Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pendahuluan
Tulang sebagai struktur dan organ
Perkembangan embrionik tulang
Pertumbuhan dan pembentukan tulang
Struktur anatomi dan histologi tulang
Biokimia dan fisiologi tulang sebagai organ tubuh
Otot skelet
Anatomi dan histologi otot skelet
Biokimia dan fisiologi otot
Setelah melalui fase pre klinik pada pendidikan kedokteran, anda telah banyak
mengetahui tentang embriologi, anatomi, histologi, biokimia dan fisiologi jaringan
muskuloskeletal pada manusia. Hal ini sangat penting, untuk mengetahui bagian
normal sebelum mengerti bagian abnormal. Bahkan, pengetahuan yang kita dapat
oada bagian yang normal dapat memberi gambaran pada bagian yang abnormal.
Beberapa aspek penting tentang tulang yang telah kita pahami dapat mempersiapkan
diri kita terhadap kondisi abnormal secara klinis pada sistem muskuloskeletal (sistem
lokomotor).
Tulang Sebagai Struktur dan Organ
Jaringan tulang harus dapat dibedakan antara dua sudut pandang yang berbeda, yaitu :
secara individu tulang merupakan bagian dari struktur anatomi dan secara fisiologis,
tulang merupakan bagian dari seluruh susunan muskuloskeletal.
Sejak matrik intersel tulang mengalami kalsifikasi atau mengeras serta menjadi bagian
dari jaringan keras. Bahkan, kerasnya tulang dapat memberi kekuatan sebagaimana
tulang sebagai struktur individu memberi 3 fungsi, yaitu :
1.
2.
yaitu :
1. Memproduksi eritrosit, leukosit granular dan platelet yang dibuat oleh jaringan
hemopoetik tipe mieloid.
2. Sebagai organ penyimpan cadangan kalsium, fosfor, magnesium dan natrium
yang dapat membantu mempertahankan Milieu Interieur dengan menyimpan
atau mengeluarkan mereka apabila dibutuhkan.
Perkembangan Embrionik Tulang
Sebagai tingkatan penting dalam perkembangan embrio memiliki 3 lapisan germinatif
sel primer : ektoderm atau lapisan penutup, endoderm atau lapisan garis dan
mesoderm atau lapisan tengah.
Mesoderm membentuk mesenkim, yang merupakan jaringan selular difus yang
bersifat pluripoten yang dapat berubah menjadi sel sel berdiferensiasi seperti tulang,
tulang rawan, ligamen, otot, tendon dan fasia. Tulang dan tulang rawan dapat
menyokong berat badan melalui substansi intersel tidak hidup, yang dikenal sebagai
jaringan penyokong.
Dalam 5 minggu perkembangan embrionik, ektodermal ditutupi tangkai tunas dan
masing masing sumbu sentral dari tangkai tunas mesenkim menjadi segmen silinder
pendek yag merapat. Segmen silinder menjadi rapat yang kelak akan menjadi calon
sendi dan tiap segmen mewakili contoh sel mesenkim kecil dari calon tulang panjang.
Dalam 6 minggu, sel sel mesenkim yang tidak beraturan dari masing masing
contoh tulang menjadi beraturan dengan memproduksi matrik tulang rawan yang akan
menjadi contoh tulang rawan dari calon tulang. Contoh tulang rawan tumbuh per
bagian dari pertumbuhan interstisial dan terbagi menjadi sel sel baru pada
permukaan lapisan terdalam dari pericondrium.
Setelah 7 minggu, sel sel kartilago pada pusat tulang mengalami hipertropi dan
memanjang mengikuti substansi interselular atau matrik, yang telah mengalami
kalsifikasi, jaringan vaskular tumbuh pada daerah pusat penulangan yang membawa
osteoblas kalisum dan menjadi tulang imatur yang berasal dari kalsifikasi matrik
tulang rawan yang merupakan pusat penulangan primer. Proses penggantian dari
tulang rawab menjadi tulang disebut penulangan endocondral dan hanya terjadi pada
daerah yang diperdarahi oleh kapiler. Penulangan endocondral berlanjut melalui
masing masing tepi contoh tulang rawan dan akan memanjang melalui pertumbuhan
interstisial. Sat itu perikondrium akan menjadi periosteum dan pada lapisan terdalam
sel sel mesenkimal yang berdiferensiasi menjadi osteoblas melalui proses osifikasi
intramembran, di mana tidak ada fase kartilago intermediate.
