor pejamu :
Usia estrim ( sangat muda / tua )
Obesitas
Adanya infeksi perioperatif
Pengguna kortikosteroid
Diabetes Mellitus
Malnutrisi Berat
3. Faktor lokasi luka :
Pencukuran daerah operasi ( cara dan waktu pencukuran ).
Devitalisasi jaringan.
Benda asing.
Suplai darah yang buruk ke daerah operasi.
Lokasi luka yang mudah tercemar ( dekat perineum )
4. Lama perawatan sebelum operasi.
5. Lama operasi.
PETUNJUK PENGEMBANGAN SURVEILANS INFEKSI LUKA OPERASI
1. Semua factor resiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter, perawat
atau tim kesehatan lain yang menangani pasien ( kategori I ).
2. Klasifikasi operasi harus dicatat pada laporan operasi atau pada catatan pasien oleh ahli
bedah segera setelah pasien di operasi ( kategori II ).
Petunjuk surveilans yang dimaksud adalah variable spesifik untuk masing masing lokasi
infeksi. Variabel lain seperti : umur, jenis kelamin, unit / bagian dll, sama untuk semua lokasi
infeksi.
3. Pelaksanaan surveilans harus menghitung rate menurut klasifikasi luka operasi spesifik
minimal setiap 6 bulan sekali, melaporkannya pada Pokja Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
( kategori I ).
4. Pelaksana surveilans menghitung rate menurut prosedur spesifik setiap 6 bulan sekali dan
melaporkannya pada Pokja pengendalian Infeksi serta para ahli bedah ( kategori II )>
1.5. PENCEGAHAN INFEKSI LUKA OPERASI
Tindakan pencegahan dikelompokkan dalam :
KALA SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
1. Semua pemeriksaan dan pengobatan untuk persiapan operasi sebisanya dilakukan sebelum
rawat inap agar waktu pra bedah menjadi pendek ( kurang 1 hari ) ( kategori II ).
2. Perbaikan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadinya ILO antara lain :
Diabetes Melitus
Obesitas
Pemakaian kortikosteroid
Malnutrisi
Infeksi
KALA PRA OPERASI
1. Perawatan pra operasi I hari untuk operasi berencana. Aapbila keadaan yang memperbesar
terjadinya ILO tidak dapat dilakukan di luar Rumah Sakit misalnya malnutrisi berat yang
memerlukan oral atau parenteral hiperalimentasi, maka pasien dapat dirawat lebih awal
( kategori I )
2. Pasien dari ruangan ganti baju khusus untuk operasi di ruang ganti baju IBS ( Instalasi
Bedah Sentral ).
3. mandi dengan antiseptic dilakukan sebelum operasi ( kategori III )
4. Pencukuran rambut daerah operasi dilakukan hanya bilamana perlu misalnya daerah
operasi dengan rambut yang lebat.
Cara pencukuran rambut adalah :
Bila menggunakan pisau cukur biasa maksimal dilakukan 6 jam sebelum operasi.
Bila menggunakan pisau cukur listrik dapat dilakukan lebih lama sebelum operasi dari pada
pisau cukur biasa.
Setelah dicukur diolesi antiseptic ( kategori III ).
5. Daerah operasi harus dicuci dengan pemakaian antiseptic kulit dengan tehnik dari sentral
kearah luar. Antiseptik kulit yang dipakai dianjurkan klorheksidin, larutan yodium atau
lodofor ( kategori I ).
6. Dikamar operasi pasien ditutup dengan doek steril sehingga hanya daerah operasi yang
terbuka ( kategori I ).
7. Antibiotika profilaksis diberikan secara :
a. Sistemik harus memenuhi syarat
Tepat dosis
Tepat indikasi ( hanya untuk operasi bersih terkontaminasi, pemakaian implant dan protesis
atau operasi dengan resiko tinggi seperti bedah vaskuler atau bedah jantung ).
Tepat cara pemberian ( harus diberikan secara IV 2 jam sebelum incise dilakukan dan
dilanjutkan tidak boleh lebih dari 48 jam ).
Tepat jenis ( sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi penyebab ILO ) ( kategori
I)
b. Oral hanya digunakan untuk operasi kolorektal dan diberikan tidak lebih dari 24 jam.
Catatan :
Antimikroba yang diberikan pada luka operasi kotor dimasukkan dalam kelompok terapeutik.
