PENDAHULUAN
Investasi digolongkan menjadi dua jenis, yaitu investasi dalam surat kepemilikan
(saham) dan investasi dalam surat utang (obligasi).
obligasi sebagai suatu instrumen utang yang ditawarkan oleh penerbit (issuer) yang juga
disebut debitur atau peminjam (borrower) untuk membayar kembali kepada investor
(lender) sejumlah yang dipinjam ditambah bunga selama tahun yang ditentukan.
Obligasi lebih memberikan jaminan pengembalian dan keuntungan dibanding investasi
saham. Di Bursa Efek Surabaya sampai dengan tahun 2003 telah terdapat 92 emiten
yang menerbitkan obligasi dan 180 obligasi yang diperdagangkan. Hal ini menunjukkan
pasar obligasi merupakan suatu instrumen yang dapat dijadikan sebagai suatu alternatif
investasi.
Faerber (2000) menyatakan bahwa investor lebih memilih berinvestasi pada
obligasi dibanding saham karena dua alasan, yaitu: (1) volatilitas saham lebih tinggi
dibanding obligasi, sehingga mengurangi daya tarik investasi pada saham, dan (2)
obligasi menawarkan tingkat pengembalian yang positif dengan pendapatan tetap (fixed
income), sehingga obligasi lebih memberikan jaminan dibanding saham. Jewell dan
Livingston (2000) menyatakan bahwa investor menghadapi masalah informasi yang
disebabkan beragamnya karakteristik dari penerbit obligasi. Peringkat (rating) obligasi
yang diterbitkan oleh lembaga independen membantu mengurangi masalah informasi
tersebut.
adalah return obligasi. Return obligasi merupakan hasil yang akan diperoleh investor
apabila melakukan investasi pada obligasi. Return obligasi ini dinyatakan dalam yield.
Pada tahun 2001, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance
menerbitkan pedoman good corporate governance. Pedoman ini bertujuan agar dunia
bisnis memiliki acuan dasar yang memadahi mengenai konsep serta pola pelaksanaan
good corporate governance yang sesuai dengan pola internasional umumnya dan
Indonesia khususnya. Penerapan corporate governance diharapkan memaksimumkan
nilai perseroan bagi perseroan tersebut dan bagi pemegang saham. Ball (1998) dalam
Evans et al. (2002), mengartikan corporate governance sebagai seperangkat kesepakatan
atau aturan institusi yang secara efektif mengatur pengambilan keputusan. Corporate
governance mempunyai hubungan positif dengan peringkat obligasi dan berhubungan
negatif dengan yield obligasi (Bhojraj dan Sengupta, 2003).
terhadap obligasi di Indonesia merupakan penelitian yang jarang dilakukan. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan data obligasi serta pengetahuan para investor terhadap
obligasi.
perdagangan obligasi dilakukan melalui pasar negosiasi (over the counter market) dan
secara historis tidak terdapat informasi harga yang tersedia pada saat penerbitan atau saat
penjualan. Dengan tidak tersedianya informasi tersebut membuat pasar obligasi menjadi
tidak semeriah pasar saham.
Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh penerapan corporate governance
terhadap peringkat dan yield obligasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wawasan kepada para pembaca dalam melakukan investasi terhadap obligasi terutama
dalam mempertimbangkan penerapan corporate governance pada perusahaan penerbit.
Penelitian ini mengangkat isu mengenai pengaruh corporate governance terhadap
peringkat dan yield obligasi.
LANDASAN TEORI
TEORI KEAGENAN
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak antara principal dengan agent.
Menurut Darmawati et al. (2005), inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan
antara kepemilikan (principal/investor) dan pengendalian (agent/manajer). Kepemilikan
diwakili oleh investor mendelegasikan kewenangan kepada agen dalam hal ini manajer
untuk mengelola kekayaan investor.
bertambahnya kekayaan dan kemakmuran para pemilik modal, sedangkan manajer juga
menginginkan bertambahnya kesejahteraan bagi para manajer.