Pada 6 bulan, penyerapan pada bagian tengah tulang panjang pada formatio cavitas
meduler yang merupakan proses tubulasi. Saat kelahiran, bagian epifisis terbesar dari
tubuh (epifisis femoral distal) telah berkembang menjadi pusat osifikasi sekunder
nampak pada epifisis kartilago pada usia yang bervariasi setelah kelahiran. Pada pusat
atau penulangan nukleus terpisah dari metafisis oleh cakram spesial dari pertumbuhan
kartilago yaitu cakram epipiseal yang memanjangkan tulang melalui pertumbuhan
intersitisial dari sel sel kartilago.
Tulang pendek (seperti carpal) dibentuk melalui osifikasi endocondral pada bagian
yang sama pada epifisis. Berlawanan dengan tulang pendek lain seperti clavicula dan
sebagian besar tulang tengkorak secara langsung pada jaringan mesenkimal melalui
proses ositikasi intra membraneous yang berasal dari periosteum tanpa melewati fase
pembentukan kartilago.
Pada minggu minggu awal kehidupan intrauterin, perkembangan embrio mudah
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang merugikan yang masuk melalui sirkulasi
plasenta. Sebagai contoh, jika ibu menderita infeksi rubela atau menggunakan obatobatan terlarang seperti thalidomide selama periode krisis ini, perkembangan embrio
akan sangat terpengaruh. Bersanya hasil abnormal dapat mempengaruhi fase penting
dari perkembangan embrio pada saat itu.
perkembangan, semakin luas keabnormalan terjadi. Saat kita kagum akan kecepatan
dan kelengkapan perkembangan embrio manusia, akan sangat mengejutkan jika
menemukan bayi bayi yang lahir dengan kelainan kongenital yang jelas. Bahkan
amat mengejutkan jika sebagian besar bayi terlahir dalam kondisi normal.
Pertumbuhan dan Remodeling Tulang
Tulang memanjang melalui satu proses (osifikasi endocondral) sementara tulang
melebar oleh proses lainnya (osifikasi intra membran).
Pemanjangan Tulang
Sejak pertumbuhan tulang secara interstisial tidak lagi memungkinkan, tulang dapat
memanjang hanya melalui proses pertumbuhan kartilago interstisial pada osifikasi
endocondral dan juga terdapat 2 lokasi pertumbuhan kartilago pada tulang panjang
yaitu kartilago artikularis dan cakram epifisis kartilago.
Kartilago Artikularis
Pada tulang panjang, kartilago artikularis adalah satu satunya cakram pertumbuhan
pada epifisis.
kartilago artikularis.
Cakram Epifisis Kartilago
Cakram epifisis memanjangkan tulang panjang melalui metafisis dan diafisis. Pada
bagian pertumbuhan ini, memelihara keseimbangan konstan di antara 2 proses yang
terpisah.
1. Pertumbuhan interstisial sel sel kartilago pada cakram membuat tebal tulang dan
menjauhkan epifisis dari metafisis.
2. Kalsifikasi, kematian dan penggantian kartilago pada permukaan metafisis tulang
melalui proses osifikasi endocondral.
Cakram epifisis dibedakan menjadi 4 zona :
1. Zona pertumbuhan kartilago cakram epifisis pada epifisis dan mengandung
kondrosit imatur, pembuluh darah melakukan penetrasi pada daerah epifisis
dengan sebaik baiknya dan memberi nutrisi pada keseluruhan cakram.
4
Pertumbuhan
Growth Spurt dapat dipengaruhi oleh hormon seks pada pria dan wanita remaja.
Pada cashing sindrom, hormon glucocorticoid sebagai hormon penghambat
pertumbuhan, maka dari itu diberi tahunan / sekunder / jangka panjang pemberian
kortison pada anak anak.
Pelebaran Tulang
Tulang melebar sampai pertumbuhan optimal melalui bagian dalam osteoblast atau
inti camblum dari periosteum, prosesnya melalui osifikasi intra membran. Secara
simultan, cavum meduler menjadi membesar melalui penyerapan osteoklas tulang
pada inti permukaan korteks yang dibatasi oleh endosteum.
Remodeling Tulang
Selama pemanjangan tulang, regio metaphisis pada tulang harus remodeling secara
verkala sebagai efek pergerakan progresif dari epifisis. Hal ini dilengkapi oleh
deposisi tulang osteoblas secara simultan pada 1 permukaan dan resorpsi osteklas
pada permukaan yang berlawanan.
