Disusun Oleh :
Muamar Amirullah
H1A007040
Pembimbing :
dr. Dedianto Hidajat, SpKK
PENDAHULUAN
Kita ketahui bahwa kosmetik sangat beragam jenisnya, mulai dari kosmetik untuk
wajah, kulit, rambut, hingga kuku. Namun diantara ragam jenis kosmetik tersebut, yang
sering menjadi perhatian adalah kosmetik untuk kulit. Produk kosmetik untuk mempercantik
kulit terdiri dari berbagai jenis tergantung pada fungsinya, antara lain pelembut kulit,
pembersih, pelembab, tabir surya, dan pencerah atau pemutih kulit (whitening agent).
Ada beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai pemutih kulit (whitening agent)
antara lain merkuri, hidrokuinon, kortikosteroid, vitamin C, asam azeleat, dan tretinoin.
Penggunaan bahan-bahan tersebut tidak terlepas dari efek samping yang dapat ditimbulkan
baik oleh karena cara kerja obat tersebut maupun cara penggunaan obat yang tidak sesuai
dengan aturan. Apapun penyebabnya, efek samping yang terjadi dapat diminimalisir dengan
penggunaan bahan-bahant tersebut sesuai dengan konsentrasi yang aman.
HIDROKUINON
Hidrokuinon merupakan salah satu bahan yang sering digunakan sebagai obat topikal untuk
mengurangi hiperpigmentasi pada kulit seperti pada melasma dengan efek sitotoksik terhadap
melanosit dan dianggap sebagai salah satu inhibitor melanogenesis yang paling efektif secara
in vitro dan in vivo1.
Efek toksik hidrokinon terjadi karena hidrokinon berkompetisi dengan tirosin sebagai substrat
untuk tirosinase (enzim yang berperan dalam pembentukan melanin), sehingga tirosinase
mengoksidasi hidrokinon dan menghasilkan benzokinon yang toksik terhadap melanosit.
Efek samping yang umum terjadi setelah paparan hidrokinon pada kulit adalah iritasi,
eritema, dan rasa terbakar. Efek ini terjadi segera setelah pemakaian hidrokinon konsentrasi
tinggi yaitu di atas 4%. Sedangkan untuk pemakaian hidrokinon dibawah 2% dalam jangka
waktu lama secara terus-menerus dapat terjadi leukoderma kontak dan okronosis eksogen1,2,3.
Pada beberapa kasus, pasien mengalami okronosis setelah menggunakan hidrokinon dalam
konsentrasi rendah sekitar 2% selama 10-20 tahun4. Pada kasus lain, pasien yang
menggunakan hidrokinon dengan konsentrasi tinggi (6%) mulai mengalami okronosis setelah
pemakaian beberapa tahun. Karena hidrokinon menyerap sinar ultraviolet, adanya sinar
matahari akan memperburuk dan mempercepat terjadinya okronosis eksogen4,5.
Penggunaan krim untuk menghilangkan pigmen atau mencerahkan kulit dapat menyebabkan
hilangnya pigmen secara keseluruhan di area yang dioleskan. Kondisi ini menyebabkan nodanoda depigmentasi atau tanpa pigmen dengan area hiperpigmentasi berupa bintik-bintik hitam
(leukoderma-en-confetti)3,4.
Efek samping kronik termasuk okronosis eksogen, katarak, pigmented koloid milia, sklera,
dan pigmentasi kuku, hilangnya elastisitas kulit, dan gangguan penyembuhan luka. Okronosis
adalah efek samping kronik terkait penggunaan hidrokuinon topikal jangka panjang. Hal ini
pertama kali dilaporkan oleh Findlay et al pada wanita Afrika Selatan yang menggunakan
hidrokuinon konsentrasi tinggi selama bertahun-tahun. Secara klinis, okronosis ditandai
dengan hiperpigmentasi asimtomatik, eritema, papul, papulonodul pada bagian tubuh yang
terpapar sinar matahari seperti wajah, dada bagian atas, dan punggung atas4,5. Terdapat
laporan mengenai perubahan warna kuku akibat penggunaan hidrokuinon secara kronik.
