Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita dialami oleh semua
ibu yang merasakan kehamilan karena merupakan episode dramatis terhadap
kondisi biologis. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan
adalah kodrat yang harus dilalui tetapi sebagian lagi menggapnya, sebagai
peristiwa yang menetukan kebidupan selanjutnya.
Perubahan fisik dan emosional yang komplek, memerlukan adaptasi
terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik
antara keinginan prokreasi kebanggan yang ditumbuhkan dari norma-nomra social
kultur dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus
berbagai reaksi psikologis mulai dari reaksi emosional emosional ringan hingga
ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam mengahadapi aktivitas
dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama
setelah melahirkan, baik tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri
dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau
sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blues.
Post-partum blues (PPB) atau serig juga disebut maternity blues atau baby
blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering
tampak dalam minggu petama setelh persalinan dan ditandai dengan gejala-gejala
seperti: reaksi deprsi/sedih/disforia, menangis , mudah tersinggung (iritabilitas),
cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendiri , gangguan tidur
dan gangguan nafsu makan . Gejala-gejala ini muncul setelah persalinan dan pada
umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa
hari . Namun pada beberapa kasus gejala-gejala tersebut terus bertahan dan baru
menghilang setelah beberapa hari. Minggu atau bulan kemudian bahkan dapat
berkembang menjadi keadaan yang lebih berat. Untuk itu, kami disini akan
mencoba membahas mengenai Post Partum Blues yang bertujuan memberikan
wawasan kepada perawat serta masyarakat luas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Post Partum Blues
Post Partum Blues adalah keadaan depresi ringan dan sepintas yang
umumnya terjadi dalam minggu pertama atau lebih sesudah melahirkan ( Marshal,
2004). Menurut Jan Riordan dan Kathleen (2001), mendefinisikan bahwa
postpartum bluse adalah kesedihan postpartum: tangisan perubahan suasana hati
yang mana lebih sering terjadi pada anak pertama dan bersifat sementara pada
minggu pertama dan kedua. Dapat juga diartikan keadaan depresi secara fisik
maupun psikis pada ibu yang dapat terjadi setelah beberapa hari kelahiran sampai
kira-kira sebelum kemudian. Sedangkan Linda (2004), mendefinisikan postpartum
bluse adalah periode pendek kelabilan emosi sementara yang ditandai dengan
mudah menangis, iritabilitas, rasa letih, mudah marah, cemas dan sedih biasanya
terjadi menjelang akhir minggu postpartum pertama.
2.2 Penyebab Post Partum Bluse
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini
belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues, antara lain:
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum
karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine
oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin
dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian
depresi.
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status
perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan
kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial
dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami
menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman
memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah
tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah)
5.
6.
7.
2.3 Etiologi
Banyak faktor diduga berperan pada sindrom ini, antara lain adalah:
1. Faktor hormonal
Perubahan kadar estrogen, progesterone, prolactin, dan estriol serta tiroid
yang terlalu rendah atau tinggi. Perubbahan yang terjadi selama kehamilan
khussusnya peningkatan hormone dapat menimbulkan tingkat kecemasan
yang semakin berarti menurut teori Anderson (1994). Rasa khawatir
menerima peran baru menjadi krisis situasi yang terjadi. Penurunan
hormone secara drastic yang terjadi setelah melahirkan, dapat mengganggu
ekadaan emosional terutama gangguan mood. Menurut Robson (1999,
dalam Bobak 2000) menyatakan faktor utama untuk kecemasan tersebut
terjadi dikarenakan perubahan sebagian besar hormone-hormon yang
merupakan adaptasi pada masa setelah persalinan.