Bagaimanapun juga, remodeling tulang berlanjut seumur hidup, sejak sistem havers /
osteon, menjadi erosi secara berkala menjadi sel mati melalui faktor perpindahan
kalsium dari tulang. Maka dari itu, deposit tulang harus berlanjut untuk memenuhi
keseimbangan deposit pada tulang. Selama masa pertumbuhan, deposit tulang
menyokong resorpsi tulang dan seorang anak berada dalam tahap keseimbangan
positif tulang.
menyokong resorpsi tulang dan lansia berada dalam tahap keseimbangan negatif
tulang.
Remodeling tulang juga dipengaruhi respon stress secara fisik atau kekurangannya
pada deposit tulang berada pada tahap subjek stress dan diserap pada tahap di mana
respon stress seminimal mungkin. Hal ini dikenal sebagai fenomena Hukum Wolf dan
diketahui dengan penebalan korteks pada sisi concave dari curva tulang.
Pada pembatasan sistem trabekula sepanjang jalur weight bearing stress pada
arsitektur internal pada tepi atas tulang femur. Hal ini menyerupai fenomena Hukum
Wolf yang dimediasi oleh induksi potensial elektrik. Sebagai contoh, mangkuk tulang
tubular / kurva trabeculumdari tulang cancelious, pengisian / potensial elektrik negatif
pada sisi konkaf (tenaga kompresi) dan pengisian positif pada sisi konveks (tenaga
regangan). Lebih lanjut, hal ini terlihat sebagai induksi pengisian negatif pada
deposit tulang daripada induksi pengisian positif pada resorpsi tulang (selama dekade
terakhir konsep stimulasi elektrik pada osteogenesis telah diaplikasikan untuk
pertumbuhan fraktur delayed union pada pasien.
Anatomi dan Histologi Struktur Tulang
Struktur Anatomi
Tulang sebagai tajuk utama keseluruhan strukturnya diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
2.
3.
Lebih lanjut, tiap tulang mengandung tulang kortikal (kompakta) pada sisi luar dan
mengandung spongiosa pada pengunsuran tulang trabekula pada sisi dalam. Pada
anak anak ditutupi oleh perisoteum tebal, terpampang jelas pada korteks dan siap
untuk memproduksi tulang baru. Kebalikan pada dewasa, periosteum menipis secara
progresif, cortex lebih adheren dan kurang siap untuk memproduksi tulang baru.
Perbedaan fundamental menjelaskan pembagian mengapa pertumbuhan fraktur lebih
cepat daripada anak anak daripada dewasa.
Suplai Darah Tulang Panjang
Terdapat 3 sistem peredaran darah yang terdapat dalam tulang panjang.
1. Sistem vaskuler aferen yang memberi suplai nutrisi dan arteri metafisieal bersama
sama mensuplai ke 2/3 korteks bagian dalam dan arteri periosteal yang
mensuplai 1/3 bagian luar.
2. Sistem vaskuler eferen yang mendorong darah vena.
3. Sistem vaskuler intermediet yang memperdarahi korteks.
Arah aliran darah melalui tulang panjang secara normal bergerak secara sentrifugal,
seperti bergerak dari cavum meduler menuju permukaan periosteal.
Struktur Histologi
Pada tajuk utama struktur mikroskopis, tulang diklasifikasikan sebagai berikut :
(sinomin termasuk parentesis)
1.
2.
b.
Dua tipe histologi utama pada tulang diperlihatkan perbedaan signifikan pada
pertumbuhan sel sel kolagen dan proteoglikan secara relatif.
Tulang Imatur
Tulang pertama yang dibentuk melalui osifikasi endokondral selama masa
perkembangan embrio merupakan tipe tulang imatur, secara umum akan digantikan
oleh tulang matur pada saar menginjak usia 1 tahun, tulang imatur tidak akan terlihat
lagi pada kondisi normal.
Selanjutnya, selama kehidupan, selain kondisi abnormal di mana tulang baru
terbentuk secara cepat (seperti pembukaan pada fraktur / reaksi infeksi). Tulang
pertama dibentuk melalui tipe imatur. Di sini pula pertumbuhan tulang imatur secara
cepat akan digantikan oleh tulang matur.
Tulang imatur / disebut juga tulang serabut / tulang serat karena terdaoat proporsi
besar serat kolagen ireguler (serabut) pada susunan haphazard merupakan tulang
seluler dan mengandung lebih banyak proteoglikan daripada substansi semen dan
kurang mineral dibanding tulang matur.
