Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi
1. Tuberkolusis
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan
salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian
besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone
infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus
primer dari ghon (Hood Alsagaff, th 2007. hal 73).
2. Efusi pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan
berlebihan di rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan
membahayakan jiwa penderitanya (Waspadji Sarwono (2001, 786).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura
viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman
Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 2004, 111).
Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal
jantung, adanya neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat
metastasis tumor yang berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark
paru, trauma, pneumoni, syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain
sebagainya. (Allsagaaf H, Amin M Saleh, 2001, 68)
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis),
syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya,
tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.

3) Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,


infark paru, tuberkulosis.
4) Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi
unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai
kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi
yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini
:Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru,
lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
b. Etiologi
a.

Anatomi dan Fisiologi


System pernafasan terdiri dari hidung , faring , laring ,trakea ,
bronkus, sampai dengan alveoli dan paru-paru
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama ,
mempunyai dua lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna
untuk menyaring udara , debu dan kotoran yang masuk dalam lubang
hidung . hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
(Drs. H. Syaifuddin. B . Ac , th 2006 , hal 87 ).
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan
dan jalan makanan , faring terdapat dibawah dasar tengkorak ,
dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher .
faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan
koana yaitu nasofaring , bagian tengah dengan istimus fausium disebut
orofaring , dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring .(Drs
.H.syafuddin. B.Ac 2006 hal 88)
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (1620 cincin), panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat
yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa . trakea dipisahkan oleh
karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri
(Drs .H . Syaifuddin .B. Ac th 2006, hal 88-89).
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk
bronkus utama kanan dan kiri , bronkus kanan lebih pendek dan lebih

besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut
bronkiolus yang pada ujung ujung nya terdapat gelembung paru atau
gelembung alveoli (H.Syaifuddin B Ac th2006, hal 89-90).
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar
terdiri dari gelembung gelembung .paru-paru terbagi menjadi dua yaitu
paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Paru-paru
terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah
rongga dada / kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari
arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri
pulmonalis yang berasal dari atrium kiri.besar daya muat udara oleh
paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil
udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut.
Sedangkan kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai
masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paruparu dapat menampung sebanyak kuranglebih 5 liter. (Evelyn,C, Pierce ,
2007 hal 221).
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru
berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura kedalam tiga
lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke
dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD, 2007, 121).
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau
kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau
hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura
(Syaifudin B.AC , 2004, 104).
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi
paru dalam dua lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan
paru dan lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada.
Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix paru. Rongga pleura adalah
ruang diantara kedua lapisan tersebut.
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari
luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta
mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi

keluar tubuh (ekspirasi) yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan


antara rongga pleura dan paru-paru .proses pernafasan tersebut terdiri
dari 3 bagian yaitu:
1) Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang
merupakan proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta
interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah
luar, akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi.
Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi
dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara
terdorong keluar. (Ni Luh Gede.Y.A.SKp.2007).
2) Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau
partikel lain dari area yang bertekanan tinggi kearah yang
bertekanann rendah. Difusi gas melalui membran pernafasan yang
dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan
membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta
perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini
pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli dan darah. (Ni Luh
Gede.Y.A. SKP. Th 2007 hal 124).
3) Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke
jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran
darah). Masuknya O2 kedalam sel darah yang bergabung dengan
hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak
97% dan sisa 3 % yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma
dan sel .(Ni Luh Gede Y. A. Skp th 2007 hal 125 ).
Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga
mudah bergerak satu ke yang lainnya (John Gibson, MD, 2007,
123). Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong
diantara kedua pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20
cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak

secara teratur (Soeparman, 2010, 785). Setiap saat jumlah cairan


dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk
memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa
keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung)
dari rongga pleura ke dalam mediastinum. Permukaan superior
dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietis
disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura
parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh karena itu ruang
pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang ini normalnya
begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas.
(Guyton dan Hall, Ege,2006, 607).
c.