Dengan demikian
muncullah konflik kepentingan antara pemilik (investor) dengan manajer (agen). Pemilik
lebih tertarik untuk memaksimumkan return dan harga sekuritas dari investasinya,
sedangkan manajer mempunyai kebutuhan psikologis dan ekonomi yang luas, termasuk
memaksimumkan kompensasinya. Kontrak yang dibuat antara pemilik dengan manajer
diharapkan dapat meminimumkan konflik antar kedua kepentingan tersebut. Alijoyo dan
Zaini (2004) beranggapan bahwa pemisahan fungsi eksekutif dan fungsi pengawasan
pada teori keagenan menciptakan checks and balances, sehingga terjadi independensi
yang sehat bagi para manajer untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang maksimum
dan return yang memadahi bagi para pemegang saham.
Teori keagenan dilandasi dengan tiga asumsi (Eisenhardt, 1989), yaitu: asumsi
sifat manusia (human assumptions), asumsi keorganisasian (organizational assumptions),
dan asumsi informasi (information assumptions). Asumsi sifat manusia dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu: (1) self-interest, yaitu sifat manusia untuk mengutamakan
kepentingan diri sendiri, (2) bounded-rationality, yaitu sifat manusia yang memiliki
keterbatasan rasionalitas, dan (3) risk aversion, yaitu sifat manusia yang lebih memilih
mengelak dari risiko. Asumsi keorganisasian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1)
konfik sebagian tujuan antar partisipan, (2) efisiensi sebagai suatu kriteria efektivitas, dan
(3) asimetri informasi antara pemilik dan agen. Asumsi informasi merupakan asumsi
yang menyatakan bahwa informasi merupakan suatu komoditas yang dapat dibeli. Teori
keagenan lebih menekankan pada penentuan pengaturan kontrak yang efisien dalam
hubungan pemilik dengan agen. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang jelas untuk
masing-masing pihak yang berisi tentang hak dan kewajiban, sehingga dapat
meminimumkan konflik keagenan.
Corporate governance merupakan suatu mekanisme pengelolaan yang didasarkan
pada teori keagenan. Penerapan konsep corporate governance diharapkan memberikan
kepercayaan terhadap agen (manajemen) dalam mengelola kekayaan pemilik (investor),
dan pemilik menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan melakukan suatu kecurangan
untuk kesejahteraan agen.
CORPORATE GOVERNANCE
Corporate governance timbul karena kepentingan perusahaan untuk memastikan
kepada pihak penyandang dana (principal/investor) bahwa dana yang ditanamkan
digunakan secara tepat dan efisien. Selain itu dengan corporate governance, perusahaan
memberikan kepastian bahwa manajemen (agent) bertindak yang terbaik demi
kepentingan perusahaan. Forum for Corporate Governance in Indonesia/FCGI (2001b)
mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya
yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, sehingga menciptakan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder).
mekanisme yang dapat dipercaya terhadap penyajian informasi kepada investor. Peranan
itu terjadi disebabkan karena investor institusi merupakan investor yang sophisticated,
dan mempunyai daya pengendali yang lebih baik dibanding investor individu.
Salah satu prinsip corporate governance menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) adalah menyangkut peranan dewan komisaris.
Bentuk dewan komisaris tergantung pada sistem hukum yang dianut. Terdapat dua
sistem yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan Kontinental Eropa (FCGI, 2001a). Dalam
sistem hukum Anglo Saxon, sistem yang dianut adalah sistem satu tingkat atau one tier
system.
Pada sistem satu tingkat, perusahaan mempunyai satu dewan direksi yang
merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif) dan
direktur independen yang bekerja dengan prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif).
Negara-negara yang menerapkan sistem ini adalah Amerika Serikat dan Inggris. Sistem
hukum Kontinental Eropa menganut sistem dua tingkat atau two tier system. Pada sistem
dua tingkat, perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas (dewan
komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Dewan direksi bertugas mengelola
dan mewakili perusahaan sesuai dengan pengarahan dan pengawasan dewan komisaris.