Tulang Matur
Pada denses korteks, karakteristik tulang matur merupakan susunan konsentris secara
mikroskopis lapisan atau lamela dan juga formasi kompleks dari sistem havers atau
osteon yang terdesain secara baik untuk dilalui sirkulasi darah pada masa tebal dari
tulang korteks. Sebagai struktur plywood, fibril kolagen nampak sebagai lapisan
konsentriks sistem havers pada petunjuk berbeda dari gabungan lapisan sebuah
susunan yang memperkuat tulang.
Tulang cancelous tersusun oleh lamela kurang kompleks karena trabekula tipis dan
dapat menyokong / memberi nutrisi oleh vena vena di sekitarnya pada daerah
sempit (morrow ?). Tulang matur kurang celuler dan mengandung banyak substansi
semen juga banyak mineral dibanding tulang imatur. Pada daerah sela sela tulang
cancelous mengandung banyak pembuluh darah, serat saraf, lemak dan jaringan
hemopoletik. Walaupun pada masa anak anak
ARJ sistemik menyerang anak perempuan dan laki-laki dalam jumlah yang sama.
Demamnya hilang-timbul, paling tinggi pada malam hari (mencapai 39,4? atau lebih),
kemudian segera kembali normal. Selama demam, anak tampak sangat sakit.
Pada batang tubuh dan tungkai atau lengan bagian atas timbul suatu ruam datar yang
berwarna pink pucat atau salem; ruam ini muncul sebentar (terutama pada malam
hari) kemudian berpindah dan menghilang, lalu timbul lagi.
Limpa dan beberapa kelenjar getah bening membesar.
Artritis baru timbul beberapa bulan kemudian.
Pada ARJ yang hanya menyerang sedikit persendian, biasanya terdapat kelainan mata.
Kelainan mata yang paling berat adalah iridosiklitis kronis, yang bisa menyebabkan
gangguan penglihatan atau kebutaan.
Kelainan mata yang lebih ringan adalah iridosiklitis akut, yang biasanya akan
membaik tanpa menimbulkan kerusakan yang permanen.
Setiap jenis ARJ bisa mempengaruhi pertumbuhan anak. Jika terjadi gangguan
pertumbuhan pada rahang, akan terjadi mikrognatia (dagu tertarik).
DIAGNOSA
Pada pemeriksaan fisik mungkin akan ditemukan pembesaran hati (hepatomegali),
pembesaran limpa (splenomegali) atau pembengkakan kelenjar getah bening
(limfadenopati).
Mungkin juga ditemukan tanda-tanda dari:
- anemia
- iridosiklitis
- perikarditis
- pleuritis
- miokarditis.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
# Hitung darah lengkap
# Laju endap darah
# Antibodi antinuklear
# Faktor Rh
# Antigen HLA
# Immunoelektroforesis serum
# Analisa cairan sendi
# Rontgen persendian
# Rontgen dada
# EKG
# Pemeriksaan mata dengan slit-lamp.
PENGOBATAN
Nyeri dan peradangan sendi biasanya dapat dikurangi dengan aspirin dosis tinggi.
Tetapi karena pada anak-anak aspirin menyebabkan meningkatnya resiko sindroma
Reye, maka seringkali diberikan obat anti peradangan non-steroid lainnya, seperti
naproksen dan tolmetin.
Jika penyakitnya berat dan menyerang seluruh tubuh, bisa diberikan kortikosteroid
10
per-oral (melalui mulut); tetapi obat ini bisa memperlambat laju pertumbuhan anak
sehingga biasanya sedapat mungkin tidak digunakan.
Kortikosteroid juga bisa disuntikkan langsung ke dalam sendi yang terkena untuk
mengurangi peradangan.
Jika anak tidak memberikan respon terhadap aspirin maupun obat anti peradangan
non-steroid lainnya, bisa diberikan suntikan senyawa emas.
Jika senyawa emas tidak efektif atau menimbulkan efek samping, bisa diberikan
penisilamin, metotreksat dan hidroksiklorokuin.
Untuk mencegah kekakuan sendi, sebaiknya dilakukan latihan secara teratur.
Pembidaian bisa membantu mencegah terkuncinya sendi pada posisi yang kaku.
Untuk mengetahui adanya peradangan iris, pemeriksaan mata dilakukan setiap 6
bulan.
Peradangan diobati dengan tetes mata atau salep kortikosteroid dan obat untuk
melebarkan pupil. Kadang perlu dilakukan pembedahan mata.
