DEFENISI
Definisi Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Penjelasan Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6
bulan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam kejang disertai
demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam.1,2
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
B. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam terjadi pada 2%-4% dari populasi anak 6 bulan - 5 tahun. 80 %
merupakan kejang demam sederhana, sedangkan 20% kasus adalah kejang demam
kompleks. 8 % berlangsung lama (lebih dari 15 menit). 16% berulang dalam waktu 24
jam. Kejang pertama terbanyak di antara umur 17 - 23 bulan. Anak laki-laki lebih sering
mengalami
demam
sederhana yang
pertama terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam kedua 50 %,
dan bila kejang demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12 bulan, risiko kejang demam
ke dua turun menjadi 30%.. Setelah kejang demam pertama, 2-4 % anak akan berkembang
menjadi epilepsy dan ini 4 kali risikonya dibandingkan populasi umum.1
ETIOLOGI
Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada
beberapa
faktor
yang
mungkin
berperan
dalam
demam,yaitu:
menyebabkan
kejang
demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak
sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi
pertusis (DPT) dan morbili (campak).1,2
KLASIFIKASI
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
kejang demam sederhana Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari
15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
Kejang demam kompleks Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam Penjelasan Kejang lama adalah
kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali
dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8%
kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak
yang mengalami kejang demam.1
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain
itu juga terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara
kandung, perkembangan terlambat, dan kadar natrium rendah.
Faktor risiko berulangnya kejang demam
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam d alam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan
berulang 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya 10 % - 15
% kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang paling besar pada tahun
pertama
Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko
menjadi epilepsi adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung Masing-masing faktor
risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi
dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian
obat rumat pada kejang demam.
Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat
kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara
pernah pula mengalami KD, kemungkinan ini meningkat menjadi 50% .1
PATOFISIOLOGI
Masih belum jelas, hippocampus dan termoregulator dihippothalamus
imatur sehingga rentan kejang (agespecificity of the brains sensitivity to fever).
peningkatan temperatur hippocampus menginduksi aktivitas epileptiform
Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa
faktor fisiologis dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu
kejang 1.Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ menjadi
rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
terjadi
hipoksemia,
hiperkapnea,
hipoglikemia,
laktat
asidosis
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
PENATALAKSANAAN
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,3 - 0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1 - 2
mg/menit atau dalam waktu 3 - 5 menit, dengan dosis maksimal 20mg.Obat yang praktis
dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal Dosis
diazepam rectal adalah 0,5 - 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau
diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk
anak di atas usia 3 tahun.
Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan
diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan disini dapat diberikan
diazepam intravena dengan dosis 0,3 - 0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 - 20 mg/kg/kali
dengan kecepatan 1 mg /kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti
dosis selanjutnya adalah 4 - 8 mg/kg/hari, yaitu12 jam setelah dosis awal. Bila
dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
jenis kejang demam dan faktor risikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks.1,2,4
Pemberian obat pada saat demam Antipiretik
Antipiretik pada saat demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti
bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam . Dosis
asetaminofen yang digunakan berkisar 10-15 mg/kg/1x diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10mg/kg/kali ,3 - 4 kali sehari.
Asetaminofen dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari
18 bulan, meskipun jarang. Antipiretik pilihan adalah parasetamol 10 mg/kg yang
sama efektifnya dengan ibuprofen 5 mg/kg dalam menurunkan suhu tubuh.2
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang (1/3 - 2/3 kasus), begitu pula dengan diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39 % kasus.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.2
Pemberian obat rumat Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus. 3. Kejang fokal4. Perngobatan
Kejang
berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam. Kejang demam terjadi pada bayi kurang
dari 12 bulan. kejang demam > 4 kali per tahun
Penjelasan:*
Sebagian
besar
peneliti
setuju
bahwa
kejang
demam
>
15
menit
D). Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar (40 - 50 %).Obat pilihan saat ini adalah asam valproat meskipun
dapat menyebabkan hepatitis namun insidensnya kecil. Dosis asam valproat 15 40 mg/kg/hari dalam 2- 3 dosis dan fenobarbital 3 - 4 mg/kg per hari dalam 1 - 2
dosis.
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secarabertahap
selama 1-2 bulan.
Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak 1999Knudsen FU. Febrile seizures: treatment and
outcome. Brain Dev 1996;18:438-49.
Vaksinasi
Sejauh in tidak ada kontra indikasi dengan standar vaksinasi. Kejang setelah
demam
karena
vaksinasi
sangat
jarang.
Angka
kejadian
pasca
vaksinasi
cDPT . Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral ataurektal bila anak demam,
terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan
asetaminofen pada saat vaksinasi hingga 3 harikemudian.3
PROGNOSIS
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik
dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi
terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6
bulan pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga,
Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:
Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50%
dan pria 33%.
Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga
adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa
riwayatkejang 25%.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor:
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian
hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila
hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang
tanpa demam hanya 2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures,
1981") Pada penelitian yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal
Project di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak pasca kejang demam
diikuti
perkembangannya
sampai
usia
tahun,
tidak
didapatkan
KESIMPULAN
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu
rektal
di
atas
380C)
yang
disebabkan
oleh
suatu
proses
SARAN
Bagi tenaga medis yang menemukan pasien dengan demam kejang segera lakukan
penanganan sesegera mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusponegoro, D Hardiono, dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Jakarta. 2006.
2. Pudjiadi, Antonius H, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: IDAI. 2009. Hal 150-153.
3. Tumbelaka, Alan R., Trihono, Partini P., Kurniati, Nia., Putro Widodo,
Dwi. Penanganan Demam pada Anak Secara Profesional: Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatana Anak XLVII. Cetakan
Pertama, FKUI-RSCM. Jakarta. 2005.
4. Pocket Book of Hospital Care of Children, Guidlines for the Management
of Common Illness with Limited Rescures. World Health Organization.
2005.
5. Lalani, Amina. Kegawatdaruratan Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2008. Hal 313-317.