Dewan direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (dewan
komisaris). Tugas utama dewan komisaris adalah bertanggungjawab mengawasi tugastugas manajemen. Indonesia termasuk negara yang mengadopsi sistem dua tingkat ini.
Terdapat tiga elemen penting yang akan mempengaruhi tingkat efektivitas dewan
komisaris, yaitu independensi, kompetensi, dan komitmen. Independensi diharapkan
timbul dengan keberadaan komisaris independen. Kompetensi tercipta dengan adanya
komite-komite yang dibentuk dewan komisaris, terutama komite audit.
Keberadaan
komisaris independen dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang lebih obyektif dan
independen, dan juga untuk menjaga fairness serta mampu memberikan keseimbangan
antara kepentingan pemegang saham mayoritas dan perlindungan terhadap kepentingan
pemegang saham minoritas, bahkan kepentingan para stakeholder lainnya.
Berdasar surat keputusan Ketua BAPEPAM KEP 41/PM/2003, SK Dir. BEJ
Nomor 315/BEJ/06-2000, Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/Tahun 2000, dan
Undang-undang BUMN Nomor 19/2003, pembentukan komite audit merupakan suatu
keharusan. Komite audit harus diketuai oleh seorang komisaris independen. Komite
audit merupakan salah satu komite yang memiliki peranan penting dalam corporate
governance. Tugas komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk memenuhi
tanggungjawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Komite audit
beranggotakan komisaris independen (FCGI, 2001).
PERINGKAT OBLIGASI
Bursa Efek Surabaya (2001) mengartikan obligasi sebagai surat utang jangka
menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang
menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi
pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut.
Obligasi merupakan surat berharga yang memberikan pendapatan tetap kepada
pemiliknya selama jangka waktu berlakunya surat utang tersebut. Hal ini disebabkan
pendapatan yang diterima pemilik obligasi (pokok dan bunga) tidak terpengaruh oleh
perubahan harga sekuritas utang yang bersangkutan.
Peringkat obligasi merupakan indikator ketepatwaktuan pembayaran pokok dan
bunga utang obligasi. Selain itu, peringkat obligasi mencerminkan skala risiko dari
semua obligasi yang diperdagangkan. Dengan demikian peringkat obligasi menunjukkan
skala keamanan obligasi dalam membayar kewajiban pokok dan bunga secara tepat
waktu.
Lembaga
Peringkat
Rizzi (1994),
mengelompokkan peringkat obligasi menjadi dua, yaitu: investment grade (AAA-BBB[S&P]) dan non-investment grade/speculative grade (BB+-D[S&P]). Investment grade
merupakan obligasi yang berperingkat tinggi (high grade) yang mencerminkan risiko
kredit yang rendah (high creditworthiness). Non-investment grade merupakan obligasi
yang berperingkat rendah (low grade) yang mencerminkan risiko kredit yang tinggi (low
creditworthiness).
YIELD OBLIGASI
Faktor lain yang digunakan sebagai pertimbangan dalam investasi obligasi adalah
yield.
diterima oleh investor, atau hasil yang akan diperoleh investor apabila menanamkan
dananya pada obligasi. Terdapat dua istilah dalam penentuan yield, yaitu current yield
dan yield to maturity (Fabozzi, 2000).
Current yield merupakan hubungan kupon bunga tahunan dengan harga pasar
obligasi. Rumus current yield adalah:
Current yield =
10
YTM approximation =
R!P
n x 100%
R+P
2
C+
keterangan:
C = kupon
n
R = redemption value
P = harga pembelian
HIPOTESIS PENELITIAN
Penelitian Evans et al. (2002) menguji hubungan antara struktur corporate
governance dan penurunan kinerja perusahaan dengan sampel perusahaan di Australia.