Manifestasi Klinik

Gejala Klinis ( Mansjoer A, dkk, 2001 )


Gejala-gejala yang ditemukan pada penderita Tuberculosis paru antara
lain :
Demam
Biasanya subfebris menyerupai influenza, panas badan dapat
mencapai 40C sampai 41C.
Batuk lebih dari 4 minggu
Terjadi karena iritasi pada bronkus, berfungsi untuk membuang
produk radang keluar bersifat kering (Non Produktif) dan Produktif
(menghasilkan sputum) kemudian berlanjut berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Sesak Nafas
Terjadi pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah
setengah bagian paru.
Nyeri Dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura, sehingga
menimbulkan pleuritis.
Malaise
Gejala malaise sering ditemukan : anoreksia (tidak nafsu makan),

badan makin kurus (berat badan menurun), sakit kepala, meriang,


nyeri otot, keringat malam biasanya terjadi pada fase akut
(Mansjoer , 2001).
d.

Klasifikasi
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
paru, tidak termasuk pleura. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak,
menurut Depkes RI (2002), TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya dua dari 3 spesimen sewaktu pagi dan sewaktu
(SPS) dahak hasil positif.
Satu spesimen sewaktu pagi sewaktu (SPS) dahak hasil BTA positif
dan foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis aktif.
b. Tuberkulosis Paru BTA negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasil negatif dan foto
rontgen dada menunjukkan tuberkulosis Positif, TB Paru BTA rontgen
positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk
berat dan ringan. Bentuk berat ini bila digambarkan dalam foto rontgen
menunjukkan gambaran kerusakan paru yang luas atau keadaan umum
penderita buruk.
c. Tuberkulosis Extra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain yang selain
paru-paru misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar
limfe, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan
lain-lain. TB extra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahannya
yaitu :
TB extra Paru ringan misalnya: TB kelenjar Limfe, pleuritis, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
TB extra Paru berat misalnya : meningitis, Milie, Perikardis,
peritonistis, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan
TB alat kelamin ( DepKes RI, 2002).

e.

Komplikasi
a. Atelektasis (pengembangan paru-paru yang tidak sempurna)
b. Hemoptisis
c. Pneumotoraks
d. Kekambuhan
e. TB miliaris
(Mansjoer A, dkk, 2001).

f.

Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk
melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan
adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi
melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang
mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya .
(Sylvia.A.Price.2007.hal 754)
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC
membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan
atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya,
sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana.
Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang
kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta
berkembangbiak di paru-paru. (dr.Hendrawan.N.2009,hal 1-2 )
Pada

permulaan

penyebaran

akan

terjadi

beberapa

kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang


dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian
ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju
aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada
organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan
alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3
basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi
dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal

ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit


pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang
terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala
pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening
menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang
mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian
bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh
limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi
primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya
serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga
dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan
radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali
dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring
,telinga tengah atau usus.(Sylvia.A Price:2007;754)
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya
pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila
peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan
perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui
saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan
dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat
tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
(Syilvia.A Price:2007;754)
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di
dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena
adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H 2O.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid
menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya

permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma,


bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan
negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A,
2007, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan
bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1)
penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung
yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi
sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan
ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora
plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4)
infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura
dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga
secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 2006, 623-624).

e.

Tipe Penderita Tuberkulosis


Tipe penderita ditentukan berdasarkan pengobatan sebelumnya.
Menurut Depkes RI (2002), ada beberapa tipe penderita yaitu :
Kasus baru
Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau sudah menelan OAT kurang dari 1
bulan (30 dosis harian).
Kambuh
Penderita yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan

TB yang telah dinyatakan sembuh, kemudian kambuh lagi, berobat


dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
Pindahan
Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan dari satu
kabupaten kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita
tersebut harus membawa surat rujukan pindah.
Setelah Lalai (Drop Out)
Penderita yang sudah berobat 1 bulan dan berhenti 2 bulan atau
lebih, kemudian berobat kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif.
Lain-lain
a) Gagal
-

Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap


positif atau kembali menjadi positif 1 bulan sebelum akhir
pengobatan atau lebih.

Penderita dengan hasil BTA negatif, rontgen positif menjadi


BTA positif pada akhir bulan kedua pengobatan.

b)
c) Kronis
Penderita dengan hasil pemeriksaan BTA positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2.
f.