PERSIAPAN TIM PEMBEDAHAN
1. Setiap orang yang masuk kamar operasi harus :
Memakai masker yang efisien, menutupi hidung dan mulut.
Memakai tutup kepala yang menutupi semua rambut.
Memakai sandal khusus kamar operasi atau memakai pembungkus sepatu ( kategori I ).
3. Anggota tim bedah sebelum setiap operasi harus mencuci tangan.
4. Antiseptik yang dianjurkan untuk cuci tangan khlorheksidin, lodofor atau heksaklorofen
( kategori II ).
5. Setelah cuci tangan, keringkan dengan handuk steril ( kategori II )
Setiap pipa dan masker yang di gunakan untuk terapi oksigen harus diganti pada setiap
pasien ( kategori I )
Sirkuit alat bantu nafas termasuk pipa dan katub ekshalasi harus secara rutin diganti dengan
yang steril atau sudah di desinfeksi setiap 24 jam ( kategori II )
Bila mesin respirator digunakan untuk beberapa pasien maka pada setiap pergantian pasien
semua sirkuit alat bantu nafas harus diganti dengan yang steril atau yang sudah di desinfeksi (
kategori II )
PERALATAN SEKALI PAKAI
Alat terapi pernapasan yang dirancang untuk sekali pakai tidak boleh dipakai ulang ( kategori
I)
Penanganan peralatan yang dipakai ulang.
1. Setiap peralatan yang akan disterilkan atau di desinfeksi harus dibersihkan dengan seksama
untuk mrnghilangkan darah, jaringan, makanan, atau residu lainnya. Peralatan harus di
dekontaminasi sebelum atau selama proses pembersihan, bila alat tersebut berasal dari pasien
dengan jenis isolasi tertentu, ditandai : terkontaminasi ( kategori I )
2. Alat terapi pernafasan yang menyentuh selaput lendir harus di sterilkan sebelum dipakai
pada pasien lain. Jika hal ini tidak memungkinkan alat tersebut harus di desinfeksi kuat ( high
level disinfection ) ( kategori I )
3. Sirkuit alat bantu nafas ( termasuk pipa dan katub ekshalasi ) dan semua alat yang
berhubungan dengan terapi pernafasan harus di sterilkan atau di desinfeksi kuat ( kategori I )
4. Ruang pendingin pada alat nebulisasi ultrasonik sulit di desinfeksi secara kuat karena itu
harus di sterilkan dengan gas ( etilin oksida ) atau di desinfeksi kuat sedikit selama 30 menit (
kategori I )
5. Bagian dalam mesin ventilator dan mesin pernafasantidak perlu di sterilkan atau di
desinfeksi secara rutin untuk setiap pemakaian kecuali setelah alat tersebut potensial
terkontaminasi dengan mikro organisme berbahaya ( ketegori I )
6. Respirometer dan alat lain yang digunakan untuk memantau pasien secara bergantian, tidak
boleh langsung menyentuh bagian sirkuit alat bantu nafas, kedua alat tersebut perlu perlu
penghubung dan alat penghubung ini harus diganti pada setiap pemakaian pada pasien lain.