PROGNOSIS
ARJ jarang berakibat fatal.
Remisi (masa bebas gejala) spontan seringkali berlangsung dalam jangka panjang.
ARJ seringkali membaik atau mengalami remisi pada masa puber.
75% penderita pada akhirnya mengalami masa remisi disertai gangguan fungsi dan
kelainan bentuk yang minimal.
Anak yang menderita ARJ pada banyak persendian dengan faktor Rh positif memiliki
prognosis yang lebih buruk.
Sindroma Ehlers-Danlos
Sindroma Ehler-Danlos adalah suatu penyakit jaringan ikat keturunan yang sangat
jarang terjadi dan ditandai oleh:
# persendian yang sangat lentur/longgar
# kulit yang sangat elastis, rapuh dan mudah memar
# jaringan yang rapuh
# pembuluh darah yang mudah mengalami kerusakan
# pecahnya organ dalam (jarang).
PENYEBAB
Penyebabnya adalah suatu kelainan pada gen yang mengendalikan pembentukan
jaringan ikat.
GEJALA
Kulit dapat ditarik sepanjang beberapa sentimeter tetapi jika dilepaskan akan kembali
ke posisi normal.
Jaringan parut yang luas seringkali terbentuk diatas bagian tubuh yang bertulang,
11
Sindroma Marfan
Sindroma Marfan adalah suatu penyakit jaringan ikat keturunan yang menyebabkan
kelainan pada pembuluh darah dan jantung, kerangka tubuh dan mata.
12
PENYEBAB
Sindroma Marfan diturunkan melalui rantai autosom dominan.
GEJALA
Kelainan pembuluh darah dan jantung:
# Kelemahan pada dinding aorta bisa menyebabkan pelebaran sehingga terbentuk
aneurisma
# Darah bisa menyusup diantara lapisan-lapisan dinding pembuluh darah (diseksi
aorta) atau terjadi robekan pada aneurisma
# Jika aorta melebar, bisa terjadi regurgitasi katup aorta
# Prolaps katup mitral.
Kelainan kerangka tubuh:
# Penderita bertubuh tinggi dan kurus
# Araknodaktili (lengan dan tungkainya panjang dengan jari-jari tangan yang
menyerupai laba-laba)
# Jjika kedua lengannya direntangkan ke samping, maka jarak antara kedua ujung jari
tangan lebih besar dari tinggi badannya
# Kelainan dada (pektus ekskavatum/dada cekung atau pektus karinatum/dada burung
dara/dada menonjol)
# Kifoskoliosis (bongkol punggung disertai kelengkungan tulang belakang yang
abnormal)
# Langit-langit mulut tinggi
# Kaki datar
# Gigi bertumpuk.
Kelainan mata:
# Miopia (rabun jauh)
# Dislokasi (kelainan letak) lensa mata
# Ablasio retina (retina terlepas).
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
PENGOBATAN
Tujuan utama pengobatan adalah mencegah kelainan pada pembuluh darah dan mata.
Pemeriksaan mata dilakukan 1 kali/tahun. Jika terjadi gangguan penglihatan, segera
dikoreksi.
Reserpin atau propanolol bisa digunakan untuk mencegah pelebaran dan diseksi aorta.
Jika aorta melebar, bisa dilakukan pembedahan untuk memperbaiki ataupun
menggantinya.
Kepada anak perempuan yang sangat tinggi bisa dianjurkan untuk menjalani terapi
hormon (estrogen dan progesteron). Terapi hormon biasanya diberikan ketika
penderita berumur 10 tahun untuk merangsang pubertas dini sehingga pertumbuhan
terhenti.
13
Pseudoxantoma Elastika
Pseudoxantoma Elastika (PXE) adalah suatu penyakit jaringan ikat keturunan yang
menyerang kulit, mata dan pembuluh darah.
PXE pertama kali ditemukan sekitar 100 tahun yang lalu.
Pada awalnya yang dikenali hanya kelainan kulit dan diduga sebagai pengendapan
lemak kolesterol yang berwarna kekuningan (xantoma), yang ditemukan pada kulit
penderita kadar kolesterol darah tinggi.
Setelah dipelajari lebih jauh, ternyata perubahan kulit tersebut bukan merupakan suatu
xantoma tetapi disebabkan oleh pengapuran abnormal pada serat elastis sehingga
disebut pseudoxantoma elastika.