Penularan Tuberkulosis
Menurut Depkes RI (2002), ada 2 penularan tuberkulosis yaitu :
Penularan secara langsung
Sumber penularan dari penyakit ini adalah penderita,
tuberkulosis BTA positif, yang dapat menularkan kepada orang lain yang
sehat di sekeliling terutama kontak erat. Penularan dapat ditularkan pada,
waktu bersin, batuk, berciuman. Maka kuman penderita akan menyebar
di udara dalam bentuk droplet. Partikel dapat hidup dalam udara suhu
kamar selama beberapa jam. Droplet akan terhisap oleh orang yang sehat
dan akan masuk ke dalam saluran pernafasan kemudian masuk ke
paru-paru menuju organ tubuh yang lain melalui sistem peredaran darah,
saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-bagian

tubuh lainnya. Daya, penularan tergantung pada banyak kuman yang


dikeluarkan dari paru, semakin tinggi derajat positif dahak maka akan
semakin tinggi pula penularannya. Apabila hasil pemeriksaan dahak
negatif maka dianggap tidak menularkan penyakit tuberkulosis.


Penularan secara tidak langsung
Bila penderita batuk dan meludah di tempat yang teduh dan
lembab, ludah tersebut akan mengering dan kuman akan terbang oleh
angin. Ludah yang menghasilkan Tuberkulosis menyebar di udara dan
debu terhisap oleh orang yang sehat, atau penularan ini dapat juga
melalui alat makan dan minum dari penderita tuberkulosis yang tidak
disiram dengan air panas atau direbus yang langsung dipakai oleh orang
sehat.
g.

Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis


d. Menutup mulut dengan tisue atau sapu tangan pada waktu batuk dan
bersin untuk menghindari penyebaran basil. Tissue dapat langsung
dibakar atau dikubur.
e. Selama pengobatan intensif atau yang belum berobat didapatkan
dahak. BTA positif sebaiknya tidur terpisah dengan keluarga lain.
Tetapi setelah pengobatan intensif selama 2 bulan secara berturut-turut
dan BTA negatif walaupun masih berada dalam pengobatan tidak usah
tidur terpisah.
f. Tidak meludah di sembarang tempat, sebaiknya meludah ditempat
tertutup dan diberi cairan anti septik untuk membunuh basil kemudian
dikubur.
g. Mengusahakan agar sinar matahari dan udara masuk secukupnya di
kamar tidur untuk menjaga supaya tidak lembab.
h. Menjemur kasur, bantal, terutama pagi hari.
i. Immunisasi BCG pada waktu bayi secepatnya.
j. Pengaturan gizi yang seimbang.
k. Ventilasi ruangan baik.

l. Pengobatan secara tekun dan teratur tanpa terputus sampai sembuh.


(DepKes RI, 2002).
h.

Penatalaksanaan
Obat TB Paru diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa
jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya
semua kuman (temasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap
intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal,
sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang dimakan
tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TB
dapat berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk
menjamin kepatuhan penderita memakan obat, pengobatan perlu
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=Directly Observed
Treatment) oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
Obat Anti Tuberculosis (OAT) yang biasa digunakan antara lain :
a) Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90%
populasi kuman dalam beberapa hari pengobatan. Obat ini sangat
efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu
kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5
mg/Kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu dengan dosis 10 mg/Kg BB.
b) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dormant
(persister), yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid. Dosis 10
mg/Kg Bb diberikan sama untuk pengobatan harian maupun

intermiten 3 kali seminggu.


c) Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam, dosis harian yang dianjurkan 25 mg/Kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 35 mg/kg BB.
d) Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/Kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan
dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75
gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan
0,50 gr/hari.
e) Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis yang dianjurkan 15 mg/Kg
BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
digunakan dosis 30 mg/Kg BB.
Pengobatan TB diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan
tahap lanjutan, yaitu :
a) Tahap Intensif
Pada tahap intensif (tahap awal) penderita mendapat obat setiap
hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan
terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian

besar penderita TB (BTA +) menjadi (BTA -) pada akhir


pengobatan intensif.
b) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
i.