Penelitian Evans et al. (2002) melaporkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan positif
yang secara statistik signifikan antara rasio komisaris independen dengan kinerja
perusahaan.
Bhojraj dan Sengupta menunjukkan bahwa persentase kepemilikan institusi dan proporsi
komisaris independen berhubungan positif dengan peringkat obligasi.
Sedangkan
Hal ini
disebabkan sistem struktur dewan komisaris dan direksi yang berbeda di setiap negara
(one tier dan two tier).
komposisi dewan komisaris dan komite pengawas (komite audit dan komite kompensasi)
pada perusahaan di Australia. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan
positif antara proporsi komisaris independen dan komite pengawas terhadap kinerja
perusahaan dengan analisis multiple regression.
Turley dan Zaman (2004) meneliti pengaruh corporate governance dan komite
audit, dengan mengevaluasi dan melakukan sintesa beberapa penelitian terdahulu tentang
corporate governance yang berkaitan dengan komite audit. Penelitian ini melaporkan
bahwa bukti menunjukkan adanya hubungan positif antara eksistensi komite audit dengan
kualitas laporan keuangan dan kinerja perusahaan. Berdasarkan penelitian tersebut,
12
H2c:
H2d:
sebagai sinyal bagi kredit analis. Penelitian ini menguji kualitas audit sebagai proksi dari
kualitas pelaporan dengan analisis Logit. Kualitas audit dibagi menjadi dua, yaitu yang
13
dilakukan oleh auditor yang termasuk dalam big 8 (sekarang big 4) dan non big 8. Salah
satu hipotesis yang diuji adalah kemampuan prediksi laporan keuangan yang diaudit oleh
big 8 terhadap peringkat obligasi.
menunjukkan bahwa secara keseluruhan laporan keuangan yang diaudit oleh auditor dari
kantor akuntan publik (KAP) big 8 secara statistik signifikan berpengaruh positif
terhadap peringkat obligasi.
Raman dan Wilson (1994) menguji pengaruh kualitas audit terhadap yield
premium obligasi. Penelitian ini menggunakan analisis multiple regression dengan salah
satu variabel independen yang digunakan adalah auditor yang berasal dari KAP big 8 dan
non big 8. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laporan keuangan yang diaudit oleh
KAP big 8 berpengaruh negatif yang secara statistik signifikan terhadap yield premium
obligasi.
Ziebart dan Reiter (1992) menguji bagaimana informasi akuntansi secara
langsung mempengaruhi yield obligasi dan secara tidak langsung peringkat obligasi
mempengaruhi yield obligasi. Penelitian ini menggunakan total asset sebagai salah satu
variabel independen. Alat uji statistik yang digunakan adalah simultaneous equation
model.
14
perusahaan (FIRMSIZE) dan Debt to Equity Ratio (DE). Hasil yang dilaporkan dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan yang diwakili oleh total asset
berhubungan negatif terhadap yield. DE secara statistik signifikan berhubungan positif
dengan yield.
Bhojraj dan Sengupta (2003) dalam penelitian corporate governance terhadap
peringkat dan yield obligasi, menggunakan beberapa data akuntansi sebagai variabel
kontrol. Beberapa data akuntansi yang digunakan yang digunakan adalah rasio debt to
equity (DE) dan total asset pada akhir tahun (ASSET). Penelitian ini menggunakan
analisis probit dalam menguji pengaruh corporate governance terhadap peringkat
obligasi, dan menggunakan analisis regresi dalam menguji pengaruh corporate
governance terhadap yield obligasi. Hasil yang dilaporkan menunjukkan bahwa DE
berpengaruh negatif terhadap peringkat obligasi dan berpengaruh positif terhadap yield
obligasi.
audit, ukuran perusahaan, dan rasio kewajiban terhadap ekuitas menjadi variabel kontrol.
