Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
c.
d.
e.
f.
g.
daridaerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar
Jawa, terutama keKalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun
dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya
marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap
penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah.Pada
pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi
Asia disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga
minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh,
inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para
demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran
diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto
mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya
untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden,
B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pemilihan Umum
Pemerintah Orde Baru berkehendak menyusun sistem ketatanegaraan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah Orde Baru bertekat
menegakkan demokrasi Pancasila. Salah satu wujud demokrasi adalah
Pemilu. Melalui pemilu rakyat diharapkan dapat merasakan hak
demokrasinya, yaitu memilih atau dipilih sebagi wakil-wakil yang di percaya
untuk duduk dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan. Wakil-wakil itu
senantiasa harus membawa suara hati nurani rakyat yang telah memilihnya
Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Soeharto mengemukakan gagasan
mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu
gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan
sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau biasa dikenal
sebagai P4. Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka sejak tahun
1978 diselenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan
masyarakat.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama
mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama
diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara.
Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada
dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Pelaksanaan Penataran
P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh
pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan
pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan
Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk
indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem
kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
b.
Pertemuan Amsterdam
Pada tanggal 23-24 Februari 1967 diadakan perundingan di
Amsterdam, Belanda yang bertujuan membicarakan kebutuhan
Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian
bantuan dengan syarat lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI
(Intergovernmental Group for Indonesia).
Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk
memenuhi kebutuhannya guna pelaksanaan program-program
stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi serta persiapan-persiapan
pembangunan.
Di samping mengusahakan bantuan luar negeri tersebut,
pemerintah juga berusaha dan telah berhasil mengadakan
penangguhan serta memperingan syarat-syarat pembayaran kembali
(rescheduling) hutang-hutang peninggalan Orde Lama. Melalui
pertemuan tersebut pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan
bantuan luar negeri.
Pembangunan Nasional
Trilogi Pembangunan
Pelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini
pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada
masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang baik,
dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Posisi
perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang
menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding
sebelumnya.
Pelita VI
Pelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999. Program
pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi yang
berkaitan dengan industri dan pertanian, serta peningkatan kualitas
sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi
dipandang sebagai penggerak pembangunan. Namun pada periode ini
terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara
termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam
negeri yang mengganggu perekonomian telah menyebabkan proses
pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya
pemerintahan Orde Baru.
Warga Tionghoa
hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja
juga di sana.Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama
Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang
populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan
rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh
komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa
kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu
bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang
sangat mengharamkan perdagangan dilakukan.Orang Tionghoa
dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk
menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat
dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian
digantikan "Era Reformasi".Masih adanya tokoh-tokoh penting pada
masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini
sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih
belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi
sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur,
transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar
dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.Hal ini tak
lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru yang
terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.
Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya
AS $70 dan pada 1996 telah mencapai lebih -dari AS $1.000
Sukses transmigrasi
Sukses KB
Sukses memerangi buta huruf
Sukses swasembada pangan
Pengangguran minimum
Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
Sukses Gerakan Wajib Belajar
Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
Sukses keamanan dalam negeri
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam
negeri
Soeharto
Kebijakan Presiden Soeharto
Bidang politik
Sebagai presiden Indonesia selama lebih dari 30
tahun, Soeharto telah banyak memengaruhi sejarah
Indonesia. Dengan pengambil alihan kekuasaan dari
Soekarno, Soeharto dengan dukungan dari Amerika
Serikat memberantas paham komunisme dan
melarang pembentukan partai komunis.
Dijadikannya Timor Timur sebagai provinsi ke-27
(saat itu) juga dilakukannya karena kekhawatirannya
bahwa partai Fretilin (Frente Revolucinaria De Timor
Leste Independente /partai yang berhaluan sosialiskomunis) akan berkuasa di sana bila dibiarkan merdeka.[Mei 2008] Hal ini
telah mengakibatkan menelan ratusan ribu korban jiwa sipil.[Mei 2008]
Sistem otoriter yang dijalankan Soeharto dalam masa pemerintahannya
membuatnya populer dengan sebutan "Bapak", yang pada jangka
panjangnya menyebabkan pengambilan keputusan-keputusan di DPR kala itu
disebut secara konotatif oleh masyarakat Indonesia sebagai sistem "ABS"
atau "Asal Bapak Senang".