Jika tidak menggunakan penghubung dan alat pemantau langsung berhubungan dengan alat
yang terkontaminasi, maka alat pemantau tersebut harus di sterilkan atau di desinfeksi kuat
sebelum dipakai pasien lain ( kategori II )
7. Kantong alat resusitasi manual harus di sterilkan atau di desinfeksi kuat setiap habis
dipakai ( kategori I )
PEMANTAUAN MIKROORGANISME
1. Jika tidak ada kejadian luar biasa ( KLB ) atau rate endemic infeksi paru nosokornial tidak
tinggi maka proses desinfeksi alat terapa pernafasan tidak perlu dipantau dengan biakan
sampel dari alat tersebut. Dengan kata lain sampel rutin tidak perlu dilakukan ( kategori I )
2. Interpretasi hasil pemeriksaan mikro biologik sulit dilakukan karena itu sampel mikro
biologik rutin alat bantu nafas yang sedang dipakai pasien dianjurkan ( kategori I )
PASIEN DENGAN TRAKEOSTOMI
1. Tindakan trakeostomi harus dilakukan dikamar operasi, secara aseptik kecuali dalam
keadaan darurat dapat dilakukan di ruang perawatan ( kategori I )
2. Kecuali luka trakeostomi sudah mulai sembuh atau membentuk jaringan granulasi sekitar
pipa maka tidak boleh di sentuh dengan tangan langsung, atau setiap manipulasi kedua tangan
menggunakan sarung tangan steril ( kategori II )
3. Bila diperlukan penggantian pipa trakeostomi, maka pipa pengganti harus steril atau di
desinfeksi ( kategori I ). Sewaktu mengganti pipa harus digunakan tehnik aseptik termasuk
penggunaan sarung tangan dan penutup ( duk ) steril ( kategori II )
PENGISAPAN SEKRET SALURAN NAFAS
1. Pengisapan sekret saluran pernafasan dilakukan hanya bila di perlukan, karena pengisapan
yang terus menerus akan meningkatkan resiko kontaminasi silang dan trauma ( kategori I )
2. Pengisapan sekret saluran nafas tidak boleh dilakukan dengan tangan langsung melainkan
menggunakan sarung tangan ( kategori II )
3. Setiap kali mengisap sekret saluran nafas, digunakan kateter yang steril atau kalau
pemaikaiannya hanya dalam waktu singkat maka kateter dapat dipkai ulang setelah dibilas
serta dibersihkan ( kategori I ).
4. Bila terdapat sekret yang kental dan kateter penghisap memerlukan bilasan, maka untuk
membilas gunakan cairan steril ( kategori I )
PENGGUNAAN PIPA DAN TABUNG ASAP ADALAH SEBAGAI BERIKUT :
Pemakaian pipa pengisap sampai batas tabung harus diganti untuk setiap pasien ( kategori I
)
Tabung pengisap yang digunakan untuk satu pasien tidak perlu diganti atau dikosongkan
secara rutin ( kategori III )
Tabung pengisap harus diganti setiap pasien kecuali pada unit perawatan jangka pendek
( tidak lebih dari 24 jam ) ( kategori II )
Pada unit perawatan jangka pendek tabung perlu diganti setiap hari tetapi tidak perlu
diganti untuk setiap pasien ( kategori II )
Setiap kali tabung pengisap diganti harus di sterilkan atau di desinfeksi kuat ( kategori II )
PERLINDUNGAN PASIEN DARI PASIEN LAIN DAN PERSONIL
1. Lakukan isolasi pada pasien yang mungkin menyebarkan infeksi saluran nafas. Isolasi
sesuai dengan teknik mutakhir
2. Personil yang terkena infeksi saluran nafas tidak boleh memberi asuhan langsung pada
pasien dengan resiko tinggi ( misal : neonatal, bayi, pasien dengan obstruksi paru kronis, dan
pasien dengan daya tahan tubuh menurun ) ( kategori III )
3. Bila diperkirakan ada KLB influenza lakukan pencegahan untuk semua pasien dan tugas
yang memberi asuhan langsung, dengan menggunakan teknis isolasi pernafasan
Polakisuri
Nikuri ( anyang anyangan )
Nyeri supra pubik dan hasil biakan urin porsi tengah ( midstream ) lebih dari 105 kumam
perml urin dengan jenis kumam tidak lebih dari 2 species
Kriteria 2 Ditemukan dua diantara gejala / keluhan berikut ::
Demam > 380 C
Disuri
Polakisuri
Nyeri supra pubik dan salah satu dari hal berikut :
Tes carik celup ( diptick ) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit
Piuri terdapat lebih dari 10 lekosit per ml atau terdapat lebih dari 3 lekosit per LPB 45 kali
dari urin yang tidak dipusing
Ditemukan kumam dengan pewarnaan gram dari urin yang tidak dipusing ( decentrifuge )
Biakan urin 2 kali berturut turut menunjukkan jenis kumam urophatogen yang sama,
dengan jumlah labih dari 100 koloni kumam per ml urin yang di ambil dengan kateter
Biakan urin menunjukkan 1 jenis urophatogen dengan jumlah < 105 koloni per ml pada
penderita yang telah mendapat pengobatan anti mikroba yang sesuai