METODOLOGI PENELITIAN
PEMILIHAN SAMPEL DAN PENGUMPULAN DATA
15
Penelitian ini menggunakan sampel semua obligasi yang beredar dalam kurun
waktu 2001-2003. Periode pengamatan data pool dilakukan mulai tanggal 1 Januari 2001
sampai dengan 31 Desember 2003. Alasan mulai tanggal 1 Januari 2001 adalah pada
tahun tersebut perekonomian di Indonesia mulai stabil setelah melewati masa krisis, dan
data di Bursa Efek Surabaya mulai tahun tersebut sudah banyak yang termuat secara
lengkap. Menurut catatan Bursa Efek Surabaya, mulai tahun 2001 perdagangan obligasi
mulai marak diperdagangkan, dan banyak perusahaan yang melakukan penerbitan
obligasi sebagai salah satu alternatif pendanaan. Selain itu, konsep corporate governance
di Indonesia baru disosialisasikan pada tahun 2001. Data peringkat diperoleh dari PT
PEFINDO yang merupakan lembaga independen pemeringkat obligasi di Indonesia.
Pemilihan sampel dilakukan secara purposive, yaitu dengan menggunakan kriteria
tertentu dalam melakukan pemilihan sampel. Kriteria tersebut adalah:
1. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang tidak termasuk dalam industri
perbankan, keuangan, dan asuransi.
2. Obligasi yang diterbitkan dan beredar selama periode pengamatan.
3. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Surabaya
pada periode 1 Januari 2001 sampai dengan 31 Desember 2003.
4. Obligasi yang masih aktif beredar di pasar dan terdaftar di OTC FIS Bursa Efek
Surabaya.
5. Obligasi yang perusahaan penerbitnya terdaftar dalam peringkat obligasi yang
dikeluarkan oleh PT PEFINDO selama kurun waktu pengamatan.
Dari kriteria tersebut, diperoleh 72 obligasi dari 26 perusahaan penerbit obligasi yang
mempunyai data peringkat dan harga selama kurun waktu 2001-2003.
16
PENGUKURAN VARIABEL
VARIABEL DEPENDEN
Variabel peringkat (RATING) ditentukan dengan menggolongkan peringkat
sesuai kategori peringkatnya. Variabel peringkat dikelompokkan menjadi dua kategori,
yaitu: (1) kategori speculative grade untuk perusahaan yang risiko defaultnya tinggi.
Kategori ini dinyatakan dalam peringkat BB-D. dan (2) kategori investment grade untuk
perusahaan yang risiko defaultnya rendah. Kategori ini dinyatakan dalam peringkat
AAA-BBB. Variabel ini dinyatakan dengan dummy, yaitu 0 jika masuk dalam kategori
speculative grade dan 1 jika masuk dalam kategori investement grade.
Yield obligasi (YTM) dihitung dengan pendekatan yield to maturity (YTM).
YTM merupakan keuntungan yang diperoleh pemegang obligasi sampai dengan obligasi
tersebut jatuh tempo. YTM telah memperhitungkan unsur bunga dan nilai waktu uang.
VARIABEL INDEPENDEN
Kepemilikan institusi (INST) merupakan salah satu proksi dari corporate
governance. Variabel ini merupakan besarnya saham yang dimiliki oleh institusi dibagi
dengan total saham yang beredar.
terdapat tanda koefisien positif.
17
Sebaliknya hasil
VARIABEL KONTROL
Sesuai dengan penelitian Velury et al. (2003), kualitas audit (KUA) diukur
menggunakan auditor spesialis industri, yang menguasai pangsa pasar.
Dari semua
perusahaan yang menerbitkan obligasi, hampir semuanya diaudit oleh KAP big 4,
sehingga berdasarkan penelitian Velury et al. (2003) laporan keuangan yang diaudit oleh
18
KAP big 4 lebih berkualitas. Karena variasi perusahaan yang menggunakan KAP big 4
dan non big 4 amat sedikit, maka pengukuran variabel ini menggunakan dummy, yaitu 0
jika auditor berasal dari KAP non big 4, dan 1 jika auditor dari KAP big 4.