Perubahan warna ini terjadi akibat oksidasi dan polimerasi oleh produk dari hidrokuinon.
Perubahan warna ini disebut pseudo yellow nail syndrome karena menyerupai yellow nail
syndrome1,3.
Sejak tahun 1982, oleh lembaga pengawasan obat dan makanan di Amerika FDA (Food and
Drug Administration), produk obat bebas atau kosmetik pemutih/pencerah kulit yang
mengandung 1,5 2 % hidrokinon dikategorikan sebagai produk yang secara umum diakui
aman dan efektif (Generally Recognized As Safe and Effective/GRASE). Penggunaan
hidrokinon dalam kosmetik pun masih berlangsung hingga hampir 30 tahun. Seiring dengan
banyaknya efek samping yang ditimbulkan akibat pemakaiannya, negara-negara lain seperti
Jepang, Kanada, Australia, Inggris dan Uni Eropa telah melarang pemakaian hidrokinon
sebagai pemutih/pencerah kulit. Di samping itu, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa
hidrokinon dapat menyebabkan kanker pada tikus setelah pemberian oral dan juga dapat
menyebabkan okronosis (kulit gelap dan noda hitam) jika dioleskan pada kulit. Karena itu,
pada tahun 2006, FDA pun mengusulkan peraturan yang melarang penggunaan hidrokinon
sebagai obat bebas, namun hingga kini belum ada keputusan untuk menarik peraturan tahun
1982 tersebut1,5.
melanogenesis.
Berbagai
studi
Produk Vitamin C topikal yang berasal dari buah dan tanaman bersifat tidak stabil, sehingga
menimbulkan keraguan akan efikasinya. Sehingga dikembangkan derivat yang lebih stabil
dalam bentuk paling populer adalah magnesium-ascorbyl-phosphate (MAP) yang diikuti oleh
ascorbyl-6-palmitate. Sebuah studi membandingkan penggunaan asam askorbat 5% dan
hidrokuinon 4% pada 16 pasien perempuan dengan melasma dan menemukan perbaikan
sebesar 62,5% untuk asam askorbat dan 93% untuk hidrokuinon. Efek samping terjadi pada
68,7% dengan hidrokuinon dan 6,2% dengan asam askorbat. Meskipun demikian hidrokuinon
menunjukkan respon yang lebih baik sehingga asam askorbat dapat digunakan sebagai terapi
tunggal atau terapi kombinasi karena memiliki sedikit efek samping3,5.
Karena potensi reduktan yang tinggi, maka asam askorbat dapat berfungsi sebagai anti
oksidan dengan cara menetralisir spesies oksigen reaktif. Karena pH nya asam dan
konsentrasi tinggi, vitamin C topikal dapat menyebabkan rasa menyengat ringan pada
aplikasi pertama. Keluhan ini akan hilang sendiri pada pemakaian yang terus-menerus. Alergi
terhadap vitamin C jarang4,5.
ASAM AZELEAT
Asam azeleat adalah merupakan asam dikarboksilat yang dihasilkan oleh Pityrosporum ovale
yang bekerja sebagai inhibitor lemah tirosinase. Sebagai tambahan, asam azeleat memiliki
efek antiprolliferatif dan sitotoksik terhadap melanosit. Meskipun awalnya merupakan obat
untuk akne, namun asam azeleat juga terbukti dapat digunakan untuk mengobati rosasea,
melasma dan hiperpigmentasi pasca inflamasi5,6.
Asam azeleat tidak mampu memicu terjadinya depigmentasi pada kulit normal yang
menunjukkan bahwa asam azeleat memiliki efek antiproliferatif dan sitotoksik selektif untuk
melanosit abnormal. Asam azeleat dilaporkan efektif untuk hipermelanosis yang disebabkan
oleh bahan kimia maupun kelainan kulit yang ditandai dengan proliferasi abnormal
melanosit6.