Atau di diagnosa ISK oleh dokter yang menangani
Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai oleh dokter yang menangani
Untuk bayi yang berumur < 12 bulan, apabila dijumpai satu kriteria tersebut dibawah ini :
Kriteria 1 Ditemukan salah satu dari tanda / gejala :
Demam 380 C rektal
Hipotermi < 370 C rektal
Apnea
Bradikardi < 100 / menit
Disuri
Letargi atau
Muntah muntah dan hasil biakan urin > 105 kumam / ml urin dengan tidak lebih dari 2
jenis kumam
Kriteria 2 Atau ditemukan salah satu dari tanda / gejala :
Demam 380 C rektal
Hipotermi < 370 C rektal
Apnea
Bradikardi < 100 / menit
Disuri
Letargi atau
Muntah muntah dan salah satu dari hal berikut
Test carik celup positif untuk lekosit esterase dan atau nitrit
Piuri > 10 kkosit / mm3 atau > 3 kkosit perlapangan pandang besar
Pewarnaan gram urin tanpa dipusing menunjukkan hasil positif
Biakan urin 2 kali berturut turut dengan jenis kumam yang sama dengan jumlah > 100
kumam per ml urin yang diambil dengan kateter
Pada biakan urin ditemukan satu jenis urophatogen dalam jumlah < 105 koloni kumam per
ml pada penderita yang telah di beri anti mikroba
Di diagnosa ISK oleh dokter yang menangani
BAKTERIUSASI ASIMPTOMATIK
Seorang dikatakan menderita bakteriuri asimptomatik bila di temukan satu diantara kriteria
berikut :
Kriteria 1. Pasien pernah memakai kateter kandung kemih dalam waktu 7 hari sebelum
biakan urin dan ditemukan biakan urin > 105 kumam per ml urin dengan jenis kumam
maksimal 2 species.
TANPA gejala gejala / keluhan : demam suhu > 380 C, polakisuri, nikuri, disuri, dan nyeri
suprapubik.
Kriteria 2 Pada pasien tanpa kateter kandung kemih menetap dalam 7 hari sebelum dibiakan
pertama dari biakan urin 2 kali berturut turut ditemukan tidak lebih 2 jenis kumam yang
sama dengan jumlah > 105 per cm3.
TANPA gejala / keluhan : demam, polakisuri, nikuri, disuri, nyeri suprapubik.
ISK LAIN
( Ginjal, ureter, kandung kemih, uretra, jaringan sekitar retroperitoneal atau rongga perinefrik
). Seorang pasien dikatakan menderita ISK lain bila ditemukan kriteria berikut:
Kriteria 1 Ditemukan kumam yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin ( jaringan yang
diambil dari lokasi yang dicurigai terinfeksi )
Kriteria 2 Adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, baik secara pemeriksaan
langsung, selama pembedahan, atau melalui pemeriksaan hispatologi.
Kriteria 3 Dua dari tanda berikut :
Demam > 380 C
Nyeri local, nyeri tekan pada daerah yang di curigai terinfeksi. Dan salah satu dari tanda /
gejala berikut :
Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai terinfeksi
Ditemukan kumam pada biakan darah. Pemeriksaan radiologis memperlihatkan gambaran
terinfeksi
Di diagnosis infeksi oleh dokter yang menangani
Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang sesuai
Untuk bayi berumur < 12 bulan
Kriteria 4 Ditemukan salah satu tanda / gejala :
Hipotermi < 370 C rektal
Apnea
Bradikardi < 100 / menit
Letargi
Muntah muntah dan salah satu diantara keadaan berikut :
Keluar pus dari lokasi yang terinfeksi
Biakan darah positif
Pemeriksaan radiologi memperlihatkan gambaran infeksi
Di diagnosa infeksi oleh dokter yang menangani
Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang sesuai
FAKTOR RESIKO INFEKSI SALURAN KEMIH
1. Kateterisasi menetap :
Cara pemasangan kateter
Lama pemasangan
Kualitas perawatan kateter
2. Kerentanan pasien ( umur )
3. Debilitas
4. Pasca persalinan
Kriteria infeksi aliran darah primer dapat di tetapkan secara klinis dan laboratorik, dengan
gejala / tanda sebagai berikut :
A. Klinis
Untuk dewasa dan anak > 12 bulan, di temukan salah satu diantara gejala berikut tanpa
penyebab lain :
Suhu > 380 C axilar, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian antipiretika
Hipotensi, sistolik < 90 mm Hg
Oliguri, jumlah urin < 0,5 cc / kg BB / jam
Semua tanda / gejala yang disebut :
Tidak ada tanda tanda infeksi ditempat lain
Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis
Penderita usia < 12 bulan dengan salah satu tanda di bawah ini :
Panas > 380 C, hipotermi < 370 C, apnea atau bradikardi < 100 x / menit
Untuk neonatus dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila terdapat 3 atau lebih
diantara 6 gejala berikut :
Keadaan umum menurun, menurun antara lain : hipotermi ( 370 C ), hipertermi ( 380 C ) dan
sklerema, malas minum.