Bidang kesehatan
Untuk mengendalikan jumlah penduduk Indonesia, Soeharto memulai
kampanye Keluarga Berencana yang menganjurkan setiap pasangan untuk
memiliki secukupnya 2 anak. Hal ini dilakukan untuk menghindari ledakan
Bidang pendidikan
Dalam bidang pendidikan Soeharto mempelopori proyek Wajib Belajar
yang bertujuan meningkatkan rata-rata taraf tamatan sekolah anak
Indonesia. Pada awalnya, proyek ini membebaskan murid pendidikan dasar
dari uang sekolah (Sumbangan Pembiayaan Pendidikan) sehingga anak-anak
dari keluarga miskin juga dapat bersekolah. Hal ini kemudian dikembangkan
menjadi Wajib Belajar 9 tahun.
Kejatuhan Presiden
Soeharto
Pada 1997, menurut Bank Dunia,
20 sampai 30% dari dana
pengembangan Indonesia telah
disalahgunakan selama bertahuntahun. Krisis finansial Asia pada tahun
yang sama tidak membawa hal bagus
bagi pemerintahan Presiden Soeharto
ketika ia dipaksa untuk meminta
pinjaman, yang juga berarti
pemeriksaan menyeluruh dan
mendetail dari IMF.
Meskipun sempat menyatakan untuk tidak dicalonkan kembali sebagai
Presiden pada periode 1998-2003, terutama pada acara Golongan Karya,
Soeharto tetap memastikan ia terpilih kembali oleh parlemen untuk ketujuh
kalinya di Maret 1998. Setelah beberapa demonstrasi, kerusuhan, tekanan
politik dan militer, serta berpuncak pada pendudukan gedung DPR/MPR RI,
Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 untuk menghindari
perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan
dilanjutkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie.
Ketiga, dalam hal ini, ABRI akan tetap berperan aktif guna
mencegah penyimpangan dan hal-hal lain yang dapat
mengancam keutuhan bangsa.
Bacharuddin
Jusuf
Habibie
Pada era pemerintahannya
yang singkat ia berhasil
memberikan landasan kokoh
bagi Indonesia, pada eranya
dilahirkan UU Anti Monopoli
atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling
penting adalah UU otonomi daerah.
Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintergrasi yang
diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di
era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi
daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni
Soviet dan Yugoslavia.
Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai
macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro
menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai
dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila
Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis
waktunya".
Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J.
Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan
ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum
presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah
atau janji di depan MPR atau DPR".
bidang politik
Bidang Ekonomi
ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar
antara Rp 10.000 sampai Rp 15.000. Namun pada akhir
pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR,
nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang
tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu,
ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih
fokus mengurusi perekonomian.
Kejatuhan
Presiden
Bacharuddin
Jusuf Habibie
Menurut pihak oposisi, salah
satu kesalahan terbesar yang ia
lakukan saat menjabat sebagai Presiden ialah memperbolehkan
diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste). Ia
mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu
mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih
merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia. Pada masa
kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30
Agustus 1999. Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh
sebagian warga negara Indonesia, namun di sisi lain membersihkan nama
Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran HAM di Timor
Timur.
Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar
belakang Habibie semakin giat menjatuhkannya. Upaya ini akhirnya
berhasil saat Sidang Umum 1999, ia memutuskan untuk tidak
Abdurrahman Wahid
( Gus Dur)
Pada tanggal 20 Oktober 1999,
MPR berhasil memilih Presiden
Republik Indonesia yang ke-4 yaitu
KH. Abdurrahman Wahid dengan
wakilnya Megawati Soekarnoputri.