Penggunaan asam azeleat dalam bentuk topikal dapat menimbulkan efek samping secara
lokal terkait penggunaan secara topikal seperti rasa panas, rasa terbakar, rasa gatal, dan rasa
seperti tertusuk. Hal ini biasanya terjadi selama beberapa minggu pertama penggunaan
namun akan segera berkurang/menghilang setelah adanya penyesuaian oleh tubuh. Efek
samping lain yang mungkin dapat terjadi adalah pertumbuhan rambut berlebihan pada wajah,
hipopigmentasi, serta tanda terjadi reaksi alergi terhadap asam azeleat seperti rash, rasa gatal
4
dan pembengkakan yang menetap (khususnya pada wajah, lidah, tenggorokan), rasa pusing,
serta kesulitan bernapas5,6.
KORTIKOSTEROID
Penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan saat ini mengalami revolusi dan bahkan
digunakan secara luas sebagai pemutih kulit. Kortikosteroid topikal pertama kali
diperkenalkan tahun 1951, dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan potensinya oleh British
National Formulary (BNF), sedangkan American System mengkalisifikasi menjadi 7 kelas,
dengan kelas 1 sebagai agen yang sangat poten, super poten atau ultrahigh poten. Walaupun
telah dilarang penggunaannya oleh kementerian pusat kesehatan, namun steroid topikal tetap
mudah didapatkan bahkan tanpa resep dokter di negara-negara Afrika, termasuk Nigeria.7,8
Kortikosteroid memiliki efek spesifik dan nonspesifik dengan mekanisme kerja yang
berbeda-beda, diantaranya sebagai anti-inflamasi, imunosupresan, antiproliferatif dan efek
vasokonstriksi. Kortikosteroid topikal dapat memutihkan kulit dengan cara vasokontriksi
yang memperlambat pergantian sel kulit, mengurangi jumlah dan aktivitas melanosit, atau
dengan menurunkan produksi prekursor hormon steroid9,10.
Penggunaan kortikosteroid memiliki efek samping baik sistemik maupun lokal. Efek
samping lokal lebih sering dijumpai dibandingkan efek samping sistemik. Beberapa efek
samping lokal yang dapat muncul dari penggunaan kortikosteroid topikal diantaranya:7,9
1.
Atrofi kulit. Atrofi kulit merupakan efek samping yang paling sering terjadi. Atrofi kulit
terjadi
akibat
efek
antiproliferatif
pada
fibroblas,
dengan
inhibisi
sintesis
bersisik, merah menyala (red-face syndrome). Lesi ini muncul di wajah, dada dan
punggung.
Gambar 1. Papul hiperpigmentasi post inflamasi dengan makula hiperpigmentasi pada forehead dan malar area;
Gambar papul cluster kecil, pustula (akne steroid) tersebar di seluruh wajah.8
3.
4.
5.
6.
Reaksi Alergi. Reaksi hipersensitivitas akibat kontak dengan kortikosteroid topikal dapat
muncul dan menyebabkan kerusakan kulit yang semakin memburuk atau persisten.
6
MERKURI
Merkuri merupakan bahan yang sering ditemukan pada sabun atau krim pemutih kulit.
Bahan ini juga ditemukan di kosemtik lainnya, seperti produk pembersih makeup mata dan
maskara. Garam merkuri digunakan sebagai agen pemutih kulit dikarenakan mampu
menghambat formasi melanin yang menghasilkan tampakan kulit lebih bercahaya. Merkuri
pada kosmetik terdiri dari dua bentuk yaitu inorganik dan organik. Merkuri inorganik
(ammoniated mercury) biasanya dibukana pada krim dan sabun pemutih kulit. Merkuri
organik (thiomersal [ethyl mercury] dan phenyl mercuric salts) digunakan sebagai produk
pembersih makeup mata dan maskara. Penggunaan merkuri sudah dilarang di banyak negara
oleh undang-undang. Walaupun begitu, masih ada beberapa produk pemutih yang tetap
menggunakan merkuri11.