Sistem kardiovaskuler antara lain : tanda renjatan, yaitu takikardi, 160x / menit atau
bradikardi 100x / menit dan sirkulasi perifer buruk.
Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan hepatomegali.
Sistem pernafasan antara lain : nafas tidak teratur, sesak, apnea dan takipnea.
Sistem saraf pusat antara lain : hipertomi otot, iritabel kejang dan letargi.
Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan perdarahan.
Dan semua tanda / gejala di bawah ini :
Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada pertumbuhan kumam.
Tidak terdapat tanda tanda infeksi di tempat lain.
Diberikan terapi anti mikroba sesuai dengan sepsis
Telah memberikan antimikroba yang sesuai dengan infeksi.
Catatan :
Untuk neonatus digolongkan infeksi nosokomial apabila :
1. Pada partus normal di rumah sakit infeksi terjadi setelah lebih dari 3 hari.
2. Terjadi 3 hari setelah partus patologik, tanpa di dapatkan pintu masuk kumam.
3. apintu masuk kumam jelas misalnya luka infuse.
B. Laboratorik
Kultur darah menunjukkan kuman kontaminasi kulit pada 2 x pemeriksaan yang berbeda
waktu.
Kultur darah menunjukkan kuman kontaminasi kulit pada 1x pemeriksaan pada penderita
dengan infuse dan dokter memberikan terapi antibiotika.
Antigen tes darah yang positif dan disertai gejala serta pemeriksaan laboratorium tidak
menunjukkan infeksi di tempat lain.
FAKTOR RESIKO INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER
1. Pemasangan kateter intra vena ( IV) yang berkaitan dengan :
Jenis kanula
Metoda pemasangan
Lama pemasangan kanula
2. Kerentanan pasien terhadap infeksi
PETUNJUK PENGEMBANGAN SURVEILANS INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER
1. Semua factor resiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter, perawat
atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien ( kategori I ).
2. Pelaksana surveilans menghitung rate menurut factor resiko spesifik ( kateter intravena )
minimal setiap 6 bulan sekali dan melaporkannya pada Pokja Pengendalian Infeksi RS dan
juga menyebarluaskannya melalui bulletin rumah sakit ( kategori II ).
PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER
Pencegahan IADP terutama ditujukan pada pemasangan dan perawatan I.V.
1. Indikasi pemasangan I.V. Pemasangan I.V hanya dilakukan untuk tindakan pengobatan dan
atau untuk kepentingan diagnostic ( kategori I ).
2. Pemilihan kanula untuk infuse perifer.
Kanula plastic boleh digunakan untuk I.V secara rutin pemasangan tidak boleh lebih dari 48
72 jam ( kategori II ).
Kanula logam digunakan bila kanula plastic tidak mungkin diganti secara rutin setiap 48
72 jam namun, kasus kasus tertentu yang memerlukan fiksasi yang baik harus digunakan
kanula plastic ( kategori II ).
3. Cuci Tangan :
Cuci tangan harus dilakukan sebelum melakukan pemasangan kanula ( kategori I ).
Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir tetapi untuk
pemasangan kanula yang central dan untuk pemasangan melalui incise, cuci tangan harus
menggunakan antiseptic ( kategori I ).
4. Pemilihan lokasi pemasangan I.V pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada
tungkai atas daripada tungkai bawah, bila perlu pemasangan dilakukan didaerah subklavia
atau jugular ( kategori I ).
5. Persiapan pemasangan I.V.
Tempat yang akan ditusuk / dipasang kanula harus terlebih dahulu di desinfeksi dengan
antisieptik ( kategori I ).