Pada masa pemerintahan Gus Dur,
ada beberapa persoalan yang
dihadapi yang merupakan warisan
dari pemerintahan Orde Baru
yaitu :
1. Masalah praktik KKN yang
belum terselesaikan
2. Pemulihan ekonomi
3. Masalah BPPN
4. Kinerja BUMN
5. Pengendalian Inflasi
6. Mempertahankan kurs rupiah
7. Masalah jejaring pengamanan sosial ( JPS)
8. Masalah disintegrasi dan konflik antarumat beragama
9. hukum dan penegakan Hak asasi manusia (HAM)
Pembaharuan yang dilakukan pada masa Pemerintahan Gus Dur adalah :
Bidang Ekonomi
Untuk mengatasi krisis moneter dan memperbaiki ekonomi Indonesia,
dibentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang bertugas untuk
memecahkan perbaikan ekonomi Indonesia yang belum pulih dari krisis
ekonomi yang berkepanjangan. Dewan Ekonomi nasional diketuai oleh
Prof. Dr. Emil Salim, wakilnya Subiyakto Tjakrawerdaya dan sekretarisnya
Dr. Sri Mulyani Indraswari.
Kejatuhan Presiden
Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Puncak jatuhnya Gus dur dari kursi kepresidenan ditandai oleh adanya
Skandal Brunei Gate dan Bulog Gate
yang menyebabkan ia terlibat dalam
kasus korupsi, maka pada tanggal 1
Februari 2006 DPR-RI mengeluarkan
memorandum yang pertama
sedangkan memorandum yang kedua
dikeluarkan pada tanggal 30 Aril 2001.
Gus Dur menanggapi memorandum
tersebut dengan mengeluarkan
maklumat atau yang biasa disebut
Dekrit Presiden yang berisi antara lain :
1) Membekukan MPR / DPR-RI
2) Mengembalikan kedaulatan di
tangan rakyat dan mengambil
tindakan serta menyusun badan
yang diperlukan untuk pemilu dalam waktu satu tahun.
3) Membubarkan Partai Golkar karena dianggap warisan orde baru
Dalam kenyataan, Dekrit tersebut tidk dapat dilaksanakan karena
dianggap bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuaran
hokum, maka MPR segera mengadakan Sidang Istimewa pada tanggal 23
Juli 2001 dan Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai Presiden RI
menggantikan Gus Dur berdasarkan Tap MPR No. 3 tahun 2001 dengan
wakilnya Hamzah Haz.
Megawati
Soekarnoputri
Presiden Megawati Soekarno Puteri dilantik menjadi Presiden RI pada
tanggal 23 Juli 2001, yang merupakan presiden pertama wanita di
Indonesia. Ia merupakan presiden pertama peletak dasar ke arah
kehidupan demokrasi. Pembaharuan yang dilakukan sebagian besar di
bidang ekonomi dan politik, sebab pada pemerintahannya, masalah yang
dihadapi kebanyakan merupakan warisan pemerintahan Orde Baru yaitu
masalah krisis ekonomi dan penegakan hukum.
Ada beberapa perubahan yang dilakukan Megawati yaitu :
Bidang Ekonomi
Untuk mengatasi masalah ekonomi yang tidak stabil, ada beberapa
kebijakan yang dikeluarkan Megawati yaitu :
1) Untuk mengatasi utang luar negeri sebesar 150,80 milyar US$ yang
merupakan warisan Orde baru, dikeluarkan kebijakan yang berupa
penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar, sehingga
hutang luar negeri dapat berkurang US$ 34,66 milyar.
Bidang Politik
Susilo Bambang
Yudhoyono
Kebijakan-kebijakan SBY selama 2 Periode
terakhir
Profesionalisasi Jabatan
Guru
Pada masa periode pertama, DPR RI telah
mengesahkan Undang-Undang No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Untuk
guru menjadi jelas, yang pada waktu itu sempat beredar isu bahwa
pemberian tunjangan profesi akan dihentikan.
Walaupun belakangan ini juga sempat muncul
lagi berbagai pertanyaan di kalangan guru
tentang nasib dan keberadaan tunjangan
profesi ini, dikaitkan dengan UU No. 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Di antara berbagai kebijakan pendidikan
yang dikeluarkan selama pemerintahan SBY,
barangkali kebijakan yang disebut terakhir
inilah yang paling diharapkan dan ditunggutunggu oleh para guru di Indonesia.