Total asset (LTA) yang digunakan dalam penelitian ini adalah logaritma natural
dari besarnya total asset yang dimiliki perusahaan pada akhir tahun. Semakin besar total
asset yang dimiliki perusahaan diharapkan semakin mempunyai kemampuan dalam
melunasi kewajiban di masa depan, sehingga hasil pengujian total asset diharapkan
berhubungan positif terhadap peringkat obligasi, dan berhubungan negatif terhadap yield
obligasi.
Rasio debt to equity (DER) merupakan perbandingan antara total kewajiban
perusahaan pada akhir tahun dengan total ekuitas yang dimiliki perusahaan pada akhir
tahun. Perusahaan yang mempunyai DER yang besar akan lebih memiliki risiko yang
lebih besar dibanding perusahaan yang DER-nya kecil.
MODEL ANALISIS
Penelitian ini menggunakan teknik analisis logistic regression (logit) dan
multivariate regression. Analisis logit digunakan untuk menguji pengaruh corporate
governance terhadap peringkat obligasi. Hal inimengacu pada penelitian (Kamstra et al,
2001) yang menguji peringkat obligasi Moody perusahaan sektor transportasi dan
industrial dengan menggunakan analisis logit.
19
Keterangan:
RATINGit+1
INST
KIND
KAUD
KMAN
KUA
LTA
DER
20
YTMit+1
Keterangan
YTMit+1 = Yield obligasi perusahaan yang dihitung berdasarkan harga obligasi pada
bulan April setelah tahun pengamatan.
INST
KIND
KAUD = Komite audit, merupakan variabel dummy, 1 jika terdapat komite audit,
0 jika tidak terdapat komite audit.
KMAN = Kepemilikan manajerial, merupakan variabel dummy,
0 jika tidak
= Kualitas audit, merupakan variabel dummy, 0 jika diaudit oleh KAP non
big 4, 1 jika diaudit oleh KAP big 4.
LTA
DER
21
Tabel 1.
PENGUJIAN LOGIT HIPOTESIS PERTAMA (H1)
B
Step 1(a)
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
INST
-.002
.041
.003
.960
.998
KIND
.073
.036
3.950
.047
1.075
KAUD
-.098
1.077
.008
.927
.906
KMAN
1.006
1.052
.915
.339
2.735
KUA
2.119
1.133
3.497
.061*
8.326
LTA
-.939
.418
5.050
.025
.391
DER
-.001
.002
.675
.411
.999
26.813
12.179
4.847
.028
441265306806.915
Constant
Ln
p
= 26,813 ! 0,002 INST + 0,073 KIND ! 0,098 KAUD + 1,006 KMAN
1! p
+ 2,119 KUA ! 0,939 LTA ! 0,001 DER
diharapkan peneliti bahwa semakin besar jumlah komisaris independen maka peringkat
obligasinya akan semakin tinggi.
Bhojraj dan Sengupta (2003) yang menunjukkan bahwa jumlah komisaris independen
berhubungan positif dengan peringkat obligasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
peringkat obligasi memperhatikan jumlah komisaris independen sebagai suatu lembaga
22
pengendali nilai perusahaan dan menjadi variabel utama sebagai penentu peringkat
obligasi.
Analisis pengujian untuk hipotesis kedua dengan multiple regression adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.
PENGUJIAN MULTIPLE REGRESSION HIPOTESIS KEDUA (H2)
Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
1
(Constant)
Std. Error
10.928
4.366
INST
.010
.013
KIND
-.054
KAUD
KMAN
Sig.