Dampak Masalah

Pada keadaan tubericulosis paru muncul bermacam macam masalah baik


bagi penderita maupun keluarga.
a. Terhadap penderita
Sebagaimana penderita penyakit yang lain, pada pasien effusi pleura
akan mengalami suatu perubahan baik bio, psiko sosial dan spiritual
yang akan selalu menimbulkan dampak yang diakibatkan oleh proses
penyakit atau pengobatan dan perawatan. Pada umumnya Px dengan
effusi pleura akan tampak sakit, suara nafas menurun adanya nyeri
pleuritik terutama pada akhir inspirasi, febris, batuk dan yang lebih khas
lagi adalah adanya sesak nafas, rasa berat pada dada akibat adnya
akumulasi cairan di kavum pleura.
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan
penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan
dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan
pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh
manusia yang lemah dan para pekerja di lengkungan yang udaranya
sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan (dr. Hendrawan Nodesu
2009, hal 14 15).
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada penderita tuberculosis paru mengeluh adanya anoreksia,
nafsu makan menurun, badan kurus, berat badan menurun, karena
adanya proses infeksi (Marilyn. E. Doenges, 2001).

3) Pola aktivitas
Pada penderita TB paru akan mengalami penurunan aktivitas
dan latihan dikarenakan akibat dari dada dan sesak napas (Marilyn.
E. Doenges, 2000).
4) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya nyeri dada dan baluk darah pada penderita TB
paru akan mengakibatkan tergantung kenyamanan tidur dan istirahat
(Marilyn. E. Doenges, 2001).
5) Pola hubungan dan peran
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam
hal hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk
menghindari penularan terhadap anggota keluarga

yang lain.

(Marilyn. E. Doenges, 2001).


6) Pola persepsi dan konsep diri
Ketakutan dan kecemasan akan muncul pada penderita TB
paru dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang
akhirnya

membuat

kondisi penderita menjadi

perasaan

tak

berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000).


7) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatan stress pada diri penderita, sehingga banyak penderita
yang tidak menjutkan lagi pengobatan. (dr. Hendrawan Nodesul,
2009, hal 23).
8) Pola eliminasi
Pada penderita TB paru jarang dan hampir tidak ada yang
mengeluh dalam hal kebiasaan miksi maupun defeksi.
9) Pola senson dan kognitif
Daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa, penglihatan

dan pendengaran) tidak ditemukan adanya gangguan.


10) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pola reproduksi tidak ada gangguan
tetapi pola seksual mengalami gangguan karena sesak nyeri dada dan
batuk.
b.

Dampak Masalah Keluarga


Pada keluarga yang salah satunya menderita tuberkulosis paru
menimbulkan dampak kecemasan akan keberhasilan pengobatan,
ketidaktahuan tentang masalah yang dihadapi, biaya yang cukup mahal
serta kemungkinan timbulnya penularan terhadap anggota keluarga
yang lain.
Pada umumnya keluarga pasien akan merasa dituntut untuk
selalu menjaga dan memenuhi kebutuhan pasien. Apabila ada salah
satu anggota keluarga yang sakit sehingga keluarga pasien akan
memberi perhatian yang lebih pada pasien. Keluarga menjadi cemas
dengan keadaan pasien karena mungkin sebagai orang awam keluarga
pasien kurang mengerti dengan kondisi pasien dan tentang bagaimana
perawatannya.

Lamanya

perawatan

pasien

banyaknya

biaya

pengobatan merupakan masalah bagi pasien dan keluarganya terlebih


untuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah.
Secara langsung peran pasien sesuai statusnya pun akan
mengalami perubahan bahkan gangguan selama pasien dirawat di
rumah sakit

DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (2007). Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Airlangga University Press. Surabaya.
Amin muhammad, Hood Alsagaff. (2010). Pengantar Ilmu Penyakit Paru.
Airlangga University Press. Surabaya.
Blac,MJ Jacob. (2006). l.uckman & Sorensens Medical surgical Nursing A
Phsycopsicologyc Approach. W.B. Saunders Company. Philapidelpia.
Barbara Engram. (2006). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1.
Penerbit EGC. Jakarta.
Carpenito, L.J., (2001). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2.
EGC Jakarta.
Diana C. Baughman. ( 2000 ), Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Hudak & Gallo, ( 2006 ). Keperawatan kritis : suatu pendekatan holistic, EGC,
Jakarta
Keliat, Budi Anna. (2006). Proses Keperawatan. Arcan. Jakarta.
Mansjoer, Arif., et all. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran
UI : Media Aescullapius Jakarta.
Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk
Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji. (2010). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.

Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (2007). Patofisiologi Konsep


Klinis Proses - Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Yunus Faisal. (2004). Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI. Jakarta
.

Anda mungkin juga menyukai