Periode pasca
melahirkan
Penurunan kadar
hormone esteregen,
progesterone, estriol
Supresi aktifitas
enzim monoamine
oksidase
Menginaktivasi
noreadrenalin dan
serotonin
Peningkatan
emosional
(labilitas)
Luka bekas
jahitan/episiotomi/trauma
jalan lahir
Keadaan
psikososial
Ketidaknyaman
Kehamilan yang
tidak diinginkan
dan ekonomi
rendah
an fisik
Nyeri
Ansieta
s
Gangguan
pemenuhan
istirahat tidur :
Ketidaksiapan
perubahan
peran
Ketidakefektif
an koping
Puncak dari post partum blues ini 3-5 hari setelah melahirkan dan
berlangsung dari beberapa hari sampai 2 minggu. Oleh karena begitu umum maka
diharapkan tidak dianggap sebagai penyakit. Pada periode pasca melahirkan
terjadi perubahan hormonal yaitu perubahan kadar estrogen, progesterone,
prolaktin, serta estriol yang terlalu rendah sehingga menginaktivasi noreadrenalin
dan serotonin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi. Selain itu,
pascamelahirkan juga menimbulkan rasa nyeri akibat dari luka jahit, bengkak
payudara, episiotomy atau trauma jalan lahir. Hal ini juga dapat menyebabkan
gangguan pemenuhan kebutuhan tidur : insomnia. Latar belakang psikososial ibu
misalnya kehamilan yang tidak diinginkan, tingkat ekonomi yang rendah serta
tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan ketidaksiapan peran sebagai ibu
sehingga menimbulkan stress.
2.5 Manifestasi Klinis
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk post partum blues menurut
Marshall (2004), antara lain:
a. Membicarakan rasa tertekan dengan orang yang memiliki
ketrampilan mendengar (sahabat)
b. Meluangkan waktu berbicara dengan pasangan. Diskusikan
perubahan-perubahan yang terjadi, dukungan suami
memang paling penting
c. Membiarkan teman dan keluarga membantu merawat anak
untuk mengerjakan pekerjaan rumah
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA POST PARTUM BLUES
3.1 Pengkajian
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 )
dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru.
Pengkajiannya meliputi ;
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,
medical record dan lain-lain
2. Dampak pengalaman melahirkan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk
memeriksa proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku
mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri (Konrad, 1987).
Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu
rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang
mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi medis.
Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari
yang diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran
sesar), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai
yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua
tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi
adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
3. Citra diri ibu
3) Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang
pernah dialami klien/pengalaman selama kanak-kanak.
Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu
memakai peran orang tua mereka sendiri menjadi model peran.
4) Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan,
adanya komplikasi, dan peran pasangan pada persalinan.
Rasional : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara
menurunkan energi fisik dan emosional yang perlu untuk
mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif
mempengaruhi menyusui.
5) Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian
komplikasi pranatal, intranatal, atau pascapartal.
Rasional : Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi,
atau adanya komplikasi ibu dapat mempengaruhi kondisi
psikologis klien.
6) Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan
sesuai indikasi.
Rasional : Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati
bayinya tidak seperti bayi yang diharapkan.
7) Pantau dan dokumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi.
Rasional : Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang
bermakna pada pertama kali ; selanjutnya, mereka dikenalkan
pada bayi secara bertahap.
8) Anjurkan pasangan/sibling untuk mengunjungi dan menggendong
bayi dan berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai
izin.
Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah
perasaan putus asa.
9) Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko
tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif
diantara klien/pasangan dan bayi tidak terjadi.
Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan
ketidakefektifan koping memerlukan perbaikan melalui
konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.
d) Ketidakefektifan koping individu b/d perubahan emosional yang tidak
stabil pada ibu
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, V. N. L. & Sunarsih, T. 2012. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.
Jakarta: Salemba Medika.
Rukiyah, A. Y. & Yulianti, L. 2010. Asuhan Kebidanan 4 (Patologi).
Jakarta:TIM.
Widarawati. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang
Post Partum Blues Dengan Kejadian Post Partum Blues Di
Puskesmas Kecamatan Cilandak Jakarta, (Online),
(http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan09/207314041/
bab2.pdf), diakses tanggal 28 Oktober 2014.