PXE ditemukan pada 1 diantara 100.000 orang.
PENYEBAB
PXE merupakan suatu penyakit yang diturunkan melalui pola autosom resesif. Kedua
orang tua penderita merupakan pembawa gen PXE tetapi tidak menderita PXE.
Anak yang lahir dari orang tua yang merupakan pembawa gen PXE memiliki resiko
sebesar 25% untuk menderita PXE.
Anak yang tidak menderita PXE akan bersifat sebagai pembawa (karier) gen PXE.
Jika tidak menikah dengan pembawa gen PXE juga, seorang karier gen PXE tidak
akan menurunkan penyakit ini kepada anaknya.
Pada beberapa keluarga, penyakit ini diturunkan dalam pola autosom dominan.
Meskipun hanya salah satu dari orang tua yang memiliki gen PXE, tetapi penyakit ini
akan diturunkan kepada anaknya. Setiap anak memiliki resiko sebesar 50% untuk
menderita PXE.
GEJALA
PXE menyebabkan perkapuran pada serat elastis, yang dalam keadaan normal
ditemukan di berbagai jaringan seperti kulit, retina mata dan sistem jantung-pembuluh
darah.
Manifestasi awal dari PXE adalah gambaran kulit yang berbintik-bintik, yang pada
mulanya ditemukan di leher bagian samping, kemudian di daerah lipatan-lipatan
(ketiak, lipatan lengan, selangkangan, belakang lutut). Bintil-bintil kecil berwarna
kekuningan menyebabkan kulit tampak seperti kulit ayam yang baru dikuliti.
Perubahan kulit pertama kali muncul pada umur 13 tahun (umur 2-20 tahun).
Beberapa tahun kemudian biasanya timbul kelainan mata. Pada umur 20-25 tahun,
hampir semua penderita memiliki goresan angioid (robekan atau retakan tipis pada
retina akibat pengapuran serat elastis).
Goresan ini sendiri tidak menimbulkan kelainan maupun gangguan penglihatan, tetapi
merupakan tempat untuk terjadinya perdarahan retina pada masa yang akan datang,
yang biasanya terjadi pada saat penderita berumur diatas 45 tahun.
Perdarahan retina biasanya terjadi di dalam makula (daerah pusat ketajaman
penglihatan) dan menyebabkan gangguan penglihatan sentral tetapi tidak pernah
menyebabkan kebutaan total.
Kelainan jantung dan pembuluh darah seringkali timbul setelah kelainan kulit dan
14
Cutis Laxa
Cutis Laxa adalah suatu penyakit jaringan ikat dimana kulit sangat mudah
diregang/ditarik dan menggantung.
PENYEBAB
Penyakit ini biasanya diturunkan.
GEJALA
Kulit yang sangat longgar bisa ditemukan pada saat bayi lahir atau di kemudian hari.
Kulit yang longgar tampak jelas di wajah sehingga ekspresi anak tampak seperti orang
yang sedang bersedih. Hidungnya tampak seperti kail.
Pada usus biasanya ditemukan hernia dan divertikula.
Pelebaran rongga udara di dalam paru-paru bisa menyebabkan tekanan darah tinggi di
paru-paru (kor pulmonale).
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kulit.
PENGOBATAN
Untuk memperbaiki penampilan, bisa dilakukan operasi plastik, tetapi kulit bisa
kembali menjadi longgar.
15
Mukopolisakaridosis
Osteokondrodisplasia
- kifosis (lengkung tulang belakang pada punggung bagian atas meningkat sehingga
agak menonjol)
- kaki berbentuk O
- polihidramnion (cairan ketuban yang sangat banyak, yang diketahui ketika bayi
lahir).
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Untuk mengetahui adanya akondroplasia pada bayi baru lahir, bisa dilakukan foto
rontgen tulang-tulang panjang.
PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan khusus.
Jika terjadi kelainan persendian yang sifatnya berat sehingga mempengaruhi
fungsinya, kadang dilakukan pembedahan untuk menggantinya dengan sendi tiruan.
Kelainan pada tulang belakang yang berat, harus diperbaiki guna mencegah kerusakan
pada korda spinalis.
Osteopetrosis
18
Gejalanya berupa:
- pertumbuhan yang jelek dan berat badan tidak bertambah (gagal berkembang)
- mudah memar
- perdarahan abnormal
- anemia
- pembesaran hati dan limpa
- kerusakan saraf mata dan wajah.