Beta
2.503
.018
.051
.775
.445
.016
-.279
-3.447
.002
-2.106
.419
-.370
-5.025
.000
-.262
.410
-.046
-.639
.528
KUA
-2.569
.572
-.429
-4.488
.000
LTA
.414
.141
.244
2.930
.007
DER
-.002
.001
-.125
-1.597
.121
Dari hasil tersebut, persamaan multiple regression dari hasil pengujian hipotesis
kedua dinyatakan sebagai berikut:
YTM = 10,928 + 0,010 INST ! 0,054 KIND ! 2,106 KAUD ! 0,262 KMAN
! 2,569 KUA + 0,414 LTA ! 0,002 DER
Pengujian terhadap hipotesis 2b (H2b) membuktikan bahwa kepemilikan institusi
menunjukkan hasil secara statistik signifikan pada =0,05, ditunjukkan dengan angka
signifikansi sebesar 0,002 (<0,05). Berdasarkan bukti tersebut, dapat disimpulkan bahwa
23
penelitian ini menolak H02b. Tanda koefisien negatif tersebut sesuai dengan yang
diharapkan peneliti bahwa semakin besar jumlah komisaris independen maka yield
obligasinya akan semakin rendah. Koefisien negatif ini konsisten dengan penelitian
Bhojraj dan Sengupta (2003) yang menunjukkan bahwa jumlah komisaris independen
berhubungan negatif dengan yield obligasi.
perusahaan, sehingga investor akan bersedia membeli obligasi dengan harga yang lebih
tinggi. Dengan demikian, jika risiko perusahaan rendah, harga obligasi tinggi, maka yield
yang ditawarkan akan semakin rendah.
24
SIMPULAN PENELITIAN
Berdasar hasil pengujian seluruh hipotesis, maka secara keseluruhan penelitian ini
memberikan beberapa bukti empiris, yaitu:
1. Tidak semua elemen corporate governance berpengaruh terhadap peringkat
dan yield obligasi. Jumlah komisaris independen berpengaruh positif terhadap
peringkat obligasi dan negatif terhadap yield obligasi.
2. Keberadaan komite audit secara statistik signifikan berpengaruh negatif
terhadap yield obligasi. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan komite audit
merupakan variabel yang dipertimbangkan oleh investor dalam investasi
obligasi.
KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini masih dapat dikembangan dengan memperhatikan beberapa
keterbatasan penelitian berikut ini yang dapat dijadikan sebagai revisi untuk penelitian
selanjutnya. Keterbatasan penelitian ini antara lain:
1. Pemilihan sampel tidak memasukkan industri perbankan, keuangan, dan asuransi, dan
belum meliputi semua emiten yang menerbitkan obligasi di pasar modal Indonesia.
2. Penggunaan weigthed average price (WAP) dalam penghitungan YTM, dan peringkat
obligasi pada bulan April setelah tahun pengamatan, menunjukkan keterbatasan
lainnya dari penelitian ini. Masa yang tepat adalah digunakannya WAP dan peringkat
setelah tanggal/masa pengumuman dilaksanakannya corporate governance oleh
perusahaan penerbit. Tetapi disebabkan informasi pelaksanaan corporate governance
25
oleh para emiten obligasi tidak banyak tersedia pada tahun pengamatan, maka dipilih
WAP dan peringkat obligasi pada bulan setelah masa penyerahan laporan keuangan
terakhir (bulan Maret).
IMPLIKASI PENELITIAN
Implikasi yang dapat digunakan bagi pihak yang akan melanjutkan penelitian ini
adalah:
1. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan peringkat dan yield obligasi pada masa
setelah pengumuman pelaksanaan corporate governance.
2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan perusahaan yang hanya menerbitan
obligasi saja.
DAFTAR PUSTAKA
Alijoyo, Antonius dan Subarto Zaini. 2004. Komisaris Independen. Penggerak Praktik
GCG di Perusahaan. PT Indeks Kelompok Gramedia.
Bhojraj, Sanjeev dan Partha Sengupta. 2003. Effect of Corporate Governance on Bond
Ratings and Yields: The Role of Institutional Investors and Outside Directors.
The Journal of Business 76 (Juli): 455-475.