Gunakan tinetur 1 2 % atau dapat juga menggunakan klorheksidine, Iodofor atau Alkohol
70%. Antiseptik harus secukupnya dan ditunggu sampai kering minimal 30 detik sebelum
dilakukan pemasangan kanula ( kategori I ).
Jangan menggunakan heksaklorofen atau campuran semacam benzalkonium dalam air untuk
desinfeksi tempat tusukan ( kategori I ).
6. Prosedur setelah pemasangan I.V.
Beri salep setelah pada tempat pemasangan terutama pada tehnik insisi ( kategori I ).
Kanula di fiksasi sebaik baiknya ( kategori I )
Tutuplah dengan kassa steril ( kategori I ).
Cantumkan tanggal pemasangan ditempat yang mudah dibaca ( misalnya pada plastic
penutup pipa infuse ) serta pada catatan pasien yang bersangkutan tuliskan tanggal dan lokasi
pemasangan ( kategori I ).
7. Perawatan tempat pemasangan I.V.
Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan timbulnya komplikasi
tanpa membuka kasa penutup yaitu dengan cara meraba daerah vena tersebut. Bila ada
demam yang tidak bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada tempat tusukan, barulah kasa
penutup dibuka untuk melihat kemungkinan komplikasi ( kategori I ).
Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama maka setiap 48 72 jam kasa penutup
harus diganti
Bila pada waktu pemasangan kanula tempat pemasangan diberi antiseptik maka setiap
penggantian kasa penutup, tempat pemasangan diberi antiseptik kembali ( kategori II ).
8. Penggantian kanula
Jika pengobatan I.V. melalui infuse perifer ( baik menggunakan heparin atau yang dipasang
melalui insisi ) bila tidak ada komplikasi yang mengharuskan mencabut kanula harus diganti
setiap 48 72 jam secara asepsis ( kategori I ).
Jika penggantian tidak mengikuti tehnik aseptic yang baik maka harus diganti secepatnya
( kategori I ).
9. Kanula Sentral
Kanula sentral harus dipasang dengan tehnik aseptic ( kategori I ).
Kanula sentral harus segera dilepas bila tidak diperlukan lagi atau diduga menyebabkan
sepsis ( kategori I ).
Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan sub klavia kecuali digunakan untuk
pemantauan tekanan vena sentral. Tidak harus diganti secara rutin ( kategori I ).
Kanula sentral dipasang melalui vena perifer harus diperlakukan seperti kanula perifer
tersebut diatas ( kategori I ).
Bila kanula dipertahankan lebih lama, kasa penutup diperiksa dan diganti setiap 48 72 jam
( kategori II ).
10. Pemeliharaan Peralatan
Pipa I.V termasuk kanula piggy back harus diganti setiap 48 jam ( kategori I ).
Pipa yang digunakan untuk hiperalimentasi harus diganti setiap 24 48 jam ( kategori II ).
Pipa yang harus diganti sesudah memanipulasi pemberian darah, produk produk darah atau
emulsi lemak ( kategori III ).
Pada setiap penggantian komponen system I.V. harus dipertahankan tetap tertutup. Setiap
kali hendak memasukkan obat melalui pipa harus dilakukan desinfeksi sesaat sebelum
memasukkan obat tersebut ( kategori I ).
Hindarkan pembilasan dan irigasi untuk melancarkan aliran ( kategori I ).
Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui pipa I.V.tidak boleh dilakukan kecuali
dalam keadaan darurat atau pipa akan segera di lepas ( kategori II )
11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau flebitis. Jika dari
tempat tusukan keluar pus atau terjadi selulitis atau flebitis tanpa gejala gejala infeksi pada
tempat I.V.atau di duga bakterimia yang berasal dari kanula, maka semua sistem harus di
cabut ( kategori I )
12. Pemeriksaan untuk infeksi yang dicurigai karena intravena
Bila di curigai terjadi infeksi karena pemasangan I.V.seperti tromboplebitis purulen,
bakterimia, maka di lakukan pemeriksaan biakan ujung kanula
Cara pengambilan bahan sebagai berikut :
Kulit tempat tusukan harus di bersihkan dan di desinfeksi dengan alkohol, biarkan sampai
kering
Kanula di lepas, ujung kanula di potong kurang dari 1 cm secara aseptik untuk di biakkan
dengan teknik semi kuantitatif ( kategori II )
Jika sistem I.V.di hentikan oleh karena kecurigaan kontaminasi cairan, maka cairan harus di
biakkan dan sisa botol diamankan ( kategori I )
Jika sistem I.V.dihentikan oleh karena kecurigaan bakterimia akibat I.V.cairan harus di
biakkan ( kategori II )
Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya dengan nomor lot
yang sama dengan yang terkontaminasi harus di amankan dan nomor lot harus harus di catat (
kategori I )
Jika kontaminasi di curigai berasal dari pabrik ( intrinsic contamination ) maka secepatnya
harus di laporkan kepada Dinas Kesehatan atau Kanwil Depkes setempat untuk di teruskan ke
Ditjen PPM dan PLP dan Ditjen POM ( kategori I )
13. Kendali mutu selama dan sesudah pencampuran cairan parental :
Cairan parentral dan hiperalimentasi harus di campur di bagian farmasi, kecuali karena
kepentingan klinis, pencampuran di lakukan di ruangan pasien ( kategori II )
Tenaga pelaksana harus mencuci tangan sebelum mencampur cairan parenteral ( kategori
I)
Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parentral semua wadah harus di periksa
untuk melihat adanya keruhan, kebocoran, keretakan dan partikel tertentu dan tanggal
kedaluwarsa. Bila di dapatkan keadaan tersebut cairan tidak boleh di gunakan dan harus di
kembalikan ke bagian farmasi dan dari bagian farmasi tidak boleh di keluarkan ( kategori I )
Ruangan di bagian farmasi tempat mencampur cairan parentral tersebut harus memiliki
pengatur udara laminar ( laminar flow hood ) ( kategori II )
Sebaiknya di pakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal ( sekali pakai ) Bila di
pakai bahan parentral dengan dosis ganda ( untuk beberapa kali pakai ) dan sisanya untuk
wadah harus diberi tanda tanggal dan jam dikerjakan
Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui apakah perlu dimasukkan ke dalam es atau
tidak
Keterangan tentang kategori :
Kategori I :
Keharusan mutlak ( Strongly Recommended for Adoption )
Ditunjang kuat oleh penelitian klinis yang terencana / terkontrol baik atau dipandang berguna
oleh pakar, dapat dipakai dan praktis untuk semua rumah sakit.
Kategori II :
Sangat dianjurkan ( Moderatly Recommended for Adoption )
Ditunjang oleh penelitian secara klinis dipandang sangat mungkin dan secara teoritis adalah
rasional. Praktis tapi tak dapat dilaksanakan oleh semua rumah sakit.
Kategori III :
Dianjurkan ( Weakly Recommended for Adoption )
Dianjurkan oleh pejabat yang berwenang tapi tidak ditunjang oleh data yang kuat / teori.
Dilaksanakan oleh beberapa rumah sakit.
SURAT - KEPUTUSAN
No:269/SK/UM.11/V/2001
Tentang :
PEMBERLAKUAN BUKU PEDOMAN
PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
DIREKTUR RS SARI ASIH KARAWACI
MENIMBANG :
a. Bahwa salah satu kegiatan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit
adalah Pengendalian Infeksi Nosokomial.
b. Bahwa agar lebih terarah dan teratur kegiatan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah
Sakit perlu adanya buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial.
c. Bahwa untuk maksud tersebut butir 1 & 2 perlu ditetapkan Surat Keputusan Direktur RS
Sari Asih Karawaci tentang Pemberlakuan Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial.
MENGINGAT :
a. Undang undang Kesehatan tahun 1992 tentang Pokok Kesehatan.
b. SK nomor 033/SK/YJH/V/2001, tentang penyempurnaan Pedoman Penyusunan Organisasi
dan Tata Kerja RS Sari Asih Karawaci.
c. SK Direktur RS Sari Asih Karawaci No. 197/SK/YM.60.5/VIII/2000, tentang Reorganisasi
Pokja Pengendalian Infeksi Nosokomial.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
Pertama : Memberlakukan Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di lingkungan
RS Sari Asih Karawaci
Kedua : Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial berlaku untuk 3 ( yiga ) tahun dan
akan ditinjau ulang
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan dengan ketentuan apabila ada kekeliruan
akan di adakan perubahan sebagaimana mestinya
Ditetapkan di : Karawaci
Pada tanggal :
Direktur