Pada tahun pertama kehidupannya, biasanya bayi meninggal karena anemia, infeksi
atau perdarahan.
DIAGNOSA
Rontgen tulang menunjukkan adanya peningkatan kepadatan tulang.
PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan khusus.
Mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk mengurangi tekanan tinggi di dalam
otak akibat kelainan pada tulang tengkorak.
Pembedahan juga dilakukan untuk membebaskan saraf-saraf yang tertekan akibat
penebalan tulang pada lubang dimana saraf tersebut meninggalkan tulang tengkorak.
Pada maloklusi gigi (kelainan letak gigi sehingga mulut tidak dapat tertutup rapat),
perlu dilakukan pengobatan ortodontik.
Osteokondrosis
19
PENYEBAB
Penyebab dari penyakit Scheuermann tidak diketahui.
Penyakit ini muncul pada masa remaja dan lebih banyak menyerang anak laki-laki.
GEJALA
Gejalanya berupa:
- nyeri punggung yang menetap tetapi sifatnya ringan
- kelelahan
- nyeri bila ditekan dan kekakuan pada tulang belakang
- punggung tampak melengkung
- lengkung tulang belakang bagian atas lebih besar dari normal.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik (lengkungan
punggung yang abnormal).
Juga dilakukan pemeriksaan neurologis (saraf) untuk mengetahui adanya kelemahan
atau perubahan sensasi).
Rontgen tulang belakang dilakukan untuk mengetahui beratnya lengkungan tulang
belakang.
PENGOBATAN
Kasus yang ringan dan non-progresif bisa diatasi dengan menurunkan berat badan
(sehingga ketegangan pada punggung berkurang) dan menghindari aktivitas berat.
Jika kasusnya lebih berat, kadang digunakan brace (penyangga) tulang belakang atau
penderita tidur dengan alas tidur yang kaku/keras.
Jika keadaan semakin memburuk, mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk
memperbaiki kelainan pada tulang belakang.
Penyakit Tulang Kohler adalah suatu peradangan tulang dan tulang rawan yang
menyerang salah satu tulang-tulang kecil di kaki (tulang navikulare).
Penyakit ini menyerang anak-anak, terutama anak laki-laki, yang berumur 3-5 tahun.
PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui.
GEJALA
Kaki membengkak dan terasa nyeri, terutama pada bagian dalam lengkung kaki.
Nyeri semakin bertambah jika kaki menahan beban berat atau dipakai berjalan.
Penderita seringkali berjalan timpang.
Penyakit ini cenderung berlangsung selama berbulan-bulan tetapi jarang sampai lebih
dari 2 tahun.
20
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
PENGOBATAN
Untuk meringankan gejala, biasanya diberikan obat pereda nyeri dan sebaiknya berat
badan tidak dibebankan kepada kaki.
Pada stadium awal penyakit, bisa dipasang gips selama beberapa minggu
Osteogenesis Imperfecta
Menggunakan alat untuk menghindari bahkan luka kecil bisa membantu mencegah
keretakan.
Barotrauma
Barotrauma adalah kerusakan di bagian dalam telinga yang disebabkan oleh tidak
samanya tekanan udara di kedua gendang pendengar.
Gendang pendengar memisahkan saluran telinga dan telinga bagian dalam. Jika
tekanan udara di saluran telinga dari udara luar dan tekanan udara di telinga bagian
dalam timpang, gendang pendengar bisa cedera. Biasanya, eustachian tube, yang
menyambung telinga bagian dalam dan bagian belakang hidung, membantu
memepertahankan keseimbangan tekanan pada kedua gendang pendengar dengan
membolehkan udara luar memasuki telinga bagian dalam. Kalau tekanan udara luar
berubah tiba-tiba misalnya, selama pendakian atau turun kapal terbang atau
penyelaman laut dalam udara harus bergerak lewat eustachian tube untuk
menyamakan tekanan di telinga bagian dalam.
Jika eustachian tube sebagian atau betul-betul mampet karena luka, tumor, infeksi,
pilek, atau alergi, udara tidak bisa bergerak ke dalam dan keluar telinga bagian dalam.
Perbedaan tekanan dapat membuat gendang pendengar memar atau malah pecah dan
berdarah. Jika perbedaan tekanan sangat luar biasa, jendela lonjong (pintu masuk ke
dalam telinga bagian dalam dari telinga bagian tengah) mungkin pecah, membolehkan
cairan dari telinga bagian dalam bocor ke dalam telinga bagian dalam. Kehilangan
pendengaran atau kegamangan yang terjadi selama turun pada penyelaman di laut
dalam kebocoran seperti itu sering terjadi. Gejala yang sama terjadi selama pendakian
dimana gelembung udara sudah terbentuk di telinga bagian dalam.