Bursa Efek Surabaya (BES). 2001. Mengenal Obligasi. Over The Counter Fixed Income
Service. Bursa Efek Surabaya.
Cotter, Julie dan Mark Silvester. 2003. Board and Monitoring Committee Independence.
ABACUS 39: 211-232.
Cuervo, Alvaro. 2002. Corporate Governace Mechanisms: a Plea for Less Code of Good
Governance and More Market Control. Corporate Governance 10 (Apr): 84-93.
Darmawati, Deni, Khomsiyah dan Rika Gelar Rahayu. 2005. Hubungan Corporate
Governance dan Kinerja Perusahaan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 8 (Jan):
65-81.
Denis, Diane K. 2001. Twenty-five Years of Corporate Governance Research and
Counting. Review of Financial Economics 10: 191-212.
Eisenhardt, Kathleen M. 1989. Agency Theory: An Assessment and Review. The
Academy of management Review (Jan): 57-74.
Evans, John, Robert Evans dan Serena Loh. Corporate Governance and Declining Firm
Performance. International Journal of Business Studies (June): 1-18.
Fabozzi, Frank J. 2000. Bond Market, Analysis and Strategies. Prentice-Hall, Inc. 4th
edition.
26
27
Khurana, Inder K. dan K. K. Raman. 2003. Are Fundamentals Priced in the Bond
market. Contemporary Accounting Research (Fall): 465-494.
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (NCCG). 2001. Pedoman Good
Corporate Governance. Ref. 4.0. NCCG.
Monks, Robert A.G. 2001. Redesigning Corporate Governance Structures and Systems
for the Twenty First Century. Corporate Governance 9 (July): 142-147.
Ogden, Joseph P. 1987. Determinants of the ratings and Yields on Corporate Bonds:
Tests of the Contingent Claims Model. The Journal of Financial Research 10
(Winter): 329-339.
Raman, K. K. dan Earl R. Wilson. 1994. Governmental Audit Procurement Practices
and Seasoned Bond Price. The Accounting Review (Oct): 517-538.
Rieter, Sara A. dan David A. Ziebart. 2001. Bond Yields, Ratings, and Financial
Information: Evidence form Public Utility Issues. The Financial Review 26
(Feb): 45-73.
Rizzi, Joseph V. 1994. Determining Debt Capacity. Commercial Lending Review
(Spring): hal. 25-34.
Sanders, George dan Arthur Allen. 1993. Signaling Government Financial Reporting
Quality to Credit Analysts. Public Budgeting & Finance (Fall): 73-84.
Sharma, Vineeta D. 2004. Board of Director Characteristic, Institutional Ownership, and
Fraud: Evidence from Australia. Auditing: A Journal of Practice & Theory
(September): 105-117.
Turley, Stuart dan Mahbub Zaman. 2004. The Corporate Governance Effect of Audit
Committees. Journal of Management and Governance: 305-332.
Uzun, Hatice, Samuel H. Szewczyk dan Raj Varma. 2004. Board Composition and
Corporate Fraud. Financial Analysts Journal (May/Jun): 33-43.
Velury, Uma, John T. Reisch dan Dennis M. OReilly. 2003. Institutional Ownership
and the Selection of Industry Specialist Auditors. Review of Quantitative Finance
and Accounting: 35-48.
Wansley, James W., John L. Glascock dan Terence M. Clauretie. 1992. Institutional
Bond Pricing and Information Arrival: The Case of Bond Rating Changes.
Journal of Business Finance & Accounting 19 (Sept): 733-750.
Watts, Ross L. dan Jerold L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Prentice
Hall International. Inc.
Wolk, Harry I., Michael G. Tearney dan James L. Dodd. 2001. Accounting Theory. A
Conceptual and Institutional Approach. South-Western College Publishing. 5th
Edition
Ziebart, David A. dan Sara A. Reiter. 1992. Bond Rating, Bond Yield and Financial
Information. Contemporary Accounting Research (Fall): 252-282.
28
29