dievaluasi untuk bukti paparan merkuri, adanya kerusakan organ target dan kebutuhan untuk
pengobatan khelasi. Evaluasi laboratorium pada subjek yang terkena paparan harus
mencakup hitung darah lengkap, elektrolit serum, tes fungsi ginjal dan hati, urinalisis,
konsentrasi merkuri urin dan darah. Karena konsentrasi merkuri darah cenderung kembali
normal dalam beberapa hari paparan, sampel darah biasanya berguna terutama dalam jangka
pendek dan paparan tingkat yang lebih tinggi. Estimasi konsentrasi merkuri urin adalah
penanda terbaik dari paparan merkuri anorganik dan indikator beban tubuh. Pengukuran
ekskresi merkuri urin 24 jam lebih disukai. Manajemen untuk toksisitas akibat merkuri yaitu
dengan terapi khelasi yang diindikasikan pada pasien dengan fitur keracunan merkuri dan
konsentrasi darah dan/atau urine merkuri tinggi. Unithiol (2,3- dimercapto-1-propanesulfonic
asam, DMPS) adalah antidot yang lebih disukai,
TRETINOIN
Penggunaan Tretinoin untuk mengobati hiperpigmentasi kulit sudah diperkenalkan oleh
Kligman sejak 1975. Tretinoin menunjukkan penghambatan formasi melanin. Tretinoin
meningkatkan pergantian sel epidermal, menurunkan waktu kontak antara keratinosit dan
melanosit dan memicu hilangnya pigmen melalui epidermopoiesis14.
Efek samping paling sering yang ditimbulkan yaitu eritema, terkelupas, kering, bersisik dan
sensasi terbakar. Efek samping ini bersifat reversibel. Retinoid dermatitis juga dapat memicu
hiperpigmentasi, terutama pada individu dengan kulit lebih gelap. Pengurangan frekuensi
atau jumlah penggunaan tretinoin dan penggunaan emollients berespon baik pada efek
samping yang muncul tersebut. Paparan tretinoin sistemik diperkirakan dapat menyebabkan
malformasi kongenital dan kematian embrionik, dan penggunaan topikal jangka panjang
berpotensi teratogenik. Namun dari penelitian lain didapatkan bahwa tidak ada bukti yang
kuat penggunaan tretinoin topikal dapat memberi efek teratogenik14,15.
DAFTAR PUSTAKA
updated review on biological, chemical and clinical aspects. Pigment Cell Res.
2007; 19: 550571.
6. Pravez, S., Kang, M., Chung, H. S. and Bae, H., Naturally Occurring Tyrosinase
Inhibitors: Mechanism and Applications in Skin Health, Cosmetics and Agriculture
Industries. Phytother. Res. 2007; 21: 805816.
7. Bhat YJ, Manzoor S. Qayoom S. Steroid-Induced Rosacea: A Clinical Study of 200
Patients. Indian J Dermatol. 2011 Jan-Feb; 56(1): 3032. doi:
10.4103/0019-
5154.77547.
8. Nnoruko E, Okoyo O. Topical Steroid Abuse: Its Use as a Depigmenting Agent.
Journal Of The National Medical Association. Vol.98. No.6, June 2006; p.934-939.
9. Valencia IC, Kerdel FA. Chapter 216: Topical Corticosteroids. In: Wolff K, et al.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Seventh Edition. McGraw-Hill : New
York; 2008.p.2102-2106.
10. Alghamdi KM. The Use of Topical Bleaching Agents Among Women: a Crosssectional Study of Knowledge, Attitude and Practices. Journal compilation 2010
European Academy of Dermatology and Venereology. DOI: 10. 1111/j.14683083.2010.03629.
11. WHO. Preventing Disease Through Healthy Environments: Mercury in Skin
Lightening Products. Public Health and Environment. World Health Organization:
Switzerland; 2011.
10
12. Chan TYK. Inorganic mercury poisoning associated with skin-lightening cosmetic
products. December 2011, Clinical Toxicology, December 2011, Vol. 49, No. 10 :
Pages 886-891
13. Olumide Y.M, Akinkugde A.O, Altraide D. Complications of chronic use of skin
lightening cosmetics.2008. Int J Dermatol 47:344-53.
14. Gillbro JM, Olsson MJ. The melanogenesis and mechanisms of skin-lightening agents
existing and new approaches. International Journal of Cosmetic Science, 2011, 33,
210221. doi: 10.1111/j.1468-2494.2010.00616.x
15. Kang S, Voorhees JJ. Chapter 217: Topical Retinoids. In: Wolff K, et al. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. Seventh Edition. McGraw-Hill: New York;
2008.p.2106-2112
11