Ketika perubahan mendadak pada tekanan menyebabkan rasa sakit yang sangat di
telinga, seringkali tekanan di telinga bagian dalam bisa disamakan dan
ketidaknyamanan dikurangi dengan beberapa manuver. Jika tekanan luar berkurang,
sewaktu pesawat naik ke atas, orang sebaiknya mencoba bernafas dengan mulut
terbuka, mengunyah permen karet, atau menelan. Tindakan yang mana pun mungkin
membuka eustachian tube dan membolehkan udara dari telinga bagian dalam.
Tuba eustachian : menjaga tekanan udara tetap seimbang
Tuba eustachian menolong mengurusi tekanan udara setara di kedua pihak gendang
22
telinga dengan membolehkan di luar udara memasuki telinga bagian dalam. Jika
eustachian tube mampet, udara tidak bisa mencapai telinga bagian dalam, oleh sebab
itu tekanan di sana berkurang. Kalau tekanan udara lebih rendah di telinga bagian
dalam daripada di saluran telinga, gendang telinga menonjol ke dalam. Perbedaan
tekanan bisa menyebabkan rasa sakit dan bisa menjadi memar atau memecahkan
gendang telinga.
Jika tekanan luar meningkat, sewaktu pesawat turun atau melakukan penyelaman
lebih dalam di air, orang sebaiknya menjepit hidungnya agar tutup, menahan mulut
tetap tertutup, dan mencoba mengeluarkan udara dengan lembut lewat hidung. Hal Ini
akan membuka paksa udara lewat eustachian tube yang mampet. Orang yang
mempunyai infeksi atau alergi yang mempengaruhi hidung dan kerongkongan
mungkin mengalami ketidaknyamanan kalau mereka naik pesawat atau menyelam.
Tetapi, jika naik pesawat harus, dekongestan, seperti tetes hidung atau semprot hidung
phenylephrine, mengurangi kongesti dan menolong terbukanya eustachian tube,
menyamakan tekanan pada gendang pendengar. Menyelam sebaiknya dihindari
sampai infeksi atau alergi terkendali.
Chondrodysplasias
23
PENGOBATAN
Pembedahan mungkin diperlukan untuk mengganti sendi yang terbatas dengan parah
untuk bergerak dengan yang buatan.
24
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
Sri Mayarni Sutadi.2003.Pola Keganasan Saluran Cerna Bagian Atas dan Bawah
secara Endoskopi di H.Adam Malik Medan. http://www.USU.ac.id. Diunduh pada
tanggal 28 September 2009.
4.
5.
Dr. H. Asri Zahari, Sp.BD (K). Slide kuliah pengantar: Diagnosis dan penatalaksanaan
Hemorrhoid
6. Abdurachman, S.A. Tumor Esofagus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta. 2007. Hal: 327.
7. Adi, Pangestu. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2007. Hal: 289 292.
8. Akil, H.A.M. Tukak Duodenum. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi
IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta. 2007. Hal: 345, 347.
9. Julius. Tumor Gaster. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta. 2007. Hal: 350.
10. Lindseth, Glenda N. Gangguan Lambung dan Duodenum. PATOFISIOLOGI
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume I. Edisi 6. EGC:Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta. 2003. Hal: 417-419, 423, 428.
11. Lindseth, Glenda N. Gangguan Usus Halus. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Volume I. Edisi 6. EGC:Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta. 2003. Hal: 437-439.
12. Mailliard, Mark E., Michael F. Sorrell. Alcoholic Liver Disease. Harrisons
Principles of Internal Medicine. Volume II. 16thEdition. McGraw-Hill Medical
Publishing Division, USA. 2005. p:1865.
13. Sabatine, Marc S. Gastrointestinal Bleeding. Pocket Medicine: The
Massachusetts General Hospital Handbook of Internal Medicine. Fourth Edition.
Wolters Kluwer Health and Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 2011.
Section: GIB 3 3.
14. Silbernagl, Stefan dan Florian Lang. Gastritis. Teks & Atlas Berwarna
Patofisiologi. Cetakan I. EGC:Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.2007. Hal: 142,
146.
15. Tarigan, Pengarapen. Tukak Gaster. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta. 2007. Hal: 341.
25
26